• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi berbasis swadaya merupakan partisipasi yang paling tepat dalam menghasilkan pemberdayaan yang maksimal. Dimana partisipasi ini melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik langsung maupun tidak langsung). Pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat yang pada umumnya bukan saja sebagai objek pembangunan tetapi sekaligus sebagai subjek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach).

Dengan melibatkan masyarakat dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penerimaan dan pemanfaatan hasil serta pengawasan dan penilaian hasil membuat masyarakat memiliki suatu kebanggaan dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap pembangunan yang berlangsung. Seperti pembangunan kawasan ekowisata mangrove yang ada di lingkungan XI Kelurahan Sicanang yang telah berhasil membangun hubungan kelompok yang kuat dan saling percaya. Dengan berbagai latar belakang kehidupan masyarakatnya ternyata keberadaan kawasan ekowisata mangrove telah banyak mengubah kehidupan mereka. Sekalipun perubahan mereka bukan dalam bentuk materi yang telah terpenuhi dengan sempurna melainkan revolusi moral yang cukup signifikan. Kehidupan mereka yang dulunya tidak karuan atau tidak memiliki arah yang jelas bahkan cenderung meresahkan masyarakat ternyata kini berubah menjadi kehidupan yang bisa di

andalkan dan menjadi teladan bagi masyarakat sekitar maupun masyarakat pendatang di kawasan ekowisata mangrove.

Partisipasi masyarakat lingkungan XI Kelurahan Sicanang tidak hanya sekedar ikut-ikutan dalam membangun prasarana jalan, jalanan dari bambu- bambu, rumah pohon, musholla, aula dan sebagainya melainkan mereka di ajak berdiskusi untuk mengidentifikasikan masalah-masalah apa yang ada dalam pembangunan tersebut dan bagaimana cara menanggulanginya. Dengan latar belakang pendidikan yang masuk dalam kategori rendah tidak menghalangi mereka untuk bisa mengemukakan pendapat, gagasan dan wawasan yang mereka miliki. Buktinya dengan sebagian usia mereka yang masih muda dengan latar belakang pendidikan dan penghasilan yang lemah mereka mampu membuat orang takut melakukan pencurian mangrove lagi di kawasan tersebut. Bahkan mereka bisa menangkap para pelaku pencurian liar tersebut serta memberi mereka arahan dan nasihat serta sanksi sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka rundingkan dan terapkan demi kelestarian dan perkembangan kawasan ekowisata mangrove tersebut.

Kegigihan serta kerja keras mereka sampai kepada pengawasan 24 jam dengan jadwal yang bergantian menunjukkan tingginya dedikasi mereka terhadap kelestarian kawasan ekowisata mangrove di Kelurahan Sicanang. Penelitian ini juga menjadi lebih unik dengan melihat perbedaan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berdasarkan jarak tempat tinggal mereka. Mereka yang tinggal jauh dari lokasi mangrove malah lebih banyak berpartisipasi dalam pembangunan ekowisata dibanding dengan mereka yang tinggal didepan pintu mangrove.

Seperti hasil uji regresi linear sederhana yang menyatakan bahwa pembangunan kawasan ekowisata mangrove (Y) memiliki hubungan positif dengan partisipasi masyarakat (X), yang berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat maka semakin besar pula pembangunan kawasan ekowisata tersebut (tabel 4.22). Hal tersebut terbukti dengan antusias masyarakat lingkungan IX yang terlibat dalam kelompok mangrove dalam melakukan pembangunan kawasan ekowisata tersebut, sekalipun partisipasi dalam pembangunan ini lebih dominan laki-laki yang memiliki peranan penting namun partisipasi perempuan dalam bentuk pengelolaan makanan laut dalam bentuk masakan seafood, pengelolaan berbagai tumbuhan mangrove yang dapat menghasilkan produk-produk khas dari kelurahan Sicanang, ikut partisipasi dalam menentukan lokasi penanaman mangrove bahkan ikut dalam menjaga kebersihan di kawasan ekowisata tersebut sudah termasuk dalam pemberdayaan perempuan dalam kawasan wisata. Hal tersebut didasari karena baik perempuan maupun laki-laki memiliki pandangan yang sama terhadap pembangunan kawasan ekowisata seperti hasil dari analisis Uji T (tabel 25). Mereka sama-sama memandang bahwa pembangunan kawasan ekowisata mangrove itu perlu dilakukan di kawasan tersebut guna untuk melestarikan keberadaan tumbuhan mangrove yang kian lama kian punah karena aktivitas manusia yang tidak memikirkan bagaimana menanggulangi segala resiko dari tindakan manusia.

Secara keseluruhan partisipasi masyarakat lingkungan IX kelurahan Sicanang memang masih tergolong rendah hal tersebut bisa kita lihat dengan hanya 58 orang bahkan kini tinggal 30 orang saja yang ikut dalam kelompok

pengelolaan kawasan ekowisata mangrove. Dengan berbagai alasan mereka tidak berpartisipasi diantaranya sikap yang kurang peduli akan lingkungan, pekerjaan lain yang menjadi prioritas mereka mencari nafkah, bahkan sebagian masyarakat menyatakan tidak mengetahui bahwa dulu akan diadakan pembangunan kawasan tersebut sekalipun berdasarkan pengakuan masyarakat lainnya memang diadakan musyawarah namun hanya sedikit masyarakat yang menaruh keperdulian terhadap pembangunan tersebut. Namun secara partisipasi kelompok pengelola mangrove, mereka sudah tergolong partisipasi tinggi dikarenakan dari tahap awal sampai dengan progres yang sekarang itu hasil dari kerja keras, usaha dan buah tangan mereka selaku kelompok pengelolah kawasan ekowisata mangrove. Dalam kurun waktu 2 tahun pembangunan dalam bentuk fisik sudah sangat signifikan. Hal tersebut tentu dikarenakan sikap partisipasi mereka yang telah tumbuh dan direspon antusias dengan mereka kelompok pengelolah mangrove.

Sekalipun keberhasilan pemberdayaan dalam pengelolaan kelompok mangrove, namun mereka masih memiliki keterbatasan dalam managemen pengelolaan keuangan wisata yang mereka miliki. Ternyata latar belakang pendidikan yang cukup rendah di kawasan tersebut berpengaruh terhadap kemampuan mereka dalam mengelolah keuangan mangrove. Kebiasaan-kebiasaan yang menganggap semua milik bersama ternyata memiliki sisi negatif juga diantaranya mereka tidak mampu mengelola keuangan yang ada dan malah sering mengalami minus keuangan karena uangnya habis di pakai dalam pembelian bahan-bahan pembuatan mangrove, kepentingan kelompok maupun kepentingan pribadi-pribadi. Namun mereka juga tidak bisa disalahkan karena mereka memang

belum memiliki dasar (basic) dalam bidang itu dan mereka belum mendapat bimbingan serta arahan dari pihak-pihak yang lebih andil di dalam bidangnya seperti Pemerintah, LSM maupun Pemberdaya Masyarakat. Mereka membutuhkan elemen yang mampu membimbing dan mengarahkan mereka dalam mengelolah keuangan kawasan ekowisata mangrove tersebut. Sehingga pembangunan kawasan ekowisata tersebut bisa seimbang dan semakin baik kedepannya.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian terhadap partisipasi masyarakat berbasis swadaya dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove di kelurahan Belawan Sicanang, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Dalam perencanaan pembangunan diharapkan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat mulai dari nelayam, wirausaha, PNS, pedagang lebih ditingkatkan sehingga partisipasi dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove ini tidak hanya lapisan tertentu yang terlibat dalam partisipasi sehingga menghindari kecemburuan sosial ketika pembangunan kawasan tersebut berhasil.

2. Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat agar dapat menyadarkan dan memberikan pemahaman tentang pentingnya melestarikan kawasan ekowisata mangrove sebagai wujud mempertahankan potensi sumber daya alam yang ada.

3. Pemerintah maupun LSM perlu melakukan pembinaan terhadap masyarakat agar terwujudnya pengelolaan kawasan ekowisata mangrove yang tepat dan terwujudnya Sapta Pesona.

4. Menghadirkan Pratiksi kepada masyarakat Kelurahan Belawan Sicanang untuk memberikan pemahaman tentang pengelolaan dan kawasan ekowisata mangrove.