• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.3. Perubahan Sosial dan Kebudayaan

Menurut Soekanto (2009) menyatakan perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Kemudian, perubahan kebudayaan itu sendiri, menurut Manan dalam (Paskah, 2009) diartikan sebagai setiap perubahan, penambahan atau pengurangan ide-ide, obyek-obyek budaya atau teknik-teknik dan pelaksanaan-pelaksanaan yang berhubungan dengan kegiatan atau pun aktifitas dari kebudayaan. Dalam hal ini, menurut Koentjraningrat (2002), menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar secara keseluruhan. Suatu budaya dalam masyarakat tidak didapat begitu saja, melainkan diperoleh melalui hasil belajar yang kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Adapun wujud kebudayaan itu sendiri, menurut Basrowi (2005) ada tiga wujud.Wujud kebudayaan yang pertama sebagai suatu yang kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai dan norma-norma, peraturan dan sebagainya. Wujud kebudayaan yang ini, bersifat abstrak, tidak dapat diraba atau pun didokumentasikan, hanya dapat dirasakan dan dipercayai sebagai aturan bagi masyarakat untuk bertingkah laku. Wujud kebudayaan yang kedua adalah sesuatu yang kompleks dari aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kebudayaan ini sebagai aktivitas yang kompleks dari tindakan berpola dari manusia itu sendiri dalam hubungannya dengan sistem sosial. Dalam hal ini, kita dapat melihat interaksi antara penyelengara pesta pernikahan dan juga para tamu undangan.

Kemudian, Wujud kebudayaan ketiga sebagai benda hasil karya manusia. Dimana wujud kebudayaan yang ini adalah yang paling konkret, dapat diraba dan didokumentasikan. Keyboard, foto pre-wedding dan kartu undangan pernikahan merupakan wujud kebudayaan ketiga. Mereka dapat diraba dan dirasakan sebagai hasil karya manusia.

Menurut Martono (2012) hubungan antara perubahan sosial dan kebudayaan yaitu bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Dalam hal ini, perubahan kebudayaan pada pesta pernikahan dapat ditinjau dari segi wujud kebudayaannya. Perubahan kebudayaan jauh lebih luas cakupannya dibandingkan perubahan sosial. Selain itu, perubahan sosial dan perubahan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat saling berkaitan, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat.

Sunarto (2004), membagi faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya, ada yang berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Fakor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya yang berasal dari dalam, terkait dengan pesta pernikahan adalah penemuan baru, pertambahan atau penyusutan jumlah penduduk dan konflik. Sedangkan yang dimaksud perubahan sosial budaya eksternal adalah sebab-sebab perubahan yang bukan berasal dari masyarakat itu sendiri. Perubahan sosial karena faktor masyarakat lain. Dalam hal ini, kontak dengan budaya lain menyebabkan perubahan sosial budaya. Umumnya akan terjadi akulturasi maupun asimilasi kebudayaan sehingga antara kebudayaan asing dengan kebudayaan asli akan membaur menjadi satu.

Baik perubahan sosial maupun budaya berlangsung secara lambat maupun cepat. Kemudian menurut Soekanto (2009) bahwa perubahan sosial kebudayaan itu terjadi karena adanya faktor pendorong, yaitu:

1. Kontak dengan kebudayaan lain. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa masyarakat memiliki sistem sosial yang terbuka hal ini berkaitan dengan sistem stratifikasi yang terbuka yang memungkinkan seseorang menjalin kontak dengan budaya lain.

2. Sistem Pendidikan formal yang maju. Dalam hal ini dapat diartikan pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu sehingga seseorang memiliki pengetahuan yang luas tentang dunia. Pendidikan disini berfungsi untuk menyeleksi apakah kebudayaan disini dapat memenuhi kebutuhan zaman

3. Sistem Stratifikasi yang terbuka memungkinkan adanya gerak sosial yang vertikal yang memberi kesempatan kepada individu untuk dapat maju atas dasar kemampuan sendiri. Dalam keadaan demikian seseorang akan mengadakan identifikasi dengan warga yang memiliki status sosial yang lebih tinggi sehingga membuat seseorang merasa sama dengan orang yang berkedudukan tinggi.

4. Penduduk yang Heterogen. Pada masyarakat yang heterogen terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang terdiri dari latar belakang kebudayaan dan ideologi yang berbeda, yang kemudian dapat menyebabkan pertentangan-pertentangan yang mengundang kegoncangan dalam masyarakat,

5. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu menyebabkan masyarakat memerlukan sebuah perubahan.

6. Toleransi terhadap perbuatan menyimpang dalam suatu masyarakat dapat menyebabkan suatu perubahan. Suatu perbuatan yang dahulunya dianggap tabuh berubah menjadi suatu hal yang dapat dimaklumi dalam masyarakat.

Hal di atas yang mempengaruhi perubahan dalam penyelenggaraan pesta pernikahan.

2.4.Resiprositas

Menurut Damsar (2009), resiprositas merujuk pada gerakan diantara kelompok-kelompok yang saling berhubungan. Hubungan bersifat simetris ini terjadi apabila hubungan antara berbagai pihak (antara individu dan individu, individu dan kelompok, serta kelompok dengan kelompok) memiliki posisi dan peranan yang relatif

sama dalam pertukaran. Pada aktifitas tersebut, berbagai pihak yang terlibat dalam resiprositas memiliki derajat yang sama, meskipun di antara mereka memiliki derajat harta kekayaan dan fungsional adat yang berbeda.

Damsar (2009), membagi resiprositas dalam dua jenis yaitu resiprositas sebanding (balanced reciprocity) dan resiprositas umum (generalized reciprocity). Resiprositas sebanding merupakan kewajiban membayar atau membalas kembali kepada orang atau kelompok lain atas apa yang mereka berikan atau lakukan secara setara, seringkali langsung dan terjadwal. Resiprositas sebanding menekankan apa yang telah diterima seseorang dari seseorang atau kelompok pada masa lampau haruslah setara dengan apa yang akan diberikan orang atau pemberi. Sifatnya langsung ditunjukkan oleh siapa memberikan apa kepada siapa dan akan menerima apa.Sedangkan, resiprositas umum, adalah kewajiban memberi atau membantu orang atau kelompok lain tanpa harus mengharapkan pengembalian, pembayaran atau belasan yang setara. Dalam hal ini, tidak ada kesepakatan terbuka atau lagsung kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengembalian apa yang telah diberi. Tradisi nyumbang dalam pesta pernikahan Etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah merupakan salah satu bentuk dari resiprositas. Dimana orang menyumbang orang yang pesta, juga mengharapkan imbalan kembali dari yang menyelenggarakan pesta pernikahan, di kemudian hari.