• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Temuan Hasil Penelitian

5.1.6 Ketidaktentuan

Pada sejumlah kata tertentu, bentuk pengulangan ini menghadirkan pemaknaan ketidaktentuan, ketidakpastian atau sifat umum. Berbagai jenis akar kata yang menghasilkan pemaknaan ini antara lain :

(i) kata benda lokatif :

(30) … terberita kahé-kahé kolu-kolu ...tersiar hilir-hilir hulu-hulu

… (berita itu) menyebar ke seluruh penjuru (31) I dauh-dauh nari kuidah enggo rëh beru Ginting

Pada jauh-jauh dari saya. Lihat sudah datang wanita Ginting

Dari kejauhan saya dapat melihat bahwa beru Ginting sudah datang

Ada sejumlah kata benda lokatif yang biasanya mengalami proses pengulangan, bila lokasi yang dimaksuda mengandung pemaknaan yang lebih bersifat abstrak daripada harfiah :

(32) I lebé-lebé kelas

Di depan-depan ruang.kelas Di depan kelas

(33) I tengah-tengah anak kuta é

Di tengah-tengah warga desa itu Di antara warga desa tersebut

Contoh terakhir ini bertentangan secara semanatik dengan : (34) i tengah lau

di tengah sungai di tengah sungai (ii) kata sifat :

(35) Adi kuidah ia sakit-sakit, mekuah atéku

Jika saya.lihat dia sakit-sakit kasihan hati.milikku Jika kulihat dia sakit-sakitan, saya merasa kasihan.

(36) Nangkeng-nangkeng pé idalanina kang Naik-naik meski jalan dia

Meski lintasan itu sebagian besar mendaki, ia tetap terus berjalan.

(37) Sip-sip Lau Bengap

Lau Bengap adalah sungai yang tenang (namun dapat menghanyutkan)

(idem : ‘Diam-diam menghanyutkan’) (iii) Sejumlah kata tanya tertentu :

Piga berapa : piga-piga beberapa

Ndingan kapan : ndigan-ndigan terkadang, bilamana

Kai apa : kai-kai apa pun juga

Pada kalimat negatif, bentuk pengulangan menyatakan pemaknaan ketidak tentuan, sedangkan pada kalimat positif, pemaknaannya beralih menjadi sifat inklusif :

(38) Aku la ku ja ku ja

Saya tidak ke mana ke mana Saya tidak pergi ke mana-mana (39) Lawes ia la nadingken tinading kai-kai pé

Pergi dia tidak tinggal peninggalan apa-apa Ia pergi tanpa meninggalkan apa-apa

(40) I ja i ja pé i jah lit juma

Di mana di mana di sana ada ladang

Seluruh penjuru wilayah itu selalu dijumpai ladang

(iv) Penunjang waktu dan satuan pembilang tertentu yang asalnya mengandung pemaknaan tak tentu :

Piga berapa : piga-piga beberapa

Sekali sekali : sekali-sekali (n) sesekali saja Kentisik sejenak : kentisik-kentisik sepintas saja (41) Ibas sada-sada daérah

Di satu-satu daerah Di suatu daerah tertentu

(42) Déba-déba ngenca ieteh gelar perlebéna

Beberapa-beberapa hanya tahu nama pertama milik mereka Hanya beberapa dari mereka yang diketahui nama depannya.

(v) Sejumlah kata kerja intransitif berulang juga dicirikan dengan pengertian tak tentu, “pencampuran” (Rosen 1977 : 4), ataupun ketiadaan arah atau tujuan tertentu : pemaknaan ini cenderung bertumpang tindih dengan makna repetisi maupun jamak,

(43) Gawah-gawah atéku

Jalan-jalan hati milikku Saya hendak berjalan-jalan

(44) Sëh i Lau Kawar, déba ia ridi-ridi, déba ngerakit ...

é maka kundul-kundul ia kerina i tepi dano é.

Sampai di Lau Kawar beberapa mereka mandi-mandi beberapa.

Rakit lalu duduk-duduk mereka semua di tepi danau itu

Setibanya di Lau Kawar, ada yang mandi-mandi, ada juga yang berakit-rakit … kemudian mereka semua duduk-duduk di tepi danau.

(45) Kenca puas ernehen-nehen, mulai me ia erbelanja Setelah puas lihat-lihat mulai dia berbelanja Setelah puas melihat-lihat, ia pun mulai berbelanja 5.1.7 Pemaknaan Lain-lain

Ada sejumlah pola pemaknaan lain yang tidak terlalu dominan selain dari pemaknaan-pemaknaan di atas, yaitu

(i) Pengulangan pada sejumlah frase ukuran tertentu dan frase bilangan menghasilkan pemaknaan “dalam kelompok yang terdiri dari …”.

Pemaknaan ini kadang dianggap juga sebagai pemaknaan distributif, tetapi sebenarnya lebih relevan ke arah pemaknaan repetisi:

Sada-sada satu per satu

Sekalak-sekalak satu per satu (orang) Dua-dua berdua-dua

Telu-telu bertiga-tiga

(ii) Pengulangan pada kata ganti orang disertai oleh sentuhan pemaknaan merendahkan atau meniadakan diri :

Tapi jika kami-kami saja semua anak sekolah tidak hati milik. Kami hangat

Tapi kalau kami-kami saja yang seluruhnya anak sekolah, kami tidak berani

5.1.8 Reduplikasi Parsial

Proses reduplikasi parsial ini merupakan ciri khas dari dialek Singalur Lau dan dialek Karo barat, kecuali dua contoh kata pertama berikut ini, yang berlaku umum bagi semua dialek bahasa Karo. Pada reduplikasi parsial ini yang diulang hanyalah suku kata pertama dari akar katanya. Di sini dijumpai kecenderungan bunyi vokal pada suku kata yang diulang tersebut bervariasi bebas dengan bunyi sihwa. Pemaknaan dari hasil proses reduplikasi parsial ini serupa dengan pemaknaan pada proses reduplikasi menyeluruh :

Beré-beré → beberé ‘marga dari ibu’

Pagi-pagi → papagi = pepagi ‘esok hari’

Pelin-pelin → pepelin ‘hanya sekedar, melulu’

Galang-galang → gagalang = gegalang ‘berbaring’

Gawah-gawah → gagawah = gegawah ‘jalan-jalan’

Giang-giang → gigiang = gegiang ‘berlari-lari’

Ngadi-ngadi → ngangadi ‘mengaso’

Meskipun banyak kata ulang pada kedua dialek tersebut yang diucapkan dalam bentuk reduplikasi parsial seperti di atas, proses reduplikasi parsial ini tidak

terlalu produktif. Sebagai contoh, piga-piga (beberapa) tidak dapat disederhanakan menjadi *pipiga atau *pepiga.

5.1.9 Reduplikasi Aliterasi

Tidak seperti halnya yang dijumpai pada berbagai bahasa daerah di sekitarnya (misalnya bahasa Aceh—lihat Durie 1985a : 43; bahasa Indonesia—

lihat MacDonald 1976 : 32), pada bahasa Karo sangat sedikit bentuk pengulangan.

Pada kedua akar kata yang dipasangkan terdapat selisih bunyi pada salah satu vokal atau konsonannya. Dalam bahasa Karo, reduplikasi purwakanti seperti ini tampaknya hanyalah disebabkan oleh faktor kebetulan saja, di mana dua kata yang berselisih bunyi tersebut muncul secara bersamaan pada suatu struktur kalimat :

Jemolah-jemolé berayun maju dan mundur Melandas-melindes bebas dan tak terhalang

Berikut ini disimpulkan temuan hasil penelitian dalam bentuk tabel.

Tabel 1 Reduplikasi Kata Dasar

No. Kata Dasar Kelas kata Reduplikasi Arti

Kata Benda

Kata Kerja Kata Sifat

1. tulan tulan-tulan tulang

2. kuta kuta-kuta desa

3. sinuan sinuan-sinuan tumbuhan

4. kejadin

kejadin-kejadin

kejadian

5. pagi Pagi-pagi besok

Tabel 2 Reduplikasi Kata Berimbuhan

No. Kata Dasar Kelas kata Reduplikasi Arti

Kata Benda

Kata Kerja Kata Sifat

1. suan suan-suanen

tanam-tanaman

2. asuh asuh-asuhen hewan

ternak

3. ende ende-enden lagu-lagu

4. oge oge-ogen bahan

bacaan

5. nguda

nguda-ngudaan

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.1 Bentuk Reduplikasi dalam Bahasa Karo 5.2.1.1 Tipe (D + R)

Tipe ini adalah dasar mengalami reduplikasi.

Misalnya,

ngidah ngidah-ngidah ‘melihat-lihat’, cilas cilas-cilas ‘ berjemur’,

mbiring mbiring-mbiring ‘ kehitam-hitaman’

5.2.1.2 Tipe (D + R) + -en)

Tipe ini muncul pada KtB tertentu. Tipe ini terdiri atas dasar mengalami reduplikasi kemudian ditambah dengan sufiks –en.

Misalnya,

Motor motor-motoren, kapal kapal-kapalen, anak anak-anaken, kartu kartu-kartuan, dokter dokter-dokteren, sekolah sekolah-sekolahen

5.2.1.3 Tipe ((D + R) + ke-/-en)

Dasar (D) pada tipe ini hanya terdapat pada kata sifat saja. Tipe ini menjelaskan bahwa dasar (D) terlebih dahulu mengalami reduplikasi kemudian mendapat tambahan konfiks ke-en.

Misalnya,

megara kemegara-megarahen, meratah kemeratah-meratahen, biru kebiru-biruen,

mbiring kembiring-mbiringen

5.2.1.4 Tipe ((D + R) + er-)

Tipe ini menjelaskan bahwa bentuk dasar berimbuhan mengalami perulangan pada dasarnya (D-nya).

Misalnya,

erlangi erlangi-langi ‘berenang-renang’

erdalan erdalan-dalan ‘berjalan-jalan’

ercuba ercuba-cuba ‘mencoba-coba’

erincet erincet-incet ‘berdesak-desakan’

5.2.1.5 (D + (R + er-)

Tipe ini menjelaskan bahwa bentuk dasar berimbuhan mengalami perulangan pada dasarnya (D-nya) dengan menempatkan D-nya terlebih dahulu.

Misalnya,

ganti ganti-erganti ‘ganti-berganti’

5.2.1.6 Tipe ((D + R) + m-)

Tipe ini menjelaskan bahwa bentuk dasar berimbuhan mengalami perulangan pada dasarnya (D-nya).

mbaca mbaca-baca ‘membaca-baca’

5.2.1.7 Tipe ((D + R) + m-/-ken)

Tipe ini menjelaskan bahwa bentuk dasar berimbuhan mengalami perulangan pada dasarnya (D-nya).

Misalnya,

mperidi (anak) ‘memandikan (anak)’ mperidi-ridiken (anak)

‘memandi-mandikan (anak)’

5.2.1.8 Tipe (D + (R + si-/-ken))

Tipe ini menjelaskan bahwa Reduplikasi dasarnya (D-nya) mendapat afiks si-/-ken.

Misalnya,

pek sipekpeken ‘pukul-memukul’

5.2.1.9 Tipe ((D + R) + er-/-en)

Tipe ini D-nya mengalami pengulangan terlebih dahulu kemudian mendapatkan afiks er-/-en.

Misalnya,

sembur  ersembur-semburen ‘bersembur-semburan’

5.2.2 Arti Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dalam Bahasa Karo

Dalam garis besarnya, arti dapat dibagi dua, yaitu arti leksikal dan arti grammatikal. Oleh proses morfemis tertentu, kata yang dikenainya dapat mengalami perubahan dalam kedua bidang ini. Kata penulis yang diturunkan dari kata menulis berbeda arti leksikalnya dari arti kata yang menurunkannya. Selain itu, proses yang sama secara serentak mengadakan perubahan keanggotaan kategorial kata, atau dengan perkataan lain perubahan arti gramatikal.

Ada kalanya proses morfemis dalam bahasa Karo tidak mengadakan perubahan arti leksikal. Pengimbuhan dengan –nya misalnya pada tulisannya tidak mengubah arti leksikal kata dasarnya melainkan perubahan arti gramatikal. Ada pula proses morfemis yang mengakibatkan perubahan arti leksikal tanpa diikuti oleh perubahan arti gramatikal (ngukur-ngukuri < ngukuri berpikir).

Sebaliknya, ada yang mengakibatkan perubahan gramatikal tanpa diikuti oleh perubahan arti leksikal (singuda-nguda < nguda wanita muda).

Seperti halnya proses morfemis lainnya, reduplikasi juga dapat dibagi atas reduplikasi yang mengubah arti leksikal dan arti gramatikal. Selanjutnya, data

memerlihatkan bahwa arti yang dapat dihubungkan dengan R tertentu dapat ditentukan dengan segera tanpa memerhatikan konteks kata ulang yang bersangkutan (wari-wari < wari hari) dan R yang demikian disebut R yang bebas-konteks. Di pihak lain, ada R tertentu yang artinya bergantung pada konteksnya (yaitu konteks kata ulang).

Selain itu, data juga menunjukkan bahwa arti yang dapat dihubungkan dengan R tertentu bergantung juga pada ciri semantis bentuk yang dikenainya.

Oleh karena itu, hal ini pun akan diperhatikan dalam membicarakan arti R. Arti R yang terdapat pada pesenang-senang bana, misalnya, berbeda dari arti R yang terdapat pada mdem-medem, dan perbedaan arti demikian kiranya lebih baik diterangkan berdasarkan perbedaan ciri semantis masing-masing dasar yang bersangkuan : pesenang berciri [-RESIPROAKTIF] dan medem berciri [+RESIPROAKTIF].

5.2.2.1 R—Serupa

Dalam berbahasa, kita kadang-kadang memakai metafora, yaitu pelukisan sesuatu (yang baru atau yang belum begitu dikenal) berdasarkan keserupaan ciri-ciri yang dimilikinya atau yang dianggap dimilikinya dengan benda lain yang telah atau lebih dikenal. Pengertian ini tampaknya berguna untuk menerangkan arti ‘keserupaan’ yang dapat dihubungkan dengan bentuk-bentuk R tertentu dalam B1.

Berdasarkan data yang diperiksa, arti umum ‘keserupaan’ yang dimaksud masih dapat diperinci berdasarkan keserupaan lahiriah ‘buluh-buluh’,

‘kundul-kundul’ peniruan (kegiatan dan gerak) ‘ngidah-ngidah’ melihat-lihat, ‘cilas-cilas’

berjemur, dan kesamaan sifat ‘mbiring-mbiring’ kehitam-hitaman.

Berikut akan diperiksa bentuk-bentuk R yang dapat dihubungkan dengan R-serupa.

(a) (D + R)—Serupa

Dalam bahasa Karo, hanya sedikit terdapat contoh R-serupa tipe ini. Pada umumnya, kata-kata demikian diturunkan dari KtB (kuda-kuda, langit-langit, mata-mata, gula-gula) dan bentuk dasar prakategorial (lumba-lumba, undur-undur, alap-alap, alang-alang, sela-sela).

Pada KtB, terlihat bahwa R-serupa tipe ini dapat mengakibatkan perubahan identitas leksikal. Hal lain yang kiranya perlu dikemukakan di sini ialah KtB yang dihasilkan R-serupa tipe ini sifatnya netral terhadap “jumlah”

(number) :

Piga-piga rumah adat beberapa rumah adat Kade-kade enterem banyak kerabat Sada-sada mate satu-satu meninggal

Kenetralan yang dimaksud akan tampak lebih jelas jika contoh di atas dibandingkan dengan : telu kalak murid (*murid). Terlihat pula bahwa R-serupa tipe ini tidak dapat dihubungkan dengan arti “tak tunggal”.

(b) (D + R) + -en)—Serupa

R-serupa tipe ini muncul dengan KtB tertentu, dan arti ‘serupa’ di sini dapat diperinci menurut macam keserupaan. Jika keserupaan berdasarkan ciri-ciri

lahiriah, maka pada umumnya referen kata R terdiri dari benda mainan : motor-motoren, kapal-kapalen, anak-anaken, kartu-kartuan, dan sebagainya. Jika keserupaan berdasarkan peniruan, maka kata R mengacu pada permainan : main dokter-dokteren, main sekolah-sekolahen, dan sebagainya.

Dalam main sekolah-sekolahen, misalnya, kegiatan yang biasanya terdapat di ruang kelas ditirukan atau dilakonkan. Kata-kata R tertentu ada kalanya mengacu pada benda mainan dan permainan secara serentak. Main mobil-mobilen, misalnya, dapat berarti ‘bermain dengan mobil-mobilan’ atau ‘menirukan seseorang yang sedang mengendarai mobil’. Dengan kata-kata R lain, sesuatu yang digambarkan mempunyai sifat referen bentuk dasar : kucing-kucingen, angin-anginen, bulan-bulanen.

Dengan KtB, R-serupa tipe ini mengakibatkan perubahan identitas leksikal. Pada kata-kata R tertentu, arti ‘serupa’ diwarnai oleh pengertian peyoratif. Kepeyoratifan yang dimaksud sebenarnya bersumber pada penilaian subjektif terhadap sifat-sifat yang diasosiasikan dengan bentuk dasar : pesenang-senang, peganjang-ganjangken.

Pada kata-kata berikut, arti ‘serupa’ akan tampak lebih jelas dalam konteks melakukan X seperti yang disebut D. Arti umum ‘serupa’ pada kata-kata ini diwarnai oleh pengertian ‘derajat’ yang dapat dipulangkan pada arti leksikal D-nya. Contoh:

(47) Keri-kerien (48) Galang-galangen (49) Kitik-kitiken

5.2.2.2 R—Pengaburan

Pertama-tama, akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan arti

‘pengaburan’. Dalam hidup masyarakat Karo sehari-hari, ada kalanya seseorang tidak sanggup atau tidak ingin melukiskan atau menyatakan sesuatu secara pasti dan tegas. Jika dalam melukiskan seseorang saya berkata bahwa kalak e galang-galang, maka yang dimaksud tentunya ialah orang tersebut termasuk kelompok orang yang ukuran badannya tinggi. Tetapi konsep yang dikandung oleh kata galang itu sendiri adalah relatif (tergantung pada konteks) dan merupakan satu kontinum. Agar apa yang dinyatakan dengan perkataan tinggi itu lebih jelas, diperlukan norma. Ada norma ketinggian untuk manusia, gunung, dan sebagainya.

Jika dalam melukiskan seseorang diungkapkan dengan kata kalak e galang-galang, maka secara implisit menyadari adanya norma yang relatif tadi, dan terjadi pengaburan yang diwujudkan dengan pengulangan kata.

Seperti dikatakan di atas, arti ‘pengaburan’ juga bersumber pada keengganan untuk menyatakan sesuatu secara tegas atau terus terang. Sopan santun atau tata krama yang berlaku dalam masyarakat Karo tampaknya menghendaki hal demikian. Jika kita mengagumi hasil kerja seseorang, misalnya, sebuah lukisan, dan kekaguman kita itu kita nyatakan dengan kata-kata, maka dapat diduga bahwa orang tersebut akan mencoba merendahkan diri dan akan mengelak untuk mengiakan bahwa lukisannya memang hebat. Dia akan berkata, misalnya, ‘Ah, main-main ngenca’, walaupun dia telah bersusah-payah untuk menyelesaikannya. Kata-kata ulang yang digunakan dalam hal demikian perlu dicatat. Dia tidak akan memakai bentuk lain selain main-main sebab akibatnya

bisa sebaliknya. Berikut terdapat perincian bentuk-bentuk R yang dapat dihubungkan dengan arti umum ‘pengaburan’.

(a) (D + R)—Agak

Arti ‘pengaburan’ yan dikandung oleh R tipe ini dapat diperinci menjadi arti ‘agak’, dan berdasarkan data yang diteliti, R yang bebas konteks dengan arti demikian hanya terdapat pada kata la jelas, sedangkan R yang terikat konteks contohnya cukup banyak.

(b) ((D + R) + ke-/-en)—Agak

D yang terdapat dengan R-agak tipe ini pada bahasa Karo hanya terdapat pada kata sifat saja. Dalam data yang diperiksa, terdapat kata-kata R tipe ini yang D-nya terdiri dari KtS yang ada hubungannya dengan warna : kemegara-megarahen, kemeratah-meratahen, kebiru-biruen, kembiring-mbiringen dan sebagainya. KtS lain tidak pernah muncul dengan R tipe ini dalam data yang diperiksa : ?gedang-gedangsa, ?gelap-gelapen, ?kitik-kitiken.

5.2.2.3 R—Seakan-akan X

Dalam bahasa Karo hanya ada satu kata yang berbentuk R yang dapat dihubungkan dengan arti umum ‘seakan-akan X’ (jadi, bukan X) : ban-banna

‘seakan-akan atau berpura-pura’. Apabila diperhatikan kalimat berikut : (50) Ia ban-banna ngena ate ras kalak e

Dia berpura-pura cinta pada orang itu

Tampak bahwa arti yang dikandung oleh seakan-akan atau berpura-pura tidak menunjukkan perbedaan derajat. Dibuat-buat atau dibikin-bikin dalam, misalnya,

(51) pertawah pe ban-banna (dibikin-bikin),

Derajat kepastian ‘bukan ‘-nya sama dengan berpura-pura. Selain contoh-contoh di atas, terdapat satu lagi kata di mana unsur arti ‘bukan X’ (X dalam hal ini = D) menonjol, contohnya :

(52) Masalah ah ndai i galang-galangken ‘Masalah itu dia besar-besarkan’

Persoalan sebenarnya tidak besar, tetapi dibuat sedemikian rupa sehingga tampak besar. Pada kata-kata yang termasuk kelompok seakan-akan X ini tampak juga bahwa reduplikasi mempunyai nilai ‘negatif’, dan jika dibandingkan dengan R-serupa, dalam beberapa hal, ada persamaannya. Tentunya, tindak-tanduk orang yang seakan-akan cinta mirip dengan tindak-tanduk orang yang sedang dimabuk cinta.

5.2.2.4 R—Melakukan Sesuatu Tanpa Tujuan yang Sebenarnya

(D + R), ((D + R) + er-), dan ((D + R) + m-) dengan KtK tertentu, mengandung arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ di mana yang dapat juga diartikan ‘secara tidak serius’ atau ‘untuk bersenang-senang’.

Pengertian ‘secara tidak serius’ atau ‘untuk bersenang-senang’. Pengertian ‘tujuan yang sebenarnya’ dapat diterangkan sebagai berikut. Kata-kata yang diberikan di bawah ini dapat dianggap mempunyai tujuan utama tertentu atau sebenarnya.

Tujuan tindakan yang disebutkan oleh KtK man ‘makan’, misalnya, ialah supaya besur ‘kenyang’ ; minem ‘minum’, menghilangkan muas ‘haus’; ridi

‘mandi’, membersihkan badan; tuduh ‘tidur’, menghilangkan latih ‘lelah’; dan dalan ‘jalan’, mencapai tempat tertentu. Jika kata-kata tersebut diulang, tujuan utama atau sebenarnya dari tindakan yang bersangkutan akan berubah menjadi

‘tanpa tujuan yang sebenarnya’ atau ‘tujuannya bersenang-senang’.

Data memperlihatkan bahwa R dengan arti demikian ada yang termasuk bebas-konteks dan ada pula yang termasuk terikat-konteks. R bebas-konteks, misalnya, terdapat dengan KtK intr. tertentu :

(53) ridi-ridi ‘mandi-mandi’, dalan-dalan ‘jalan-jalan’, kundul-kundul

‘duduk-duduk’, medem-medem ‘tidur-tidur’ ;

(54) erlangi-langi ‘berenang-renang’, erdalan-dalan berjalan-jalan, rendei-rendei ‘bernyanyi-nyanyi’;

(55) landek-landek ‘menari-nari’, ercuba-cuba ‘mencoba-coba’.

Arti ‘tanpa tujuan yang sebenarnya’ dari bentuk-bentuk R yang di atas bertumpang-tindih dengan arti ‘duratif’. Selain bentuk ulang KtK intr. seperti diberikan di atas, terdapat juga bentuk ulang KtK yang ‘transitif’ (KtK semi-tr), yang dapat dihubungkan dengan arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘ melakukan sesuatu untuk bersenang-senang’ : maen-maen

‘makan-makan’, minem-minem ‘ minum-minum’.

Data juga menunjukkan bahwa KtK tr. tertentu, bila dikenai R, mengandung arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘melakukan sesuatu untuk bersenang-senang’ :

(56) nulis ‘menulis’ nulis-nulis ‘menulis-nulis’

nulis surat ‘menulis surat’ nulis-nulis surat ‘menulis-nulis surat’

(57) mbaca ‘membaca’ mbaca-baca ‘membaca-baca’

Mbaca buku ‘membaca buku’ mbaca-baca buku ‘membaca-baca buku’

(58) ernen melihat ernen-ernen ‘melihat-lihat’

Ernen lukisen ‘melihat lukisan’ ernen-ernen lukisen ‘melihat-lihat lukisan’

(59) mperidi (anak) ‘memandikan (anak)’ mperidi-ridiken (anak) ‘memandi-mandikan (anak)’

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa untuk menentukan muncul-tidaknya R dengan arti ‘tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘untuk bersenang-senang’

dengan KtK tidaklah mudah, setidak-tidaknya bagi saya. Walaupun demikian, diduga bahwa hal tersebut erat hubunganya dengan arti ‘tak tentu’ yang terkandung juga dalam arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan yang sebenarnya’

atau ‘melakukan sesuatu untuk tujuan bersenang-senang’. Kalau dilihat bahwa tindakan yang dinyatakan dalam bentuk nulis surat ‘menulis-surat’ itu adalah suatu tindakan yang telah ‘tentu’ (specified), maka secara logis, arti ‘tak tentu’

yang terdapat dalam bentuk nulis-nulis ‘menulis-nulis’, misalnya, tidak cocok (compatible) dengan konstituen yang bertugas menyatakan sesuatu yang ‘tentu’.

5.2.2.5 R-Melakukan Sesuatu Berulang Kali dan/atau Terus-Menerus

Dalam bahasa Karo, KtK dapat diterangkan berdasarkan ciri semantis seperti ‘keadaan’ (state), ‘proses’ (process), ‘tindakan’ (action), dan ambient. KtK memiliki salah satu dari ciri ini atau kombinasi dari dua ciri ini (sebenarnya masih ada lagi ciri-ciri lain dengan berbagai kombinasinya yang tidak akan disinggung di sini). Ciri-ciri semantis ini terutama bertugas untuk menentukan pilihan atas KtB yang dapat berkombinasi dengan KtK yang bersangkutan dan juga atas jenis

hubungan yang boleh di antara KtK- dan KtB. Di bawah ini akan diberikan contoh konfigurasi semantis dalam bahasa Karo:

(60) Ktk KtB pat (iens) keadaan

mbergeh ‘dingin’ kopi ‘kopi’ kopi enda mbergeh ‘kopi ini dingin’

(61) Ktk KtB pat

proses

ermacik ‘membusuk’ luka ‘luka’ lukana macik ‘lukanya membusuk’

(62) Ktk KtB pat

tindakan

rendei ‘bernyanyi’ Ali Ali rendei ‘Ali bernyanyi’

(63) Ktk KtB pat KtB agt (= agent)

proses tindakan

nulis ‘menulis’ surat ‘surat’ Ali Ali nulis surat ‘Ali menulis surat’

(64) Ktk keadaan ambient

melas ‘panas’ melas ‘panas’

(65) Ktk tindakan ambient

udan ‘hujan’ udan ‘hujan’

Selanjutnya, terlihat bahwa kata yang biasanya disebut KtS, diperlakukan sebagai KtK dengan ciri ‘keadaan’ dan dianggapnya sebagai akar KtK. Dalam bahasa Karo pada umumnya KtS dapat dijadikan KtK melalui proses deajektival.

Sekarang akan diperiksa ciri-ciri semantis KtK yang diderivasikan dari KtS yang secara semantis menunjukkan’keadaan’.

Kata-kata berikut adalah hasil derivasi inkoatif (inchoative) yang dikenakan pada KtS :

(66) erkitikna mengecil ergendekna merendah ermentarna memutih mbergehken mendingin (67) ergalangna membesar ergedangna meninggi ermeratahna menghijau manas memanas

(68) erbongkakna membengkak erndeherna mendekat mbiru membiru mangat menghangat (69) ergembungna menggembung erdauh menjauh

erbiringna menghitam erkerahna engering

(70) ergedangna memanjang erenggangna merenggang (71) ersempitna menyempit nggosong mengosong (72) erbelangna melebar

Kata-kata di atas ini termasuk KtK-proses yang diturunkan dari suatu dasar yang secara intrinsik menunjukkan ‘keadaan’. Berdasarkan data yang diperiksa, KtK-proses yang diturunkan dari dasar demikian tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu. Tampak pula bahwa KtK yang secara intrinsik menunjukkan ‘proses’ tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu :

Kata-kata di atas ini termasuk KtK-proses yang diturunkan dari suatu dasar yang secara intrinsik menunjukkan ‘keadaan’. Berdasarkan data yang diperiksa, KtK-proses yang diturunkan dari dasar demikian tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu. Tampak pula bahwa KtK yang secara intrinsik menunjukkan ‘proses’ tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu :