• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG POLIGAMI

C. Landasan Teologis Poligami Menurut Beberapa Mufasir

3. Mufasir Periode Kontemporer

Kontemporer yaitu sesuatu yang dirancang dengan menggunakan ide-ide dan metode baru, mencari sesuatu untuk menemukan bentuk ekspresi baru dan menolak yang tradisional.22 Periode kontemporer (masa kini/ dewasa ini) yaitu

22 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Idea Press, 2016), cet.2, h. 145.

pada abad ke-20 H dimana era pertengahan disimpulkan berakhir. Khusus untuk periode ini, penulis ingin menggali pandangan mufasir yang lahir dan menetap di Indonesia serta menulis karya tafsir dalam bahasa Indonesia.

Supaya lebih tampak kolerasinya dengan sosio-historis hukum poligami dalam Islam di Indonesia. Tokoh yang penulis gali gagasannya terkait poligami dalam periode ini adalah:

a. Buya Hamka (W. 1981 M)

Nama lengkap Buya Hamka adalah Abdul Malik Karim Amrullah.

Nama ayah beliau adalah Abdul Karim Amrullah, dan ibunda beliau Bernama Shafiyah binti Bagindo Nan Batuah. Beliau lahir di Nagari Sungai Batang, Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada 17 Februari 1908 M. Beliau adalah ulama dan sastrawan besar Indonesia. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua pertama Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan termasuk Pahlawan Nasional Indonesia. Beliau menghasilkan banyak karya fenomenal dalam sejarah sastra Indonesia, yaitu di antaranya berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Beliau juga menghasilkan juga mengahasilkan satu karya yang sangat berharga bagi masyarakat Islam Indonesia yaitu Tafsir Al-Azhar ini. Beliau wafat di Jakarta pada 24 Juli 1981 pada usia 73 tahun.23

Menurut Buya Hamka dalam kitab tafsirnya Tafsir Al-Azhar perihal menafsirkan surah al-Nisa’ ayat 3, pertama beliau mengutip tiga riwayat hadis yang menjadi sebab turunnya ayat ini. Yaitu terkait seorang laki-laki yang menjadi wali seorang wanita yatim lalu menikahi yatim tersebut dengan bermaksud zhalim; tidak memberi mahar dan mencampuradukkan hartanya dengan harta anak yatim tersebut. Menurut beliau ayat ini menjelaskan dua permasalah, pertama aturan memelihara anak yatim

23 Hamka. Tafsir Al-Azhar, (Jakarta: Gema Insani, 2015), jilid 1, h. xi.

perempuan dan kebolehan menikahi wanita sampai empat orang. Lalu beliau menyampaikan pesan dan hikmah-hikmah dari kolerasi antara perintah memelihara anak yatim dengan keizinan beristri lebih dari satu sampai empat orang.

Di antara pesan terkait kolerasi perintah memelihara anak yatim dengan kebolehan poligami menurut Buya Hamka adalah; pokok ayat ini adalah sebagai peringatan jangan sampai ada yang berlaku aniaya atau curang kepada anak yatim sebab hal tersebut merupakan dosa besar. Akan datang masanya harta yatim mesti diserahkan kepadanya, sebab dia akan menikah. Lalu kebolehan poligami sampai empat istri ini sebagai jawaban apabila muncul bisikan atau niat buruk tentang anak yatim seperti; “Lebih baik anak yatim ini aku nikahi saja, biar tidak bisa keluar dari rumahku, atau agar bisa diberi mahar murah”. Maka, seharusnya fikiran yang muncul dengan iman dan takwa adalah, lebih baik menikah dengan perempuan lain, beri mahar dengan patut, biarpun sampai empat orang daripada berlaku aniaya kepada anak perempuan yatim yang dalam asuhanmu.24

Lalu beliau mengutip pepatah bangsa kita: “Sekali membuka pura, dua tiga hutang terbayar. Sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampau.”

Artinya dalam satu ayat ini kita bertemu dengan perintah memelihara anak yatim yang amat dirasakan, dan kebolehan beristri sampai dengan empat.

Kemudian, meskipun beliau menyebutkan bahwa poligami sampai empat orang dibolehkan, tetap saja akan menemukan kesulitan dari sisi lain.

Yaitu tuntutan kewajiban berbuat adil kepada istri-istri, karena semua istri punya ha katas suami dan juga berhak menuntut hak tersebut. Seperti tempat tinggal, nafkah sandang dan pangan, nafkah batin dan lain sebagainya. Jadi menurut beliau, sebelum menempuh jalur tersebut, fikirkan soal keadilan

24 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapore: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd Singapore, 2003), jilid 2, h. 1061-1063

itu dahulu. Jangan sampai karena takut tidak adil membayar mahar menikahi anak perempuan yatim dan menjaga hartanya, kamu masuk pula ke perangkap tidak adil lainnya. Oleh karena itu, orang beriman mestinya berfikir matang dan jangan sampai hanya terdorong nafsu. jika takut tidak adil dengan istri lebih dari satu, lebih baik satu orang saja, dengan demikian menurut beliau jalan ini akan lebih aman. Atau jika memang tetap ingin menikahi lebih dari satu orang, yang lainnya dengan hamba sahaya saja.

Sebab hak mereka tidak sama dengan hak perempuan merdeka dan tidak berhak menuntut perlakuan yang sama kepada suaminya.25

Jadi, menurut Buya Hamka terkait QS. Al-Nisa>’ ayat 3 bahwasanya ayat ini mencakup dua permasalan, pertama perintah memelihara atau tidak berlaku aniaya kepada anak yatim, dan kedua kebolehan poligami atau menikahi sampai empat orang perempuan. Menurut beliau ayat ini mengandung pesan yang mendalam untuk berhati-hati jangan sampai berlaku aniaya kepada anak yatim kerena hal tersebut merupakan dosa besar. Lalu, terkait kebolehan poligami sampai empat orang wanita, beliau juga menekankan bahwa orang beriman juga harus berfikir dengan matang jika ingin menikahi lebih dari satu orang wanita kerena akan menemui kewajiban adil terhadap istri-istri. Jika takut tidak dapat adil, cukup nikahi satu saja, dan jika tetap ingin menikahi lebih dari satu orang perempuan, maka yang lainnya nikahi hamba sahaya saja, karena mereka mempunyai hak yang berbeda, di bawah wanita merdeka dan tidak berhak menuntut kesetaraan dengan wanita merdeka.

25 Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapore: Kerjaya Printing Industries Pte Ltd Singapore, 2003), jilid 2, h. 1061-1064.

b. M. Quraish Shihab (L. 1944 M)

M. Quraish Shihab, nama lengkapnya adalah Muhammad Quraish Shihab, dilahirkan di Kabupaten Sindenreng Rappang (sindrap)1 provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944. Beliau berasal dari keluarga sederhana dan sangat kuat berpegang kepada agama. Ayahnya Habib Abdurrahman Shihab (1905-1986) seorang ulama Tafsir, mantan Rektor (canselor) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alaudin Ujung Pandang, Provinsi Sulawesi Selatan (1972-1977), dan ikut serta dalam mendirikan UMI (Universitas Muslimin Indonesia) di Ujung Pandang dan menjadi pengetuanya (1959- 1965). Secara keseluruhan Quraish Shihab kariri intelektualnya dibawah asuhan dan bimbingan Universiti Al-Azhar lebih kurang selama 13 tahun.26 Saat ini beliau dikenal sebagai tokoh yang mengusai berbagai disiplin ilmu, yang menonjol adalah tafsir. Beliau adalah tokoh mufassir kontemporer yang produktif menulis, salah satu karyanya yang fenomenal ialah kitab Tafsir Al-Misbah yang berjumlah 15 jilid.

Menurut Quraish shihab dalam kitab tafsirnya Tafsir al-Mishbah, ayat ini merupakan larangan untuk berlaku aniaya terhadap pribadi anak yatim, setelah larangan memakan dan memanfaatkan harta anak yatim pada ayat sebelumnya. Karena itu ditegaskan bahwa, jika kamu tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim, dan kamu percaya diri akan berlaku adil terhadap wanita-wanita selain yang yatim itu, maka nikahi waita yang kamu senangi sesuai selera kamu dan halal dari wanita yang lain itu, kalau perlu, kamu dapat menggabungkan dalam waktu yang sama dua, tiga atau empat tetapi jangan lebih. Lalu jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil dalam hal harta dan perlakuan lahiriah, bukan dalam hal cinta, bila menghimpun lebih dari seorang istri, maka nikahi seorang saja, atau

26 Afrizal Nur, “M. Quraish Shihab dan Rasionalisasi Tafsir”, Jurnal Ushuluddin Xviii, no. 1, (2012): h. 22.

nikahilah hamba sahaya wanita yang kamu miliki. Yang demikian itu, yakni menikahi selain anak yatim yang mengakibatkan ketidak adilan, dan mencukupkan satu orang istri adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.27

Berdasarkan keterangan istri Nabi saw., ‘A>isyah ra. Imam Bukha>ri<, Muslim, Abu> da>ud, serta Al-Tirmi>z|i dan lain-lain meriwayatkan bahwa Urwah Ibn Zubair bertanya kepada istri nabi; ‘A>isyah ra. tentang ayat ini.

Beliau menjawab bahwa ini berkaitan dengan anak yatim yang berada dalam pemeliharan seorang wali, dimana hartanya bergabung dengan harta wali. Sedangkan sang wali senang akan kecantikan dan harta anak yatim.

Maka dia hendak menikahinya dan memberinya mahar yang sesuai.

Sayyidah ‘A>isyah ra. lebih lanjut menjelaskan bahwa, setelah turun ayat ini, para sahabat bertanya lagi kepada Nabi saw. tentang perempuan, maka turunlah firman-Nya:

ى َمٰتَي ْيِف ِبٰ ت ِكْ

لا ىِف ْمُ كْيَ

لَع ىٰ

لْتُي ا َم َوٍۙ َّنِهْيِف ْمُ ك ْيِتفُي ُْ ه

للّٰا ِلُ

ق ِۗءْۤا َسِنلا ىِف َكَنْوُتْفَت ْسَيَو ْي ِته

لا ِءْۤا َسِنلا

َّنُه ْو ُح ِكْنَت ْنَا َنْوُب َغ ْرَتَو َّنُهَل َبِتُ

ك ا َم َّنُهَن ْوُت ْؤُت اَ ل ا ْو ُم ْوُ

قَت ْ نَ

ا َو ٍۙ ِناَدْ ل ِوْ

لا َن ِم َنْي ِف َع ْضَت ْس ُمْ لا َو

اًمْيِلَع هِب ناَ َ ك َ ه

للّٰا َّ

نِاَ

ف ٍرْيَخ ْنِم اْوُل َعْفَت اَمَوۗ ِط ْسِقْ

لاِب ى ٰمٰتَيْلِل

١٢٧ Artinya:

“Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah,

“Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur'an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim yang tidak kamu berikan sesuatu (maskawin) yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”(QS. An-Nisa’ [4]: 127).

27 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Jakarta: Lentera Hati, 2002, jilid 2, h. 407.

Sayyidah Aisyah ra. kemudian melanjutkan keterangannya bahwa firman-Nya; sedangkan kamu enggan menikahi mereka, itu adalah keengganan para wali untuk menikahi anak yatim dan sedikit harta dan kecantikannya. Maka sebaliknya, dalam ayat 3 surah An-Nisa’ ini, mereka dilarang menikahi anak-anak yatim yang mereka inginkan karena harta dan kecantiknnya tetapi enggan berlaku adil terhadap mereka.28

Jadi, menurut Shihab, ayat ini secara spesifik membahas hukum hak dan keajiban anak yatim, bukan sebagai panduan pembolehan poligimai, namun beliau tidak mengharamkan poligami, melainkan hanya sebagai alternatif dan jika diyakini mampu berbuat adil.

c. Tafsir Kemenag RI

Penerbitan kitab Al-Quran dan Tafsirnya jilid 1 sampai 10 dari juz 1 sampai juz 30, merupakan realisasi program Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ketersediaan kitab suci bagi umat beragama.

Diharapkan dengan penerbitan ini akan dapat membantu umat Islam untuk memahami kandungan Kitab Suci Al-Qur’an secara lebih mendalam.29

Meninjau penafsiran Kemenag RI terkait QS. Al-Nisa’ [4]: 3, karakteristik penafsiran ini lebih sitematis dibanding penafsiran individual sebelumnya, yaitu didahului Munasabah ayat, Sabab Nuzul, tafsir, kemudian ditutup dengan kesimpulan. Munasabah ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya yaitu, setelah Allah menerangkan bahwa orang yang diserahi amanat harus menjaga dan memelihara anak yatim dan hartanya, maka pada ayat ini menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan orang yang diamanahi jika ingin menikahi anak yatim di bawah pengawasannya jika ia tidak dapat

28 Quraish Shihab, Tafsîr Al-Misbâh, Jakarta: Lentera Hati, 2002, jilid 2, h. 409-410.

29 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemem Agama RI, 2009), jilid 2, h. xv.

menahan diri dari menguasai hartanya setelah menikahi anak yatim atau merasa tidak dapat memberi mahar dengan wajar.30

Sebab turunnya ayat ini Dapartemen Agama RI berkenaan ini mengutip sebuat hadis Riwayat Imam Bukhari, bahwa Aisyah berkata, “Ada seorang gadis yatim di bawah asuhan walinya. Ia berserikat dengan walinya dalam masalah hartanya, walinya itu tertarik kepada harta dan kecantikan gadis tersebut. Akhirnya ia bermaksud menikahinya tanpa memberikan mahar yang layak.”

Penafsiran ayat ini, bahwa Allah menjelaskan seandainya seorang wali tidak dapat berbuat adil atau tidak bisa menahan diri dari memakan harta anak yatim itu, bila ia menikahinya, maka janganlah ia menikahinya dengan tujuan menghabisi hartanya, melainkan menikahlah dengan Wanita lain.

Dan hendeklah ia memilih perempuan lain yang ia senangi satu, dua, tiga atau empat dengan konsekuensi ia memperlakukan istri-istrinya dengan dengan adil dalam pembagian waktu bermalam, nafkah, perumahan serta hal-hal yang berbentuk materi lainnnya. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Tapi pada dasarnya satu istri lebih baik, seperti lanjutan ayat itu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalani oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang.31

Kemudian, tim Dapartemen Agama juga menjelaskan bahwa jika tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istri yang dinikahi lebih dari satu, hendaklah seorang suami mencukupkan diri dengan monogami. Sebab, rumah tangga yang baik dan harmonis dapat diwujudkan dengan pernikahan monogami.

Adanya poligami dalam rumah tangga dapat menimbulkan banyak hal yang

30 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemem Agama RI, 2009), jilid 2, h. 115.

31 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemem Agama RI, 2009), jilid 2, h. 115.

dapat mengganggu ketentraman rumah tangga. Kemudian, agar tidak terjerumus kepada perlakuan aniaya atau memperlakukan hamba sahaya sebagai istri yang dimiliki tanpa akad nikah dalam keadaan terpaksa. Kepada mereka sudah cukup apabila ia penuhi nafkah untuk kehidupannya.32

Manusia dengan fitrah kejadiannya memerlukan hal-hal yang dapat menyimpangkannya dari monogami. Bukan hanya karena dorongan nafsu atau seks semata, melainkan justru guna mencapai kemaslahatan mereka sendiri yang karenanya Allah membolehkan (menurut fuqaha) atau memberi hukum keringanan (rukhshah menurut ulama tafsir) kaum laki-laki untuk melakukan poligami. Adapun sebab-sebab yang membuat seseorang berpoligami adalah sebagai berikut:

1) Apabila sebuah rumah tangga belum dikaruniai keturunan sedangkan istri menurut diagnosa dokter dalam keadaan mandul, padahal dari perkawinan diharapkan bisa mendapatkan keturunan, maka poligami merupakan jalan keluar yang paling baik.

2) Bagi kaum perempuan, masa berhenti haid (monopouse) lebih cepat datangnya, sebaliknya bagi pria walau telah mencapai umur tua, dan kondisi fisiknya sehat ia masih membutuhkan pemenuhan Hasrat seksualnya. Dalam hal ini, tidak mungkin dialihkan dengan jalan zina. Maka inilah salah satu hikmahnya dibolehkan poligami.

3) Sebagai akibat dari peperangan umpanya jumlah kaum perempuan lebih banyak daripada kaum laki-laki. Suasana ini lebih cenderung menimbulkan hal-hal negative bagi kehidupan masyarakat apabila tidak dibukakan pintu poligami. Bahkan, kecenderungan jumlah

32 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemem Agama RI, 2009), jilid 2, h. 115-116.

perempuan lebih banyak daripada jumlah lelaki saat ini sudah menjadi kenyataan, meskipun tidak terjadi peperangan.33

Maka kesimpulan dari tafsir Dapartemn Agama RI perihal ayat ini bahwa, kaum laki-laki boleh beristri paling banyak empat orang, dengan konsekuensi tertentu seperti berlaku adil terhadap istri-istrinya. Dan terkait kebolehan poligami dalam Islam merupakan sebagai solusi dan mengandung hikmah yang besar.

33 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemem Agama RI, 2009), jilid 2, h. 116-117.