• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengawasan dan Penilaian Hasil

Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan penilaian hasil yaitu : dimana masyarakat merasakan kekuasaan dimiliki oleh masyarakat dalam hal mengawasi dan memberi penilaian untuk hasil pembangunan yang dibangun bersama oleh masyarakat lainnya. Menurut Isbandi (2007) dalam Andreeyan (2014)Partisipasi dalam pengawasan hasil pembangunan dan menilai hasil partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan

potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternative solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang

terjadi.

Nugroho (2015) memiliki beberapa indikator untuk dapat melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan penilaian hasil diantaranya : 1) adanya norma atau aturan standar, 2) adanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengawasan, 3) keaktifan dalam melakukan pengawasan, 4) dampak pendapatan negara dan daerah, 5) dampak terhadap penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, 6) dampak terhadap pengembangan sektor lain, 7) pemberian saran dan kritik dari masyarakat.

Beberapa indikator diatas sudah ditemui dalam pengembangan kawasan ekowisata mangrove di lingkungan XI Sicanang. Seperti hasil uji korelasi (tabel 4.19) yang menunjukkan ada hubungan yang kuat antara partisipasi masyarakat dalam pengawasan dan penilaian hasil terhadap sumber daya mangrove dan keamanan. Salah satu faktor yang mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekowisata yaitu karena mereka merasa tidak suka dengan pencurian mangrove sembarangan, mereka menganggap bahwa keberadaan tumbuhan mangrove juga harus dilestarikan bukan malah dibiarkan punah hanya karena memikirkan kepentingan ekonomi seperti pabrik-pabrik di dekat kawasan mereka yang mengambil mangrove untuk kepentingan ekonomi semata tanpa memikirkan bagaimana menanggulangi keberadaan mangrove yang telah mereka ambil. Sehingga mereka mulai melakukan pembuatan norma dan aturan standar dalam

mengawasi kawasan ekowisata mangrove tersebut. Di kawasan tersebut telah dibuat norma yang telah berlaku. Di antaranya larangan pencurian mangrove dengan semena-mena. Hal tersebut dibuat karena begitu banyak pencurian mangrove di kawasan tersebut.

Sehingga pembangunan kawasan itu salah satunya guna untuk membuat norma yang melarang terjadinya pencurian mangrove tersebut. Seperti analisis tabel tunggal (tabel 4.10) diatas menunjukkan bahwa beberapa responden mau terlibat langsung dalam pengawasan mangrove secara langsung dengan siap menjaga kawasan tersebut dari malam sampai pagi secara bergantian dengan masyarakat yang lainnya. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan Informan (Agus) :

“...Aku ikut jaga mangrove ini langsung, kak..kami udah ada bagi jadwal gitu kak, nanti patroli sampe ke ujung sana kak. Supaya aman kak.. udah agak berkuranglah disini pencurian mangrove kak.. kalau dulu tiap hari ada aja yang ditangkap 3 kapal bawa kayu-kayu mangrove itu penuh kapalnya kak.. semenjak penjagaan udah kuranglah kak...”

Selain mereka yang terlibat langsung, mayoritas masyarakat lainnya menyatakan mereka mau terlibat dalam pengawasan mangrove namun tidak langsung di lokasi. Mereka bersedia melakukan penjagaan disekitaran mangrove dengan ikut mengawasi pengunjung yang masuk, menjaga keamanan dan ketentraman bahkan bersedia bersikap ramah dan santun dengan setiap masyarakat luar daerah yang datang guna menciptakan suasana yang nyaman dan bersahabat dikawasan ekowisata mangrove tersebut. Seperti pernyataan Informan (Mariaty) :

“...Yaa kalau soal menjaga mangrove saya bersedia Bu, namun ya gak langsung patroli ke laut itu Bu..Paling disekitaran dekat mangrove, ngawasi pengunjung masuk Bu sambil ya diliat-liat apa aja yang dibuat pengunjung disini, Bu..biar jangan sampai terjadi apa-apa kan...”

Namun sebagian masyarakat sama sekali tidak peduli dengan keamanan dan apapun yang terjadi dikawasan tersebut. Mereka orang-orang yang ada disekitaran mangrove dan tidak ingin ikut terlibat sama sekali dengan urusan kawasan ekowisata mangrove.

Keaktifan masyarakat Sicanang dalam pengawasan dan penilaian hasil bukan hanya sebatas ikut terlibat dalam melaksanakan pengawasan tersebut, melainkan mereka juga telah diajak kumpul bersama menciptakan norma-norma yang dapat dijadikan pedoman dalam perkembangan mangrove. Mereka diajak berkumpul membicarakan masalah apa yang mereka anggap ada di kawasan tersebut seperti masalah krisis moral pada masyarakat kelurahan Sicanang. Seperti pengakuan mereka yang mengatakan bahwa sulit sebenarnya melakukan pembangunan kawasan wisata di daerah tersebut karena streotipe masyarakat terhadap Sicanang yang cukup buruk sebab dulunya. Sicanang merupakan salah satu tempat lokalisasi prostitusi yang cukup besar juga di Medan kemudian bandar narkoba juga beredar banyak di Sicanang, sehingga mereka ragu akan keberhasilan kawasan ini. Mereka takut banyak orang yang enggan mengunjungi lokasi tersebut, kemudian mereka tidak mau lokasi tersebut malah disalahgunakan pengunjung menjadi tempat yang tidak layak seperti tempat melakukan hal-hal yang terlarang secara norma asusila. Seperti pernyataan salah satu informan (Markus) :

“...Kami awalnya di ajak musyawarah untuk melihat masalah apa aja yang ada di kawasan mangrove ini Bu. Dulu pas kami mulai buka masih belum kepikiran buat aturan gitu Bu, Cuma makin lama makin rame pengunjung kok makin menjadi gitu pengunjung kak. Banyak anak sekolah dibawah umur datang malah kayak pacaran-pacaran gitu Bu. Jadi kami takut tempat ini disalahgunakan, kami rembukkanlah kan Bu. Jadi adalah sekarang peraturan bertamu ke mangrove ini hanya boleh sampai jam 6 aja biar masih terang jadi masih bisa di awasi gitu kan, kalau udah malam kan udah gak nampak nanti apa- apa susah juga kan Bu.”

Untuk melakukan penjagaan supaya teratur dan adil maka masyarakat lingkungan XI yang terlibat dalam anggota mangrove mengadakan rapat sesuai waktu yang telah di tetapkan seperti pernayataan dari salah satu Informan (Rusmino) :

“...Musyawarah untuk menjaga mangrove selalu dibuat sebulan sekali. Biasanya untuk mengevaluasi penjagaan disini Bu. Tiap hari 4-7 orang gantian patroli menjaga daerah mangrove ini sampai ke dalam-dalam sana Bu. Karena kalau gak dijaga payah Bu disini, pencurian tanaman mangrove disini banyak Bu. Kadang sampai bawa 3-4 boat nyuriin mangrove Bu. Dulu saya sampai pernah berhadapan sama polisi Bu, orang-orang itu kan suruhan Pabrik. Mangrove-mangrove itu dicuriin untuk pembuatan kertas gitu, karena orang itu perusahaan besar polisi pun jadi deking orang itu, pernah saya sampai dijegat polisi itulah katanya, apa urusannya sama Bapak kalau mangrove ini dicuri? Kan ini bukan punya Bapak, gak merugikan Bapak, apa salahnya mereka ambil? Terus saya jawablah Bu pertanyaan Bapak itu sama aja kayak ngapain Bapak nangkap orang pakai Narkoba, kan itu Narkoba dia, beli pakai uang dia, dipakainya juga gak ada urusan sama Bapak, gak ngeganggu Bapak. Jadi ngapain Bapak tangkap? Terus ya diam aja mereka Bu. Makanya pengawasan perlu kali terus disini Bu...”

Norma-norma yang telah ditetapkan tentu sedikit banyak mengalami kendala dalam pelaksanaannya. Seperti kita ketahui di satu sisi masyarakat

lingkungan XI Sicanang ingin melestarikan tumbuhan mangrove di wilayah mereka dengan menjaga dan melestarikan keberadaannya dengan pembuatan ekowisata mangrove tersebut, namun di sisi lain masyarakat lainnya selaku pengusaha membutuhkan bahan baku mangrove yang digunakan sebagai bahan yang dikelola untuk kepentingan ekonomi dan mata pencaharian mereka sehingga tak jarang masyarakat kelurahan lingkungan XI mengalami bentrok dengan mereka yang membutuhkan bahan baku tumbuhan mangrove. Namun mereka menyatakan selama manusia mau bertindak mereka harus bertanggung jawab pula dengan tindakan mereka. Tidak semena-mena mengambil tanpa menanam dan melestarikannya kembali.

Dalam pengawasan dan penilaian hasil ini sejauh ini tidak terdapat konflik yang cukup serius. Seperti hasil uji korelasi yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengawasan dan penilaian hasil terhadap konflik pembangunan. Masyarakat sekitar sekalipun belum banyak yang terlibat berpartisipasi namun mereka masih tergolong setuju dengan adanya kawasan ekowisata tersebut sekalipun mereka tidak mau terlibat sama sekali seperti hasil tabel tunggal di atas yang menyatakan bahwa mayoritas menyatakan mereka tidak keberatan jika daerah lingkungan XI Kelurahan Sicanang dijadikan kawasan ekowisata mangrove.

Melihat pesatnya hasil pembangunan kawasan ekowisata yang dikerjakan oleh masyarakat lingkungan XI Sicanang tidak menutup kemungkinan kelak lokasi tersebut bisa dillirik Pemerintah maupun pihak swasta yang ingin mengelolah dan memanfaatkan keberadaan ekowisata tersebut. Sebab banyak

masyarakat yang enggan untuk merintis namun ketika pembangunan itu berhasil tak jarang bakal banyak yang ingin mengambil ahli dan menguasai tempat tersebut. Hasil dari wawancara dengan beberapa informan mereka seperti tidak merasa keberatan jika minsalnya kelak lokasi tersebut diambil ahli oleh Pemerintah maupun pihak lain. Mereka mengganggap yang penting ada orang- orang yang mau memikirkan kelestarian kawasan tersebut sehingga mereka tidak terlalu keberatan juga jika mendapat penilaian dari luar maupun pihak yang mau bekerja sama dengan mereka dalam mengelolah kawasan mangrove tersebut. Hal tersebut terbukti dengan hasil wawancara dengan beberapa informan (Rusmino) yang menyatakan :

“...Soal penilaian dari pihak luar ya gimana ya Bu, binggung juga Bu. Kalau memang nanti Pemerintah mau ngambil ahli ini ya gapapa Bu. Saya kan cuma berusaha buat terobosan, niatnya ya baik aja. Karena saya udah sering kali liat LSM seolah-olah mau memajukan orang-orang kayak kami tapi ya nyatanya cuma untuk dokumentasi jadi ya saya berusaha mendebrek itu. Jadi kalau nanti ini berahli fungsi ya sudah Bu...”

Informan lainnya (Agus) mengatakan :

“...Kalau penilaian luar selama untuk positif ya kita terima dan sambut baik kak, tapi kalau untuk negatif dan merusak yang udah ada ya perang pun jadilah kak....”

Pernyataan informan lainnya (Markus) melengkapi :

“...asal gak dirobohkan aja apa yang udah dibangun Bu, tapi ya sulit untuk saya nerima penilaian luar atau orang-orang baru yang mau ikut campur sama mangrove ini Bu. Karena dulu kami sampai dianggap gila bangun ekowisata mangrove ini, gitu udah jadi gini banyak aja Bu yang mau masuk kesini...”

4.16.Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Kawasan