• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap selesai. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan dari program-program yang telah direncanakan. Selain itu pelaksanaan juga meliputi hal-hal seperti kebutuhan dalam pelaksanaan, alat-alat yang diperlukan dalam pelaksanaan, siapa yang melaksanakan yang melaksanakan, dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana cara yang harus dilaksanakan, suatu proses rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau kebijakan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah yang strategis maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang ditetapkan semula.

Pelaksanaan pembangunan kawasan ekowisata juga berkaitan dengan ketersediaan sumber daya alam di wilayah tersebut. Seperti hasil Uji Korelasi diatas bahwa terdapat hubungan yang kuat antara partisipasi masyarakat dengan ketersediaan sumber daya (tabel 4.18). Hal tersebut tentu menjadi syarat utama dalam pelaksanaan pembangunan kawasan ekowisata. Tanpa adanya sumber daya tentu pelaksanaan pembangunan juga tidak dapat dilakukan. Memiliki potensi hutan mangrove yang luas dengan modal kemauan masyarakat yang kuat tentu menghasilkan sebuah pembangunan yang efektif.

Pelaksanaan dalam penelitian ini melihat bagaimana keaktifan masyarakat dalam melaksanakan pembangunan dimulai dari pelaksanaan pembuatan prasarana jalan di sekitar ekowisata tersebut. Berhubung partisipasi dalam pembangunan ekowisata ini merupakan partisipasi swadaya, dimana semua berasal dari masyarakat, untuk masyarakat dan kembali ke masyarakat.

Pelaksanaan pembuatan jalan dimulai dengan menggunakan bambu- bambu sederhana yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Analisis tabel tunggal (tabel 4.8) diatas menunjukkan bahwasanya sebagian responden terlibat langsung dalam pembuatan jalan sebagai sarana dan prasarana di kawasan tersebut. Mereka ikut keliling mencari bambu, memotong, mengukur bahkan memakukan bambu- bambu tersebut disekitar kawasan tersebut. Seperti pernyataan dari informan (Rocky) :

“...Keliling aku nyari bambu-bambu ini, Bu. Dulu masih pake bambu-bambu bekas dekat hutan diambilin sama kayu-kayu batang pohon gitu, Bu. Namanya dulu masih tahap awal-awal kan, sampai akhirnya dapat bambu bagus terus jadi beli juga sekarang. Bambunya sampe ketengah sana pun sayalah salah satu yang buat, Bu..”

Selain pelaksanaan pembuatan jalan-jalan menggunakan bambu-bambu, masyarakat juga membuat rumah-rumah pohon yang cukup unik di kawasan tersebut. Pelaksanaan pembuatan rumah-rumah pohon ini bertujuan sebagai tempat duduk bagi para wisatawan yang akan berkunjung, dengan posisi rumah pohon yang dibangun mengarah ke arah luasnya pinggiran laut diharapkan mampu memberikan suasana yang rileks dan nyaman bagi para pengunjung yang datang.

Dalam pembuatan rumah pohon tersebut juga sebagian masyarakat ikut langsung dalam pelaksanaan pembuatannya. Mulai dari memilih kayu yang sesuai, memotong kayu tersebut sehingga membentuk ukuran yang sama untuk menampilkan rumah pohon yang menarik. Hal tersebut merupakan hal yang cukup sulit juga dikarenakan masyarakat hanya memanfaatkan bahan-bahan material yang ada di sekitaran mereka. Sehingga sulit mendapatkan kayu yang bagus untuk dijadikan rumah pohon. Namun beberapa masyarakat tersebut tidak menyerah dengan kondisi keterbatasan mereka melainkan mereka tetap maju menjalankan pelaksanaan pembuatan rumah pohon tersebut. Seperti pernyataan dari informan (Reza)

“..Susah sebenarnya kak ngumpulin kayu-kayu buat rumah pohon ini kak, karena kan kami pakai yang bekas-bekas pakai yang ada disini aja kak, tapi ya karena udah tekad dijalani aja..”

Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kawasan ekowisata mangrove tidak hanya dalam keterlibatan langsung dalam pelaksanaan, melainkan sebagian responden juga terlibat dalam memberi sumbangan dana, ide, gagasan

dan bahan-bahan(tabel 4.9). Hal tersebut dikarenakan keterbatasan dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi langsung seperti waktu, bagi mereka yang juga memiliki pekerjaan lain (4.31). Seperti pernyataan informan (Berto) :

“..Aku baru lagi disini kak.. habis pulang dari kerjaan kak..kuli bangunan kontrak soalnya aku kak.. jadi kalau lagi proyek ya keluar dulu nanti balik lagi kesini.. tapi sejauh ini aku ikut partisipasi dari dana juga sikit-sikitlah kak, kalau lagi disini tenaga juga dicurahkan kak..”

Selain persoalan waktu, persoalan kemampuan juga menjadi salah satu penghalang masyarakat bisa terlibat langsung dalam pelaksanaan. Seperti hasil Uji T (tabel 4.23) diatas yang menyatakan bahwa partisipasi perempuan cenderung lebih rendah dibanding dengan partisipasi perempuan. Perempuan dalam pelaksanaan pembangunan ekowisata ini lebih kepada persiapan bahan-bahan makanan, minuman bagi mereka yang bekerja langsung dikawasan ekowisata tersebut. Mereka paling jauh terlibat sebatas memilih lokasi penanaman mangrove. Seperti pernyataan dari informan (Mariaty) :

“Ikut Buk, tapi saya bagian yang masak untuk mereka ini anggota-anggota pengelolah mangrove ini Bu. Kan saya perempuan susah juga kalau tancap-tancapin bambu bu. Tapi kalau nancap dan nanam mangrove saya ikut Bu.”

Informan lainnya (Uci) juga mengatakan :

“Aku bantu Bu Mariati masak untuk anggota kak. Terus ikut milih tempat-tempat rumah pohon dimana cocoknya dibuat kak.”

Hal-hal diatas menunjukkan berbagai usaha partisipasi dari masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan kawasan ekowisata. Namun dibalik partisipasi tersebut masih banyak masyarakat yang tidak ikut terlibat dalam pelaksanaan pembangunan kawasan ekowisata tersebut. Pemahaman masyarakat yang hanya

sebatas mencari makan saja sudah cukup berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam pembangunan kawasan mangrove.

Berbagai alasan ketidakterlibatan mereka dalam pelaksanaan dimulai dari tidak tertariknya mereka melihat kawasan mangrove karena menganggap sudah tiap hari hidup dihimpit oleh hutan-hutan sehingga menganggap hutan mangrove tidak memiliki nilai daya tarik, selain itu tuntutan ekonomi yang menjadi fokus utama mereka sehingga mereka enggan memberi waktu, pikiran, tenaga bahkan dana untuk pelaksanaan pembangunan kawasan tersebut. Seperti pernyataan dari informan (Ati) :

“...Gak ikut dek, jualan kan ini dari pagi sampai siang. Siang aja udah capek, ngak pernahlah liat-liat kesana, Cuma sekali aja waktu itu tapi ya setelah jadi udah bagus gitu. Tapi mau gimana bosan juga liat hutan gitu, mau jadi apa coba. Orang luar aja yang tertarik lihat itu. Kalau kami yang udah dari kecil disini, blengger pun liat hutan gitu..gak tahu apa yang mau dinikmati dari hutan-hutan gitu..Cuma ditaruh jalan-jalan bambu gitu ajanya...”

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan ekowisata mangrove tidak memandang pendidikan responden. Seperti hasil Uji Kruskall Wallis (tabel 4.29) diatas yang menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat tidak didominasi oleh tingkat pendidikan apapun. Masyarakat yang berpartisipasi murni dari lapisan pendidikan apa saja dan bervariasi sehingga tidak ada yang mendominasi.

Hal tersebut juga sama dengan hasil dari Uji T (tabel 4.25) yang menunjukkan bahwa pandangan masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan kawasan ekowisata mangrove ini tidak memandang jenis kelamin. Walau pada partisipasinya terlihat ada perbedaan antara partisipasi perempuan dan laki-laki,

namun dalam memandang pembangunan kawasan ekowisata mangrove ini tidak didominasi oleh satu gender sekalipun. Seperti pernyataan dari Informan (Sarah) :

“..Ya kalau mau dibangun kawasan ya silakan aja dek, bagus kalau memang bisa dibuat jadi tempat wisata gitu..kalau rame suasana disini kan juga enak kan, jadi banyak orang kenal daerah ini..”

Dalam pelaksanaan pembuatan kawasan ekowisata ini tentu masyarakat memikirkan bagaimana keamanan dari keberadaan kawasan ekowisata tersebut. Dimana kondisi Sicanang yang dikenal dengan wilayah yang kurang aman tentu membuat masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian wilayah tersebut membuat adanya suatu usaha untuk tetap menjaga lingkungan tersebut. Salah satu alasan mereka untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan ekowisata ini guna meningkatkan keamanan wilayah mereka. Seperti hasil korelasi (tabel 4.19) yang menyatakan bahwa partisipasi memiliki hubungan yang kuat terhadap faktor keamanan. Hal tersebut dilengkapi dengan pertanyaan Informan (Reza) :

“...ngharapnya ya dengan adanya tempat wisata gini buat masyarakat jadi lebih aman kak, contohnya ya itu yang maling- maling mangrove itu kan jadi takut ngambil lagi karena udah di awasi terus kalau ada kawasan wisata ini kak...”