• Tidak ada hasil yang ditemukan

konsekuensi tertentu seperti berlaku adil terhadap istri-istrinya. Dan terkait kebolehan poligami dalam Islam merupakan sebagai solusi dan mengandung hikmah yang besar.

33 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemem Agama RI, 2009), jilid 2, h. 116-117.

Zainab al-Gha>zali tumbuh dalam lingkungan dan asuhan kedua orangtua yang mempunyai pendidikan Islam yang baik. Keperibadian Zainab al-Gha>zali> sudah tertanam kokoh sifat-sifat gigih dan berani buah didikan ayahnya yang sering membawa Zainab bersamanya medatangi majlis-majlis pengajian bersama beberapa ulama al-Azhar, di antaranya Syekh Muhammad Sulaiman An-Najjar, Asy-Syeikh Muhammad Al-Audan, Syekh Abdul Ma>jid Al-Lubna>n, dan sejumlah tokoh terkemuka Institusi keagamaan tertua di Mesir itu. Ayahnya juga senantiasa mengajaknya menunaikan solat Subuh di masjid, pernah ucapan ayahnya,

“kamu tidak perlu menghabiskan banyak masa dengan kawan-kawan kerana kamu adalah saiyidah Zainab”2 dan beliau sering memanggil putrinya dengan gelar Saiyidah Zainab al- Ga>zali> dan memberi nama Nusaiybah Sempena nama seorang sahabiyah yang tersohor dengan keberaniannya, yaitu Nusaiybah binti Ka’ab al-Maza>niyah al-Ans{o>riyah, bertekad membentuk Zainab al- Ga>zali> agar menjadi pembela dan penjuang Islam.3

Semasa hidupnya Zainab al-Ga>zali> menikah sebanyak dua kali. Kali yang pertama, ketika telah beranjak usia dewasa beliau menikah dengan seorang lelaki penduduk Mesir namun akhirnya pernikahannya gagal.

Faktor perceraian beliau adalah dikarenakan mantan suaminya itu tidak mendukung Zainab al-Gaza>li> ikut aktif berkecimbung dan bergiat dalam ranah perjuangan dakwah. Sedangkan perjuangan dakwah adalah motto hidupnya dan ia sudah tertanam dalam jiwa Zainab al-Ga>zali>. Beliau tidak dikaruniai keturunan dari pernikahan tersebut. Cobaan yang beliau

2 Ummi Zainab Mohd Ghazali dan muhammad Azizan Sabjan, “Zainab Al-Ghazali:

Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam Di Mesir”, Journal Al-‘Abqari 19, h. 49

3 Siti Zaharah Hamid, “Sumbangan Zainab Al-Ghazali Dalam Memartabatkan Kedudukan Wanita Dalam Arena Kepimpinan Umat Islam”, (Makalah yang disajikan pada Proceeding of Internasional Conference on Postgraduate Research, Kuala Lumpur Malaysia, 1-2 Desember 2014), h. 270

hadapi di saat kegagalan pernikahannya tidak mematahkan semangat juang Zainab untuk melanjutkan perjuangan dakwahnya di Mesir.4

Pernikahan keduanya yaitu bersama Haji Muhammad Salam yang memahami dan mendukung semangat daya juang Zainab dan siap berkorban membantu istrinya. Zainab bahkan sempat menulis sebuah buku yangmana dalam bukunya yg berjudul al-Ayya>m Min Haya>ti>, beliau menuliskan kisah suaminya yang senantiasa memberi bantuan dan dorongan terhadap semua perjuangannya. Namun Zainab juga menekankan bahwa ia tidak mengabaikan tanggung jawab kepada suaminya dan keluarganya meskipun beliau sendiri sibuk dengan perjuangannya.5 Begitulah nampak tilas perjuangan Zainab dalam berdakwah mesyiarkan Islam. Pada tahun 1966, suami Zainab al-Gaza>li>

wafat, karena sesungguhnya setiap pertemuan itu pasti akan ada perpisahan. Suami beliau wafat di saat beliau berada di dalam penjara sebelum ia dibebaskan enam bulan selepas itu. Setelah kewafatan suaminya, Zainab al-Ghaza<li> meneruskan perjuangan dakwahnya sehinggalah beliau wafat pada tahun 2005 ketika usia beliau mendekati 88 tahun.

b. Pendidikan dan Perjalanan Intelektual

Pendidikan madrasah Zainab al-Ga>zali> telah beliau kenyam di sebuah madrasah yang berada di kampungnya yaitu Mayeet Ghumar al-Daqiliyah, daerah Buhairah, Mesir. kemudian, beliau melanjutkan belajar ke sekolah kerajaan dan mengikuti kajian keagamaan di al-Azhar. Beliau sudah belajar dan berhasil menguasai berbagai ilmu termasuk tafsir, ilmu hadis, dan fiqh. Setelah ayahnya wafat, pada tahun 1928 Zainab al-Ga>zali> telah

4 Ummi Zainab Mohd Ghazali dan muhammad Azizan Sabjan, “Zainab Al-Ghazali:

Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam Di Mesir”, Journal Al-‘Abqari 19, h. 49

5 Sri Hertika Herri, “Zainab Al-Ghazali Tokoh Reformis Islam Di Mesir (1917-2005)”, (Skripsi UIN Alauddin Makassar, 2019), h. 29

berpindah ke Kaherah bersama ibunya. Beliau tinggal bersama dengan saudara lelakinya yang menempuh pendidikan dan bekerja di sana.6

Ketika beliau berusia 11 tahun. Semasa di Kaherah, Zainab al-Ga>zali>

tidak dibolehkan meneruskan pendidikan agamanya meskipun beliau berulang kali meminta izin kepada abangnya tertuanya yaitu Sa’aduddin al-Ga>zali. Namun, justru abangnya yang kedualah yaitu ‘Ali al-Ga>zali>

yang memberi dukungan kepada beliau untuk meneruskan Pendidikan keagamaanya supaya dapat membentuk pemikiran Zainab al-Gha>zali>

terhadap semua permasalahan di kehidupan manusia.7 Abangnya yang kedua ini telah membekalkan Zainab dengan beberapa buah buku, antaranya ialah karya Aisyah al-Taimury mengenai wanita yang telah dibaca hingga dapat menghafal banyak dari kandungannya.

Pada usia Zainab dua belas tahun, suatu hari ia keluar dari rumahnya untuk berjalan-jalan di lingkungan Khaeraah, kemudian pandangannya tertuju pada sebuah sekolah kerajaan khusus pelajar-pelajar perempuan.

Dia memasuki sekolah tersebut dan menemui langsung kepala sekolahnya berbicara dengan lantang memperkenalkan dirinya dan latar belakang keluargnya. Ia menyebutkan hajatnya untuk bisa bersekolah di sekolah tersebut. Kepala sekolahnya itu sangat kagum melihat keberanian gadis kecil tersebut lalu menerima permohonan Zainab Al-Ga>zali>. Ujian masuknya dapat ia jawab dengan yakin dan benar. Zainab diterima sebab kecerdasannya dan kemaunnya untuk belajar di sekolah kerajaan tersebut, dengan nilai prestasi yang gemilang.8

6 Siti Zaharah Hamid, “Sumbangan Zainab Al-Ghazali Dalam Memartabatkan Kedudukan Wanita Dalam Arena Kepimpinan Umat Islam”, (Makalah yang disajikan pada Proceeding of Internasional Conference on Postgraduate Research, Kuala Lumpur Malaysia, 1-2 Desember 2014), h. 272

7 Ummi Zainab Mohd Ghazali dan muhammad Azizan Sabjan, “Zainab Al-Ghazali:

Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam Di Mesir”, Journal Al-‘Abqari 19, h. 50

8 Sri Hertika Herri, Zainab Al-Ghazali Tokoh Reformis Islam Di Mesir (1917-2005), (Skripsi UIN Alauddin Makassar, 2019), h. 25

Namun baginya, sekolah tersebut belum cukup untuknya, jadi Zainab kemudian mulai lagi berguru langsung dengan beberapa ilmu agama di Al-Azhar. Dengan cara tersebut Zainab dapat menggabungkan ilmu modern dan ilmu agama metode klasik yitu penerimaan ilmu secara lansung dengan metode (tallaqi) dari para mufti al-Azhar. Diantaranya Syeikh Ali Mahfuz Syeikh Muhammad Sulaiman al-Najjar yaitu seorang ulama al-Azhar yang telah banyak membantu beliau dalam memperjelaskan secara lebih detail mengenai hak-hak wanita Islam, ada juga Syeikh al-Majid al-Lubna>n dan lain-lain.

Zainab al-Gha>zali> mempunyai bakat leader yang dibentuk langsung oleh ayahnya sejak kecil, pada usianya remaja beliau masuk dalam keanggotaan persatuan wanita Mesir yang dikomandoi oleh Huda Sya’rawi, Huda Sya’rawi mendaftarkan Zainab Al-Gha>zali> sebagai peserta perwakilan pelajar yang akan dikirim mengambil ilmu di Prancis, karena dia melihat zainab memiliki ciri-ciri kepribadian yang tegas, kokoh, pendiriannya dan kuat agama serta imannya, serta harapannya agar Zainab dapat menggantikannya menjadi pemimpin kesatuan wanita Mesir nanti.

Karena Zainab telah menunjukkan kemampuan public speaking nya yang menarik perempuan-perempuan Mesir untuk ikut menyuarakan haknya, ini adalah bentu nyata dari dedikasi almarhum ayahnya dalam mendidiknya.9

Sebulan sebelum Zainab dikirim ke Prancis beliau bermimpi bertemu dan berdialog dengan ayahnya, ayahnya meminta Zainab untuk membatalkan kepergiannya ke Perancis. Perkataan ayahnya,

“Sesungguhnya Allah akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik di tanah Mesir daripada apa yang kamu akan dapatkan daripada program yang ada di Prancis itu.” Allah swt. Menghendaki hal lain untuk

9 Sri Hertika Herri, Zainab Al-Ghazali Tokoh Reformis Islam Di Mesir (1917-2005), (Skripsi UIN Alauddin Makassar, 2019), h. 27-28

Zainab. Beliau pun dengan secara sopan dan baik sambil menegaskan pendiriannya memberitahu kepada Huda Sya’rawi untuk membatalkan keberangkatannya dengan berkata: “Wajah ayah senantiasa menemani saya, saya tidak merasa seorangpun dari keluarga saya yang senantiasa bersama saya seperti perasaan saya dengan ayah saya.”10

Sepenglibatan Zainab al-Ghazali dalam organisasi persatuan Wanita Mesir ini, ia terus berjuang untuk memperkasakan hak-hak wanita dengan penuh keyakinan. Pada tahun-tahun awal penglibatannya, beliau ikut dalam banyak perbicaraan berhadapan dengan al-Azhar. Beliau masih merasa beliau tidak terkeluar dari kebenaran terkait kebebasan hak-hak wanita dan slogan-slogan yang didemonstrasikan oleh Kesatuan Wanita Mesir ini dan masih termasuk dalam lingkungan yang dibenarkan. Situasi ini menarik perhatian para ulama’ al-Azhar, akhirnya Zainab dijemput untuk diadakan beberapa perbincangan dalam rangka menjelaskan kepada Zainab sebahagian permasalahan agama yang belum difahaminya. Syeikh Muhammad al-Najjar salah seorang ulama’ al-Azhar membantunya dalam memahami banyak isu yang selama ini di anggap betul mengikut pegangan Kesatuan Wanita.11

Ulama al-Azhar, Syeikh Muhammad al-Najjar menjelaskan kepadanya hal-hal apa saja yang perlu ada dalam diri seseorang wanita sebelum memperjuangkan haknya. Pendirian Islam harus dipegang teguh oleh semua lapisan masyarakat karena dia merupakan jalan penyelesaian bagi kaum perempuan untuk memenuhi hak mereka di saat bangsa Barat tidak mengakui kedudukan golongan wanita dalam agama. Setelah

10 Ummi Zainab Mohd Ghazali dan muhammad Azizan Sabjan, “Zainab Al-Ghazali:

Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam Di Mesir”, Journal Al-‘Abqari 19, h. 49

11 Siti Zaharah Hamid, “Sumbangan Zainab Al-Ghazali Dalam Memartabatkan Kedudukan Wanita Dalam Arena Kepimpinan Umat Islam”, (Makalah yang disajikan pada Proceeding of Internasional Conference on Postgraduate Research, Kuala Lumpur Malaysia, 1-2 Desember 2014), h. 272

perbincangan dan pencerahan dari Syeikh Muhammad al-Najjar, Zainab al-Gha>zali> telah memahami pengertian di sebalik perjuangan Islam yang benar.12 Pertemuan ini menyebabkan beliau mengambil keputusan untuk keluar dari Kesatuan Wanita Mesir meskipun beliau memiliki peluang besar dalam kepimpinan Kesatuan Wanita Mesir tersebut

.

Ditambah lagi, pada umur Zainab 20 tahun, beliau ditimpa cobaan yang berat, yakni musibah kebakaran yang mengakibatkan wajah dan sekujur tubuhnya terbakar parah. Beliau menganggap bahwa ini adalah teguran dari Allah atas keikutsertaannya dalam Persatuan Wanita Mesir, dengan kekuasaan Allah Zainab bisa sembuh dan pulih dari musibah yang menimpanya dan bertekad menggunakan seluruh hidupnya untuk memperjuangkan dan menyebarkan dakwah Islam. Setelah peristiwa tersebut, akhirnya Zainab al- Ga>zali> keluar dari anggota Kesatuan Wanita Mesir. Pada sekitar tahun 1937 Zainab al-Gazali telah membangun Persatuan Wanita Muslimah dan menjadi pemimpin persatuan tersebut.

Persatuan Wanita Muslimah ini merupakan pertumbuhan persatuan wanita Islam pertama di Mesir yang membawa kepada sebuah perubahan baru dalam pembangunan Islamiyyah di Mesir.13

Kemudian, langkah-langkah Zainab al-Ga>zali> dalam upaya berdakwah dalam penyebaran Islam adalah dengan mengadakan kelas-kelas pengajian di seluruh Masjid di Mesir. Antaranya adalah Masjid al-Imam Syafi’, al-Jami’ al-Azhar, Masjid Ahmad Tolon, dengan bantuan tenaga pengajar para ulama al-Azhar. Beliau merupakan penggerak utama

12 Ummi Zainab Mohd Ghazali dan muhammad Azizan Sabjan, “Zainab Al-Ghazali:

Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam Di Mesir”, Journal Al-‘Abqari, 19, h. 52

13 Siti Zaharah Hamid, “Sumbangan Zainab Al-Ghazali Dalam Memartabatkan Kedudukan Wanita Dalam Arena Kepimpinan Umat Islam”, (Makalah yang disajikan pada Proceeding of Internasional Conference on Postgraduate Research, Kuala Lumpur Malaysia, 1-2 Desember 2014), h. 272-273

kepada kelas-kelas pengajian. Selain itu, upaya lain yang diambil oleh Zainab al- Ga>zali> adalah dengan menerbitkan majalah Sayyidah Muslimah dengan tulisan-tulisan agama. Ucapan beliau dalam ceramah juga turut dimuatkan dalam majalah tersebut. begitulah semangat juang dakwah beliau untuk menyeru, mengajak, dan menyakinkan umat Islam agar kembali kepada ajaran agama Islam yang sahih. Hasil daripada keluaran majalah ini, telah membawa kepada dampak baru yang besar dan telah mendapat sambutan dari seluruh penduduk Mesir pada saat itu.14 Persatuan Wanita Muslimah sudah sangat berkembang. Dapat kita lihat dari banyak cabang Persatuan Wanita Muslimah di Mesir.

Namun sampai pada tahun 1952 M, ketika berlaku revolusi situasi tiba-tiba berubah, Zainab dan Persatuan Wanita Muslimah dituntut menghentikan kegiatan persatuan sepenuhnya termasuk juga penerbitan Majalah Muslimah. Zainab sendiri dikenaikan tuduhan palsu sebagai penentang revolusi dan dijatuhkan hukman mati dan kemudiannya diperingankan dengan hukuman penjara seumur hidup dengan kerja-kerja berat. siksaan dan penderitaan dalam penjara di bawah pemerintahan Naseer dirakamkan dalam karyanya yang termasyhur yaitu “Hari-hari Dalam hidupku”. Sesudah bebas dari penjara, Zainab al-Ghazali meneruskan peranannya dalam bidang dakwah. Beliau melaksanakan halaqah-halaqah pengajian di masjid-masjid dan menyertai berbagai seminar di dalam dan di luar Mesir.

c. Karya-Karya

Adapun karya-karya tulisan Zainab al-Gha>zali> di semasa hidupnya diantaranya:

- Naz{ara>t Fi> kita>billa>h

14 Ummi Zainab Mohd Ghazali dan muhammad Azizan Sabjan, “Zainab Al-Ghazali:

Sejarah Kebangkitan Mujahidah Islam Di Mesir”, Journal Al-‘Abqari 19, h. 49

- Ayya>m min Hayati>

- Asma>’Alla>h al-Husna>

- Nahwa Ba’thu Jadi>d

- Muyskila>tu Syabab wa Fataya>t - Gharizah al-Mar’ah

b. Identifikasi Metodologis

Tafsir Naz{ara>t Fi> kita>billa>h ditulis saat Zainab al-Gazali mendekam di penjara, dimana Al-Qur’an lah pengisi hari-harinya. Beliau kerap kali mencatat penafsiran Al-Qur’an yang belum beliau pahami di tepi-tepi lembaran mushaf Al-Qur’an, namun Al-Qur’an tersebut direbut paksa oleh sipir penjara dan belum sempat beliau sempurnakan. Setelah kemudian beliau bebas, barulah ia kembali melanjutkan penulisan tafsir Al-Qur’an tersebut di sela-sela kesibukannya mengajar rutin di halaqah-halaqah kajian tafsir Al-Qur’an di beberapa masjid di Mesir. Penulisan ini beliau sempurnakan pada permulaan tahun 90-an, kitab ini berukuran sederhana.

Mencakup surah al-Fâtihah sampai surah Ibrâhîm pada cetakan awal, diterbitkan oleh syarikat Da>r al-Syuru>q di tahun 1995 M.16

Syaikh Abdul Hay al-Farmawi dalam kitabnya al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Maud{u>’i> mengatakan bahwa jumlah metode tafsir ada empat, yaitu:

metode tafsir tah{li>li> (analitik), metode tafsir maud{u>’i> (tematik), metode tafsir ijma>li> (global), metode tafsir muqa>ran (perbandingan).17 Adapun penjelasannya sebagai berikut:

(1) Metode Tah{li>li> (anlitik)

Tafsir tahlili merupakan metode dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufasir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.18 Diantara ciri-ciri tafsir dengan menggunakan metode tahlili; mengemukakan munasabah ayat,

16 Fitriyah, “Kesetaraan Gender Menurut Zainab al-Ghazali (Studi Analisis Kitab Nazhârâr Fî Kitâbillâh), (Tesis IIQ Jakarta, 2017), h. 32

17 Abdul Syukkur, “Metode Tafsir al-Qur’an Komprehensif Perspektif Abdul Hay al-Farmawî”, Jurnal El-Furqonia 6, no. 01 (2020): h. 116.

18 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Glaguh UHIV, 1998), h. 31.

sebab-sebab turunnya ayat yang dibahas, menganalisis lafazh dengan sudut pandang linguistic (kebahasaan), menjelaskan kandungan ayat, serta hikmah-hikmah yang dapat dipetik dari berbagai sudut pandang.

(2) Metode Maud{u>’i> (tematik)

Metode maud{u>’i> adalah metode yang membahas ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang telah ditentukan.19 Metode ini dapat dikelompokkan kepada dua macam; berdasarkan surat Al-Qur’an dan berdasarkan tema pembicaraan Al-Al-Qur’an.

Diantara ciri-ciri penafsiran yang menggunakan metode ini yaitu;

membahas ayat-ayat Al-Qur’an yang sesuai dengan tema dan judul yang telah ditetapkan, yaitu penafsir yang menggunakan metode ini akan meneliti ayat-ayat al-Qur’an dan melakukan analisis berdasar ilmu yang benar, yang digunakan oleh pembahas untuk menjelaskan pokok permasalahan sehingga ia dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan betul-betul menguasainya, sehingga memungkinkan untuk memahami maksud secara komprehensif.

(3) Metode Ijma>li> (global)

Kata ijma>li> secara bahasa bermakna secara umum atau secara global. Secara definitif tafsir ijma>li> berarti penjelasan ayat Al-Qur’an secara global, yaitu dengan langkah mufasir menafsirkan ayat berdasarkan dengan susunan mushaf Usmani (sebagaimana tafsir tah{li>li>) dan menerangkan secara global, dengan menyertakan keterangan perihal tujuan dan makna ayat.20 Tafsir dengan metode ini mudah dipahami, bahkan juga untuk mereka yang mempunyai pengetahuan terbatas terkait tafsir, dan karena runtutan penafsirannya

19 Hujair A. H. Sanaky, “Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau Corak Mufassirin)”, Jurnal Al-Mawarid XVIII, (2008): hal. 279.

20 Abdul Syukkur, “Metode Tafsir al-Qur’an Komprehensif Perspektif Abdul Hay al-Farmawî”, Jurnal El-Furqonia 06 , no. 01, (2020): h. 116.

sama halnya dengan runtutan mushaf Al-Qur’an, maka arti yang ada menjadi berkesinambungan antara satu dengan yang lain, sehingga orang yang mendapatkan tafsir dengan metode seperti ini akan merasa tidak terlalu jauh dari redaksi Al-Qur’an itu sendiri.

(4) Metode Muqa>ran (Membandingkan)

Metode tafsir muqa>ran ialah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an dengan mengutip dan mengumpulkan pada penjelasan-penjelasan para mufassir. Pengertian lebih luasnya adalah membandingkan ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis-hadis Nabi, termasuk dengan hadis-hadis yang makna tekstualnya tampak kontradiktif dengan al-Qur’an, atau dengan kajian-kajian lainnya.21 Hematnya, metode ini adalah metode yang merujuk dan mengutipkan pendapat para ulama, lalu membandingkan dengan antara pendapat satu dengan yang lain.

Maka, diantara empat metode ini, kitab tafsir Naz{ara>t Fi> kita>billa>h menggunakan metode ijma>li>, yakni uraian ayat-ayat Al-Qur’an ditafsirkan secara ringkas dan global sehingga lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan oleh semua kalangan akan maksud makna ayat yang dituju. Untuk sumber penafsiran, terlihat Zainab al-Ghazali memakai sumber al- dan al-Ra’yu. Namun Ketika kita membaca tafsir ini, akan terlihat bahwa sumber al-Ra’yu lebih mendominan.

Adapun untuk sistematika penyajian kitab tafsir Naz{ara>t Fi>

kita>billa>h secara umum, mufasir menafsirkan ayat berdasarkan susunan mushaf Usmani (sebagaimana tafsir tah{li>li>) dan menerangkan secara global. Untuk sistematika penyajian isi kitab tafsir ini antara lain sebagai berikut:

21 Abdul Hari al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu‟ i dan Cara Penerapannya, Terj.

Ma’tsu>r Rosihon Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 44.

(a) Dibuatkan judul besar nama surah beserta urutan surah, makiyyah atau madaniyyah lalu jumlah ayat.

(b) Mengkelompokkan beberapa ayat untuk ditafsirkan

(c) Memberi pengantar surah dengan kalimat-kalimat ringan yang mudah dipahami terkait makna ayat yang akan ditafsirkan (d) Menafsirkan beberapa kalimat dari ayat yang dimaksudkan di

atas (tidak semua kata beliau tafsirkan).

(e) Menafsirkan dengan kalimat yang jelas dan padat, serta turut mencantumkan hadis-hadis yang berkaitan, asba>bun nuzu>l, muna>sabah ayat dan lain-lain. 22

Zainab al-Gha>za>li juga mengutip beberapa kitab tafsir ulama lain dalam karya tafsirnya, diantaranya; Tafsi>r Fî Z{ilali Al-Qur’a>n, Tafsir Ibnu Katsi>r, tafsir al-Qurt{u>bi>, Tafsi>r Al-Qur’an al-‘Azi>îm, dan lain-lain.

B. Sekilas Tentang Kitab Tafsir Al-Lu’lu’ Wa Al-Marja>n Fî Tafsi>r Al-Qur’a>n

mengenyam Pendidikan di tangan ayahnya sendiri, yang merupakan mantan mufti besar di Mesir. Dia menjabat pada tahun 1982 hingga kemudian wafatnya pada 5 September 1985 M.23

Kari>ma>n H{amzah adalah seorang tokoh perempuan yang menuliskan karya tafsir dalam belantik kitab-kitab tafsir. Berkarir sebagai sosok wartawan yang pada masanya menuliskan tiga jilid tafsir, ia beri judul Al-Lu’lu’ wa al-Marja>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n. Terlebih dahulu sebelum kitab tafsir ini diterbitkan, draf tafsirnya disahkan oleh Majma’ Buh{u>s| al-Isla>miyyah, Mesir. Sebagaimana tafsir karya Zainab al-Gaza>li>, tafsir karya Karîman Hamzah ini membahas beberapa aspek yang berkaitan dengan persoalan perempuan dalam perspektif perempuan.24

Kakek Kari>ma>n H{amzah juga sosok yang mempunyai peran besar dalam pembentukan karakter pada diri beliau. Kakeknya merupakan tokoh besar keagamaan di Mesir, yakni Syaikh Mahmoud H{amzah. Ruang lingkup keluarga Kari>ma>n H{amzah tersebut membuatnya juga dekat dengan para ulama dan mufassir Mesir seperti Zainab Al-Ga>zali>, Dr. Amin Al-Khulli dan istrinya Dr. ‘A>isyah binti Syat{i’, serta ulama Mesir lainnya seperti Muhammad Imaroh dan Muhammad Al-Ga>zali>.25

Pada mulanya gaya berpakaian H{amzah sangat modis karena ia merupakan wanita yang suka mengikuti tren fashion, terutama saat ia di Prancis dulu. Akan tetapi, pada akhirnya H{amzah merubah sudut pandangnya semenjak setelah dirinya pertama kali berkunjung ke sebuah

23 Nafilda Abdiningsari, “Gaya Berpakaian Muslimah Penafsiran Kariman Hamzah:

Studi Analitik Pada Tafsir Al-Lu’lu’ Wa al-Marja>n Fi> Tafsi>r Al-Qur’a>n” (Skripsi Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2021), h. 31.

24 Ahmad Fawaid, “Mempertimbangkan Tafsir Adil Gender: Studi Pemikiran Mufasir Perempuan tentang Isu-Isu Perempuan”, Jurnal STAIN Pamekasan 23, no. 1, (2015):

h. 9.

25 Nafilda Abdiningsari, “Gaya Berpakaian Muslimah Penafsiran Kariman Hamzah:

Studi Analitik Pada Tafsir Al-Lu’lu’ Wa al-Marja>n Fi> Tafsi>r Al-Qur’a>n” (Skripsi Universitas Islam Negri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2021), h. 32.