• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesenjangan Kekayaan dan Pendapatan

DASAR-DASAR KEBIjAKAN LIBERAL

5. Kesenjangan Kekayaan dan Pendapatan

hal yang paling banyak dikecam dalam tatanan sosial kita adalah kesenjangan dalam distribusi kekayaan dan pendapatan. Ada yang kaya dan ada yang miskin; ada yang sangat kaya dan ada yang sangat miskin. Jalan keluarnya tidak sulit: pemerataan distribusi seluruh kekayaan. Keberatan pertama terhadap usulan ini adalah bahwa hal itu tidak akan banyak memperbaiki keadaan karena orang dengan kekayaan rata-rata jauh lebih banyak daripada orang kaya sehingga dengan pembagian kekayaan semacam itu setiap individu hanya dapat mengharapkan kenaikan tak berarti dalam standar hidupnya. Pendapat ini tentu saja benar, namun penjelasannya tidak lengkap.

Mereka yang menganjurkan kesetaraan dalam distribusi penda-patan mengabaikan hal terpenting, yaitu bahwa jumlah yang terse-dia untuk dibagikan, produk tahunan kerja sosial, tidak terlepas dari cara pembagiannya. Fakta bahwa produk tersebut saat ini sama baiknya dengan sebelumnya bukanlah fenomena alam atau teknologi yang terlepas dari semua kondisi sosial tetapi sepenuhnya dihasilkan lembaga-lembaga sosial kita.

hanya karena kesenjangan kekayaan mungkin terjadi dalam tatanan sosial kita, hanya karena kesenjangan itu merangsang setiap

L U D W I G v o N M I S E S 37

orang untuk memproduksi sebanyak yang ia bisa dan dengan biaya terendah, manusia saat ini memiliki kekayaan total tahunan yang siap dikonsumsi. Andaikata insentif itu dihapus, produktivitas akan berkurang banyak sampai pada titik di mana bagian yang dapat diberikan kepada setiap individu berdasarkan azas pemerataan akan jauh berkurang dari yang saat ini diterima oleh orang yang paling miskin sekali pun.

Namun, kesenjangan distribusi pendapatan tetap merupakan fungsi kedua terpenting, seperti halnya fungsi yang telah disebutkan tadi: kesenjangan itu memungkinkan orang kaya menikmati keme-wahan. Banyak hal-hal bodoh tentang kemewahan telah diucapkan dan ditulis.

Mereka yang keberatan terhadap konsumsi kemewahan menga-takan tidak adil apabila beberapa orang menikmati keadaan berlimpah ruah sementara orang lain kekurangan. Penjelasan ini tampaknya memiliki kebenaran, meskipun sebenarnya tidak demi-kian. Sebab, jika terbukti bahwa konsumsi kemewahan menjalankan fungsi yang bermanfaat dalam sistem kerjasama sosial, maka penjelasan itu tidak lagi dapat diterima. Inilah yang ingin kita buktikan.

Pembelaan kita terhadap konsumsi kemewahan tentu saja bukan penjelasan yang terkadang didengar orang, yaitu bahwa konsumsi kemewahan menyebarkan uang di tengah masyarakat. Jika orang kaya tidak memanjakan diri dalam kemewahan, kaum miskin tidak akan mendapat penghasilan. Ini benar-benar omong kosong. Sean-dainya tidak ada konsumsi kemewahan, modal dan tenaga kerja yang dikerahkan untuk memproduksi barang-barang mewah akan menghasilkan barang-barang lain: barang-barang untuk konsumsi massal, barang-barang kebutuhan dan bukan barang yang “tidak berguna”.

Untuk memperoleh gambaran tepat mengenai makna sosial kon sumsi kemewahan, pertama-tama seseorang harus menyadari bahwa konsep mengenai kemewahan adalah konsep yang sangat relatif.

Kemewahan merupakan cara hidup yang sangat kontras dengan apa yang dijalani oleh sebagian besar orang. Oleh karena itu, gam-baran tentang kemewahan pada dasarnya berhubungan dengan sejarah. Banyak hal yang bagi kita saat ini tampak sebagai kebutuhan sebelumnya dianggap sebagai kemewahan.

Ketika pada Abad Pertengahan seorang wanita bangsawan Bizantium yang menikah dengan hakim kepala Venesia meman-faatkan peralatan dari emas, yang bisa disebut sebagai cikal bakal garpu, bukan jari-jarinya, untuk makan, orang-orang Venesia memandang hal itu sebagai kemewahan kaum kair, dan mereka menganggap wanita itu mendapat hukuman setimpal saat ia ter-serang penyakit yang mengerikan; dalam benak mereka, penyakit itu merupakan hukuman setimpal dari Tuhan atas pemborosan di luar kewajaran seperti itu.

dua atau tiga generasi lalu, bahkan di Inggris, kamar mandi di dalam rumah dianggap sebagai kemewahan; sekarang, rumah setiap pekerja Inggris dari golongan menengah memiliki kamar mandi di dalam. Tiga puluh lima tahun yang lalu tidak ada mobil; dua puluh tahun yang lalu, kepemilikan kendaraan semacam itu merupakan ciri khusus gaya hidup mewah; saat ini di Amerika Serikat bahkan para pegawai memiliki Ford. Inilah perjalanan sejarah ekonomi.

Kemewahan saat ini merupakan kebutuhan masa depan. Setiap kemajuan awalnya merupakan kemewahan bagi segelintir orang kaya, namun setelah beberapa waktu akan menjadi kebutuhan yang harus tersedia untuk semua orang. Konsumsi kemewahan meru-pakan stimulus bagi industri untuk menemukan dan memper-kenalkan hal-hal baru. Konsumsi kemewahan itu adalah salah satu faktor dinamis dalam perekonomian kita. Berkat inovasi progresif standar hidup semua strata dalam masyarakat berhasil ditingkatkan secara perlahan-lahan.

hampir semua orang tidak suka pada orang kaya pemalas, yang menghabiskan hidupnya dalam kesenangan tanpa pernah melakukan pekerjaan apa pun. Tapi bahkan ia pun menjalankan fungsi dalam kehidupan makhluk sosial. Ia memberi contoh tentang

L U D W I G v o N M I S E S 39

kemewahan yang membangunkan kesadaran banyak orang tentang kebutuhan-kebutuhan baru, dan memberikan insentif kepada indus-tri untuk memenuhinya. Ada suatu masa ketika kunjungan ke luar negeri merupakan sebuah kemewahan yang hanya bisa dinikmati oleh orang kaya.

Schiller tidak pernah melihat pegunungan Swiss, yang ia puja dalam Wilhelm Tell, meskipun pegunungan itu berbatasan dengan tanah airnya, Swabia. goethe tidak pernah berkunjung ke Paris, wina atau London. Namun, saat ini, ratusan ribu orang bepergian dan tak lama lagi, jutaan orang lain akan melakukan hal yang sama.

6. Hak Milik Pribadi dan Etika

dalam upaya menunjukkan fungsi sosial dan perlunya kepe-milikan pribadi atas alat produksi dan kesenjangan dalam distribusi pendapatan dan kekayaan yang mengiringinya, kita, pada saat ber-samaan, memberikan bukti tentang kebenaran moral dari milik pribadi dan tatanan sosial kapitalis yang berdasar atasnya.

Moralitas adalah kepatuhan terhadap berbagai persyaratan bagi sebuah eksistensi sosial yang dituntut dari setiap individu sebagai anggota masyarakat. Seorang manusia yang hidup dalam keterasingan tidak memiliki aturan moral yang harus ditaati. Ia tidak perlu ragu-ragu melakukan apa pun yang menurutnya meng-untungkan baginya, karena ia tidak perlu mempertimbangkan apakah ia akan merugikan orang lain dengan perbuatannya. Tapi sebagai anggota masyarakat, seseorang, dalam melakukan apa pun, harus mempertimbangkan bukan saja keuntungan langsung untuk dirinya sendiri, namun juga tuntutan untuk mengukuhkan keberadaan masyarakat.

Kehidupan seseorang dalam masyarakat hanya mungkin bila ada kerja sama sosial, dan setiap orang akan sangat dirugikan jika organisasi sosial yang mengatur kehidupan dan produksi rusak. dalam mewajibkan seseorang untuk mempertimbangkan masya-rakat dalam setiap tindakannya, bahwa ia harus membatalkan sebuah tindakan yang, walaupun menguntungkan baginya, dapat

mengganggu kehidupan sosial; masyarakat tidak menuntutnya untuk mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan orang lain. Pengorbanan yang diwajibkan hanya pengorbanan yang bersifat sementara: penolakan atas sebuah keuntungan langsung dan relatif kecil, demi manfaat akhir yang jauh lebih besar.

Kelangsungan masyarakat sebagai kumpulan orang-orang yang bekerja sama dan memilki tujuan sama dalam hidup, merupakan kepentingan setiap orang. Barangsiapa melepaskan keuntungan sesaat untuk menghindari membahayakan kelangsungan hidup masya rakat sesungguhnya mengorbankan keuntungan lebih kecil demi keuntungan lebih besar.

Makna dari perhatian terhadap kepentingan umum sering disa-lahpahami. Nilai moral penghormatan dianggap terletak pada fakta tentang pengorbanan itu sendiri, pada penolakan terhadap sebuah kepuasan langsung. Orang menolak untuk melihat bahwa apa yang berharga secara moral bukanlah pengorbanan itu, tapi tu juan yang dicapai oleh pengorbanan itu, dan orang berkeras bahwa pengorbanan, penolakan itu sendiri mengandung nilai moral. Namun pengorbanan mengandung nilai moral hanya ketika pengor banan itu dilakukan untuk sebuah tujuan moral. Ada perbe-daan yang besar sekali antara seseorang yang mempertaruhkan hidup dan harta bendanya untuk tujuan yang baik, dengan orang yang mengorbankan keduanya tanpa menguntungkan masyarakat dalam hal apa pun.

Segala sesuatu yang berfungsi melestarikan tatanan sosial memi-liki nilai moral; segala sesuatu yang merugikan tatanan sosial adalah amoral. dengan demikian, ketika kita berkesimpulan bahwa sebuah institusi bermanfaat bagi masyarakat, orang tidak dapat mengajukan keberatan bahwa hal itu amoral. Mungkin ada perbedaan pendapat tentang apakah lembaga tertentu secara sosial bermanfaat atau berbahaya. Tetapi sekali sebuah institusi dinilai menguntungkan, orang tidak bisa berpendapat bahwa, karena beberapa alasan yang tak bisa dipahami, institusi itu harus dikecam sebagai institusi yang tidak bermoral.

L U D W I G v o N M I S E S 41