BAB III
METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif namun dalam pengumpulan data dan analisis data juga di menggunakan metode kualitatif. Kajian metode campuran adalah serangkaian pendekatan kuantitatif dan kualilatif dalam suatu metodologi penelitian pada kajian tunggal atau kajian beragam tahapan. (Tashakkori,2010)
Metode ini memberikan asumsi bahwa dalam menunjukkan arah atau memberi petunjuk tentang cara pengumpulan dan menganalisis data serta perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif melalui beberapa fase proses penelitian.Mixed methods researchberfokus pada pengumpulan dan analisis data serta memadukan antara data kuantitatif dan data kualitatif, baik dalamsingle study(penelitian tunggal) maupunseries study(penelitian berseri).
3.2. Lokasi Penelitian
adanyaekowisata mangrove ini tentu juga sangat membantu dalam menjaga kebertahanan hutan mangrove yang hampir punah di Indonesia dan menambah penghasilan bahkan membangkitkan potensi lain yang bisa dimiliki oleh masyarakat pesisir di Kelurahan Sicanang. Di samping itu peneliti melihat adanya partisipasi masyarakat dalam membangun ekowisata tersebut. Hal ini yang mendasari peneliti memilih lokasi tersebut sebagai lokasi penelitian peneliti.
3.3. Metode Penarikan Sampel
Dalam penelitian ini, pemilihan sampel/responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan metode simple random sampling (acak sederhana). Pada prinsipnya simple random samplingdilakukan dengan cara undian atau lottere. Dalam pelaksanaannya dapat berbentuk replacementyaitu dengan cara mengembalikan responden terpilih sebagai sampel kepada populasi untuk dipilih menjadi calon responden berikutnya. (Yusuf, 2014)
Peneliti mengambil sampel responden dari jarak terdekat (1 meter) hingga kejarak yang terjauh (1000 meter) dari lokasi ekowisata tersebut. Dalam hal ini peneliti akan mengklasifikasikan kriteria partisipasi responden berdasarkan jarak
tempat tinggal dengan lokasi ekowisata mangrove tersebut.
Tabel 3.1
Jumlah sampel responden berdasarkan pengelompokkan No. Pengelompokkan
Responden berdasarkan Jarak
Tempat Tinggal dengan Lokasi Kawasan Ekowisata
Mangrove
Jumlah penduduk
Persentase Sampel
1 0 – 150 meter 387 10% 39
2 160 – 500 meter 387 10% 39
3 500 – 1000 meter 387 10% 39
Total 117
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian. Langkah-langkah pengumpulan data primer adalah dengan cara :
1. Dokumentasi pengamatan dan pengambilan gambar yang di lakukan atau diambil secara langsung dari lapangan penelitian. 2. Kuesioner menyebarkan kuesioner dengan pertanyaan tertutup,
dimana responden bebas menentukan jawaban yang terbaik. Bentuk seperti ini dengan memakai pedoman untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang penelitian sehingga hasilnya bersifat valid.
3.5. Instrumen dan Aspek Pengukuran
a. Instrumen
Instrumen adalah alat yang dipakai untuk pengumpulan data berupa kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kuesioner berasal dari bahasa latin : Questionnaire, yang berarti suatu rangkaian pertanyaan dengan topik tertentu yang diberikan kepada sekelompok individu dengan maksud memperoleh data. (Yusuf, 2014) Kuesioner pada penelitian ini berisi pertanyaan mengenai partisipasi masyarakat dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove di Kelurahan Sicanang. Adapun pertanyaan tentang partisipasi dalam masyarakat ini menggunakan 3 acuan yaitu, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat.
b. Aspek Pengukuran
titik tolak ukur menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Untuk mengukur skala likert tersebut dibutuhkan skala perhitungan yang akan digunakan di aplikasi SPSS untuk berbagai uji analisis data. Pada penelitian ini kuesioner berisi berbagai pertanyaan yang menggunakan skala ordinal yang ditingkatkan menjadi interval dengan tujuan setiap jawaban responden memiliki tingkatan yang diubah dalam bentuk angka seperti 5,4,3,2,1 dan memiliki jarak yang sama. Skala pengukuran interval memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik berbeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai karakteristik seperti skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu berupa interval yang tetap. Dengan demikian, peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau objek dengan lainnya. Skala interval benar-benar merupakan angka (Sarwono, 2017)
Tabel 3.2
Skala penilaian Likert untuk pernyataan positif dan negatif
No Keterangan Skor
Positif
Skor Negatif 1 Sangat Setuju / Sesuai/Mendukung 5 1
2 Setuju/Sesuai/Mendukung 4 2
3 Ragu-ragu 3 3
4 Tidak Setuju/Tidak Sesuai/Tidak Mendukung 2 4 5 Sangat Tidak Setuju/Tidak Sesuai/Tidak
Mendukung
1 5
3.6. Pengolahan Data
Dalam penelitian kuantitatif peneliti dapat mengumpulkan data dari hasil kuesioner yang bersifat tertutup dan semi terbuka. Data tersebut semua umumnya masih dalam bentuk hasil penelitian langsung, oleh karena itu perlu diseleksi dan dibuat kategori-kategori. Disini peneliti akan mengelompokkan data yang diperoleh dilapangan berdasarkan tingkat partisipasi keterlibatan masyarakat dan komponen pembangunan kawasan ekowisata. Dari hasil penyebaran kuesioner yang selanjutnya akan dipelajari, ditelaah dan dianalisis secara kuantitatif, secara seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik. Pengelolahan data menggunakan SPSS 20.
3.7. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan. Data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap analisa, yaitu dengan menggunakan beberapa analisis yaitu:
1. Uji Korelasi
analisis untuk menentukan kekuatan hubungan diantara keduanya. Dalam kajian ini klasifikasi korelasi berdasarkan kepada ‘the rule of the thumb’ yang digunakan oleh Pearson Product Moment Correlation (r).
Adapun rumus untuk pengujian ini sebagai berikut :
r = nΣxy – (Σx) (Σy) . √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
n = Banyaknya Pasangan data X dan Y Σx = Total Jumlah dari Variabel X
Σy = Total Jumlah dari Variabel Y
Σx2
= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel X Σy2
= Kuadrat dari Total Jumlah Variabel Y
Σxy= Hasil Perkalian dari Total Jumlah Variabel X dan Variabel Y
Koefisien Korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefiesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan tingkat kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan antara dua variabel acak.
• Jika koefisien korelasi positif, maka kedua variabel
mempunyai hubungan yang searah. Artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula.
• Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua
Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel terdapat beberapa kriteria sebagai berikut (Suwarno,2006):
0 : Tidak ada korelasi antara dua variabel
>0-0,25 : Korelasi sangat lemah
>0,25-0,5 : Korelasi cukup
>0,5-0,75 : Korelasi kuat
>0,75-0,99 : Korelasi sangat kuat
1 : Korelasi sempurna
Dalam uji ini akan diolah dengan aplikasi spss dimana untuk melihat hasil dari r hitung. Jika hasilnya r hitung > dari r table artinya ha diterima dimana ada hubungan, ketika r hitung < dari r table artinya tidak terdapat hubungan. Analisis ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan setiap variabel umum maupun variabel kriteria dalam penelitian ini.
2. Uji Regresi Linear Sederhana
(Simple Linear Regression) juga merupakan salah satu metode statistik yang dipergunakan dalam produksi untuk melakukan peramalan ataupun prediksi tentang karakteristik kualitas maupun Kuantitas. Adapun rumus dalam pengujian ini sebagai berikut :
Y = a + bX Dimana :
Y = Variabel Response atau Variabel Akibat (Dependent) X = Variabel Predictor atau Variabel Faktor Penyebab (Independent)
a = konstanta
b = koefisien regresi (kemiringan); besaran Response yang ditimbulkan oleh Predictor.
Nilai-nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan Rumus dibawah ini :
a = (Σy)(Σx²) – (Σx)(Σxy) . n(Σx²) – (Σx)²
b = n(Σxy) – (Σx)(Σy) . n(Σx²) – (Σx)²
berlawanan dengan pembangunan, namun sebaliknya jika hasilnya (+) maka tingkat partisipasi memiliki hubungan yang positif terhadap pembangunan. Jika tingkat partisipasi tinggi maka pembangunan juga semakin tinggi.
3. Uji T (T Test)
Pengujian rata-rata satu sampel dimaksudkan untuk menguji nilai tengah atau rata-rata populasi µ sama dengan nilai tertentu µo, lawan hipotesis alternatifnya bahwa nilai tengah atau rata-rata populasi µ tidak sama dengan µo. Pengujian satu sampel pada prinsipnya ingin menguji apakah suatu nilai tertentu (yang diberikan sebagai pembanding) berbeda secara nyata ataukah tidak dengan rata-rata sebuah sampel. Nilai tertentu di sini pada umumnya adalah sebuah nilai parameter untuk mengukur suatu populasi.
kelompok laki-laki dan perempuan dalam berpartisipasi dan pandangannya terhadap pembangunan.
4. Uji Kruskal Wallis
Uji Kruskall Wallis merupakan uji yang memiliki tujuan untuk menguji perbedaan beberapa kelompok yang independen, minimal tiga kelompok. (Yusuf, 2014) Uji ini membantu menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara tiga atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Variabel indenpenden merupakan variable yang mempengaruhi variabel dependen atau merupakan variabel bebas satu sama lain, sedangkan variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi variabel independent atau merupakan variabel terikat. Dalam uji ini peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan partisipasi masyarakat berdasarkan kelompok variabel jarak rumah, kelompok usia, kelompok pekerjaan, kelompok penghasilan masyarakat, kelompok jenis kelamin. Uji ini juga digunakan karena skala untuk pengukuran dalam kuesioner ini berupa skala ordinal yang artinya dapat menggunakan uji ini. Adapun rumus untuk melakukan pengujian ini sebagai berikut :
H = � 12 � (�−1� �
�12
�1 +
�2 2
�2+
�32
�2… . . . …
��2
���-3(N + 1)
Keterangan :
R1 = Jumlah Rangking Kelompok 1
R3 = Jumlah Rangking Kelompok 3
R4 = Jumlah Rangking Kelompok k
N = Jumlah Semua Pengamatan
3.8. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data mengikuti atau mendekati distribusi normal atau tidak. Pada dasarnya uji normalitas adalah membandingkan antara data yang kita miliki dan data yang berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi yang sama dengan data kita. Uji normalitas menjadi hal yang penting karena salah satu syarat pengujian parametrik adalah data harus berdistribusi normal. Secara teoritis, semakin besar jumlah sampel, maka data akan cenderung berdistribusi normal. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval maupun rasio. Berhubung pada penelitian ini menggunakan pengukuran skala interval terhadap setiap jawaban yang ada dikuesioner dengan jarak jawaban 5,4,3,2,1 sehingga uji ini akan digunakan dalam penelitian ini. Uji ini akan digunakan untuk beberapa uji yang mensyaratkan melakukan pengujian ini dalam penggunaan uji analisisnya.
Berikut merupakan Dasar Pengambilan Keputusan (DPK) dalam uji normalitas (α dalam penelitian ini sebesar 0,05) :
Untuk jumlah responden 50 lihat sig pada table Shapiro Wilk
Untuk jumlah responden >50 lihat sig pada table Kolmogrov Smirnov
• Jika sig < α maka data berdistribusi tidak normal
3.9. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu instrumen dapat dilihat dari isi atau konsep maupun daya ramal yang terdapat pada instrumen itu.Validitas berfungsi untuk mengukur validnya instrumen (kuesioner) yang digunakan sesuai dengan topik pertanyaan yang hendak ingin diukur. Untuk mendapatkan hasil dari Uji Validitas tersebut maka dicari korelasi kedua instrumen tersebut secara keseluruhan maka diperoleh akan didapat nilai r-nya. Apabila nilai r (korelasi) itu setelah dibandingkan dengan nilai r tabel ternyata signifikan, maka dapat dikatakan bahwa tes/instrumen yang disusun sesuai atau sejajar dengan kriteria.
Menurut Sugiyono (2002:124) uji validitas data adalah teknik korelasi antara butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Untuk mencari nilai korelasinya penulis menggunakan rumus Pearson Product Moment :
Keterangan :
x = Variabel indenpenden
y = Variabel dependen
n = banyaknya sampel
program SPSS.
3.10.Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan konsistensi atau kestabilan skor suatu instrumen penelitian terhadap individu yang sama dan diberikan dalam waktu yang berbeda. Reliabilitas sebagai suatu perkiraan tingkatan (degree) konsistensi atau kestabilan antara pengukuran ulangan dan pengukuran pertama dengan instrumen yang sama. (Yusuf, 2014)
Uji ini digunakan untuk mengetahui ketepatan pengukuran objek yang dikaji yaitu untuk menentukan sejauh mana alat ukur dapat dipertanggung jawabkan ataupun jika diulangi pengukurannya akan menghasilkan data yang tidak berbeda. Uji reabilitas ini menggunakan alat ukur Alpha Cronbach. Apabila suatu komponen di uji akan menunjukkan angka lebih dari 0.50 berarti item-item kuesioner yang diukur telah mempunyai kepercayaan yang cukup berarti.
3.11.Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat dengan Pengkategorisasi Data di SPSS
BAB IV
TEMUAN DATA DAN ANALISIS DATA PENELITIAN 4.1. Profil Kelurahan Belawan Sicanang
4.1.1 Sejarah Singkat Kelurahan Belawan Sicanang
Sebelum dilakukan pemekaran Kelurahan, Pulau Sicanang ini masuk wilayah kerja Kelurahan belawan I yang di Pimpin Bapak. Badiuzzaman (Alm.) dan Purn. TNI-AL H. Harunsyah, Purn TNI-AL Slamet.Pada Tahun 1988 Pihak Pemerintah Kota Madya Medan melakukan Pemekaran Kelurahan di Kecamatan Medan Kota Belawan dari 4 (empat) Kelurahan menjadi 6 (enam) Kelurahan salah satunya adalah Kelurahan Belawan Sicanang. Kelurahan belawan sicanang beralamat di jalan. Kelapa No. 1 Belawan Sicanang, Medan Belawan Kota Medan. Jarak antara kantor kelurahan ke kantor kecamatan berjarak 4 KM, dan jarak dari kelurahan ke kantor walikota medan berjarak 26 KM.
4.1.2 LUAS DAN BATAS WILAYAH
Luas wilayah Kelurahan Belawan Sicanang 1510 Ha yang terbagi dalam 20 (Dua Puluh) Lingkungan. Letak Geografis dan Batas – Batas Wilayah Kelurahan Belawan Sicanang adalah sebagai berikut :
• Sebelah Utara berbatas dengan Sungai Pante, Sungai Belawan
• Sebelah Selatan berbatas dengan Kelurahan Labuhan Deli,
• Sebelas Timur berbatas dengan Kelurahan Bahari, Kelurahan
Bahagia
• Barat berbatas dengan Sungai Belawan, Kecamatan Hamparan
Perak
4.1.3 KEPENDUDUKAN
Kondisi Penduduk Kelurahan Belawan Sicanang yang padat bila di bandingkan denga luas wilayah yang terdiri dari berbagai etnis (suku), agama dan budaya dan tingkat Pendidikan yang berbeda dan apabila dipadukan secara harmonis menampakkan potensi sebagai modal dasar dalam Pembangunan di Kelurahan Belawan Sicanang dalam menumbuh kembangkan sifat kegotong royongan masyarakat yang terintegritas.
Keadaan data awal Tahun sebagai modal dasar (potensi) sebagai berikut :
Luas Wilayah :1510 Ha
Jumlah Lingkungan :20 Lingkungan
Jumlah Penduduk :16808 Jiwa
Jumlah Kepala Keluarga :3951 KK
Jumlah Pengurus LPM :28 Orang
Jumlah Pengurus PKK :29 Orang
Jumlah Posyandu :15 Posyandu
Jumlah Kelompok BKB :1 Kelompok
Jumlah PAUD :1 Kelompok Binaan
PKK
Jumlah Penduduk Kelurahan Belawan Sicanang yang tersebar 20 Lingkungan sejumlah 16808 Jiwa diantaranya Rumah Tangga Miskin sebanyak 1600 KK. Kelurahan Belawan Sicanang cukup luas sehingga lokasi tempat tinggal masyarakat dibagi menjadi 20 lingkungan. Lingkungan yang memiliki potensi mangrove berada pada lingkungan XI. Lingkungan XI merupakan wilayah yang padat akan penduduk, dimana wilayah XI memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.160 jiwa dengan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 582 jiwa dan penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 578 jiwa dengan total jumlah KK (Kepala Keluarga) sebanyak 260 jiwa. Berdasarkan hasil lingkungan tersebut sehingga yang menjadi objek penelitian pada penelitian ini ialah masyarakat sicanang yang berada pada lingkungan XI selaku masyarakat yang bertempat tinggal di daerah potensi mangrove.
4.2.PROFIL EKOWISATA MANGROVE SICANANG
medan merupakan merupakan kelembagaan di tingkat masyarakat yang anggotanya terdiri dari para pelaku kepariwisataan yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak dalam mendukung terciptanya iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan, ekosistem mangrove serta terwujudnya sapa pesona dalam meningkatkan pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan manfaatnya bagi kesejahteraan masyarakat.
Adanya kelompok pokdarwis ini dibentuk ialah untuk menyadarkan masyarakat dalam menjaga lingkungan khusunya hutan bakau atau mangrove, agar lingkungan terjaga dan tertata dengan baik. kelompok ini memiliki anggota sebanyak 58 orang dengan spesifikasi ketua, wakil ketua, sekretaris,wakil sekretaris, bendahara, dan memiliki sembilan bidang kegiatan yang dimana dari kesembilan bidang tersebut masing-masing dipimpin oleh ketua bidang dan anggotanya yaitu bidang kebersihan, bidang keamanan/ketertiban, bidang daya tarik dan kenangan, bidang hubungan masyarakat dan SDM, bidang pengembangan usaha, bidang keamanan parkirbidang pemandu, bidang pendidikan alam, bidang SAR, dan anggota pendukung.
bahwa dengan adanya kawasan ekowisata mangrove ini banyak berdampak positif bagi masyarakat sekitar.
4.3. Sejarah Pembangunan Ekowisata Mangrove di Lingkungan XI Kelurahan Sicanang Belawan.
Pembangunan ekowisata mangrove ini berawal dari program Yagasu (Yayasan Gajah Sumatera) yang bergerak dibidang pelestarian hutan mangrove di seluruh Indonesia. Salah satu wilayah yang mendapat perhatian rehabilitasi hutan mangrove yaitu Sumatera Utara. Lembaga Yagasu melalui proyek mereka di Pantai Utara ini berharap bisa menyelamatkan 9 juta ton karbon dalam sepanjang 20 tahun (Wihardandi, 2013) Hal tersebut dikarenakan sebagian besar kawasan mangrove di Indonesia kini berubah menjadi tambak udang dan menjadi kawasan pertanian, namun dengan ditinggalkannya pertambakan udang di sejumlah tempat maka proses penanaman mangrove kini kembali bisa dilakukan.
salah satu ketua organisasi Pemuda Pancasila di wilayah tersebut. Selain itu ia pula seorang yang memiliki ketertarikan dengan lingkungan khususnya tumbuhan mangrove. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya tumbuhan mangrove yang ia tanam di belakang rumahnya, ia bersama istrinya sering memanfaatkan buah hasil tumbuhan mangrove untuk menjadi pendapatan tambahan, dengan mengelola buah-buah tersebut menjadi berbagi jenis makanan seperti dodol, kerupuk dan sebagainya sehingga Yagasu mengajak bekerja sama dengan Rusmiono untuk menghimbau masyarakat setempat untuk ikut terlibat dalam pelestarian ekowisata tersebut. Yagasu memberi bantuan dengan mendirikan jalan yang terbuat dari beton sepanjang jalan menuju kawasan tersebut sebab infrastruktur jalan menuju kawasan mangrove tersebut masih sangat tidak layak untuk dilalu lalang oleh masyarakat. Dengan penanaman pokok mangrove kembali di sekitaran wilayah tersebut. Selama 2 tahun dari 2012-2014 program tersebut berlangsung disponsori oleh Yagasu.
kawasan mangrove. BKM mengadakan musyawarah dan membantu mengarahkan masyarakat untuk mau terlibat dalam partisipasi pembangunan kawasan ekowisata mangrove ini. Lewat BKM ini terbentuklah kelompok masyarakat yang disebut sebagai “Pokdarwis” yang setuju dan mau melakukan pembangunan kawasan ekowisata tersebut namun kelompok tersebut masih kecil dan masih acuh tidak acuh terhadap pembangunan kawasan tersebut.
Untuk mebantu pengelolaan dana dalam pembangunan kawasan ekowisata tersebut. Masyarakat membuat koperasi nelayan kecil-kecilan dengan harapan keuntungan dari koperasi tersebut dapat digunakan untuk pembangunan kawasan ekowisata tersebut. Mereka mengumpulkan dana dalam koperasi yang dana tersebut diputar guna untuk melangsungkan program pembangunan ekowisata tersebut, sehingga mulailah pembangunan pada ekowisata mangrove tersebut dengan kemampuan, modal, dana yang berasal dari masyarakat itu sendiri. Namun dana tersebut dirasa kurang dalam pembangunan kawasan tersebut. Rusmiono tak habis semangat dan akal ia terus mengajak masyarakat untuk bermusyarawah supaya semakin banyak masyarakat yang mau berpartisipasi dalam pembangunan ini. Melihat respon masyarakat yang masih belum bisa memenuhi segala kebutuhan dalam pembangunan, Rusmiono akhirnya menjual salah satu rumahnya dengan menukar rumah tersebut guna membangun sarana dan prasarana ekowisata mangrove tersebut.
selaku ketua kelompok masyarakat mangrove itu, ia ragu dapat melanjutkan pembangunan ekowisata tersebut karena sesungguhnya masyarakat acuh tak acuh dalam menjalankan proses pembangunan itu. Belum lagi daerah Sicanang dahulu terkenal sebagai tempat prostitusi yang lumayan besar, citra Sicanang juga cukup buruk ditambah dengan banyaknya generasi-generasi muda yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut merupakan tantangan yang cukup besar dalam melakukan pembangunan ini.
dana dari mobil tersebut dapat ditukar lagi dengan pengelolaan kawasan ekowisata tersebut.
Pembangunan dilakukan secara berangsur dari yang hanya pembangunan jalan sampai kepada dibangunnya rumah-rumah pohon sebagai tempat untuk berteduh, musholla di tengah-tengah tumbuhan mangrove hingga tempat makan untuk pelanggan yang ingin berkunjung ke ekowisata mangrove tersebut. Dalam setahunan ini pembangunan ekowisata tersebut sangat signifikan tidak hanya sampai disitu, masyarakat memiliki goal dalam pembangunan ekowisata ini sampai kepada pengelolaan kepiting yang akan dikembangbiakkan, sehingga tempat ekowisata ini bisa menjadi tempat wisata yang menyediakan berbagai jenis makanan seafood dan sebagai tempat wisata yang cukup besar dan menarik.
4.4. Gambaran Masyarakat Lingkungan XI Tabel 4.1
Jumlah masyarakat dibagi menjadi 4 kelompok No. Pengelompokkan
sampel berdasarkan jarak tempat tinggal dengan lokasi kawasan
ekowisata mangrove
Jumlah penduduk
Persentase Sampel
1 1 – 150 meter 387 10% 39
2 160 – 500 meter 387 10% 39
3 500 – 1000 meter 387 10% 39
Total 117
bagaimana partisipasi masyarakat berdasarkan jarak lokasi mangrove dengan tempat tinggal. Berhubung masyarakat pada lingkungan XI merupakan masyarakat padat penduduk sehingga peneliti membagi jumlah populasi secara rata untuk mendapatkan sampel yang dapat mewakili hasil dari penelitian ini.
Seperti pada tabel 4.1 masyarakat yang menjadi populasi ialah masyarakat yang bertempat tinggal di lingkungan XI dengan jumlah penduduk sebanyak 1.160 jiwa dan dibagi menjadi 3 wilayah berdasarkan jarak lokasi dimana pada jarak pertama ialah 0-150 meter dengan jumlah populasi dibagi rata dari 1.160 yaitu 387 jiwa, kemudian masyarakat yang berjarak dari lokasi mangrove 160-500 meter yaitu 387 jiwa, masyarakat yang berjarak 501-1.000 meter sebanyak 387 jiwa, sehingga setiap unit dari jarak mangrove dan lokasi tempat tinggal diambil 10% dari jumlah penduduk sebanyak 39 jiwa/jarak tempat tinggal. Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat maka peneliti menambah responden yaitu anggota pengelola kawasan ekowisata sebanyak 30 orang yang terlibat dalam ekowisata mangrove. Jadi, total responden pada penelitian ini ialah 147 responden.
4.5. Karakteristik Responden
analisis data ada interpretasi langsung berdasarkan data dan informasi yang di peroleh dari lapangan.
4.5.1 Identitas Responden
Tabel 4.2
Komposisi Responden berdasarkan umur
Umur F %
15-19 18 12,2
20-24 18 12,2
25-29 11 7,5
30-34 23 15,6
35 ke atas 77 52,4
Total 147 100,0
N=147
Sumber : Data Kuesioner, Maret 2017
Tabel 4.3
Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan F %
SD 28 19,0
Tidak Tamat SD 38 25,9
Tidak Tamat SMA 31 21,1
Tamat SMA 42 28,6
Diploma/Perguruan
Tinggi 8 5,4
Total 147 100,0
N=147
Sumber : Data Kuesioner, Maret 2017
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat adanya beragam status pendidikan responden penelitian. Dimulai dari responden berpendidikan SD sebanyak 28 orang dengan presentase 19,0 %, kemudian responden yang tidak tamat SD sebanyak 38 orang dengan presentase 25,9%, responden yang berpendidikan tidak tamat SMA sebanyak 31 orang dengan presentase 21,1%, responden yang tamat SMA sebanyak 42 orang dengan presentase 28,6% sedangkan responden yang Diploma/Perguruan Tinggi hanya sebanyak 8 orang dengan presentase 5,4%, sehingga responden paling banyak ialah responden tamat SMA.
Tabel 4.4
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin F %
Laki-laki 77 52,4
Perempuan 70 47,6
Total 147 100,0
N =147
Sumber : Data Kuesioner, Maret 2017
kelamin yaitu sebanyak 77 orang laki-laki dengan presentase 52,4% dan perempuan sebanyak 70 orang dengan persentase 47,6%. Dari data diatas pada penelitian ini, laki-laki yang lebih banyak menjadi responden dibandingkan perempuan dengan perselisihan angka yang sangat sedikit
Tabel 4.5
Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Jenis Pekerjaan F %
Nelayan 32 26,8
Petani Tambak 2 3,7
Pedagang 23 20,6
Buruh harian 19 17,2
Lainnya 34 31,7
Total 110 100,0
N = 147
Sumber : Data Kuesioner, Maret 2017
Pada tabel 4.5 terdapat beberapa jenis pekerjaan responden berdasarkan pilihan dari kuesioner yang peneliti bagikan diantaranya Nelayan sebanyak 32 orang dengan persentase 26,8%, Petani Tambak sebanyak 2 orang dengan persentase 3,7%, Pedagang sebanyak 23 orang dengan persentase 20,6%, Buruh harian sebanyak 19 orang dengan persentase 17,2%, dan yang memiliki pekerjaan lain sebanyak 34 responden dengan 31,7%. Pekerjaan lain dari responden diantaranya pelajar, ibu rumah tangga, gojek, tukang becak dan wiraswasta dan sisa responden sebanyak 37 orang tidak menjawab pekerjaannya.
persentase 18,4%, penghasilan 1.500.001-2.000.000 sebanyak 25 orang dengan persentase 17,0%, penghasilan lebih dari 2.000.001 sebanyak 19 orang dengan persentase 12,9% dan responden yang tidak menjawab jumlah penghasilannya sebanyak 2 orang dengan persentase 1,4% sehingga mayoritas responden dalam penelitian ini berpenghasilan sebanyak 501.000-1.000.000.
Tabel 4.6
Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Penghasilan
Jumlah Penghasilan F %
<500.000 31 21,1
501.000-1.000.000 43 29,3
1.000.001-1.500.000 27 18,4
1.500.001-2.000.000 25 17,0
>2.000.001 19 12,9
Missing System 2 1,4
Total 145 98,6
Subtotal 147 100
N =147
Sumber : Data Kuesioner, Maret 2017
Tabel 4.7
Komposisi Responden Berdasarkan Jarak Rumah
Jarak Rumah F %
1-150 meter 43 29,3
151-500 meter 43 29,3
501-1.000 meter 61 41,5
Total 147 100,0
N = 147
Sumber : Data Kuesioner, Maret 2017
4.5.2 Analisis Tabel Tunggal
Tabel 4.8
Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan
N=147
Sumber : Data lapangan, 2017
Pertanyaan Jawaban %
Keterlibatan semua masyarakat dalam
musyawarah perencanaan ekowisata mangrove
Ikut hadir dalam musyawarah pembuatan kawasan mangrove
66 Tidak ingat bahwa ada atau tidaknya
musyawarah Tidak mendengar bahkan tidak ikut
sama sekali dalam musyawarah pembuatan kawasan mangrove
Sangat Tidak Setuju 1
(,7%)
Keikutsertakan masyarakat dalam memikirkan
pembuatan jalan menuju ekowisata mangrove
Sangat memikirkan dan mencari cara untuk membuatnya
28 (19,0%) Hanya memikirkan saja 42
(28,6%)
Ikut-ikutan saja 16
(10,9%) Tidak memikirkan karena merasa
tidak penting
53 (36,1%) Tidak mau tahu sama sekali dengan
proses pembuatan jalan
Tabel 4.9
Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan
Pertanyaan Jawaban %
Kemauan masyarakat terlibat dalam
pelaksanaan pembuatan ekowisata mangrove
Secara sadar, sangat perlu terlibat dalam pelaksanaan pembuatan ekowisata
22 (15,0%) Jika disuruh, mau terlibat dalam pelaksanaan
pembuatan ekowisata
63 (42,9%) Ragu mau atau tidak terlibat dalam pelaksanaan
pembuatan ekowisata
19 (12,9%) Tidak perlu terlibat dalam pelaksanaan
pembuatan ekowisata
41 (27,9%) Sangat tidak mau terlibat dalam pembuatan
ekowisata
Ikut langsung terlibat bekerja melaksanakan pembuatan sarana dan prasarana
41 27,9% Ikut hanya dalam bentuk dana, ide, gagasan
ataupun usulan tetapi tidak ikut bekerja
12 8,2% Setuju dibangunnya kawasan ekowisata tetapi
tidak mau ikut terlibat dalam pelaksanaan
19 12,9% Tidak ikut terlibat dalam pelaksanan 74
50,3% Tidak setuju sama sekali dengan pelaksanaan 1
,7%
Keterlibatan masyarakat ikut dalam menanam mangrove disekitar kawasan mangrove
Ikut langsung terlibat bekerja melaksanakan penanaman mangrove
44 (29,9%) Ikut hanya dalam bentuk dana, ide, gagasan
ataupun usulan tetapi tidak ikut bekerja
8 (5,4%) Setuju dibangunnya kawasan ekowisata tetapi
tidak mau ikut terlibat dalam pelaksanaan
20 (13,6%) Tidak ikut terlibat dalam pelaksanan 72
(49,0%) Tidak setuju sama sekali dengan pelaksanaan 3
(2,0%) N=147
Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.10
Partisipasi Masyarakat Dalam Penerimaan dan Pemanfaatan Hasil
Pertanyaan Jawaban %
Keterlibatan masyarakat dalam musyawarah mengenai pemanfaatan dan bagi hasil dari adanya kawasan ekowisata mangrove
Ikut terlibat langsung dalam musyawarah penerimaan dan pemanfaatan hasil
25 (17,0%) Pernah mendengar adanya musyawarah
penerimaan dan pemanfaatan hasil
46 (31,3%) Tidak ingat pernah atau tidak
dimusyawarahkan
23 (15,6%) Tidak pernah mendengar adanya
musyawarah
29 (19,7%) Tidak ikut terlibat sama sekali dalam
musyawarah
Secara Sadar, Ingin terlibat langsung dalam kelompok masyarakat
36 (24,5%) Jika disuruh mungkin mau terlibat dalam
kelompok masyarakat
64 (43,5%) Ragu mau atau tidak terlibat dalam
kelompok masyarakat
15 (10%) Tidak mau terlibat dalam kelompok
masyarakat
27 (18,4%) Malas terlibat dalam kelompok
masyarakat
Ikut terlibat langsung dalam kelompok masyarakat
31 (21,1%) Ikut menjaga tetapi tidak langsung 20
(13,6%) Ragu apakah ikut atau tidak dalam
menjaga
24 (16,3%) Tidak ikut terlibat dalam kelompok
masyarakat
68 (46,3%) Tidak mau terlibat sama sekali dalam
kelompok masyarakat
4 (2,7%) N=147
Sumber : Data lapangan, 2017
menjaga kawasan tersebut dengan melestarikan wilayah tersebut menjadi kawasan ekowisata mangrove namun hanya 31(21,1%) responden yang menyatakan mau terlibat dalam kelompok pengelolah kawasan ekowisata mangrove.
Tabel 4.11
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengawasan dan Penilaian Hasil
Pernyataan Jawaban %
Sering ikut mengikuti musyawarah penentuan jadwal pengawasan
23 (15,6%) Pernah ikut terlibat dalam
musyawarah penentuan jadwal pengawasan
26 (17%) Ragu ikut atau tidak dalam
musyawarah penentuan jadwal pengawasan
9 (6,1%) Tidak mendengar adanya musyawarah
penentuan jadwal pengawasan
75 (51,0%) Tidak mau terlibat dalam musyawarah
penentuan jadwal pengawasan
Ikut langsung dalam mengawasi dan menilai
37 (25%) Ikut namun tidak langsung terlibat
dalam mengawasi dan menilai
17 (11,6%) Tidak tahu terlibat atau tidak dalan
mengawasi dan menilai
13 (8,8%) Tidak ikut terlibat dalam mengawasi
dan menilai
68 (46,3%) Tidak mau terlibat dalam mengawasi
dan menilai
12 (8,2%) N=147
Sumber : Data lapangan, 2017
Dalam pengawasan tersebut maka dibuat musyawarah untuk menentukan jadwal penjagaan dan pengawasan dari masyarakat yang terlibat dalam pengelola kawasan mangrove tersebut. Musyawarah untuk menentukan jadwal pengawasan dilakukan sebanyak 1 kali dalam sebulan dan masyarakat yang terlibat dalam musyawarah tersebut adalah masyarakat yang terlibat dalam anggota pengelolah mangrove. 23(15,6%) responden menyatakan sering ikut terlibat dalam musyawarah penentuan jadwal pengawasan dan penilaian hasil sedangkan 26(17%) hanya pernah ikut dalam musyawarah namun tidak intensif dan selebihnya masyarakat tidak ikut terlibat sama sekali dalam musyawarah pengawasan dan penilaian hasil.
Tabel 4.12
Sangat mengetahui bahwa wilayah tersebut cocok dijadikan kawasan
ekowisata
85 (57,8%) Hanya sebatas tahu saja 60
(40,8%)
Ragu-ragu 1
(7%) Tidak tahu sehingga kurang sesuai
dijadikan kawasan ekowisata mangrove
1 (7%) Sangat tidak cocok dijadikan kawasan
ekowisata mangrove
Kondisi wilayah sangat mendukung untuk dilestarikannya hutan mangrove
sebagai kawasan ekowisata
27 (17,9%) Jika perlu, ya dilestarikan sebagai
kawasan ekowisata mangrove tetapi ragu untuk terlibat
95 (62,9%) Ragu perlu dilestarikan atau tidak 10
(6,6%) Tidak perlu dilestarikan sebagai
kawasan ekowisata mangrove
15 (9,9%) Untuk apa dilestarikan, tidak ada
gunanya.
- N=147
Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.13
Sangat mengetahui bahwa wilayah tersebut memiliki potensi hutan mangrove
58 (38,4%) Tahu saja namun kurang peduli akan
keberadaannya
84 (55,6%)
Ragu-ragu 3
(2,0%)
Kurang mengetahui 1
(,7%) Tidak mengetahui sama sekali 1
(,7%)
Sangat merasakan manfaatnya langsung dari adanya sumber daya yang dikelolah
menjadi kawasan mangrove saat ini
45 (29,8%) Merasakan manfaat dan hasilnya namun
tidak secara langsung
83 (55,0%) Ragu-ragu ada atau tidak manfaatnya 12
(7,9%) Tidak merasakan manfaat dengan adanya
sumber daya mangrove
6 (4,0%) Tidak mendapatkan manfaat dan hasil sama
sekali
1 (,7%) N=147
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
Tabel 4.14
Sangat aman jika dijakdikan kawasan ekowisata
121 (80,1%) Mungkin aman jika dijadikan kawasan
ekowisata
10 (6,6%) Ragu-ragu aman atau tidak 9
(6,0%) Tidak aman jika dijadikan kawasan
ekowisata mangrove
4 (2,6%) Berbahaya jika dijadikan kawasan
ekowisata
Sangat setuju dan perlu adanya pos pengamanan untuk menjaga kawasan
ekowisata
53 (35,1%) Mungkin perlu adanya pos
pengamanan untuk menjaga kawasan ekowisata
44 (29,1%)
Ragu-ragu 5
(3,3%) Tidak perlu adanya pos pengamanan 43
(28,5%) Tidak mau tau perlu atau tidaknya pos
pengamanan
2 (1,3%) N=147
Sumber : Data lapangan, 2017
masyarakat pendatang merasa enggan jika memasuki kawasan tersebut. Namun beberapa informan menyatakan bahwa kondisi tersebut terjadi pada kurang lebih 5 tahun yang lalu kini wilayah mereka tersebut sudah cukup aman untuk dijadikan kawasan ekowisata mangrove seperti hasil dari 121(80,1%) responden yang menyatakan bahwa wilayah tersebut aman jika dijadikan kawasan ekowisata mangrove. Walaupun kondisi tersebut sudah cukup aman untuk saat ini mereka tetap menyatakan perlu dibuat adanya pos pengamanan untuk menjaga kawasan tersebut baik dari faktor eksternal seperti perampokan ataupun sebagainya bagi pendatang serta pencurian mangrove bagi mereka yang terlibat dalam kelompok pengelolah kawasan mangrove.
Sangat banyak pertentangan dari pihak-pihak lain
68 (45,0%) Mungkin ada pertentangan dari
pihak-pihak lain
55 (36,4%) Ragu-ragu atau tidaknya ada
pertentangan
4 (2,6%)
Tidak ada pertentangan 17
(11,3%) Tidak ada pertentangan sama sekali 3
(2,0%)
Mengetahui banyak pihak-pihak yang ingin menguasai kawasan ini sebagai
kepentingan pribadi
21 (13,9%) Ada pihak-pihak yang ingin menguasai
kawasan ini sebagai kepentingan pribadi
62 (41,1%) Ragu mengetahui atau tidak 32
(21,2%) Tidak ada pihak-pihak yang ingin
menguasai kawasan ini
21 (13,9%) Tidak mengetahui sama sekali adanya
pihak yang ingin menguasai kawasan ini.
Tabel 4.15 di atas menjelaskan salah satu indikator dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove ialah konflik kepentingan. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu pembangunan tetap ada halangan atau hambatan dalam proses pembangunannya salah satunya adalah konflik kepentingan. Sebuah proses pembangunan tidak berlangsung secara sempurna karena sebagian masyarakat merasa enggan terlibat karena menganggap adanya pihak-pihak yang ingin menikmati hasil dan adanya kawasan tersebut secara pribadi. Seperti 68(45,0%) responden menyatakan bahwa pembangunan tersebut memiliki pertentangan dari pihak lain, namun pertentangan itu muncul ketika pembangunan kawasan tersebut telah berlangsung. Pada awalnya tidak terdapat konflik kepentingan di dalam pelaksanaan pembangunan kawasan tersebut karena banyak masyarakat yang merasa keberadaan kawasan tersebut tidak berarti apa-apa, namun setelah pembangunan berlangsung banyak masyarakat yang merasa keberatan dengan adanya kawasan tersebut dengan memunculkan isu bahwa terdapat pihak-pihak pribadi yang ingin mengelola kawasan tersebut menjadi kepemilikan pribadi.
4.6. Uji Validitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukuran dalam melakukan fungsi ukurnya yaitu
agar data yang diperoleh bisa relevan/sesuai dengan tujuan diadakannya
pengukuran tersebut. Dari semua pertanyaan kuesioner dalam penelitian ini telah
batas kritis sebesar 0,30 sehingga setiap pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan
valid. Untuk keterangan lebih detail dapat dilihat di tabel V di lampiran.
4.7.Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah kehandalan berkaitan dengan estimasi sejauh mana suatu alat ukur dilihat dari stabilitas atau konsistensi internal dari informasi, jawaban dan pertanyaan, jika pengukuran atau pengamatan dilakukan berulang. Pengujian reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan formula Alpha’s Cronbach. Jika koefisien reliabilitas (α) ≥ 0,6 maka alat ukur dianggap reliabel (handal) atau
terdapat internal consistency reliability. Uji reliabilitas terhadap kedua variabel penelitian memperlihatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 4.16
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
,947 54
N=147
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
Pada tabel 4.16nilai Alpha Cronbach sebesar 0,947 dan mendekati nilai 1. Artinya nilai realibitas diatas angka normal (0,6) dan kuesioner ini sangat realiabel.
4.8. Uji Korelasi
dua variabel dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Dalam pengujian ini setiap variabel di uji secara satu per satu antara variabel untuk melihat seberapa besar variabel masing-masing mempengaruhi variabel lainnya.
Tabel 4.17
Hubungan Partisipasi Masyarakat Dengan Marginal Lahan
Uji Korelasi Variabel Korelasi
Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan 0,659* Keterlibatan Masyarakat Dalam Pelaksanaan 0,629** Keterlibatan Masyarakat Dalam Penerimaan dan
Pemanfaatan Hasil
0,615** Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengawasan dan
Penilaian Hasil
0,644** Sumber : Data lapangan, 2017
tersebut memiliki hubungan yang kuat antara partisipasi masyarakat dengan marginal lahan (aksesbilitas, topografi, kemiringan tanah).
Tabel 4.18
Hubungan Partisipasi Masyarakat Dengan Ketersediaan Sumber Daya
Variabel Partisipasi Korelasi
Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan 0,603** Keterlibatan Masyarakat Dalam Pelaksanaan 0,445** Keterlibatan Masyarakat Dalam Penerimaan dan
Pemanfaatan Hasil
0,481** Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengawasan dan
Penilaian Hasil
0,381** Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.19
Hubungan Partisipasi Masyarakat Dengan Faktor Keamanan
Variabel Partisipasi Korelasi
Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan 0,480* Keterlibatan Masyarakat Dalam Pelaksanaan 0,628** Keterlibatan Masyarakat Dalam Penerimaan dan
Pemanfaatan Hasil
0,637** Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengawasan dan
Penilaian Hasil
0,609** Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.20
Hubungan Partisipasi Masyarakat Dengan Konflik Kepentingan
Variabel Partisipasi Korelasi
Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan 0,171* Keterlibatan Masyarakat Dalam Pelaksanaan 0,082* Keterlibatan Masyarakat Dalam Penerimaan dan
Pemanfaatan Hasil
0,094 Keterlibatan Masyarakat Dalam Pengawasan dan
Penilaian Hasil
0,023 Sumber : Data lapangan, 2017
Pada tabel 4.20 diatas menjelaskan mengenai hubungan dari keterlibatan masyarakat dalam perencanaan saja yang memiliki hubungan yang kuat karena r hitung memiliki nilai > dari r tabel dimana nilai dari r tabel sebesar 0,1620< r hitung 0,171*. Nilai signifikansi sebesar 0,038 < 0,05 yang berarti hubungan antara kedua variabel mempunyai dua arah (2-tailed) dan bernilai positif sedangkan ketiga variabel partisipasi lainnya dimulai dari keterlibatan dalam pelaksanaan 0,082 < 0,1620, keterlibatan dalam penerimaan dan pemanfaatan hasil 0,094 < 0,1620 serta keterlibatan dalam pengawasan dan penilaian hasil 0,023 < 0,1620 sehingga ketiga variabel partisipasi tersebut memiliki hubungan yang cenderung lemah antara variabel partisipasi dengan konflik kepentingan, namun pada variabel perencanaan uji korelasi menyatakan terdapat hubungan yang kuat antara keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dengan konflik kepentingan.
4.8.1 Hubungan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Ekowisata Mangrove
kuat karena nilai r hitung (0,713**) > r tabel (0,2118). Nilai signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 yang berarti hubungan antara kedua variabel mempunyai dua arah (2-tailed) dan bernilai positif. Sehingga kesimpulan dari uji korelasi pada tabel ini Ha diterima yang menyatakan terdapat hubungan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembangunan kawasan ekowisata mangrove di Kelurahan Sicanang.
Tabel 4.21
Correlations
X Y
X
Pearson Correlation 1 ,713**
Sig. (2-tailed) ,000
N 147 147
Y
Pearson Correlation ,713** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 147 147
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber : Data lapangan, 2017
4.9. Uji Regresi Linear Sederhana Y= a + bX
Y= 64,124 + 0,281X
Tabel 4.22
a. Dependent Variable: Y
Sumber : Data lapangan, 2017 4.10. Uji T ( T Test)
4.10.1 Uji T Partisipasi Masyarakat
Uji ini untuk mengetahui perbedaan rata-rata partisipasi antara perempuan dan laki-laki dalam tingkat partisipasinya terhadap pembangunan kawasan ekowisata mangrove.
Tabel 4.23
Uji Perbedaan Partisipasi Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Responden
N (Jumlah)
Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Partisipasi Laki-laki 77 106,04 23,451 2,672
Perempuan 70 97,20 21,988 2,628
Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.24
Sumber : Data lapangan, 2017
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
(2-Pada tabel group statisticstabel 4.24 menunjukkan responden laki-laki sebanyak 77 orang dengan nilai mean sebesar 106,04 sedangkan perempuan sebanyak 70 orang dengan nilai mean sebesar 97,20. Pada tabel Idenpendent Samples Test tabel 4.25 untuk melihat homogen atau tidaknya data sebagai berikut : p>0,05 yaitu 0,327 > 0,05 maka data ini bersifat data homogen. Dari tabel tersebut nilai sig. nya sebesar 0,020 atau p < 0,05 yang artinya terdapat perbedaan tingkat partisipasi yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga hasil dari uji di atas menyatakan rata-rata tingkat partisipasi laki-laki lebih tinggi dibanding dengan tingkat partisipasi perempuan.
4.10.2 Uji T Pembangunan Ekowisata
Uji ini untuk mengetahui perbedaan rata-rata pandangan terhadap pembangunan kawasan ekowisata mangrove antara laki-laki dan perempuan.
Tabel 4.25
Uji T Perbedaan Pembangunan Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Responden
N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Pembangunan Laki-laki 77 93,96 8,566 ,976
Perempuan 70 91,39 9,562 1,143
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
laki-laki dan perempuan. Sehingga hasil dari uji di atas menyatakan pandangan pembangunan laki-laki dan perempuan rata-rata sama.
Tabel 4.26
Sumber : Data lapangan, 2017
4.11. Uji Kruskall
Uji Kruskall pada penelitian ini untuk melihat adakah perbedaan signifikan antara partisipasi masyarakat berdasarkan jarak rumah dengan lokasi ekowisata mangrove, status pendidikan responden, status pekerjaan responden, umur responden serta penghasilan responden. Variabel-variabel tersebut dapat dijadikan acuan untuk melihat perbedaan partisipasi masyarakat berdasarkan variabel identitas responden. Seperti penjelasan berikut ini :
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
(2-4.11.1 Uji Kruskall Berdasarkan Kelompok Jarak Rumah Tabel 4.27
Perbedaan Partisipasi Responden berdasarkan Jarak Rumah
Ranks
Sumber : Data lapangan, 2017
Pada tabel 4.27 diatas data menunjukkan ranking. Pemeringkatan ini menunjukkanbahwa rata-rata rangking untuk partisipasi masyarakat berdasarkan jarak tempat tinggal dengan jarak 1-150 sebesar 76.50, 151-500 sebesar 54.49 dan 501-1.000 sebesar 85.99.
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Berapa jarak rumah Saudara dari lokasi ekowisata mangrove?
Sumber : Data lapangan, 2017
bermakna secara statistik. Hasil ini menunjukkan bahwa yang paling banyak berpartisipasi dalam pembangunan ekowisata mangrove dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan penerimaan hasil serta pengasawan dan penilaian hasil ini ialah masyarakat yang bertempat tinggal terjauh dari kawasan ekowisata mangrove dengan jarak 501-1.000 meter. Kelompok masyarakat yang bertempat tinggal lebih jauh dari kawasan ekowisata mangrove ternyata memiliki partisipasi lebih tinggi dibanding dengan kelompok masyarakat yang tinggal di 151-150 meter dan 151-500 meter. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara terhadap beberapa informan menyatakan bahwa masyarakat yang paling banyak berpartisipasi memang masyarakat yang berada di ujung lingkungan XI. Mereka merupakan hasil rekrutan ketua pengelolah mangrove yang rumahnya tidak berjauhan dengan tempat tinggal ketua pengelolah mangrove. Dimana masyarakat yang berada pada wilayah tersebut merupakan masyarakat yang paling banyak tidak memiliki pekerjaan dan pemuda-pemuda yang cukup diasingkan karena sebagian besar dari mereka dahulunya adalah pelaku-pelaku tindakan negatif seperti pengguna narkoba, pelaku begal, perampok dan sebagainya. Kegigihan Rusmiono sebagai ketua pengelolah mangrove mampu meluluhkan mereka untuk terlibat dalam kegiatan positif seperti pembangunan kawasan ekowisata mangrove tersebut. Seperti pernyataan Informan Rusmiono yang mengatakan :
Jadi dengan adanya kawasan ini kan kita memberi kesempatan bagi mereka untuk bisa merasakan gimana rasanya mengelolah usaha ya lewat wisata ini, Bu. Selain itu ini harapannya ya bisa jadi usaha bagi pensiunan nelayan nanti, Bu. Jadi gak Cuma capek-capek ngelaut, umur kan tambah tua, dengan adanya ini berharap nanti bisa jadi usaha bersama supaya gak gini-gini aja hidup nelayan, Bu..”
Sedangkan masyarakat yang tinggal dekat dengan kawasan tersebut merupakanmasyarakat pedagang dan memiliki beragam pekerjaan yang merasa pesimis terhadap keberadaan potensi mangrove yang bisa dikelola menjadi kawasan ekowisata. Selain itu masyarakat yang dekat dengan kawasan tersebut menyatakan mereka bosan melihat hutan-hutan begitu sehingga tidak ada nilai yang menarik dengan dibuatnya kawasan ekowisata di daerah mereka. Seperti pernyataan Informan (Siti) :
4.11.2 Uji Kruskal Berdasarkan Kelompok Status Pendidikan Tabel 4.29
Perbedaan Partisipasi Responden berdasarkan Status Pendidikan
Ranks
Pendidikan responden N Mean Rank
X (Partisipasi)
SD 28 62,84
Tidak Tamat SD 38 83,28
Tidak Tamat SMA 31 63,63
Tamat SMA 42 77,44
Diploma/Perguruan Tinggi 8 91,13
Total 147
Sumber : Data lapangan, 2017
Pada tabel 4.29 diatas data menunjukkan ranking. Pemeringkatan ini menunjukkan bahwa rata-rata rangking untuk partisipasi masyarakat berdasarkan kelompok status pendidikan dengan status pendidikan SD sebesar 62.84, Tidak Tamat SD sebesar 83.28, Tidak Tamat SMA sebesar 63.63, Tamat SMA sebesar 77.44 dan Diploma/Perguruan Tinggi sebesar 91.13%
Tabel 4.30
Test Statisticsa,b
X
Chi-Square 7,139
Df 4
Asymp. Sig. ,129
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Pendidikan responden
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove tersebut. Hal tersebut dikarenakan masyarakat lingkungan XI kelurahan Sicanang memiliki beragam tingkat pendidikan yang pada umumnya mereka tidak berorientasi pada pendidikan, Fatwamati (2014) menyatakan kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal akses pendidikan dan layanan kesehatan), dan kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Kondisi masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan diberbagai kawasan pada umumnya ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, ket
erbelakangan sosial-budaya, rendahnya sumber daya manusia (SDM). Sehingga dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat lingkungan XI Kelurahan Sicanang tidak tergantung pada tingkat pendidikannya.
4.11.3 Uji Kruskal Berdasarkan Kelompok Status Pekerjaan Tabel 4.31
Perbedaan Partisipasi Berdasarkan Kelompok Status Pekerjaan
Ranks
Pekerjaan responden N Mean Rank
X (Partisipasi)
Nelayan 32 75,78
Petani Tambak 2 64,50
Pedagang 23 45,43
Buruh harian 19 37,82
Lainnya 34 52,57
Total 110
Sumber : Data lapangan, 2017
37.82, dan pekerjaan lainnya sebanyak 52,57. Untuk pekerjaan lainnya selain dari yang terlampir dalam pilihan kuesioner akan dijabarkan pada tabel selanjutnya.
Tabel 4.32
Test Statisticsa,b
X
Chi-Square 21,526
Df 4
Asymp. Sig. ,000
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Pekerjaan responden
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
dalampekerjaan melaut membantu orangtuanya. Sudarso (2016) menyatakan bahwa dikalangan keluarga nelayan tradisional, mempekerjakan anak-anak untuk ikut membantu orang tua mencari nafkah dalam usia dini adalah hal yang biasa, sehingga jangan kaget jika anak -anak mereka pun rata-rata tidak sempat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang yang setinggi-tingginya. 4.11.4 Uji Kruskal Berdasarkan Kelompok Umur Responden
Tabel 4.33
Perbedaan Partisipasi Berdasarkan Kelompok Umur Ranks
Umur responden
N (Jlh)
Mean Rank
X (Partisipasi)
15-19 18 88,28
20-24 18 81,33
25-29 11 74,86
30-34 23 70,91
35 ke atas 77 69,75
Total 147 Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.34
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Umur responden Sumber : Data lapangan, 2017
Pada tabel 4.34 menunjukkan hasil Chi-Square 3,454 dengan Asymp.Sig 0,485 maka nilai P value (0,485) > batas kritis (0,05) yang berarti hipotesis pada penelitian ini menerima H0 dan menolak Ha dimana berarti tidak terdapat perbedaan partisipasi masyarakat berdasarkan kelompok umur dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove tersebut.
4.11.5 Uji Kruskal Berdasarkan Kelompok Penghasilan Responden Tabel 4.35
Perbedaan Partisipasi Berdasarkan Kelompok Penghasilan Responden
Ranks
Penghasilan responden N Mean Rank
X (Partisipasi)
<500.000 31 62,65
501.000-1.000.000 43 81,13
1.000.001-1.500.000 27 75,54
1.500.001-2.000.000 25 72,14
>2.000.001 19 69,03
Total 145
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
Tabel 4.36
Test Statisticsa,b
X
Chi-Square 3,776
Df 4
Asymp. Sig. ,437
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: Penghasilan responden Sumber : Data lapangan, 2017
Pada tabel 4.36 menunjukkan hasil Chi-Square 3,776 dengan Asymp.Sig 0,437 maka nilai P value (0,437) > batas kritis (0,05) yang berarti hipotesis pada penelitian ini menerima H0 dan menolak Ha dimana berarti tidak terdapat perbedaan partisipasi masyarakat berdasarkan penghasilan dalam pembangunan kawasan ekowisata mangrove tersebut.
4.12. Mengukur Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Tabel 4.37
Hasil Kategorisasi Data berdasarkan Pengetahuan Pengetahuan
Tingkat F %
Kurang 26 17,7
Cukup 95 64,6
Baik 26 17,7
Total 147 100,0
Gambar 4.1
Grafik Tingkat Pengetahuan Masyarakat Dalam Pembangunan Kawasan Ekowisata
Sumber : Data lapangan, 2017
Tabel 4.37 diatas menunjukkan bagaimana hasil dari pengetahuan masyarakat di lingkungan XIKelurahan Sicanang. Pengetahuan masyarakat tentang potensi mangrove yang ada di lokasi tempat tinggal mereka terbagi menjadi 3 kategori dimana 26 responden dengan persentase 17,2% memiliki pengetahuan yang baik tentang potensi mangrove dan keberadaan ekowisata tersebut. Hal tersebut dilengkapi dengan pernyataan informan (Agus) mengatakan:
“...jelas tahu adanya tumbuhan dan wilayah mangrove yang luasnya ±11 ha gitu kak, aku rasa cocok dijadikan kawasan ekowisata kak. Biar maju dikit daerah kami ini, kak.”
terlalu antusias dalam menanggapi adanya kawasan ekowisata mangrove tersebut. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan (Siti) mengatakan
“..Kalau soal tahu ya tahulah disini punya kawasan mangrove secara ini kan memang pinggiran pantai, tapi ya kalau ada itupun ya gitu aja. Emang mau cemana dibuat, dek..?”
Pernyataan di atas menunjukan respon yang cukup memiliki pengetahuan namun cenderung apatis akan dibuat apa kawasan tersebut. Selain dari masyarakat yang memiliki pengetahuan cukup, ada pula masyarakat yang memiliki pengetahuan yang kurang akan keberadaan ekowisata mangrove ini. Tabel di atas menunjukkan 26 dengan persentase 17,2% memiliki pengetahuan yang kurang terhadap ekowisata mangrove tersebut. Seperti pernyataan dari salah satu Informan (Sarah) mengatakan :
“...Tau sih tau ada kawasan mangrove disini, tapi gak tau cocok dijadikan apa, orang hutan gitu kok. Mau di apa-apain pun ya bosanlah, dari kecil udah liat hutan aja terus....itupun gak tau Ibu kapan mangrove itu disahkan, tiba-tiba udah jadi tempat wisata gitu aja...”
Tabel 4.38
Hasil Kategorisasi Data berdasarkan Sikap Sikap
Tingkat F %
Kurang 25 17,0
Cukup 94 63,9
Baik 28 19,0
Total 147 100,0
Gambar 4.2
Grafik Tingkat Sikap Masyarakat Dalam Pembangunan Kawasan Ekowisata
Sumber : Data lapangan yangdiolah dengan SPSS, 2017
Pada tabel 4.38 di atas menunjukkan persentase hasil dari sikap masyarakat Kelurahan XI terhadap keberadaan kawasan ekowisata mangrove. Hasil dari tabel tersebut 28 responden dengan persentase 18,5% menyatakan bahwa sikap masyarakat masuk dalam kategori yang baik. Hal tersebut dilengkapi dengan pernyataan salah satu Informan (Rocky) menyatakan :
“..Antusias kali aku kak, kalau jadi pembangunan ekowisata ini. aku mau ikut terlibat buat apa ajalah untuk mangrove ini. kalau gak mulai dari kita mau siapa lagi kan, kak?”
Selain sikap setuju terhadap pembangunan ekowisata tersebut. Beberapa masyarakat juga mendeklarisikan mereka mau ikut kerja keras membangun kawasan ekowisata mangrove tersebut dari dasar. Hal tersebut seperti pernyataan Informan (Agus) mengatakan :
Masyarakat yang memiliki sikap dalam kategori cukup merupakan masyarakat yang paling dominan ada di Kelurahan XI Sicanang. Dari tabel tersebut menunjukkan 94 responden dengan persentase 62,3% memiliki sikap yang hanya sekedar cukup terhadap kawasan mangrove tersebut. Seperti pernyataan dari salah satu Informan (Sarah) berikut :
“..Yah kalau mau dibuat pengawasan mangrove ya silakan, tapi ya suruh aja mereka yang punya waktu luang memang untuk mangrove itu kan, kalau kayak saya kan jualan, punya kerjaan sendiri, gak ada waktu untuk ngurus-ngurus gitu, dek...”
Pernyataan tersebut menunjukkan sikap masyarakat yang hanya sekedar setuju akan adanya kawasan tersebut namun tidak ingin terlibat aktif dalam pembangunan kawasan tersebut. Selain dari masyarakat yang hanya sekedar memiliki sikap cukup, adapula masyarakat yang sama sekali apatis terhadap pembangunan kawasan tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari jumlah responden yang masuk dalam kategori memiliki sikap yang “kurang” sebanyak 25 responden dengan persentase 16.6%. Masyarakat dalam kategori ini termasuk masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui asal mula berdirinya mangrove dan tidak ingin terlibat sama sekali dengan keberadaan kawasan ekowisata tersebut. Seperti salah satu pernyataan Informan berikut :
Tabel 4.39
Hasil Kategorisasi Data berdasarkan Perilaku Masyarakat Perilaku
Tingkat F %
Kurang 22 15,0
Cukup 88 59,9
Baik 37 25,2
Total 147 100,0
Sumber : Data lapangan, 2017
Gambar 4.3
Grafik Tingkat Perilaku Masyarakat Dalam Pembangunan Kawasan Ekowisata
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS 2017
Perilaku merupakan salah satu indikator terpenting dalam menilai serta mengukur partisipasi masyarakat. Seperti tabel di atas menjelaskan bahwa masyarakat yang masuk dalam kategorisasi perilaku baik dalam partisipasi sebanyak 37 responden dengan presentase 24,5%. Hal tersebut meliputi dari kegiatan mulai musyawarah, memilih tempat penanaman mangrove, memilih jenis mangrove yang dapat berkembang di kawasan tersebut sampai dengan pemasangan jalan-jalan bambu dan rumah-rumah pohon. Seperti pernyataan dari salah satu informan (Agus) :
Merintis yang dibilang pak Rusmiono itu ya sayalah satunya kak..”
Masyarakat yang masuk dalam kategori cukup dalam perilaku sebanyak 88 responden dengan persentase 58,3%. Hal ini menunjukkan sikap masyarakat yang hanya sekedar cukup terhadap keberadaan kawasan ekowisata mangrove. Seperti yang diungkapkan oleh Informan (Uci) :
“..Aku ikut milih jenis mangrove yang mau ditanam kak, tapi gak ikut nanam kak. Bantu-bantu masak dimangrove aku kak.”
Masyarakat yang masuk dalam kategori kurang yaitu masyarakat yang sama sekali tidak terlibat dalam pembangunan maupun pelestarian mangrove melalui kawasan ekowisata. Dari data diatas menunjukkan bahwa 22 responden dengan persentase 14,6% tidak terlibat sama sekali dengan urusan keberadaan kawasan ekowisata mangrove tersebut. Seperti pernyataan salah satu informan (Ati) :
“...Disini orangnya pada angin-anginan dek, dulu berdiri Bank Sampah heboh semua. Sekarang mangrove nanti sepinya itu. Malas ibu ikut-ikutan, gak ada untungnya juga. Gak hidupnya itu nanti dek, ngapain coba kan..”
4.13. Keterlibatan Masyarakat Dalam Perencanaan
tetapi sekaligus sebagai subjek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up approach). Suatu pembangunan tentu diawali dengan adanya partisipasi dari suatu subjek yaitu masyarakat selaku penggerak dalam pembangunan.
Partisipasi masyarakat tentu berawal dari tahap mula dimana masyarakat membuat perencanaan terhadap suatu objek yang akan dibangun. Seperti pembangunan yang dikerjakan oleh masyarakat lingkungan XI Sicanang dalam pembuatan ekowisata sebagai bentuk usaha dari masyarakat setempat untuk memberdayakan potensi alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Partisipasi masyarakat dapat diukur dalam 3 pembagian yaitu : Pengetahuan, Sikap dan Perilaku.
Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan berkesinambungan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo(2003)dalam Putra (2017). Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
terbukti dengan hasil kuesioner dalam analisis tabel tunggal (tabel 1.6 di lampiran) hampir semua masyarakat mengetahui adanya potensi mangrove di wilayah tersebut dan wawancara dengan beberapa informan (Ati) mengatakan :
“...Kalau soal adanya hutan Mangrove ini ya jelas kita tahulah dek, bayangkan kita tinggal disini sudah dari tahun 76, dari dulu udah lihat adanya hutan itu disini. Dulunya ya masih hutan-hutan semak gitu, sekarang aja itu bisa dipijak...”
Informan lainnya (Agus) juga mengatakan hal demikian :
“...Iya dari dulu udah tahu kak, awalnya ya karena dengar-dengar dibilang orang sini tapi gak tahu dulu awalnya bisa diapain hutan ini kak...”.
Informan (Rusmiono) menegaskan :
“...Mangrove ini sudah seperti hidup saya, dari dahulu saya memang penyayang tumbuhan, Bu. Ibu bisa lihat di rumah saya yang dulu dibelakang sana, saya sudah sejak dulu menanami mangrove, makanya saya tahu betul bagaimana potensi mangrove di tempat ini, Bu...”
Pernyataan masyarakat setempat menyatakan mereka mengetahui adanya potensi mangrove tersebut namun belum tahu akan jadi apa dan seperti apa kelaknya mangrove tersebut. Selain dari pengetahuan seseorang, sikap juga bisa menjadi sebagai tolok ukur bagaimana seseorang bertindak.
Dengan memiliki pengetahuan dasar tentang mangrove tentu masyarakat punya sikap masing-masing dalam menanggapi dan berperilaku terhadap potensi mangrove yang ada dikawasan tersebut. Ketika ditanya bagaimana sikap mereka dan apa yang mereka ingin lakukan terhadap hutan mangrove yang ada didaerah tersebut beberapa informan menyatakan (Reza):
“...Kalau aku pengen mangrove ini bisa jadi tempat yang besar, seperti tempat-tempat wisata kan Bu. Karena di daerah kami ini kan kurang tempat hiburan, gak ada mall. Mau ke mall harus keluar agak kesana, jadi minimal kita bisa manfaatkan alam disini untuk dijadikan tempat jalan-jalan ya gak usah buluk-buluk entah untuk masyarakat sini aja dulu, Bu. Bisa jadi tempat ngumpul sama masyarakat sini...”
Informan lainya (Agus) menegaskan :
“....aku setuju mangrove ini dikembangkan kak, aku juga dari awal mau terlibat siap jadi apa aja untuk pembuatan mangrove ini. apalagi karena ngelihat Pak Rusmiono giat kali mengajak untuk memajukan daerah ini dengan buat mangrove ini, jadi ya dukung kali kak....”
“...Ya, terserah mau diapain dek. Ibu mah gak ikut-ikutan, repot urus kerjaan sendiri. Jadi ya merekalah itu dek mau gimana kan. Soalnya rumah Ibu kan jauh dari situ dek. Jadi gak palah bisa kesana....”
Informan (Siti) juga menegaskan :
“...Gak sampai situ kemampuan saya, gak ngerti juga mau diapain mangrovenya. Kalau memang mau dibangun ya wes, kalau enggak juga ya wes. Asal gak jadi masalah gak apa-apa itu...”
Pernyataan informan diatas juga menunjukkan bahwasanya partisipasi perempuan dengan laki-laki berbeda dalam tahap perencanaan. Hasil Uji T (tabel 4.23) Partisipasi masyarakat lingkunganXI Sicanang menunjukkan bahwa partisipasi laki-laki lebih tinggi dibanding dengan partisipasi perempuan, namun tingkat perbedaannya tidak terlalu signifikan. Perbedaan gender memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam perencanaan pembangunan kawasan ekowisata mangrove.
operator, belum keterlibatan pada posisi strategis, termasuk posisi manajerial. Kebijakan yang ada belum memihak pada optimalisasi pemberdayaan perempuan.
Keterlibatan perempuan pada tahap perencanaan, senantiasa lebih rendah dibandingkan laki-laki dengan disparitas gender tertinggi terjadi pada kegiatan mengikuti rapat pengembangan sarana prasarana (sarpras) pariwisata, mengikuti rapat pengembangan kegiatan wisatawan di lokasi wisata dan aktif mengeluarkan pendapat dalam berbagai rapat, mengikuti rapat pembangunan/pengembangan potensi pariwisata, dan mengikuti rapat menggali potensi pariwisata. Hasil penelitian tersebut juga sama dengan keadaan masyarakat perempuan yang ada di lingkungan XI Sicanang. Mereka merasa nyaman dengan kondisi mereka hanya sebagai pelengkap maupun peramai saja dalam pembangunan kawasan ekowisata. Mereka menganggap perempuan memang dikondratkan berperan hanya dalam sektor domestik, sehingga belum siap untuk aktif dalam sektor publik. Hal tersebut ditegaskan oleh pernyataan informan (Mariaty) :
“...Ikut Buk, tapi saya bagian yang masak untuk mereka ini anggota-anggota pengelolah mangrove ini Bu. Kan saya perempuan susah juga kalau tancap-tancapin bambu bu. Tapi kalau nancap dan nanam mangrove saya ikut Bu...”
Informan lainnya (Uci) juga mengatakan :
“...Aku bantu Bu Mariati masak untuk anggota kak. Namanya cewek kan paling itulah yang bisa dibuat..nyaman aja udah gini..masak-masak kan enak kan daripada banyak mikir dan kerja untuk mangrove itu kak....”