• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komersialisasi Pesta Pernikahan dan Identitas Status Sosial Ekonomi Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komersialisasi Pesta Pernikahan dan Identitas Status Sosial Ekonomi Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN FOTO

Gambar 2: menunjukkan perubahan pakain pernikahan pada upacara pernikahan Etnis Jawa dusun Purwosari Bawah. Pada saat ini pakain pernikahan telah mengikuti gaya pakain pernikahan barat

(2)
(3)

Gambar 5 : adalah makanan yang dipersiapkan dalam pesta perkawinan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah

(4)

Gambar 7 : adalah gambar saat masyarakat menyaksikan keyboard gondang pada malam hari.

(5)
(6)

Tabel1

Perbedaan Konsumsi Simbol Sebelum Penyelenggaraan Pesta

kategori sebelum

pernikahan Rendah Menengah Tinggi

Uang seserahan < 1 juta 1-5 juta >5 juta Perlengkapan rumah tangga < 1 juta 1-5 juta >5 juta

Undangan 300 orang 300-600 orang > 1000 0rang

harga Undangan 5 00 500-1000 2000

(sumber: wawancara dengan penyelenggara pesta dan penjual perlengkapan pernikahan)

Tabel2

Perbedaan Konsumsi Simbol pada saat Penyelenggaraan Pesta Kategori saat

pernikahan Rendah Menengah Tinggi

Tratak 1,5 juta 2,5 juta 3 juta

Pelaminan 1,3 juta 2, 1 juta 7 juta Hiburan < 1 juta 1- 2 juta > 2 juta Papan bunga --- 1 buah > 1 buah Paket foto 125 ribu 600 ribu > 1 juta

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2008. Metodologi penelitian Sosial. Medan: Fisip Usu Pers Buku Cetak

Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia

Bungin, Burhan.2007.Penelitian Kualitatif. Jakarta:Kencana

Damsar.2009. sosiologi ekonomi, cet ke-3. Jakarta:kencana

Featherstone, Mike.2005. Postmodernisme dan Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Geertz, Hildred. 1982. Keluarga Jawa, terj. Jakarta:Grafiti Pers

Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi Edisi Baru. Jakarta:PT Rineka Cipta

Lury, Celia. 1996. Budaya Konsumen, terj. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia

Martono, Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2010. Sosiologi teks pengantar dan terapan, edisi ke-3. Jakarta: Kencana

Polomo, Margareth M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta:Rajawali Pers

(8)

Salamun, dkk.2002. Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Wonosobo Propinsi Jawa Tengah. Yogyakarta:BPKP

Soekanto, Soerjono.2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Rajawali Perss

Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi, edisi Revisi. Jakarta: LPFEUI

Sugiyono.2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta

Shadily, Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia.Jakarta:Rhineka Cipta

Wisadirana, Darsono. 2004. Sosiologi pedesaan: kajian Kultural dan Struktural Masyarakat Pedesaan. Malang : UMM

Yasraf, Amir Pilliang.2006. Dunia yang Dilipat. Yogyakarta:Jalan Sutra

_________________.2012.Semiotika dan Hipersemiotika. Bandung: Jalan Sutra

Sumber lain

Kristiani, Lusi, Toni Mantowo, dkk .2012.Buku Seri Etnografi Kesehatan Ibu dan Anak 2012 Etnik JawaDesa Gading Sari,Kecamatan Sanden ,Kabupaten

Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta:Kanisus (diakses pada tanggal 18 Juli 2013, pada pukul 10.00 WIB)

Buku online

(9)

17.00 WIB

Susanto, Budi. 2003. Identitas dan Postkolonialitas. Yogyakarta: Kanisus.

diakes pada tanggal 19 juli 2013, pada pukul 20.30 WIB)

Husain, ST. Muttia.2012. Proses dalam Tradisi Perkawinan Masyarakat Bugis di Desa Pakkasalo kecamatan Sibulue Kabupaten Bone. Skripsi. Makassar: Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,Universitas Hasanuddin.http:// Repository. Unhas. Ac.id (diakses pada tanggal 17 juli 2013, pada pukul 10.00 WIB)

Skripsi Intenet

J, Paskah.2009. Perubahan Adat Perkawinan Pada Masyarakat Pakpak Kalasan di Desa Si Onom Hudon Turuan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang

Hasundutan. skripsi. Medan: Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politi, Universitas Sumatera Utara.http://repository.usu.ac.id. (diakses pada tanggal 20 juli 2013, pada pukul 13.08 WIB)

Putri, Sri Novika.2012.Resiprositas Tradisi Nyumbang (kajian Antropologi tentang Mempertahankan Eksistensi Tradisi Nyumbang Hajatan pada Masyarakat

Jawa di Desa Rawang Pasar IV Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten

(10)

Zainy, Mariatul Qibtiyah.2008. Pandangan Masyarkat terhadap Tradisi Perkawinan di Desa Kilensari. Skripsi. Malang.: Fakultas Syari’ah, UIN.http://Lib.UIN.Malang.ac.id. (Diakses pada tanggal 20 juli 2013 diakses pada pukul 13.45 WIB)

Darmawan, Yusran, (2010). Heboh Pernikahan Miliaran Dian Sasr

Website Internet

Pukul 23.45 WIB.)

Maulana, Kurnia (2009). Realitas Tradisi Mbecek dan jalinan Kemiskinan di Ngraju

Purworogo.

Oktober 2013 pada pukul 03.00 WIB)

(11)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menghasilksan deskripsi yang lengkap dari hal yang diteliti, dalam arti menghasilkan gambaran yang jelas antara variabel (Arif, 2008). Dalam hal ini, penelitian ini ingin menggambarkan lebih jelas mengenai komersialisasi pesta perkawinan. Dimana pada masyarakat Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, pesta pernikahan telah menjadi media untuk menunjukkan identitas status sosial seseorang melalui komersialisasi pesta pernikahan.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok BatuNanggar, Kabupaten Simalungun. Alasan pemilihan lokasi adalah

(12)

2. Daerah tersebut tidak jauh dari kediaman peneliti, sehingga akan mempermudah peneliti untuk mengambil data apabila ada data yang diperlukan dalam penelitian.

3.3. Unit Analisis Dan Informan

3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi suatu subjek penelitian atau unsur yang menjadi fokus penelitian (Bungin, 2007). Unit analisis dalam penelitian ini adalah adalah semua warga Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu, Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun yang berjumlah 1265 orang, yang terdiri dari orang yang pernah dan akan menyelenggarakan pesta pernikahan.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang yang mengetahui mengenai secara pasti mengenai masalah yang hendak diteliti peneliti. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan informan dilakukan dengan dua cara yang pertama menggunakan purposive sampling kemudian diteruskan dengan snowball sampling. Purposive samping adalah teknik yang digunakan memilih sampling sesuai dengan kriteria dan tujuan penelitian. Adapun kriteria dalam pengambilan sampel yaitu:

(13)

1) Indikator kaya yang ditetapkan peneliti yaitu: memiliki penghasilan di atas 3 juta dan luas tanah memiliki tanah di atas 8 rante, bentuk rumah yang besar, berdinding beton dan berlantai keramik.

2) Indikator informan yang menengah yang ditetapkan oleh peneliti yaitu: penghasilan di atas 1 juta sampai 3 juta dan memiliki kebun di atas 2 rante sampai dengan 8rante, bentuk rumah berdinding beton, lantainya rumahnya setengah berkeramik dan setengah lagi semen biasa

3) Indikator informan miskin yang ditetapkan oleh peneliti yaitu: penghasilan di bawah 1 juta dan luas kebun tidak lebih dari 2 rante, rumahnya berdinding kayu, lantai rumahnya masih tanah.

Kemudian berdasarkan kriteria di atas, maka peneliti menetapkan satu informan, dari keterangan informan tersebut peneliti kemudian memilih informan selanjutnya yang telah ditunjukkan oleh informan sebelumnya. Dalam hal ini, penelitian ini, informan berjumlah 13 orang, yang terdiri dari 3 informan kaya, 6 informan kelas menengah dan 3 informan kelas bawah yang pernah dan akan menyelenggarakan pesta pernikahan

3.4. Teknik Pengumpulan Data

(14)

1. Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini peniliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mengamati pesta pernikahan yang terjadi di dusun Purwosari Bawah. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, prilaku, tindakan orang secara keseluruhan interaksi personal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.

2. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu metode yang penting dalam memperoleh data di lapangan. Wawancara merupakan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada di lapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan interview guide yaitu panduan yang digunakan peneliti berupa daftar pertanyaan yang tujuannya untuk mempermudah melakukan wawancara dengan informan sehingga wawancara yang dilakukan tetap pada konteks yang ingin diteliti.Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai 13 informan.

3. Dokumentasi

(15)

jurnal dan bentuk dokumen lainnya yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini, dokumen yang digunakan peneliti adalah dokumen yang berhubungan dengan penyelenggaraan pesta pernikahan di masyarakat, misalnya kartu undangan pernikahan, video pernikahan, foto pernikahan.

3.5. Interprestasi Data

Menurut Bungin (2008), analisis data adalah proses menganalisis suatu fenomena sosial dan memperoleh gambaran yang tuntas terhadap fenomena yang diteliti dan kemudian menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data dan proses suatu fenomena sosial.

(16)

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi

2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √

3 Seminar Penelitian √

4 Revisi Proposal Penelitian √

5

Penyerahan Hasil Seminar

Proposal √

6 Operasional Penelitian √ √ √ √

7 Bimbingan √

8 Penulisan Laporan Akhir √

(17)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INFORMAN PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Dusun Puwosari Bawah

4.1.1. Sejarah Dusun Purwosari Bawah

Dari segi asal usul nama, kata purwosari berasal dari nama desa yang terletak di daerah pulau Jawa, yang mana oleh penduduk Jawa yang bermigrasi di daerah ini, kemudian memberi nama Purwosari untuk mengingatkan kepada nama kampung halamannya di Pulau Jawa. Sedangkan kata bawah berasal dari letak dari Dusun Purwosari Bawah yang berada di daerah turunan, sehingga muncul nama dusun Purwosari Bawah. (sumber: data Kependudukan desa Padang Mainu).

4.1.2. Letak dan Luas Dusun Purwosari Bawah

Purwosari bawah merupakan sebuah dusun yang terletak di Desa Padang Mainu kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun. Secara Geografi Dusun Purwosari bawah terletak di dalam wilayah Desa Padang Mainu kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan dengan:

(18)

Letak Dusun Purwosari Bawah yang berada di tengah-tengah daerah lain, memudahkan masyarakat Dusun Purwosari Bawah untuk melakukan mobilitas ekonomi ke daerah lain, seperti berdagang keliling.

Jarak Dusun Purwosari Bawah dengan Ibukota Kecamatan (Serbelawan) yaitu 8 Km, apabila mengendarai sepeda motor butuh ½ jam untuk sampai di Kecamatan, dan jika berjalan kaki butuh waktu 1 ½ jam untuk sampai di Kecamatan, dengan kondisi jalan yang tidak bagus. Banyak lubang-lubang kecil di jalan, dan apabila hujanlubang ini akan digenangi air. Kondisi jalan yang tidak bagus menghambat mobilitas ekonomi dari Dusun Purwosari Bawah ke Kecamatan Dolok Batunanggar.

Luas wilayah Dusun Purwosari Bawah yang terlatak di Desa padang Mainu yaitu 535 Ha, dimana 65% berupa daratan untuk pemukiman penduduk, dan 35 % daratan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian perkebunan rakyat palawija, akibat adanya potensi lahan pertanian yang luas juga berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk sehari-hari, yaitu bekerja sebagai petani.

(19)

di Desa Dolok Mainu, membentuk wilayah Desa sendiri yang terdiri dari Dusun Purwosari Bawah dan Dusun Padang Mainu.Akibat dari pemekaran itu juga, Dusun Purwosari Bawah terpisah dari Dusun Purwosari Atas.(sumber: Data Kependudukan Desa Padang Mainu 2013)

4.1.2. Keadaan Penduduk Dusun Purwosari Bawah

(20)

4.1.2.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No KATEGORI JUMLAH

1 Jumlah Laki-laki 636

2 Jumlah Perempuan 629

TOTAL 1265

Sumber:Data kependukan Desa Padang Mainu 2013

Penggolongan penduduk berdasarkan jenis kelamin merupakan sesuatu yang sangat penting, dengan mengetahui perbandingan komposisi penduduk laki-laki dan perempuan, kita dapat mengetahui sex ratio di Dusun Purwori Bawah. Berdasarkan sex ratio penduduk di Dusun Purwosari Bawah, setiap 100 pria terdapat 99 wanita, dapat diartikan bahwa perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan relatif sama.

4.1.2.2.Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

(21)

banyak berdiri di Dusun Purwosari Bawah yang digunakan oleh masyarakat di Dusun Purwosari bawah sebagai tempat peribadatan.

4.1.2.3.Komposisi Penduduk berdasarkan Etnis Tabel 4.2.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis

NO ETNIS JUMLAH

1 Melayu 6

2 Jawa 1194

3 Simalungun 47

4 Mandailing 15

JUMLAH 1265

Sumber: data kependudukan desa Padang Mainu Tahun 2013

(22)

4.1.2.4.Komposisi penduduk berdasarkan Pekerjaan Tabel 4.3.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan JUMLAH

1 Petani 38

2 Buruh Tani 67

3 PNS 2

4 Pengrajin Industri 328

5 Pedagang 490

6 Montir 4

7 Bidan Swasta 2

8 ABRI 1

9 Karyawan Perkebunan 91

10 Pensiunan 39

11 Pengangguran 203

JUMLAH 1265

Sumber: data kependudukan Desa Padang Mainu 2013

Penggolongan penduduk berdasarkan mata pencaharian di suatu wilayah merupakan data yang penting. Hal ini disebabkan data tersebut memberikan informasi mengenai jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya dari beraneka maca pekerjaan, sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pembangunan Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu yang akan datang.

(23)

bahkan kerajinan bambu dari Dusun Purwosari bawah telah dijual sampai provinsi lain, yaitu Riau

4.1.2.5.Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan

Penggolongan penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat mengindikasikan kedudukan sosial penduduk dan dapat mencerminkan kualitas seseorang, dengan demikian dapat digunakan untuk mengetahui potensi penduduk secara umum.

Tabel 4.4.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan No Tingkat Pendidikan JUMLAH

1 Pra sekolah 60

2 SD 648

3 SMP 228

4 SMA 240

4 Akademi Kebidanan 8

5 Perguruan Tinggi 17

6 Tidak Sekolah 64

JUMLAH 1265

Sumber: Data Kependudukan desa Padang mainu 2013

(24)

yaitu Medan. Selain itu dari total penduduk yang berjumlah 1265 orang, hanya 1201 orang yang pernah mengecap pendidikan, sedangkan 64 orang warga dusun Purwosari Bawah tidak pernah duduk di bangku sekolah. Hal ini menunjukkan kualitas pendidikan yang masih rendah di Dusun Purwosari Bawah.

4.1.3. Sarana dan prasarana Dusun Purwosari Bawah

Sarana dan prasarana merupakan hal yang sangat penting untuk pencapain tujuan suatu program atau kegiatan pembangunan. Suatu rencana yang disusun dengan baik, tanpa didukung dengan sarana dan prasarana yang baik, maka dapat mengakibatkan program yang telah disusun tidak berjalan dengan baik, sehingga sasaran yang ingin dicapai tidak tidat terwujud

Untuk mendukung tugas pelayanan kepada masyarakat desa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka di Dusun Purwosari Bawah tersedia berbagai sarana dan prasarana, seperti sarana beribadah, sarana pendidikan, sarana olahraga dan juga Kesehatan. Adapun keterangan berbagai sarana dan prasana adalah sebagai berikut:

4.1.3.1.Sarana Pemerintah Dusun Purwosari Bawah, Desa Padang Mainu

(25)

masyarakat Desa Padang Mainu, khususnya dusun Purwosari Bawah, sehingga pemerintah Desa tidak dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi penduduk Dusun Purwosari Bawah. (sumber: data kependudukan Desa Padang Mainu 2013)

4.1.3.2.Sarana dan Prasarana Beribadah

Dalam hal keagamaan, sarana peribadatan yang ada di Dusun Purwosari bawah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.5.

Keadaan Sarana Ibadah

Sumber: data kependudukan desa Padang Mainu

Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat bahwa di Dusun Purwosari Bawah terdapat banyak sarana beribadah. Hal ini juga diakibatkan oleh penduduk Dusun yang 100 % beragama Islam, sarana beribadah ini banyak digunakan oleh penduduk yang berasal dari dalam maupun luar dusun. Pada saat hari besar keagamaan, seperti hari raya, masjid ini akan dipenuhi oleh masyarakat yang ingin menyelenggarakan Shalat Ied, sedangkan pada hari biasa masjid ini lebih banyak digunakan beribadah pada saat shalat subuh, maghrib dan juga isya, dengan jema’ah paling banyak adalah laki-laki.

4.1.3.3.Sarana dan Prasarana Pendidikan

Dalam hal menunjang sarana pendidikan formal di Dusun Purwosari Bawah dapat dilihat pada tabel berikut:

NO KATEGORI JUMLAH

1 Masjid 2

(26)

Tabel 4.6.

Keadaan Sarana Pendidikan

NO KATEGORI JUMLAH

1

PAUD

1

2

Madrasah

1

3 SD 1

Sumber:data kependudukan desa Padang Mainu 2013

Berdasarkan tabel di atas, kita dapat melihat bahwa Lembaga Pendidikan yang ada di Dusun Purwosari Bawah belum cukup baik. Lembaga pendidikan Formal yang ada di Dusun Purwosari Bawah adalah Sekolah Dasar, hal ini berakibat bahwa kebanyakan masyarakat di Dusun Purwosari Bawah hanya lulusan Sekolah Menegah Dasar, sedangkan untuk SMP dan SMA, masyarakat Dusun Purwosari Bawah harus menempuh jarak 8 km untuk sampai ke Ibukota Kecamatan. Pendidikan yang masih tergolong rendah pada masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, mengakibatkan banyak masyarakat yang bekerja di sektor non formal, seperti pengrajin Industri.

4.1.3.4.Sarana dan Prasarana Kesehatan

(27)

Tabel 4.7. Keadaan Sarana Kesehatan

No KATEGORI JUMLAH

1 Posyandu 2

2 Puskesmas 1

3 Apotik 1

Sumber:Data Kependudukan Desa Padang Mainu 2013

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa sarana dan prasarana kesehatan yang ada di dusun Purwosari Bawah dapat dikatakan baik yaitu terdiri dari 2 Posyandu, 1 Puskesmas dan ada 1 Apotik yang juga dalam kondisi baik.Dengan adanya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai berpengaruh terhadap kualitas dari masyarakat dusun Purwosari Bawah.

4.2. Karakteristik Informan

(28)

4.2.1. Informan berdasarkan Kelas Menengah Atas 1) Ibu Siti Aminah

Ibu siti Aminah adalah seorang wanita yang berusia 55 tahun, Beliau lahir pada tahun 1958 di Jawa, dan saat dia masih bayi, orangtuanya pindah ke Sumatera utara, tepatnya di daerah Tanjung Balai. Ibu Siti sudah lebih dari 40 tahun tinggal di daerah Purwosari Bawah, lebih tepatnya sejak dia menikah, ibu Siti tinggal di daerah Purwosari Bawah.

Ibu Siti hanya memperoleh pendidikan sampai Sekolah Dasar, itu pun tidak sampai tamat.Saat berusia 16 tahun, Ibu Siti Menikah karena dijodohkan oleh orangtuanya.Setelah 1 minggu kenalan, Ibu Siti kemudian menikah, pernikahnya juga sederhana. Untuk pinengsetannya saja hanya kain panjang. Setahun setelah menikah, Ibu Siti dikarunia anak laki-laki dan total semua anak ibu Siti yaitu 4 orang

(29)

Selain itu, ibu Siti mempunyai dua rumah, rumah yang pertama untuk dia tinggali bersama keluarganya, dan rumah yang kedua disewakan. Kemudian ibu Siti memiliki hewan ternak berupa sapi yang berjumlah 16 ekor dan juga kolam ikan lele. Dahulunya ibu Siti juga beternak ayam Broiler, namun pada tahun 2011 harga ayam broiler turun dan itu membuat ibu Siti mengalami kerugian besar dan memutuskan untuk tidak beternak ayam lagi. Dari segi kendaraan, ibu Siti memiliki 2 sepeda motor dan juga 1 buah mobil.

Ibu Siti sudah dua kali menyelenggarakan pesta pernikahan anak perempuan, pertama pada tahun 1966 dan yang terakhir pada tahun 2011. Menyelenggarakan pesta pernikahan, menurut ibu Siti adalah sebagai kewajiban orangtua terhadap anak dan sekaligus menyiarkan pernikahan anaknya kepada khalayak ramai.

2) Ibu Suarni

Ibu Suarni adalah seorang wanita bersuku Jawa yang lahir pada tahun 1966, dan usianya sekarang adalah 47 tahun. Dia lahir di desa Bahung Kahean, letaknya tidak jauh dari dusun Purwosari Bawah, karena menikah dengan pria yang berasal dari dusun Purwosari Bawah, maka ibu Suarni tinggal di dusun Purwosari Bawah. Ibu Suarni sendiri sudah 19 tahun, menetap di dusun Purwosari Bawh,sebelumnya dia dan suamitinggal di pondok afdeling V milik PTPN IV Nusantara selama 5 tahun

(30)

setahun menikah, ibu Suarni memiliki anak, dan sekarang anak bu Suarni ada tiga, yang semuanya adalah anak perempuan. Anak pertama ibu Suarni telah menikah, dan waktu itu pesta pernikahannya digelar secara besar-besaran lengkap dengan hiburannya, kemudian anak ke-dua ibu Suarni bekerja sebagai pegawai salon, sedangkan anak bungsu ibu Suarni masih duduk di kelas 2 bangku Sekolah Menengah Pertama.

Suami ibu Suarni bekerja sebagai satpam, di perumahan staff milik perkebunanPTPN IV Nusantara Dolok Ilir, sedangkan ibu Suarni membuka kedai sayuran di rumahnya. Penghasilan suami ibu Suarni adalah 3 juta, sedangkan penghasilan ibu Suarni sendiri dari kedainya dalam sebulan adalah 2 juta rupiah. Ibu Suarni tinggal di rumah gedong, dan memiliki ladang seluas 8 rante, ada 4 kendaraan sepeda motor, 1 mobil pribadi dan juga 4 ekor sapi.

3) Ibu Susiyah

Ibu Susiyah lahir pada tahun 1959 di Purwosari Bawah dan menikah pada bulan September tahun 1979, setahun setelah pacaran.pinengsetannya sendiri pada saat itu, berupa pakain dan uang. Menurut ibu Susiyahpada saat itu perkawinan di dusun Purwosari Bawah, belum ada acara tukar cincin, baru setelah menikah tukar cincin menjadi trend.

(31)

perempuan ibu Susiyah yang terakhir digelar tahun 2011, pesta pernikahan anaknya dengan mengundang keyboard Mak Lampir,yang ditonton oleh banyak orang,yang khusus datang untuk menyaksikan pertunjukkan keyboard mak Lampir tersebut. Pernikahan Menurut ibu Susiyah sendiri yaitu untuk menyatukan dua keluarga dari pihak calon pengantin perempuan dan juga pihak calon pengantin laki-laki untuk menjadi suatu keluarga.Ibu Susiyah memiliki 4 orang anak, 3 diantaranya telah menikah dan tinggal 1 anak perempuan yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas.

Pekerjaan ibu Susiyah sehari-hari adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja sebagai petani rambung dan juga beternak sapi. Ladang rambung ibu Susiyah sendiri ada 1 ½ hektar dan sapi yang dimiliki ibu Susiyah berjumlah 8 ekor, penghasilan keluarga ini dalam sebulan rata-rata adalah lebih dari 3 juta. Selain itu ibu Susiyah memiliki 2 sepedan motor dan juga 1 mobil pribadi

4.2.2.Informan Berdasarkan Kelas Menengah 1) Ibu Arfain

(32)

guru lain pergi mengajar,ibu Arfain menangis, karena beliau ingin mengajar seperti saat dia di Jawa.

Suami bagi ibu Arfain adalah kepala rumah tangga. Perkawinan baginya adalah sesuatu ikatan hidup yang disahkan untuk membina hubungan rumah tangga yang tentram bersama suami dan anak-anak. Maka oleh sebab itu, saat suaminya mengajak untuk pindah ke Sumatera,ibu Arfain mengikutinya, walau hatinya tidak ingin.

Pekerjaan ibu Arfain sehari-hari adalah sebagai penganyam bambu, mulai membuat tampa, irik, bakul dan anyaman bambu lainnya. Hasil anyamannya, kemudian dijual keliling di sekitar daerah Purwosari Bawah, sedangkan suaminya bekerja sebagai petani. Penghasilan sebulan ibu Arfain adalah 1,5 juta. Hasil kerja keras ibu Arfain selama ini digunakan untuk membangun rumah menjadi gedong dan digunakan untuk membeli hewan ternak (sapi) sebagai investasi di usia yang sudah tua.

(33)

2) Ibu Mubariyah

Ibu Mubariyah lahir pada tahun 1970 di Dolok Ilir, setelah dia berusia 18 tahun orangtuanya pindah ke Purwosari Bawah. Setahun setelah beliau pindah ke Purwosari Bawah, tepatnya pada tahun 1989, ibu Mubariyah menikah dan setahun kemudian lahir anak perempuannya yang pertama.

Perkawinan ibu Mubariyah dengan suaminya diselenggarakan dengan sederhana, pinengsetannya hanya pakaian. Bagi ibu Mubariyah, perkawinan adalah ikatan antara laki-laki dan perempuan yang telah diresmikan secara sah oleh lembaga agama dengan tujuan memperoleh kebahagian di masa depan bersama suami dan anak-anak.

Pekerjaan ibu Mubariyah sehari-hari adalah sebagai ibu rumah tangga, sedangkan suaminya bekerja di Perkebunan PTPN IV sebagai pekerja lapangan. Penghasilan sebulan suami ibu Mubariyah adalah 1,5 juta dan pada saat bonusan dari perkebunan penghasilan mereka bisa mencapai 10 juta dalam sebulannya. Dari penghasilannya tersebut, ibu Mubariyah mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai lulus SMA dan juga membangun rumah gedong.

(34)

3) Ibu Suminah

Ibu Suminah lahir pada tahun 1945 di Jawa, beliau sekarang berusia 68 tahun .Pada saat berumur 15 tahun bu Suminah menikah, karena dijodohkan oleh orangtuanya.Ibu Suminah dan suami adalah seorang pensiunan dari PTPN IV Dolok Ilir, dan setelah pensiun, pekerjaan sehari-hari ibu Suminah adalah sebagai penganyam bambu dan juga membuka kios pulsa di depan rumahnya dan setiap bulannya anak-anaknya juga memberi dia uang, sehingga penghasilan rata-rata ibu Suminah dalam sebulannya dalah 2 juta Rupiah.

Ibu Suminah memiliki 8 orang anak, 5 anak laki-laki dan tiga anak perempuan, ibu Suminah sendiri sudah tiga kali menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, semua pesta pernikahan anaknya diselenggarakan dengan meriah, berbeda terbalik dengan pesta pernikahan ibu Suminah saat itu yang digelar secara sederhana, hanya menggelar acara selametan dengan mengundang orang kenduri di rumah orangtuanya saat itu.

(35)

4) Ibu Susanti

Ibu Susanti lahir pada tanggal 9 Oktober tahun 1989 di Batu Selangit dan bersuku Jawa.Setelah menikah dengan Suaminya, ibu Susanti tinggal di daerah Purwosari Bawah.Pernikahan ibu Susanti dan suami diselenggarakan secara besar-besaran dengan mengundang 2000 tamu dengan hiburannya berupa keyboard hantu yang harganya mencapai 5 juta rupiah.

Pertemuannya dengan suaminya terjadi saat suaminya jalan-jalan ke kampungnya, mereka berkenalan kemudian pacaran, setelah setengah tahun pacaran, ibu Susanti dilamar oleh suaminya, lamaran tersebut disertai dengan pinengsetannya. Saat itu, ibu Susanti masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, dan setelah lulus mereka langsung menikah.

Pekerjaan sehari-hari ibu Susanti adalah sebagai ibu rumah tangga, dan suaminya bekerja sebagai petani sekaligus agen lembu. Kebun sawit dari ibuSusanti sendiri seluas ¼ hektar, dan lembunya berjumlah 4 ekor. Penghasilan rata-rata sebulan keluarga ibu Susanti dalam sebulan rata-rata adalah 1,5 juta.

5) Ibu Sumini

(36)

Ibu Sumini menikah ketika dia berusia 16 tahun, setahun setelah dia pacaran baru dia memutuskan untuk menikah.Dari pernikahannya tersebut ibu Sumini dikarunia tiga orang anak, 1 anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan. Anak pertama dan kedua-nya telah bekerja, sedangkan anak bungsunya masih duduk di bangku akhir kelas menengah atas

Pekerjaan ibu Sumini sehari-hari adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan suaminya telah pensiun dari PTPN IV Dolok Ilir. Selain dari gaji pensiun, ibu Sumini memperoleh pemasukan dari kebun sawitnya seluas 6 rante . Beliau juga memiliki 6 ekor lembu yang dapat digunakan sebagai simpanan ketika dia harus mengeluarkan uang banyak.Beliau juga tinggal di rumah yang masih berdinding papan.

Ibu sumini pernah menyelenggarakan pesta pernikahan ngunduh mantu anak laki-lakinya.Alasan dia menggelar pesta tersebut adalah ibu Sumini belum pernah menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, apalagi yang mau di pestakan tersebut adalah anak pertama.

6) Ibu Jiyem

(37)

remaja dan ayahnya telah pensiun, orangtua ibu Jiyem mengajaknya untuk kembali ke Jawa, tapi ibu Jiyem memilih untuk tetap tinggal di Purwosari Bawah.

Ibu Jiyem telah menikah dua kali, pernikahannya yang pertama adalah ketika dia berusia 16 tahun. Pernikahan Ibu Jiyem yang pertama karena dijodohkan oleh orangtua. Pesta pernikahannya sendiri pada saat itu diselenggarakan secara besar-besaran, dimana orangtua ibu Jiyem saat itu sampai menjual sapinya untuk membiayai pesta pernikahan anak bungsunya tersebut. Namun, setelah enam bulan pernikahan itu berjalan, kemudian ibu Jiyem memutuskan untuk meninggalkan suaminya, karena dia merasa bahwa dia tidak mencintai suaminya. Selama menjanda ibu Jiyem bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kota, setelah 11 tahun bekerja di kota ibu Jiyem memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Dusun Purwosari Bawah untuk menjaga ke-dua orangtuanya yang sudah tua. Selama di kampung, ibu Jiyem bekerja sebagai buruh harian lepas di perkebunan PT. Bridgestone dan ditempat bekerjanya tersebut,ibu Jiyem bertemu dengan suaminya yang sekarang.

(38)

pernikahannya, namun ternyata tetangga ibu Jiyem banyak yang datang bestelan ke pernikahannya.

Pernikahan bagi ibu Jiyem merupakan sesuatu hal yang sakral dimana dua orang yang berbeda menjadi satu dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu, Pernikahan bagi ibu Jiem juga merupakan suatu siklus kehidupan, dimana setelah anak-anak, kita beranjak dewasa, setelah dewasa kita akan menikah dan setelah menikah kita akan mengharapkan keturunan dan lahirlah anak. Kemudian setelah anak-anak lahir maka kita akan membiayai anak-anak yang dimiliki sampai anak-anak menikah, begitu pula anak-anak yang menikah akan mengalami siklus yang sama. Selain itu, alasan seseorang menikah menurut ibu Jiyem adalah untuk mempunyai teman hidup, seseorang pasti akan tua dan lumpuh, maka oleh sebab itu menurut ibu Jiyem seseorang memerlukan teman hidup untuk menemani dia kelak ketika dia tua dan lumpuh.

(39)

Ibu Jiyem pernah mengadakan Slametan untuk pernikahan keponakannya, karena ibu Jiyem belum pernah memestakan anaknya, maka menurut kepercayaan Jawa, famali bagi ibu jiyem untuk memestakan pernikahan keponakannya.

4.2.1. Informan berdasarkan golongan kelas Bawah 1) Ibu Atik

Ibu Atik lahir pada tahun 1959 dan umurnya sekarang adalah 54 tahun.Beliau lahir di tanjung balai dan bersuku Jawa.Ibu Atik tinggal di daerah Purwosari Bawah mulai tahun 1984, setahun setelah dia melahirkan anaknya yang pertama ibu Atik kemudian pindah ke daerah Purwosari Bawah, ikut suami untuk mengurus kedua orangtua dari suaminya.

Ibu Atik hanya memperoleh pendidikan sampai Sekolah Dasar dan itu pun tidak sampai tamat. Beranjak gadis,ibu Atik pergi merantau ke kota dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Di perantauan, ibu Atik bertemu dengan suaminya, mereka berpacaran pada tahun 1977 dan pada tahum 1980, mereka memutuskan untuk menikah. Mas Kawin yang diberikan suami ibu Atik saat itu adalah cincin dan berupa pakain. Pernikahan ibu Atik saat itu diselenggarkan dengan sangat sederhana dan hanya menggelar marhaban.

(40)

kobulsampai dengan resepsi. Alasan ibu Atik menggelar pesta pernikahan anak laki-lakinya tersebut, karena di rumah keluarga yang perempuan tidak dipestakan.

Keseharian, ibu Atik bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah tetangganya dan penghasilan sebulan adalah 450 ribu, sedangkan pendapatan dari suami ibu Atik tidak ada lagi karena suaminya telah meninggal. Ibu Atik tinggal di rumah sepetak, yang setengah dindingnya batu dan setengahnya lagi papan dan luas ladangnya yang dimiliki ibu Atik tidak lebih dari 2 rante.

2) Ibu Kasmini

Ibu Kasmini lahir pada tahun 1967 dan usianya sekarang adalah 46 tahun dan beliau bersuku Jawa.Ibu Kasmini tinggal di daerah Purwosari Bawah sejak lahir.Pendidikan terakhir ibu Kasmini adalah Sekolah Dasar dan dia menikah ketika dia berusia 16 tahun. Pernikahannya tersebut, digelar dengan sederhana.Ibu Kasmini memiliki tiga orang anak wanita dan kesemuanya telah menikah.Pernikahan anak pertama ibu kasmini diselenggarakan dengan menggelar pesta pernikahan yang sederhana, dan pernikahan anak kedua dan anak ketiga bu Kasmini, hanya menggelar slametan.

(41)

lagi papan, kendaraan bermotor ibu Kasmini juga sudah tidak terawat. Luas lahan yang dimiliki bu Kasmini adalah 1 rante

3) Bapak Bandi

Bapak bandi adalah seorang pria yang lahir pada tahun 1964, saat ini usia beliau 50 tahun. Keberadaan bapak Bandi di Dusun Purwosari Bawah, sudah sejak dia lahir.Bapak Bandi menikah ketika dia berusia 24 tahun, dari pernikahannya tersebut bapak Bandi dikaruniai 5 orang anak.Anak pertama sampai anak ketiga bapak Bandi telah menikah, sedangkan anak keempat dan kelima bapak Bandi masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Pekerjaan sehari-hari bapak Bandi adalah sebagai pedagang keliling dengan membawa barang dagangan agen di kampungnya.Dari pekerjaan tersebut, penghasilan bapak Bandi tidak menentu, bahkan terkadang dia harus meminjam uang kepada agennya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.Bapak Bandi tinggal di rumah warisan milik orangtuanya, dengan rumah yang lantainya masih beralaskan tanah dan rumah itu berdiri di atas tanah yang tidak lebih dari 2 rante.Pak Bandi tidak memiliki hewan ternak dan hanya memiliki 1 sepeda motor.

(42)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Proses Pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah

Pernikahan merupakan suatu upacara pengukuhan janji nikah yang dilakukan oleh dua orang untuk meresmikan ikatan perkawinannya. Dalam hal ini, pernikahan merupakan impian besar bagi sebagian besar pasangan yang ingin membangun hubungan rumah tangga. Bagi masyarakat Jawa sendiri, pernikahan merupakan suatu siklus daur hidup yang harus dijalani individu ketika beranjak dewasa, yang mana proses tersebut tidak dapat dilepaskan dari adat istiadat, mengingat hubungan intim antara laki-laki dan perempuan yang belum menikah dianggap perbuatan yang memalukan. Hal ini, secara sosiologis menurut Horton dan Hunt dalam (Narwoko dan Bagong, 2010) bahwa pernikahan merupakan pola sosial yang disetujui dengan cara dua orang atau lebih membentuk keluarga. Pola sosial yang disetujui disini, artinya adalah bahwa dengan pernikahan seseorang dapat melakukan hubungan suami-istri tanpa harus takut melanggar norma dan nilai yang ada di masyarakat, karena pada hakikatnya pernikahan merupakan suatu cara yang dilegalkan menurut adat, agama dan juga Negara.

(43)

melanggarnya, hal ini bertujuan untuk menjaga keteraturan dalam masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Dari tahun 2007-2013 telah terjadi tiga kasus perselingkuhan di Dusun Purwosari Bawah, yang mana ketiga kasus tersebut terjadi kepada pasangan yang telah menikah, bahkan melibatkan seorang wanita yang telah memiliki gelar agama. Ketiga kasus tersebut, terjadi pada tahun 2007, 2012 dan terakhir pada tahun 2013. Dari kesemua kasus tersebut, pihak-pihak yang terlibat perselingkuhan mendapat sanksi sosial, berupa tindakan pengeroyokan, pengucilan dari pergaulan masyarakat dan juga kurungan penjara. Pada tahun 2013, kasus perselingkuhan yang terjadi membuat sang wanita dan selingkuhannya dimasukkan ke dalam penjara.

Pelaksanaan pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pesta pernikahan Etnis Jawa di daerah asalnya. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan ibu Jiyem yaitu:

“pelaksanaan pernikahan etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pesta pernikahan di pulau Jawa. Pernikahan di daerah sini sangat kental budaya Jawa, baik sebelum dan saat resepsi pernikahan berlangsung. Seseorang yang tidak menggunakan adat Jawa dalam pernikahannya dianggap tidak mempunyai adat” (wawancara 06 Desember 2013)

(44)

juga slameten. Ketiga hal tersebut, merupakan sesuatu yang sangat penting yang wajib dilakukan oleh semua kalangan status sosial ekonomi di masyarakat dan hanya bagi masyarakat yang memiliki kekayaan lebih yang dapat melaksanakan resepsi pesta pernikahan.

Hal sebaliknya terjadi pada saat ini, masyarakat sekarang, khususnya orangtua merasa memiliki kewajiban untuk dapat melaksanakan pesta pernikahan anaknya. Dalam pelaksanaan pernikahan Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah,digelar dengan sangat meriah, hal ini dikarenakan nama baik orangtua dipertaruhkan dalam menggelar hajatan besar seperti itu. Nama orangtua dari calon pengantin perempuan yang menjadi perbincangan di masyarakat, perihal pesta pernikahan anaknya. Hal ini juga yang melatarbelakangi orangtua untuk berusaha membuat pesta pernikahan mewah anaknya dan mereka juga tidak akan merasa rugi untuk mengeluarkan uang banyak dalam membiayai pesta pernikahan anaknya, karena mereka tidak ingin ada perasaan dibedakan. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Siti:

“ pelaksanaan pesta pernikahan merupakan kewajiban orangtua terhadap anaknya, ibu merasa ikhlas jika harus mengeluarkan uang sangat banyak untuk membiayai pesta pernikahan anak ibu, yang paling penting kebahagiaan anak ibu, karena pesta pernikahan itu merupakan sesuatu yang penting yang dirayakan satu kali seumur hidup bagi anak ibu. Kasian dia, jika tidak digelar pesta pernikahan seperti teman-teman yang lain, dia pasti akan merasa minder. Kalau digelar pesta kan dia bisa punya kenang-kenagan berupa foto untuk ditunjukkan kepada anak-anaknya” ( wawancara 07 Desember 2013).

(45)

dengan sangat meriah, mulai dari dekorasi pelaminan, tata rias pengantin, makanan dan juga hiburan. Perkawianan bagi etnis Jawa, tidak hanya meyatukan ke dua pengantin, melainkan keluarga besar yang dahulunya tidak begitu dekat, menjadi semakin dekat. Sebagaimana,menurut Hildred (1982), pernikahan merupakan pelebaran menyamping tali ikatan antara dua kelompok yang tidak bersaudara atau pengukuhan keanggotan kelompok secara endogam. Oleh sebab itu, apabila keluarga dari pihak wanita kekurangan biaya untuk menyelenggarakan pesta pernikahan, maka keluarga pihak laki-laki juga dapat membantu.

Adapun tahapan/proses yang harus dilalui untuk menuju sebuah pernikahan pada etnis Jawa di Dusun Purwosari bawah yaitu:

1. Tahap Penjajakan

Tahap penjajakan sama dengan kencan, yang mana merupakan perjanjian sosial yang secara kebetulan dilakukan oleh dua orang individu yang berlainan jenis seksnya untuk mendapat kesenangan, dalam bahasa Jawanya dikenal dengan Babat Alas yang artinya membuka hutan. Tujuannya adalah agar kedua belah pihak saling mengenal sebelum menuju tahap yang lebih lanjut. Jika dahulunya penentuan jodoh ini ditentukan oleh orangtua, namun sekarang orangtua membebaskan anaknya untuk memilih pasangan sendiri, orangtua hanya memberikan nasehat kepada anaknya. Hal ini terungkap pada saat wawancara dengan ibu Siti:

(46)

masing-masing, orangtua hanya memberikan wejangan saja” (wawancara, 07 Desember 2013)

2. Tahap Peminangan/ Lamaran

Kemudian setelah tahap pengenalan itu berjalan lancar dan kedua muda-mudi tersebut telah mantap dengan pasangannya, maka akan dilanjutkan dengan tahap peminangan yang disebut juga dengan lamaran, yang merupakan kunjungan resmi keluarga pihak laki laki-laki ke rumah keluarga pihak perempuan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah anak perempuan tersebut sudah ada yang memiliki atau tidak, jika tidak ada yang memiliki, maka keluarga pihak pria mengutarakan niatnya untuk mempersunting anak perempuan tersebut.

Umumnya kedatangan pihak laki-laki akan disertai dengan membawa buah tangan, berupa makanan. Setelah lamaran diterima, maka akan dibicarakan mengenai hari pernikahan dan mas kawin. Untuk menentukan hari pernikahan keluarga pihak perempuan akan menanyakan kepada orangtua (sesepuh adat) mengenai hari pernikahan yang tepat, penentuan hari pernikahan ini didasarkan pada hari lahir kedua calon mempelai dalam tanggalan Masehi dihitung dari tanggal sepasaran Jawa (tanggal mingguan dalam kalendar Jawa), penentuan hari pernikahan ini sangat penting, bahkan dapat mempengaruhi keberlanjutan pelaksanaan pesta pernikahan. Hal ini sesuai wawancaradengan ibu Susiyah:

(47)

dilamar tinggal menentukan hari pernikahannya saja, namun ketika keluarga pihak perempuan mencocoknya tanggal mereka, eh ternyata, tidak cocok. Saya meminta pengertian anak saya untuk membatalkan pernikahan tersebut dan keluarga pihak perempuan juga menyetujuinya, sehingga pernikahannya dibatalkan”. (wawancara 25 Desember 2013)

Namun, ada juga masyarakat yang tidak begitu mempedulikan mengenai kecocokan tanggal lahir pasangan yang menikah, bagi mereka menjalani pernikahan merupakan sesuatu yang harus dijalani, kesenangan dan kesusahan dijalani secara bersama. Mereka mempercayai kalau memang jodoh, maka akan bersatu. Hal ini dipertegas oleh wawancara dengan ibu Jiyem yaitu:

“pernikahan ibu dan suami tidak ada menanyakan ke orangtua mengenai kecocokan tanggal lahir, waktu itu ibu hanya berpikir, kalau memang jodoh ya dijalani saya, seandainya tidak berjodoh, maka akan berpisah juga. Walaupun begitu kakak-nya ibu yang pandai membaca tanggalan Jawa, melihat bahwa setelah kami menikah, maka pernikahan kami ibarat gelas yang sumpil sedikit, ya itu memang terbukti. Setelah satu bulan ibu menikah, mamak dari ibu meninggal” ( wawancara 06 Desember 2013)

Berdasarkan hal tersebut, mencocokkan hari lahir kedua pasangan pengantin di Dusun Purwosari Bawah tergantung dengan kepercayaan masing-masing individu di Dusun Purwosari Bawah.

3. Pertunangan/Pinengsetan

(48)

simbol dalam pinengsetan ini yaitu pakain lengkap wanita yang dalam bahasa Jawa-nya disebut sandangan sapangadek, perhiasan dan uang yang disebut dengan tukon.

Selain itu, terdapat istilah baru dalam sebuah pertunangan yaitu tukar cincin. Makna tukar cincin ini yaitu sebagai simbol pengikat pihak calon pengantin pria terhadap calon pengantin perempuan. Fenomena tukar cincin ini terjadi pada era tahun 80-an ke atas, dimana sebelum tahun 80-an, era tukar cincin di Dusun Purwosari Bawah, tidak ada. Hal ini terungkap pada saat wawancaradengan ibu Susiyah di lapangan:

“ pernikahan ibu waktu itu ada pada tahun 1979, pinengsetannya hanya diberi pakaian dan juga uang jahitnya, pada saat itu belum ada trent tukar cincin, baru setelah ibu nikah, di Dusun ini mulai trent mengenai tukar cincin”. (wawancara 25 Desember 2013)

Selanjutnya hal yang mendukung pernyataan ini juga disampaikan oleh Informan ibu Atik:

“Ibu nikah tahun 1980, setelah tiga tahun pacaran dimulai dari tahun 1977, barulah kami memutuskan untuk menikah, pada saat pinengsetan, ibu diberi pakaian dan juga cincin sebagai simbol bahwa ibu sudah ada yang memiliki ”. ( Wawancara 11 Desember 2013)

(49)

4. Pernikahan

Pernikahan merupakan suatu tahap akhir, dimana seseorang akan menerima status baru menjadi pasangan suami-istri. Secara umum proses dalam pernikahan ini yaitu:

1) Tahap sebelum pernikahan

Sebelum pernikahan kedua mempelai akan dipingit selama 40 hari, namun sekarang pingitan ini hanya dilakukan 7 hari sebelum pesta pernikahan digelar. Tujuan dari pingitan ini adalah untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang tidak diinginkan yang terjadi kepada kedua calon pengantin. Hal ini juga dipertegas pada saat wawancaradengan ibu Arfain:

“ pingitan itu merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan kedua mempelai mendekati hari pernikahan, selama 7 hari kedua mempelai dilarang ketemu bahkan keluar rumah, tujuannya adalah agar tidak ada marabahaya yang terjadi, seperti kecelakaan, karena menjelang hari penikahan itu merupakan bulan panas bagi kedua mempelai”.(wawancara 25 Desember 2013)

Selanjutnya hal yang sama juga disampaikan Informan Susiyah oleh:

“ saat mendekati hari pernikahan kedua calon pengantin, melakukan ritual pingitan, bahkan perempuan dianjurkan untuk berpuasa, tujuannya agar pernikahannya dapat berjalan lancar”. (wawancara Susiyah 25 Desember 2013)

(50)

acara pernikahan,tersebut, masyarakat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, masih mempercayai tradisi memanggil pawang hujan, tujuannya agar pada saat pesta pernikahan digelar tidak ada hujan yang turun, sehingga banyak tamu yang datang ke pernikahannya. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara di lapangan:

“ ya, ibu manggil pawang hujan, meminta agar pada saat pesta pernikahan yang digelar tidak hujan, hal itu merupakan langkah antisipasi. Turun tidak-nya hujan itu diserahkan lagi kepada yang Maha Kuasa”. (wawancara Suarni, 10 Desember 2013)

“ ya manggil pawang hujan juga, minta tolong sama Bapak Kateng , agar pada saat pesta pernikahan digelar tidak ada hujan, kalau hujan pesta pernikahan-nya tidak dapat berjalan lancar, kalau hujan itu semua-nya tambah semrawut”. (wawancara Siti, 07 Desember 2013)

(51)

sebelum hari pernikahan ataupun pada pagi hari pada saat resepsi akan segera pernikahan digelar.

Pada malam hari sebelum pesta pernikahan digelar akan diadakan acara slametan di rumah calon pengantin perempuan dengan mengundang laki-laki untuk datang kenduri, orang yang diundang kenduri tersebut akan memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pernikahan yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar dan mendapat berkah. Slametan ini juga dikenal dengan malam midodoremi, yang dipercayai bahwa pada malam tersebut akan turun bidadari-bidadari dari langit.

Gambar 5.1. acara slametan

(52)

2) Resepsi Pesta Pernikahan

Setelah malam midodoremi telah selesai, keesokan harinya merupakan acara puncak dari pernikahan yang dikenal dengan resepsi pesta pernikahan. Sebelum resepsi pesta pernikahan tersebut, kedua mempelai akan melakukan upacara adat Jawa yang dikenal dengan upacara panggih, yang mana ritual tersebut akan dipimpin oleh seorang dukun manten.

Adakalanya pesta pernikahan yang diselenggarakan juga disertai dengan kedatangan ibu-ibu marhaban yang menyanyikan lagu-lagu shalawat nabi, yang tujuannya agar pernikahan yang akan dijalani kedua pengantin baru dapat berjalan lancar dan mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Untuk mengundang ibu-ibu marhaban memerlukan biaya, jadi tidak semua kalangan status sosial ekonomi mengundang mereka, hanya yang memiliki uang lebih yang mengundang ibu-ibu marhaban tersebut. Pada saat ibu-ibu marhaban mendendangkan lagu shalawat nabi, disisi lain kedua mempelai akan melakukan ritual tepung tawar yang dilakukan oleh keluarga kedua pengantin, dengan memercikkan kedua pengantian dengan air tepung yang bewarna kuning.

(53)

3) Acara Setelah Resepsi Pernikahan

Setelah acara resepsi pernikahan selesai, keesokan harinya keluarga yang baru menggelar hajatan masih disibukkan untuk membuat bubur sumsum, yang terbuat dari tepung beras yang dimasak dengan santan dan disajikan dengan siraman air gula merah. Tujuan dari pembuatan bubur sumsum ini adalah untuk menambah tenaga keluarga dari yang menggelar pesta dan juga orang yang telah datang untuk rewang.

(54)

“ Ibu bikin pesta ngunduh mantu karena anak ibu adalah anak laki-laki satu-satunya, apalagi dia anak sulung. Lagian jarak ibu bikin pesta yang pertama sudah 12 tahun. Ya udah, maka-nya ibu bikin pesta ngunduh mantu” ( wawancara Sumini, 02 Januari 2014)

“alasan ibu bikin acara ngunduh mantu karena menantu ibu itu masuk islam, di rumahnya sana dia tidak dipestakan. Pesta pernikahan itu kan sekali seumur hidup kasian kalau mereka tidak dipestakan, maka dari itu ibu bikin upacara ngunduh mantu”. (wawancara Atik, 11 Desember 2013)

Selanjutnya alasan lain juga disampaikan oleh:

“alasan Bapak bikin acara ngunduh mantu karena di rumah anak perempuannya, baru saja ada kemalangan, ayah dari menantu Bapak baru meninggal. Pantang bagi orang kita Jawa, kalau bikin pesta saat baru kemalangan. Paling tidak nunggu setahun baru bisa bikin pesta, ya dari lama kali ya udah Bapak pesta kan. Lagi pula anaknya juga minta”. (wawancara Bandi, 22 Desember 2013)

Dalam pelaksanaanya, waktu upacara ngundo mantu ini dilakukan secara bebas, dapat dilakukan kapan saja. Namun pelaksanaan sepasaran, waktunya telah ditetapkan yaitu 5 hari setelah resepsi pernikahan di rumah pihak perempuan. Hal ini dipertegas pada saat wawancara dengan Bapak Bandi:

“anak bapak itu nikahnya bulan 9 habis lebaran ini, ngundo mantunya kemaren bulan 12 tanggal 22, kan jaraknya sudah hamper 3 bulan itu, tapi pengantin perempuan kalau kerumah Bapak, ya 5 hari setelah nikah itu”. (wawancara 22 Desember 2013)

Adapun nilai yang terkandung dalam setiap prosesi pernikahan adat Etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah yang dapat disimpulkan peneliti, yaitu:

1. Penghargaan terhadap perempuan

(55)

besar uang seserahan yang diterima oleh perempuan, maka akan akan semakin tinggi penghargaan yang diberikan kepada wanita tersebut

2. Status Sosial

Pernikahan menjadi ajang untuk memperlihatkan status sosial ekonmi seseorang di masyarakat. Semakin tinggi kedudukan ekonomi seseorang di masyarakat maka akan semakin besar juga pelaksanaan pesta pernikahannya.

3. Kekerabatan

Pernikahan berfungsi untuk mempererat hubungan keluarga yang sebelumnya sudah terjalin, menjadi semakin erat karena pernikahan anaknya. Artinya pernikahan menyatukan dua keluarga. Selain itu, dalam pernikahan akan mengundang banyak tamu yang datang, mulai dari saudara, kerabat dan juga tetangga, dalam hal ini pesta pernikahan menjadi ajang silahturami

4. Gotong royong

(56)

5.2.Komersialisasi Pesta Pernikahan di Dusun Purwosari Bawah

Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sakral, dimana seorang laki-laki dan perempuan dipersatukan dalam ikatan janji perkawinan. Salah satu tujuan sakral dari pesta pernikahan adalah menyiarkan kepada khalayak ramai karena telah bersatunya sepasang insan manusia yang berlainan jenis dalam suatu perkawinan. Kedatangan para tamu undangan untuk menyaksikan pesta pernikahan yang digelar, secara tidak langsung telah mendatangkan keuntungan bagi para penyelenggara pesta pernikahan etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, akibatnya hal tersebut, memunculkan kapitalisme melalui komodifikasi pesta pernikahan, dengan menjadi pesta pernikahan sebagai komoditi komersil.

(57)

“ kalau pesta itu, ya ada untungnya, yang berasal dari sumbangan orang bestelan dan rewang. Bentuknya berupa uang, kado dan bahan pokok untuk pesta” (wawancara 06 Desemeber 2013)

Pernyataan ibu Jiyem tersebut, menjelaskan bahwa keuntungan pesta pernikahan berasal dari sumbangan para tamu yang rewang dan bestelan, yang disebut dengan tradisi nyumbang. Hal ini juga diperkuat dari hasil observasi, peneliti melihat bahwa di sudut tiang tratak, bahkan digantungkan amplop beserta pulpennya. Hal itu berfungsi apabila ada tamu yang tidak memiliki amplop, maka dia bisa mengambil amplop yang digantungkan tersebut.

Gambar 5.2. ampop

(58)

ekonomi juga. Dalam hal ini, penyelenggara pesta dan juga masyarakat secara tidak sadar telah menyembunyikan makna sakral dari sebuah pesta pernikahan. Menurut Marx dalam (Pilliang, 2012) bahwa produk telah mengalami mistifikasi, yaitu yang terlihat dari sebuah produk hanya sebuah tampilan palsu dan menyembunyikan tampilan sesungguhnya.

Komersialisasi pesta pernikahan yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah, dalam hal ini tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan pasar juga ikut terkait dalam mengkemas pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah, menjadi pesta pernikahan mewah, dari segi penampilan dan bentuk. Munculnya jasa sewa pelaminan, tratak, hiburan, foto, undangan, bahkan jasa pawang hujan, yang turut andil dalam mengkemas pesta pernikahan semakin komersialisasi.Hal ini menurut Darmawan (2010) bahwa pesta pernikahan telah berubah menjadi industri yang melibatkan banyak orang, mulai dari jasa pelaminan, traktak, hiburan, undangan, foto pernikahan dan juga pawang hujan.

(59)

nya hujan itu diserahkan lagi kepada yang Maha Kuasa”. (wawancara 10 Desember 2013

Selain itu, penyelenggara pesta juga mempertimbangkan waktu yang tepat dalam menyelenggarakan pesta pernikahan. Ada pantangan bagi orang Jawa dalam menyelenggarakan pesta yaitu pada bulan suro, selainya tidak ada pantangan bulan dalam menyelenggarakan pesta. Biasanya pesta pernikahan banyak diadakan pada hari sabtu dan juga minggu, hal ini dikarenakan pada hari tersebut para pekerja memperoleh gaji, sehingga mereka memiliki uang untuk menyumbang penyelenggara pesta, bahkan pada saat bulan bonusan, yaitu pada bulan 6 dan bulan 12, akan semakin banyak masyarakat etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah yang menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya. Pada saat bonusan para pekerja yang bekerja di Perkebunan PTPN IV Nusantara Dolok Ilir dan PT Bridgestone, akan memperoleh uang bonus yang besar bahkan sampai 6 juta. Dengan demikian, uang bonusan dapat mereka gunakan untuk menyumbang penyelenggara pesta pernikahan. Apabila waktu penyelenggara pesta pernikahan tidak pada waktu yang tepat diselenggarakan, maka hal tersebut dapat merugikan dari penyelenggara pesta pernikahan.

(60)

apabila sudah diundang. Bagi penyelenggara pesta pernikahan sebulan sebelum pesta pernikahan digelar mereka akan mempersiapkan berapa banyak jumlah undangan yang disebar, mulai dari saudara, kerabat dan juga tetangga. Dalam hal ini status ekonomi seseorang di masyarakat dusun Purwosari Bawah turut mempengaruhi seberapa besar jumlah tamu yang diundang. Harga undangan yang bervariasi, membuat masyarakat perlu selektif mengenai tamu yang diundang. Dalam hal ini, semakin tinggi kedudukan seseorang di masyarakat, maka akan semakin banyak jumlah tamu yang diundang.

Menurut Darmawan (2010) pesta pernikahan merupakan arena untuk mengukuhkan siapa yang paing kaya dan memiliki jaringan yang lebih luas. Orang yang memiliki kedudukan tinggi di dusun Purwosari Bawah, dalam arti orang kaya, pesta pernikahannya akan dihadiri banyak tamu, jika dibandingkan orang menengah dan juga miskin. Hal ini dikarenakan orang kaya memiliki jaringan luas yang berasal dari teman bisnis tetangga maupun saudara. Selain itu, orang kaya di Dusun Purwosari Bawah, akan selalu aktif dalam menghadiri dan menyumbang pesta pernikahan tetangganya yang lain, karena mereka memiliki modal untuk menyumbang orang pesta yang lain. Sedangkan seseorang yang berkedudukan rendah di masayarakat, tamu yang diundang ke pesta pernikahannya relatif sedikit, hal ini karena harga undangan yang mahal. Jumlah tamu yang datang akan mempengaruhi terhadap keuntungan yang didapat, yang pada akhirnya orang miskin hanya memperoleh keuntungan yang sedikit jika dibandingkan dengan pesta pernikahan orang kaya dan menengah.

(61)

pernikahan juga para tamu undangan. Dalam hal ini, semakin menarik pesta pernikahan yang digelar, akan mempengaruhi terhadap jumlah tamu yang datang, bahkan para tamu yang datang tidak segan-segan untuk menyanyi di atas pentas bersama para biduan. Secara tidak langsung penyelenggara pesta pernikahan, menggelar hiburan di acara pesta pernikahannya adalah untuk menghibur para tamu undangan. Dalam kesehariannya tamu undangan adalah mereka yang bekerja, baik kepada perusahaan maupun berwiraswata, dengan adanya hiburan dalam pesta pernikahan, menjadi sarana bagi para tamu undangan untuk melepas sejenak kelelahan mereka setelah seharian bekerja, sehingga hiburan tersebut sering sekali menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat di dusun Purwosari Bawah. Dari hasil observasi, ada salah satu warga yaitu Bapak Bandi yang menampilkan hiburan berupa pertunjukkan keyboard gondang, yang merupakan kesenian dari masyarakat Batak.. Harga pertunjukkan reog itu sendiri saat ini di dusun Purwosari Bawah yaitu 1,8 juta rupiah. Pertunjukkan reog akan dilakukan dari siang hari sampai pada malam hari dan pada malam hari pertunjukkan tersebut semakin meriah, karena semakin banyak para pemain reog yang melakukan atraksi yang hebat.

(62)

hasrat yaitu hasrat untuk melihat hiburan dalam pesta pernikahan. Peneliti melihat bahwa pada saat hiburan yang menarik ditampilkan akan ada banyak orang pada malam hari yang datang untuk berkumpul di tempat penyelenggara pesta pernikahan. Dapat disimpulkan bahwa semakin meriah dan megah pesta pernikahan yang dibuat akan menarik minat tamu undangan yang datang untuk melihat kemegahan pesta pernikahan yang dibuat penyelenggara pesta pernikahan. Demikian sebaliknya, semakin sederhana pesta pernikahan yang dibuat akan mengurangi minat orang untuk datang ke pesta pernikahan, bahkan mereka lebih memilih untuk menitipkan uang sumbangan kepada kerabat lain yang datang ke pesta pernikahan tersebut. Menurut Baudrillard dalam (Martono, 2012), dapat disimpulkan bahwa masyarakat sekarang telah beralih masyarakat tontonan, yang hal ini sama dengan masyarkat konsumsi.

Selain itu, dari hasil observasi di lapangan, peneliti melihat bahwa keberadaan hiburan itu sendiri telah membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar, yaitu mulai bermunculan pedagang musiman seperti pedagang mainan anak dan juga makanan. Mereka memanfaatkan momentum pesta pernikahan untuk mencari rezeki. Hal ini juga membuat pesta pernikahan tersebut, semakin meriah, sehingga dalam hal ini para tamu undangan, selain bisa memenuhi kewajiban sosial yaitu, menghadiri undangan pesta pernikahan juga dapat menyaksikan hiburan. Selain itu mereka juga dapat membeli makanan ringan yang dijual para penjual makanan musiman tersebut.

(63)

agar pesta pernikahan anaknya tidak mengalami kerugian yaitu dengan memberi sajian makanan ala kadanya. Hal ini juga diperkuat oleh wawancara dengan ibu Jiyem:

pesta pernikahan itu untung, ya kalau kita menyumbang 25 ribu, dapt nasi bontot-nya, berupa nasi, lauknya telur dan juga mie. Ya untung besar lah mereka” (wawancara 06 Desember 2013)

Dari pernyataan ibu Jiyem di atas, bahkan makanan menjadi ujung tolak ukur dari sumbangan para tamu yang datang, bahkan tidak ada perbedaan mengenai jumlah uang sumbangan yang diterima dengan makanan yang diberikan penyelenggara pesta pernikahan. Sajian nasi bungkus, yang berisi nasi ala kadarnya, merupakan strategi bagi penyelenggara pesta pernikahan agar pesta pernikahan yang digelar tidak mengalami kerugian.

Dalam kenyataan di masyarakat, akan tampak terdapat perbedaan keuntungan yang didapat oleh mereka yang memiliki kedudukan tinggi,menengah dan rendah di masyarakat. Hal ini juga diperkuat pada saat wawancara di lapangan:

“Waktu itu modal pesta ibu ada 25 juta ada kembalinya 32 juta itu lain kadonya”. (wawancara Siti, 07 Desember 2013)

“modal pestanya kira-kira 20 juta lebih, ibu dapat kembalinya hampir 30 juta, ya itu untuk beli mas dan juga dikasih sama anak perempuan ibu, yang nikah”(wawancara Suarni, 10 Desember 2013)

Selanjutnya hal yang sama juga disampaikan oleh informan yang berada di kelas menengah:

“Rata-rata sumbangan orang 20 ribu, dari 1500 ratus undangan yang diundang 95 % yang datang. Modal ibu untuk menyelenggarakan pesta itu balik, dan untungnya bisa untuk beli 1 ekor sapi (wawancara Arfain, 25 Desember 2013)

(64)

Selanjutnya pernyataan yang sama juga disampaikan oleh informan yang berada di kelas menengah bawah:

waktu itu ibu dapatnya 14 juta modalnya 10 juta” (wawancara Atik, 11 Desember 2013)

“waktu itu dapat uang lebih, digunakan untuk membayar hutang dan sisanya dikasihkan sama anak” (wawancara Kasmini, 12 Desember 2013)

Walaupun begitu tidak semua pesta yang ada di Dusun Purwosari Bawah memperoleh keuntungan. Sering kali seseorang yang berada di kelas Bawah berusaha untuk menggelar pesta besar-besaran menyerupai pesta kalangan menengah atas, sehingga mereka mengeluarkan modal yang besar, bahkan modal tersebut juga hasil meminjam, akibatnya mereka mengalami kerugian. Hal ini terungkap pada wawancara oleh Bapak Bandi di lapangan:

“ pesta pernikahan anak saya yang kemarin menghabiskan dana 32 juta, sedangkan hasil sumbangan yang didapat 29 juta, ya itu tidak bisa dikatakan rugi juga, orang kurangnya hanya sedikit” (wawancara 22 Desember 2013)

(65)

“ apabila suatu keluarga memperoleh keuntungan yang banyak dari sumbangan para tamu. Orang tersebut bisa berubah nasib. Uang tersebut bisa diputarkan untuk modal usaha”. (wawancara 02 Januari 2014)

Selain itu, apabila pesta pernikahan yang telah digelar berakhir, maka akan ada pembicaraan di masyarakat, mengenai keuntungan yang didapat dari penyelenggara pesta pernikahan, bahkan tetangga disekitar rumah tidak sungkan untuk bertanya berapa keuntungan yang didapat kepada penyelenggara pesta. Apabila penyelenggara pesta rugi, orangtua dari pengantin tersebut akan menjadi pembicaraan di masyarakat. Padahal, tidak jarang masyarakat miskin di Dusun Purwosari Bawah harus meminjam uang kepada sanak saudara maupun tetangga untuk membiayai pesta pernikahan anaknya, namun mereka tetap merugi, sehingga setelah pesta pernikahan selesai, mereka juga harus memikirkan lagi mengenai pembayaran hutang.

Berdasarkan hal di atas, tradisi nyumbang di Dusun Purwosari Bawah telah menyebabkanmasyarakat menjadi semakin bersifat kapitalis, melihat segala sesuatu dari keuntungan yang didapat, bahkan hubungan sosial di masyarakat telah dinilai dari segi uang. Nilai sakral yang terkandung dalam tradisi nyumbang telah berganti menjadi nilai profan, secara tidak langsung telah mengubah hubungan sosial di dalam masyarakat Dusun Purwosari Bawah, bahkan pada penyelenggara pesta pernikahan di Dusun Purwosari Bawah akan terlihat perbedaan pelayanan yang diberikan kepada mereka yang diharapkan memberikan uang sumbangan yang lebih besar. Hal ini juga diperkuat pada saat wawancara dengan ibu Suarni:

(66)

kalau saudara itu kan sampai 100 ribu lebih, kalau pulang nanti dibawain nasi bontot sama jenang, walaupun sudah makan disini. Kalau tamu biasa ya, apabila sudah makan jalan tidak dikasih lagi nasi bontot, kecuali mereka ada keluarga yang tidak nitip amplop ataupun tidak makan jalan, baru dikasih nasi bungkus”. ( wawancara 10 Desember 2013)

Dari pernyataan tersebut, peneliti melihat bahwa terdapat perbedaan pelayanan yang dilakukan oleh masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, jika dibandingkan dengan di daerah pulau Jawa, khususnya desa Kilensari. Dalam skripsi Zainy (2008), akan ada perbedaan waktu tamu yang diundang berdasarkan kelas sosial dan juga makanan yang akan diberikan di desa Kilensari. Namun di Dusun Purwosari Bawah, perbedaan pelayanan tersebut diberikan hanya terbatas pada saudara dan juga kerabat dekat. Jika saudara dijamu di dalam rumah dan dihidangkan dengan makanan yang lebih beragam, sedangkan tamu biasa diperlakukan secara sederhana, mereka ditempatkan diluar rumah dan dihidangkan dengan makanan yang ala kadarnya. Hal ini dikarenakan saudara maupun kerabat dekat akan memberikan sumbangan yang lebih besar, jika dibandingkan tamu biasa, bahkan perbedaan tersebut akan tampak pada saat 3 hari sebelum pesta pernikahan di gelar. Para saudara dan juga kerabat dekat akan diantarkan nasi tonjokan, yang lauknya berupa daging dan makanan istimewa lainnya. Pada masyarakat dusun Purwosari Bawah, apabila seseorang telah menerima nasi tonjokan, setidaknya suami-istri akan menyumbang yang punya hajatan sekitar 100 ribu.

(67)

bentuk pemberian dan mengharapkan kembali dari pemberian yang telah diberikan. Dari hasil observasi di Dusun Purwosari bawah, penyelenggara pesta akan mencatat setiap orang yang telah menyumbang.

(68)

5.3.Identitas Status sosial ekonomi dalam Penyelenggaraan Pesta Pernikahan di Dusun Purwosari Bawah

Pesta pernikahan merupakan perhelatan besar yang besar yang dirasakan oleh kedua pengantin sekali seumur hidup, sebelum memasuki dunia rumah tangga, pada momentum seperti itu mereka akan menjadi objek perhatian semua orang karena mereka bagaikan menjadi raja dan ratu yang duduk disinggah sana. Dalam era kapitalis, pesta pernikahan telah menjadi komoditi tanda yang dikonsumsi penyelenggara pesta pernikahan. Menurut Baudrillard dalam (Martono, 2012) bahwa budaya sekarang telah menjadi suatu objek materi simbol, akibatnya orang rela berkorban untuk meraihnya karena simbol tersebut menjadi penanda identitas status sosial ekonomi seseorang di masyarakat. Masyarakat etnis Jawa di dusun Purwosari Bawah berusaha untuk menggelar pesta pernikahan meriah, karena tidak ingin merasa dikucilkan dalam pergaulan masyarakat sekitar.

(69)

Stratifikasi sosial yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah terjadi dengan sendirinya, tidak terdapat institusi resmi yang sengaja dibentuk untuk membagi kekuasaan tersebut, melainkan kepemilikan harta kekayaan yang secara tidak langsung menyebabkan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Kesenjangan ekonomi pada masyarakat etnis Jawa di Dusun Purwosari Bawah, dapat dengan kontras kita bedakan, hal ini dapat kita lihat dari segi pemilikan rumah. Akan terlihat perbedaan rumah yang dimiliki orang kaya dengan rumah yang dimiliki orang miskin, bahkan di Dusun Purwosari bawah, masih terdapat rumah yang beratapkan bambu dan lantai rumahnya masih beralaskan tanah. Berbanding terbalik dengan kediaman orang kaya, yang rumahnya besar bahkan terdapat mobil dalam bagasi rumahya. Hal ini menunjukkan bahwa stratifikasi yang terjadi di Dusun Purwosari Bawah memperlihatkan perbedaan kemampuan dan kesanggupan antara kelas atas, menengah dan juga bawah.

(70)

Penyelenggaraan pesta pernikahan mewah di dusun Purwosari Bawah diselenggarakan untuk menunjukkan status sosial seseorang di masyarakat.

Menurut Baudrillard dalam (Martono, 2012), konsumsi terhadap komoditi digunakan sebagai pencitraan dalam masyarakat, akibat pencitraan ini masyarakat di Dusun purwosari Bawah akan merasa malu, jika tidak menyelenggarakan pesta pernikahan. Seseorang yang tidak menyelenggarakan pesta pernikahan, akan dianggap memiliki status sosial ekonomi yang rendah dalam masyarakat, apalagi pada masyarakat di Dusun Purwosari Bawah, nama baik orangtua dari calon pengatin perempuan yang dipertaruhkan. Jika pesta pernikahan yang digelar lancar, maka hal ini akan mengangkat nama baik dari orangtua pengantin perempuan, bahkan akibat pencitraan ini orangtua tidak malu jika harus memestakan anaknya yang telah hamil diluar nikah, bahkan mereka di dudukkan di pelaminan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perlakuan terhadap anak gadis perawan dengan yang telah hamil di luar nikah. Hal ini juga dipertegas oleh wawancara dengan ibu Jiyem:

“ pada zaman sekarang, di desa ini banyak sekali remaja yang hamil di luar nikah, namun orangtua tetap menyelenggarakan pesta pernikahan anaknya, paling anak tersebut hanya akan menjadi gunjingan oleh masyarakat sini, namun pada saat pesta pernikahan digelar, orang yang menggunjing tersebut juga akan datang ke pesta pernikahan tersebut”. (wawancara 06 Desember 2013)

Gambar

Gambar 2: menunjukkan perubahan pakain pernikahan pada upacara pernikahan Etnis Jawa dusun Purwosari Bawah
Gambar 3 : merupakan papan bunga, yang merupakan fenomena baru dalam pernkahan etnis Jawa di dusun  Purwosari Bawah, semakin banyak papan bunga yang dipajang, maka semakin tinggi pula status sosial yang  dimiliki penyelenggara pesta pernikahan
Gambar 6 : merupakan bentuk sumbangan uang yang diberikan oleh para tamu kepada penyelenggara pesta pernikahan
Gambar 7 : adalah gambar saat masyarakat menyaksikan keyboard gondang pada malam hari
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Sasaran pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan IMS adalah untuk setiap, orang kelompok rawan dan tempat rawan yang dapat mengakibatkan terjadinya

Masih ada pula beberapa karya ilmiah yang salah dalam penulisan kata, ejaan serta aturan atau kaidah yang baku sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Saat ini, aplikasi

Formula ampas kelapa terpilih memiliki hasil kandungan serat (2,37 %) cukup rendah dari pada tepung ampas kelapa formula awal, hal ini sejalan dengan penelitian

[r]

Buka aplikasi, ketika pada saat pertama kali anda menggunakannya, akan muncul permintaan untuk menverifikasi email, dengan begitu anda akan mendapatkan akses... VPN, ketikan saja

Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup dan tujuan hidup tersebut tidak lepas dari masalah keuangan.Begitu juga dengan mahasiswa, dalam melakukan

Kelulushidupan ikan mas yang tinggi pada air gambut hasil olahan dengan unit pengolahan air gambut sistem kontinu disebabkan adanya perbaikan kualitas air dari yang

Untuk kedua orang tua penulis, Bapak Sutikno dan Ibu Tentrem Puryatiningsih terima kasih atas cinta, kasih sayang, motivasi, semangat, perhatian, dukungan moril