• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksut dengan anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the law), adalah sebagai berikut :

“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana”.

1. PenelitianYuridis Normative

Penelitian dalam penulisan ini menggunakan metode penelitian (yuridis normative), yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan diajukan pada

berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian. Skripsi ini menggunakan metode pendekatan analisis (Anlytical Approach) yaitu menganalisis bahan hukum untuk mengetahui makna yang terkandung dalam istilah yang digunakan oleh peraturan perundang-undangan sekaligus mengetahui Penetapan Diversi oleh

24 Dr. Kartini Kartono, Kenakalan Remaja, Rajawali Pers, Jakarta.,2005, Hal. 6

hakim. Penelitian ini juga menggunakan metode pendekatan kasus (Case Approach) yaitu suatu penelitian normatif yang bertujuan mempelajari

norma-norma hukum yang dilakukan dalam praktek, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis Penetapan hakim No118/Pid.Sus/2014/PN. KNG.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data diperoleh. Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah: data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama, yakni perilaku individu atau masyarakat. Untuk mendapatkan data primer dapat dilakukan dengan cara seperti wawancara, questioner/angket, pengamatan (observasi) baik secara partisipatif maupun non partisipatif.

b. Data Sekunder

Data sekuder adalah data yang tidak diperoleh dari sumber pertama, data sekunder bisa diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,buku-buku, hasil penelitian, laporan, dan lainnya.

Data sekunder yaitu yang memberikan petunjuk maupun penjelasan mengenai bahan hukum primer.Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.25

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum Primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, majalah dan jurnal ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui studi putusan.

Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisis data-data yang terdapat dalam putusan . Dengan demikian akan diperoleh kesimpulan yang lebih terarah dari pokok bahasan.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam upaya mendapatkan jawaban atas rumusan masalah permasalahan, maka akan diuraikan secara garis besar dalam sitematika penulisan. Pada bagian ini terdapat ringkasan garis besar dari lima bab yang terdapat didalam skripsi. Setiap bab terdiri dari beberapa sub bab yang akan mendukung keutuhan pembahasan setiap bab sistemaitika penulisan hukum berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana Aborsi Oleh Anak Akibat Hubungan Diluar Perkawinan” adalah sebagai berikut:

25Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenade Media Group, Jakarta, Cetakan ke-VIII,2013, hal 181.

Bab I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, keaslian penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.

Bab II:PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU ABORSI DI INDONESIA

Bab ini berisi materi berupa uraian sitematis sebagai landasan teori atau kerangka pikiran yang diperlukan untuk pembahsan dalam pemecahan masalah sesuai topik yang diteliti.

BAB III : PENERAPAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ABORSI DALAM PUTUSAN NOMOR 118/Pid.Sus/2014/PN.KNG

Pada bab ini akan membahas mengenai studi putusan dengan melakukan analisis terhadap putusan Pengadilan Negeri Kuningan yang terdiri dari dakwaan, putusan pengadilan dan analisis putusan Nomor 118/PID.SUS/2014/PN.KNG.

Bab IV : UPAYA PENCEGAHAN YANG DIBERIKAN UNTUK MENGATASI KASUS ABORSI DIKALANGAN ANAK DIBAWAH UMUR

Dalam bab ini diuraikan mengenai Penyebab Aborsi, Efek Aborsi, Resiko Aborsi, Dampak Aborsi, Sudut Pandang Masyarakat Terhadap Aborsi serta Upaya Pencegahan Untuk Kasus Aborsi.

Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan diuraikan yang menjadi kesimpulan dan saran penulis terhadap analisis kasus dan penerapan hukumnya.

A. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pengaturan perbuatan aborsi yang dilakukan oleh seseorang terhadap kandungannya didalam KUHP sangatlah penting terutama mengenai pengaturan sanksinya. KUHP menjadi salah satu acuan penting yang digunakan untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku yang melakukan aborsi.

Di dalam KUHP sangat jelas diatur mengenai larangan serta sanksi untuk melakukannya aborsi. Regulasi tentang aborsi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam Bab XIX Pasal 299, Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 , dan digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa. Berikut ini adalah uraian tentang pengaturan aborsi yang terdapat dalam KUHP:

1. Pasal 299 KUHP

Dalam pasal 299 KUHP mengatakan :

(1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati, dengan memberitahukan atau menimbulkan harapan bahwa dengan pengobatan itu kandungannya dapat digugurkan, diancam pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.

(2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pekerjaan atau kebiasaan, atau bila

dia seorang dokter, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.

(3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pekerjaannya, maka haknya untuk melakukan pekerjaan itu dapat dicabut.

Yangdimaksuddenganmengobati (inbehandelingnemen)ialah melakukan suatu perbuatan terhadap wanita itu ataupun memberikan suatu obat atau alat dan bahkan juga memberikan suatu saran kepada wanita itu dengan memberitahukan bahwa melalui itu kehamilan itu dapat digugurkan.

Yangdimaksuddengan menyuruhsupayadiobati (eenebehandelingdoenonde

rgaan)ialahmenyuruhwanitaitusendiri atau menyuruh orang

lainuntukmelakukanpengobatantersebut. Dalamhaliniterjadipenyertaan yang harusditelitibentukpenyertaanitusebagaimanadiaturpadaPasal 55.Dalam pasal ini, makasipenyuruhitulah yang dipertanggungjawabkanpidana. Jika yang disuruhitu orang ketiga, makadapatterjadibentukpelaku-peserta(medeplegen)ataupenggerakan(uitlokking).

Yang dimaksud dengan menarik/mencarikeuntungan di sini, termasukjugajikasipetindaktidaksecaralangsungmemetiksuatukeuntunganmelainka

nmenangguhkannyapadawaktu / saat yang tepat.

Untukhalinitentunyaharusdapatdibuktikankeinginandarisipetindakitu yang jugadirasakan / dimengertiolehsiobjek.

Dalam pasal ini mengatur jelas ancaman hukuman terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang terdapat dalam pasal tersebut.

2. Pasal 346 KUHP

Dalam pasal 346 KUHP mengatakan “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Berdasarkan delik pasal 346 KUHP, maka dapat diketahui unsur- unsur aborsi antara lain:

1. Unsur seorang wanita dalam hal ini menunjukkan bahwa subjeknyaadalahseorangwanita yang hamilatau yang sedangmengandung.

Tidakdipersoalkanapakahwanitaitumempunyaisuami yang sahatautidak.

Dari judul Bab. XIX KejahatanTerhadapJiwa, berartibahwa yang di dalamkandunganituadalah yang sudahmempunyaijiwaataulebihtepatadalah

yang masihhidup. Jugatidakdipersoalkansiapa yang membuatwanitaituhamil, apakahsuaminyaataubukansuaminya,

bahkanapakaholeh “tabung” (teknologi modern).

2. Unsur dengan sengaja, meliputisemuaunsur yang adadibelakangnya. Berartiiamenyadaritindakannyayaitucara-cara yang dilakukanuntuk melakukan pengguguran kandungantersebut.

Namunbagiseseorang lain yang disuruh, dimintauntukmenggugurkan /

mematikankandungantersebut, orang lain itutidakperluharusmengetahuisebelumnyabahwakandunganitumasihhidup.

3. Unsur menggugurkan atau mematikan kandungan,dalam hal ini menggugurkan atau mematikan kandungan harus dianggap satu kesatuan.

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia sendiri aborsi adalah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didenfinisikan pengguguran janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan.26

4. Unsur menyuruh orang lain, menyuruh berarti meminta orang lain untuk secara langsung kandungannya atau dapat juga meminta bantuan orang lain untuk membantu menggugurkan kandungan seseorang.

Dengan memperhatikan rumusan Pasal 346 KUHP tersebut terkandung maksud oleh pembentuk Undang-Undang untuk melindungi nyawa janin dalam kandungan meskipun janin itu kepunyaan perempuan yang mengandung.P.A.F.

Lamintang mengemukakan putusan Hoge Raad sebagai berikut :27

“Hoge Raad 1 Nov. 1879, W. 7038, yaitu pengguguran anak dari kandungan itu hanyalah dapat dihukum, jika anak yang berada didalam kandungan itu selama dilakukan usaha pengguguran berada dalam keadaan

26Departemen Pendidikan Nasional, Pusat Bahasa (Indonesia),Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal.56

27 P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar untuk mempelajari hukum pidana yang berlaku di Indonesia,Citra Aditya Bakti, Bandung,1997,hal.206

hidup. Undang-Undang tidak mengenal anggapan hukum yang dapat memberikan kesimpulan bahwa anak yang berada di dalam kandungan itu berada dalam keadaan hidup ataupun mempunyai kemungkinan untuk tetap hidup”.

Ancaman hukuman bagi pelaku yang melakukan tindakan aborsi sudah jelas diatur dalam pasal ini, baik bagi sipemilik kandungan maupun ketika ia meminta orang bantuan atau menyuruh orang lain untuk melakukannya.

3. Pasal 347 KUHP

Dalam pasal 347 KUHP mengatakan :

(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Dalam hal ini jelas terdapat unsur pemaksaan dimana sipelaku melakukan pengguguran kandungan tanpa adanya persetujuan dari wanita yang mengandung tersebut yang juga dapat mengakibatkan kematian bagi wanita tersebut.

4. Pasal 348 KUHP

Dalam pasal 348 KUHP mengatakan bahwa :

(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya seorang wanita dengan izin wanita itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan wanita itu meninggal, dia diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Dalam pasal 348 ini, aborsi dilakukan dengan persetujuan dari wanita hamil itu sendiri.

Dalam pasal ini mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur barangsiapa, maksudnya adanya pelaku yang melakukan suatu perbuatan pidana.

2. Unsur dengan sengaja, dengan sengaja dalam hal ini sipelaku menyadari apa yang dilakukannya atau dengan kata lain ia melakukan suatu perbuatan pidana dalam keadaan sadar

3. Unsur menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan, dalam hal ini menggugurkan atau mematikan kandungan harus dianggap satu kesatuan. Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah ”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup diluar kandungan.Sementara dalam kamus besar Bahasa Indonesia sendiri aborsi adalah terpencarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup sebelum habis bulan keempat dari kehamilan atau aborsi bisa didenfinisikan pengguran janin atau embrio setelah melebihi masa dua bulan kehamilan.

4. Unsur dengan izin, maksudnya adalah sipelaku melakukan tindakan pengguguran tersebut atas persetujuan sipemilik kandungannya.

Perbedaan antara pasal 347 dengan pasal 348 KUHP yaitu pada pasal 348 KUHP jelas dkatakan bahwa perbuatan pengguguran kandungan tersebut dengan persetujuan dari wanita yang mengandung itu. Ancaman hukuman bagi sipelaku aborsi juga sangat jelas disebutkan dalam isi pasal diatas.

5. Pasal 349 KUHP

Dalam pasal 349 KUHP mengatakan “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346 , ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.

Perbuatanmelakukanberupaperbuatanmelaksanakankejahatanitu,

artinyadiasebagaipelakubaiksebagaipelakuatau yang melakukanmaupunsebagaipelakupembantu.Sebagaipelaku yang

melakukanapabiladiasendiri yang melakukankejahatanitutanpaada orang lain yang terlibat,

sedangkanpelakupembantuadalahapabiladalammelaksanakankejahatanituterlibat orang lain selaindiasendiri.

Membantumelaksanakanadalahberupaperbuatan yang mempermudahataumelancarkanpelaksanaankejahatanitu.Kesengajaanpelakudenga

n orang yang membantutidaksama.

Pelaku ditujukanuntukterlaksananyakejahatan,

pembantuhanyaditujukanuntukmempermudahataumemperlancarterlaksananyakeja hatan.

PengertianmembantudalamPasal 349 meskipunsamadenganPasal 56

tetapiancamanhukumanberbeda. PadaPasal 349 ancamanhukumanpidanadapatditambahsepertigabagisipembantukejahatansedangk

anpadaPasal 56 pelakupembantuancamanhukumanpidanaadalahancamanpidanatertinggidikurangis

epertiga. AlasanpemberatpidanapadaPasal 349 adalahbahwa orang memilikikeahlianuntukdisalahgunakansertakeahliantersebutjustrudigunakanuntuk mempermudahdanmemperlancarterjadinyakejahatan.Selanjutnyabagipihak yang membantumelaksanakankejahatandariPasal 346 sampai 348 makamenurutPasal

349 haknyamenjalankanprofesi yang di dalamnyaiamelakukankejahatantersebutdapatdicabuthaknya.

Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal346, 347, dan 348 KUHP tersebut abortus criminalis meliput i perbuatan-perbuatan sebagai berikut:28

1. Menggugurkan Kandungan (Afdrijving Van de vrucht atau vruchtafdrijving)

2. Membunuh Kandungan (de dood van vrucht veroorzaken atau vrucht doden)

Berdasarkan pasal-pasal diatas sangat tegas diatur dalam KUHP masalah aborsi (abortusprovocatus)secarategasdilarangdanmerupakantindakpidana. KUHP

mengaturabortusprovocatussebagaitindakan yang bertentangandenganhokumkarenamerupakantindakpidanakejahatanterhadapkesusi

laandantindakpidanaterhadapnyawa.KUHP

28 Musa Perdana Kusuma,Bab – bab Tentang Kedokteran Forensik, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1981, Hal. 192.

mengenalistilahabortusprovocatusdengansebutanmenggugurkanataumematikanka ndunganseringdisebutabortusprovocatuscriminalis.

B. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Aborsi merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum Indonesia, terutama ketika melakukannya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sebenarnya perlindungan anak sudah diamanah di dalam peraturan perundang-undangan dalam pasal 1 angka 1 yang rumusannya “ anak adalah seorang yang belum 18 (delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan”

artinya hak-hak anak haruslah dilindungi dan dijamin sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Ketika terjadi suatu perbuatan/tindakan aborsi akan sama saja si pelaku telah melanggar hak-hak anak tersebut walaupun anak tersebut masih didalam kandungan. Walaupun dalam hal tertentu aborsi dapat dilakukan dan diatur dalam peraturan perundang-undangan asal tindakan tersebut dilkukan sesuai prosedur kesehatan, artinya tidak merupakan suatu perbuatan yang melanggar undang-undang tetapi akan tetap menimbulkan sangsi moral bagi si pelaku apalagi jika aborsi tersebut dilakukan akibat adanya janin didalam rahim akibat perbuatan hubungan seksual diluar perkawinan yang didasari atas keinginan masing-masing pihak.

Sanksi bagi pelaku aborsi selain diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sanksi bagi pelaku aborsi juga diatur pada pasal 194 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

1. Pasal 194

Pasal 194 mengatakan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Maksudnya yaitu aborsi hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Apabila aborsi dilakukan tidak berdasarkan ketentuan yang ada maka sipelaku aborsi dapat dijatuhi ancaman hukuman seperti yang diatur dalam undang-undang tersebut.

Pasal 194 UU Kesehatan tersebut dapat menjerat pihak dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuan yang dengan sengaja melakukannya.29

2. Pasal 75

Ketentuan-ketentuan mengenai aborsi menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan terdapat dalam beberapa pasal, diantaranya :

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

29Soraya Indah Ayu R, diakses dari http://scdc.binus.ac.id/himslaw/2017/03/pengguguran-kandungan-menurut-hukum-di-indonesia/, pada tanggal 26 September 2018 pukul 16.19 WIB.

3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Mengenai Pasal 75 ayat (4) tentang perkosaan diatur lebih lanjut didalam PP Nomor 11 tahun 2014 Pasal 31 ayat (2) yang rumusannya “Tindakan Aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimkasud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terkahir.

3. Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;

b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;

c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan

e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

4. Pasal 77

Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tersebut, jika dikaitkan dengan aborsi karena kehamilan tidak dikehendaki akibat perkosaan, maka dapat disimpulkan:30

4. secara umum praktik aborsi dilarang;

5. larangan terhadap praktik dikecualikan pada beberapa keadaan, kehamilan terhadap perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Selain itu tindakan medis terhadap aborsi kehamilan yang tidak dikehendaki akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila :

(1) Setelah melalui kons eling dan/ atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompenten dan berwenang.

(2) Dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratanmedis.

(3) Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewengan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh Menteri.

(4) Dengan persetujuan ibu hamil bersangkutan; dan (5) Penyedia layanan kesehatan.

Dalam Deklarasi Oslo (1970) dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, mengenai aborsi terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :31

30Diambil dari Sukmawati Siswo Putri, Proposal Skripsi, Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Tindak Pidana Aborsi Di Indonesia,2014,Hal.61.

a. Aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang keputusannya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami atau keluarga.

b. Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada teman sejawat lain yang kompeten.

c. Yang dimaksud dalam indikasi medis dalam hal ini adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan tersebut sebab tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental atau cacat fisik yang berat.

d. Hak utama untuk memberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu hamil yang bersangkutn, namun pada keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan pesrsetujuannya dapat diminta pada suaminya/wali yang sah.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa perbuatan aborsi merupakan perbuatan yang melanggar peraturan hukum yang berlaku di

31 Hanafiah dan Amir, Op.Cit.

Indonesia kecuali apabila aborsi dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan aborsi tersebut juga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai ancaman sanksi pidana bagi pelaku aborsi (abortus provocatus), dalam hukum pidana (KUHP) dirumuskan adanya ancaman pidana

bagi mereka yang melakukan pengguguran kandungan. KUHP tidak memperdulikan latar belakang atau alasan dilakukannya pengguguran kandungan itu. Sedangkan, menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009, tindakan aborsi harus dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

ABORSI DALAM PUTUSAN NOMOR 118/Pid.Sus/2014/PN.KNG A. Posisi Kasus

1. Kronologis Kasus

Berawal dari kedekatan hubungan yang terjalin antara terdakwa dengan saksi Deni yang tidak lain merupakan kakak ipar terdakwa sendiri, dari kedekatan hubungan tersebut terciptalah komunikasi dan perbuatan yang tidak wajar yang dilakukan oleh terdakwa dengan saksi Deni hingga akhirnya pada bulan Desember 2013 pertama kalinya saksi Deni melakukan hubungan badan layaknya suami istri dengan terdakwa, perbuatan tersebut dilakukan pada sebuah kamar pemandian yang terdapat di kolam renang pemandian air panas Sangkanhurip Kuningan lalu beberapa hari kemudian terdakwa dan saksi Deni kembali mengulangi perbuatannya yaitu melakukan persetubuhan ditempat yang sama dengan persetubuhan yang pertama. Pada bulan Januari 2014 terdakwa mengalami terlambat menstruasi kemudian terdakwa membeli 6 bungkus jamu pelancar haid

“Pusaka Djawi” cap kates di warung jamu milik saksi Edi lalu terdakwa mengkonsumsi jamu tersebut namun tidak ada reaksi apapun.

Pada bulan Februari tahun 2014 terdakwa mencoba melakukan test kehamilan (test pack) dan hasilnya menunjukan terdakwa positif (+) hamil selanjutnya pada hari itu juga terdakwa bertemu dengan saksi Deni untuk memberitahukan kepada saksi Deni tentang kehamilannya yang diperkirakan telah memasuki usia 2 (dua) bulan, saat itu terdakwa mengatakan “aa saya positif hamil” lalu dijawab saksi Deni “ya sudah nanti aa bilang sama teteh (istri sah

saksi Deni sekaligus kakak kandung terdakwa) kemudian terdakwa mengatakan

“jangan bilang ke teteh karena saya ingin melanjutkan sekolah” lalu dijawab kembali oleh saksi Deni “ya sudah tapi perut dan janinnya jangan diapa-apain”

selanjutnya percakapan pun selesai dan terdakwa pulang kerumahnya.

Saat kandungan terdakwa mulai membesar terdakwa mencari carauntuk menggugurkan kandungannya. Selanjutnya pada awal bulan Mei 2014 ketika usia kandungannya diperkirakan mencapai 5 bulan terdakwa membeli 6 bungkus jamu pelancar haid “Pusaka Djawi” cap kates di warung jamu milik saksi Edi dan jamu tersebut habis dikonsumsi oleh terdakwa. Pada tanggal 08 Mei 2014 sekira pukul 22.00 WIB terdakwa merasakan sakit dan mules pada bagian perutnya, kemudian pada pukul 23.00 WIB terdakwa ke kamar mandi lalu dengan posisi jongkok di atas toilet terdakwa mengeluarkan janin dari dalam kandungannya namun janin tersebut sudah tidak bernyawa kemudian janin tersebut oleh terdakwa dibersihkan dengan menggunakan air lalu janin tersebut dibungkus menggunakan celana dalam warna crem milik terdakwa kemudian terdakwa memasukkan janin yang telah terbungkus celana dalam tersebut ke dalam plastik kresek warna hitam lalu janin tersebut dibawa ke dalam kamar tidur terdakwa kemudian terdakwa

Saat kandungan terdakwa mulai membesar terdakwa mencari carauntuk menggugurkan kandungannya. Selanjutnya pada awal bulan Mei 2014 ketika usia kandungannya diperkirakan mencapai 5 bulan terdakwa membeli 6 bungkus jamu pelancar haid “Pusaka Djawi” cap kates di warung jamu milik saksi Edi dan jamu tersebut habis dikonsumsi oleh terdakwa. Pada tanggal 08 Mei 2014 sekira pukul 22.00 WIB terdakwa merasakan sakit dan mules pada bagian perutnya, kemudian pada pukul 23.00 WIB terdakwa ke kamar mandi lalu dengan posisi jongkok di atas toilet terdakwa mengeluarkan janin dari dalam kandungannya namun janin tersebut sudah tidak bernyawa kemudian janin tersebut oleh terdakwa dibersihkan dengan menggunakan air lalu janin tersebut dibungkus menggunakan celana dalam warna crem milik terdakwa kemudian terdakwa memasukkan janin yang telah terbungkus celana dalam tersebut ke dalam plastik kresek warna hitam lalu janin tersebut dibawa ke dalam kamar tidur terdakwa kemudian terdakwa

Dokumen terkait