• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketentuan Perkawinan

C Amal Saleh

A. Ketentuan Perkawinan

1. Pengertian Nikah

Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah menurut istilah adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan muhrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah Swt.

Pengertian pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang berisi perintah menikah sebagai berikut.

Wa min ±y±tih³ an khalaqa lakum min anfusikum azw±jal litaskunμ ilaih± wa ja‘ala bainakum mawaddataw wa ra¥mah(tan), inna f³ ©±lika la’±y±til liqaumiy yatafakkarμn(a).

Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

(Q.S. ar-Ru-m [30]: 21)

Hukum menikah adalah sunah muakkad, tetapi bisa berubah sesuai dengan kondisi dan niat seseorang. Jika seseorang menikah dengan diniatkan sebagai usaha untuk menjauhi dari perzinaan, hukumnya sunah. Akan tetapi, jika diniatkan untuk sesuatu yang buruk, hukumnya menjadi makruh, bahkan haram. (Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 382)

2. Rukun Nikah

Rukun nikah merupakan hal-hal yang harus dipenuhi agar per- nikahan menjadi sah. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi berarti pernikahan dianggap belum terjadi. Rukun nikah sebagai berikut. a. Ada mempelai yang akan menikah.

b. Ada wali yang menikahkan.

c. Ada ijab dan qabul dari wali dan mempelai laki-laki. d. Ada dua saksi pernikahan tersebut.

Dalam pernikahan harus ada kerelaan hati laki-laki dan perempuan yang akan menikah tanpa paksaan. Kerelaan hati merupakan sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tersembunyi sehingga perlu diungkapkan dalam bentuk ijab kabul.

3. Syarat Nikah

Selain memiliki rukun, pernikahan juga ada syarat-syarat tertentu sebagai berikut.

a. Calon Suami Telah Baliq dan Berakal

Calon suami disyaratkan telah balig dan berakal. Calon suami juga disyaratkan tidak memiliki halangan syar’i untuk menikahi wanita tersebut.

b. Calon Istri yang Halal Dinikahi

Calon istri disyaratkan wanita yang halal dinikahi dan bersedia dinikahi.

c. Lafal Ijab dan Kabul Harus Bersifat Selamanya

Ijab merupakan pernyataan pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikat- kan diri. Kabul merupakan pernyataan pihak lain yang menyatakan diri menerima pernyataan ijab tersebut.

Ijab dan kabul dalam nikah harus bersifat selamanya bukan untuk sementara atau dibatasi oleh waktu. Ijab dan kabul yang bersifat sementara atau yang membatasi waktu pernikahan diharamkan dalam Islam.

d. Dua Orang Saksi

Menurut jumhur ulama akad nikah minimal dihadiri oleh dua orang saksi. Saksi dalam akad nikah harus me- menuhi syarat-syarat sebagai berikut.

1) Cakap bertindak secara hukum (balig dan ber- akal).

2) Minimal dua orang. 3) Laki-laki.

4) Merdeka.

5) Orang yang adil. 6) Muslim.

7) Dapat melihat (menurut ulama Mazhab Syafi‘i).

(Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 384)

Sumber: Dokumen Penulis

▼ Gambar 5.2

Salah satu syarat pernikahan adalah adanya saksi.

e. Identitas Pelaku Akad Diungkapkan Secara Jelas

Identitas pelaku akad harus jelas sebagaimana diungkapkan oleh Mazhab Syafi‘i dan Hambali. Menurut Mazhab Syafi‘i dan Hambali, seorang wali yang menikahkan anaknya dengan seorang laki-laki tanpa disebutkan identitas atau ciri-cirinya, akad tersebut tidak sah. Akan tetapi, jika disebutkan, nikahnya sah.

f. Wali Harus Memenuhi Syarat

Jumhur ulama berpendapat bahwa akad nikah tidak sah tanpa wali. Wali nikah harus memiliki syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain:

1) laki-laki,

2) balig dan berakal sehat, 3) beragama Islam,

4) merdeka,

5) memiliki hak perwalian,

6) tidak ada halangan untuk menjadi wali, dan 7) adil.

4. Macam-Macam Pernikahan

Pernikahan dalam Islam sah jika dilakukan dengan rukun dan syarat sebagaimana dijelaskan di atas. Ketentuan tentang pernikahan berdasar- kan hukum Islam ini menjadi acuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai dasar hukum pelaksanaan pernikahan bagi umat Islam. Dalam perkembangannya, masyarakat kita saat ini mengenal beberapa macam pernikahan, misalnya nikah sirri, mut’ah, dan poligami.

a. Nikah Sirri

Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan tanpa proses pencatatan oleh pemerintah yang wewenangnya ada pada KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah dengan cara ini disebut sirri yang secara bahasa berarti diam-diam. Oleh karena tanpa pencatatan dari pemerintah, nikah sirri cenderung merugikan salah satu pihak, khususnya perempuan jika terjadi masalah dalam pernikahannya.

b. Nikah Mut’ah

Nikah mut’ah yaitu seseorang menikah dalam batas waktu ter- tentu dengan memberikan kepada seorang perempuan berupa harta, makanan, atau pakaian. Ketika batas waktu yang disepakati sudah selesai, mereka dengan sendirinya berpisah tanpa harus melalui perceraian. Dengan demikian, tidak berlaku hak waris mewarisi. Pernikahan jenis ini dilarang oleh Rasulullah karena bertentangan dengan nilai keadilan dalam Islam.

Sumber: Dokumen Penulis

▼ Gambar 5.3

Dengan pernikahan, jalinan kasih antara lain jenis menjadi halal.

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama yang memiliki banyak hikmah. Di antara hikmah pernikahan meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Memenuhi kebutuhan biologis manusia dengan cara yang suci dan halal. 2. Memelihara kesucian dan kehormatan dari perbuatan zina.

3. Membentuk rumah tangga islami yang sejahtera lahir dan batin. 4. Mendidik anak-anak menjadi mulia dan memelihara nasab.

5. Mengikuti sunah rasul dan untuk meningkatkan ibadah kepada Allah Swt. 6. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan mendidik anak. 7. Membagi tanggung jawab antara suami dengan istri yang selama ini masih dipikul

sendiri-sendiri.

8. Menyatukan keluarga kedua belah pihak.

c. Poligami

Poligami adalah menikahnya seorang laki-laki dengan perempuan dengan jumlah lebih dari satu, maksimal empat. Dalam Islam, seorang laki-laki dibolehkan melakukan poligami (Q.S. an-Nisa-’ [4]: 3), tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang tidak mudah, misalnya harus adil, bisa memenuhi kebutuhan istri, dan terhindari dari perselisihan antar- istri. Oleh karena itu, bagi yang tidak bisa memenuhi syarat tersebut, dianjurkan untuk monogami (beristri satu).

5. Hikmah Perkawinan

Nikah merupakan pertemuan antara dua cinta, cinta seorang wanita kepada laki-laki dan cinta seorang laki-laki kepada wanita. Mereka memilih hidup bersama dalam ikatan perkawinan yang sah. Pada dasarnya cinta merupa- kan sesuatu yang suci, tergantung bingkainya. Jika cinta dibingkai dengan bingkai yang halal, cinta akan menjadi halal. Untuk men- jadikan cinta sesuatu yang halal, Islam mengajarkan kepada umat- nya untuk membingkainya dalam sebuah pernikahan.

Pernikahan merupakan sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah Swt. sebagai pemersatunya. Dengan pernikahan, cinta dan kasih sayang terasa lebih nikmat dan menyenangkan. Menikah dalam Islam bukan hanya didasari oleh ketertarikan secara fisik. Ketertarikan secara fisik hanya permulaan ketika seseorang memutuskan untuk membina sebuah keluarga. Puncak dari keindahan pernikahan adalah munculnya keindah- an kepribadian dan akhlak yang mulia pada diri suami atau istri.