• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pengaturan sanksi terhadap pelaku aborsi di Indonesia

Pengaturan sanksi terhadap pelaku aborsi di Indonesia antara lain:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 1. Pasal 299 KUHP

Dalam pasal 299 KUHP mengatakan :

1. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

2. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

3. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.

2. Pasal 346 KUHP

Dalam pasal 346 KUHP mengatakan “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

3. Pasal 347 KUHP

Dalam pasal 347 KUHP mengatakan :

1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2. Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

4. Pasal 348 KUHP

Dalam pasal 348 KUHP mengatakan bahwa :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya seorang wanita dengan izin wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

5. Pasal 349 KUHP

Dalam pasal 349 KUHP mengatakan “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346 , ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.

b. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan 1. Pasal 194

Pasal 194 mengatakan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

2. Pasal 75

1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

3. Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

4. Pasal 77

Pasal 77 berbunyi “Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

2. Penerapan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana aborsi dalam putusan nomor 118/pid.sus/2014/pn.kng. sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yaitu Pasal 194 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan berupa keterangan saksi-saksi, alat bukti surat, dan keterangan terdakwa yang dikaitkan dengan bukti-bukti yang bersesuaian maka unsur-unsur dalam pasal ini telah terpenuhi. Hakim berdasarkan pertimbangannya dan fakta-fakta hukum yang terungkap menjatuhakan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan dan denda sejumlah Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dengan ketentuan paabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan.

3. Upaya pencegahan yang dilakukan untuk kasus aborsi antara lain : 1. Bidang Edukasi

Memberikan edukasi seks di kalangan remaja tentang bahayanya seks bebas. Hal ini dikarenakan masih banyaknya para remaja kita yang mempelajari fungsi reproduksi pada sudut “kenikmatan” nya saja tanpa memandang efek-efek negatif di kemudian hari. Maka harapannya dengan pemahaman yang tepat dan lengkap, maka remaja akan dapat membuat keputusan yang tepat untuk menjaga kesucian dirinya masing-masing.

2. Bidang Agama

Menanamkan kembali nilai-nilai keagamaan akan penting dan mulianya untuk menjaga kehormatan diri. Kebanyakan, para remaja ini karena memang semenjak kecil sudah dijauhkan oleh norma-norma yang mengatur hubungan antar laki-laki dan perempuan sedangkan media gencar mempromosikan tayangan-tayangan yang berbau seksualitas dengan mengedepankan nafsu semata. Ditambah lagi akses pornografi yang dapat dengan mudah didapatkan melalui internet via komputer maupun handphone.

3. Bidang Sosial

Menguatkan kembali kontrol sosial di masyarakat. Tidak dipungkiri yang menjadikan remaja bebas melakukan apa saja adalah karena semakin melemahnya kontrol sosial dari lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Misalkan saja ada sepasang pelaku “pacaran” yang diperbolehkan orang tuanya berdua-duaan di dalam kamar. Meskipun tidak terjadi perzinahan di

sana, namun itu dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang

“lebih” untuk dilakukan pada lain kesempatan dan lain tempat. Begitu juga kontrol dari masyarakat itu penting ketika melihat ada pasangan muda-mudi yang menginap di kamar kostan dan bahkan terjadi berhari-hari. Hal ini sudah barang tentu dapat semakin mendorong terjadinya penyimpangan perilaku dalam artian melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya baru boleh dilakukan oleh pasangan suami istri yang resmi.

4. Bidang Hukum

Pemerintah meningkatkan penyuluhan terpadu meliputi aspek kesehatan reproduksi, aspek fiqih, dan aspek hukum kepada kaum ibu muda dan remaja putri tentang bahaya tindakan aborsi dari segi kesehatan (aborsi yang tidak aman) yang mengancam keselamatan nyawanya. Demikian juga perlu terus menjelaskan akibat hukum bagi perilaku aborsi menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia dan menurut syariat islam yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia.

Dokumen terkait