• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.1 Bentuk Reduplikasi dalam Bahasa Karo

5.2.1.9 Tipe((D+R)+ er-/-en)

Tipe ini D-nya mengalami pengulangan terlebih dahulu kemudian mendapatkan afiks er-/-en.

Misalnya,

sembur  ersembur-semburen ‘bersembur-semburan’

5.2.2 Arti Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dalam Bahasa Karo

Dalam garis besarnya, arti dapat dibagi dua, yaitu arti leksikal dan arti grammatikal. Oleh proses morfemis tertentu, kata yang dikenainya dapat mengalami perubahan dalam kedua bidang ini. Kata penulis yang diturunkan dari kata menulis berbeda arti leksikalnya dari arti kata yang menurunkannya. Selain itu, proses yang sama secara serentak mengadakan perubahan keanggotaan kategorial kata, atau dengan perkataan lain perubahan arti gramatikal.

Ada kalanya proses morfemis dalam bahasa Karo tidak mengadakan perubahan arti leksikal. Pengimbuhan dengan –nya misalnya pada tulisannya tidak mengubah arti leksikal kata dasarnya melainkan perubahan arti gramatikal. Ada pula proses morfemis yang mengakibatkan perubahan arti leksikal tanpa diikuti oleh perubahan arti gramatikal (ngukur-ngukuri < ngukuri berpikir).

Sebaliknya, ada yang mengakibatkan perubahan gramatikal tanpa diikuti oleh perubahan arti leksikal (singuda-nguda < nguda wanita muda).

Seperti halnya proses morfemis lainnya, reduplikasi juga dapat dibagi atas reduplikasi yang mengubah arti leksikal dan arti gramatikal. Selanjutnya, data

memerlihatkan bahwa arti yang dapat dihubungkan dengan R tertentu dapat ditentukan dengan segera tanpa memerhatikan konteks kata ulang yang bersangkutan (wari-wari < wari hari) dan R yang demikian disebut R yang bebas-konteks. Di pihak lain, ada R tertentu yang artinya bergantung pada konteksnya (yaitu konteks kata ulang).

Selain itu, data juga menunjukkan bahwa arti yang dapat dihubungkan dengan R tertentu bergantung juga pada ciri semantis bentuk yang dikenainya.

Oleh karena itu, hal ini pun akan diperhatikan dalam membicarakan arti R. Arti R yang terdapat pada pesenang-senang bana, misalnya, berbeda dari arti R yang terdapat pada mdem-medem, dan perbedaan arti demikian kiranya lebih baik diterangkan berdasarkan perbedaan ciri semantis masing-masing dasar yang bersangkuan : pesenang berciri [-RESIPROAKTIF] dan medem berciri [+RESIPROAKTIF].

5.2.2.1 R—Serupa

Dalam berbahasa, kita kadang-kadang memakai metafora, yaitu pelukisan sesuatu (yang baru atau yang belum begitu dikenal) berdasarkan keserupaan ciri-ciri yang dimilikinya atau yang dianggap dimilikinya dengan benda lain yang telah atau lebih dikenal. Pengertian ini tampaknya berguna untuk menerangkan arti ‘keserupaan’ yang dapat dihubungkan dengan bentuk-bentuk R tertentu dalam B1.

Berdasarkan data yang diperiksa, arti umum ‘keserupaan’ yang dimaksud masih dapat diperinci berdasarkan keserupaan lahiriah ‘buluh-buluh’,

‘kundul-kundul’ peniruan (kegiatan dan gerak) ‘ngidah-ngidah’ melihat-lihat, ‘cilas-cilas’

berjemur, dan kesamaan sifat ‘mbiring-mbiring’ kehitam-hitaman.

Berikut akan diperiksa bentuk-bentuk R yang dapat dihubungkan dengan R-serupa.

(a) (D + R)—Serupa

Dalam bahasa Karo, hanya sedikit terdapat contoh R-serupa tipe ini. Pada umumnya, kata-kata demikian diturunkan dari KtB (kuda-kuda, langit-langit, mata-mata, gula-gula) dan bentuk dasar prakategorial (lumba-lumba, undur-undur, alap-alap, alang-alang, sela-sela).

Pada KtB, terlihat bahwa R-serupa tipe ini dapat mengakibatkan perubahan identitas leksikal. Hal lain yang kiranya perlu dikemukakan di sini ialah KtB yang dihasilkan R-serupa tipe ini sifatnya netral terhadap “jumlah”

(number) :

Piga-piga rumah adat beberapa rumah adat Kade-kade enterem banyak kerabat Sada-sada mate satu-satu meninggal

Kenetralan yang dimaksud akan tampak lebih jelas jika contoh di atas dibandingkan dengan : telu kalak murid (*murid). Terlihat pula bahwa R-serupa tipe ini tidak dapat dihubungkan dengan arti “tak tunggal”.

(b) (D + R) + -en)—Serupa

R-serupa tipe ini muncul dengan KtB tertentu, dan arti ‘serupa’ di sini dapat diperinci menurut macam keserupaan. Jika keserupaan berdasarkan ciri-ciri

lahiriah, maka pada umumnya referen kata R terdiri dari benda mainan : motor-motoren, kapal-kapalen, anak-anaken, kartu-kartuan, dan sebagainya. Jika keserupaan berdasarkan peniruan, maka kata R mengacu pada permainan : main dokter-dokteren, main sekolah-sekolahen, dan sebagainya.

Dalam main sekolah-sekolahen, misalnya, kegiatan yang biasanya terdapat di ruang kelas ditirukan atau dilakonkan. Kata-kata R tertentu ada kalanya mengacu pada benda mainan dan permainan secara serentak. Main mobil-mobilen, misalnya, dapat berarti ‘bermain dengan mobil-mobilan’ atau ‘menirukan seseorang yang sedang mengendarai mobil’. Dengan kata-kata R lain, sesuatu yang digambarkan mempunyai sifat referen bentuk dasar : kucing-kucingen, angin-anginen, bulan-bulanen.

Dengan KtB, R-serupa tipe ini mengakibatkan perubahan identitas leksikal. Pada kata-kata R tertentu, arti ‘serupa’ diwarnai oleh pengertian peyoratif. Kepeyoratifan yang dimaksud sebenarnya bersumber pada penilaian subjektif terhadap sifat-sifat yang diasosiasikan dengan bentuk dasar : pesenang-senang, peganjang-ganjangken.

Pada kata-kata berikut, arti ‘serupa’ akan tampak lebih jelas dalam konteks melakukan X seperti yang disebut D. Arti umum ‘serupa’ pada kata-kata ini diwarnai oleh pengertian ‘derajat’ yang dapat dipulangkan pada arti leksikal D-nya. Contoh:

(47) Keri-kerien (48) Galang-galangen (49) Kitik-kitiken

5.2.2.2 R—Pengaburan

Pertama-tama, akan dijelaskan apa yang dimaksud dengan arti

‘pengaburan’. Dalam hidup masyarakat Karo sehari-hari, ada kalanya seseorang tidak sanggup atau tidak ingin melukiskan atau menyatakan sesuatu secara pasti dan tegas. Jika dalam melukiskan seseorang saya berkata bahwa kalak e galang-galang, maka yang dimaksud tentunya ialah orang tersebut termasuk kelompok orang yang ukuran badannya tinggi. Tetapi konsep yang dikandung oleh kata galang itu sendiri adalah relatif (tergantung pada konteks) dan merupakan satu kontinum. Agar apa yang dinyatakan dengan perkataan tinggi itu lebih jelas, diperlukan norma. Ada norma ketinggian untuk manusia, gunung, dan sebagainya.

Jika dalam melukiskan seseorang diungkapkan dengan kata kalak e galang-galang, maka secara implisit menyadari adanya norma yang relatif tadi, dan terjadi pengaburan yang diwujudkan dengan pengulangan kata.

Seperti dikatakan di atas, arti ‘pengaburan’ juga bersumber pada keengganan untuk menyatakan sesuatu secara tegas atau terus terang. Sopan santun atau tata krama yang berlaku dalam masyarakat Karo tampaknya menghendaki hal demikian. Jika kita mengagumi hasil kerja seseorang, misalnya, sebuah lukisan, dan kekaguman kita itu kita nyatakan dengan kata-kata, maka dapat diduga bahwa orang tersebut akan mencoba merendahkan diri dan akan mengelak untuk mengiakan bahwa lukisannya memang hebat. Dia akan berkata, misalnya, ‘Ah, main-main ngenca’, walaupun dia telah bersusah-payah untuk menyelesaikannya. Kata-kata ulang yang digunakan dalam hal demikian perlu dicatat. Dia tidak akan memakai bentuk lain selain main-main sebab akibatnya

bisa sebaliknya. Berikut terdapat perincian bentuk-bentuk R yang dapat dihubungkan dengan arti umum ‘pengaburan’.

(a) (D + R)—Agak

Arti ‘pengaburan’ yan dikandung oleh R tipe ini dapat diperinci menjadi arti ‘agak’, dan berdasarkan data yang diteliti, R yang bebas konteks dengan arti demikian hanya terdapat pada kata la jelas, sedangkan R yang terikat konteks contohnya cukup banyak.

(b) ((D + R) + ke-/-en)—Agak

D yang terdapat dengan R-agak tipe ini pada bahasa Karo hanya terdapat pada kata sifat saja. Dalam data yang diperiksa, terdapat kata-kata R tipe ini yang D-nya terdiri dari KtS yang ada hubungannya dengan warna : kemegara-megarahen, kemeratah-meratahen, kebiru-biruen, kembiring-mbiringen dan sebagainya. KtS lain tidak pernah muncul dengan R tipe ini dalam data yang diperiksa : ?gedang-gedangsa, ?gelap-gelapen, ?kitik-kitiken.

5.2.2.3 R—Seakan-akan X

Dalam bahasa Karo hanya ada satu kata yang berbentuk R yang dapat dihubungkan dengan arti umum ‘seakan-akan X’ (jadi, bukan X) : ban-banna

‘seakan-akan atau berpura-pura’. Apabila diperhatikan kalimat berikut : (50) Ia ban-banna ngena ate ras kalak e

Dia berpura-pura cinta pada orang itu

Tampak bahwa arti yang dikandung oleh seakan-akan atau berpura-pura tidak menunjukkan perbedaan derajat. Dibuat-buat atau dibikin-bikin dalam, misalnya,

(51) pertawah pe ban-banna (dibikin-bikin),

Derajat kepastian ‘bukan ‘-nya sama dengan berpura-pura. Selain contoh-contoh di atas, terdapat satu lagi kata di mana unsur arti ‘bukan X’ (X dalam hal ini = D) menonjol, contohnya :

(52) Masalah ah ndai i galang-galangken ‘Masalah itu dia besar-besarkan’

Persoalan sebenarnya tidak besar, tetapi dibuat sedemikian rupa sehingga tampak besar. Pada kata-kata yang termasuk kelompok seakan-akan X ini tampak juga bahwa reduplikasi mempunyai nilai ‘negatif’, dan jika dibandingkan dengan R-serupa, dalam beberapa hal, ada persamaannya. Tentunya, tindak-tanduk orang yang seakan-akan cinta mirip dengan tindak-tanduk orang yang sedang dimabuk cinta.

5.2.2.4 R—Melakukan Sesuatu Tanpa Tujuan yang Sebenarnya

(D + R), ((D + R) + er-), dan ((D + R) + m-) dengan KtK tertentu, mengandung arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ di mana yang dapat juga diartikan ‘secara tidak serius’ atau ‘untuk bersenang-senang’.

Pengertian ‘secara tidak serius’ atau ‘untuk bersenang-senang’. Pengertian ‘tujuan yang sebenarnya’ dapat diterangkan sebagai berikut. Kata-kata yang diberikan di bawah ini dapat dianggap mempunyai tujuan utama tertentu atau sebenarnya.

Tujuan tindakan yang disebutkan oleh KtK man ‘makan’, misalnya, ialah supaya besur ‘kenyang’ ; minem ‘minum’, menghilangkan muas ‘haus’; ridi

‘mandi’, membersihkan badan; tuduh ‘tidur’, menghilangkan latih ‘lelah’; dan dalan ‘jalan’, mencapai tempat tertentu. Jika kata-kata tersebut diulang, tujuan utama atau sebenarnya dari tindakan yang bersangkutan akan berubah menjadi

‘tanpa tujuan yang sebenarnya’ atau ‘tujuannya bersenang-senang’.

Data memperlihatkan bahwa R dengan arti demikian ada yang termasuk bebas-konteks dan ada pula yang termasuk terikat-konteks. R bebas-konteks, misalnya, terdapat dengan KtK intr. tertentu :

(53) ridi-ridi ‘mandi-mandi’, dalan-dalan ‘jalan-jalan’, kundul-kundul

‘duduk-duduk’, medem-medem ‘tidur-tidur’ ;

(54) erlangi-langi ‘berenang-renang’, erdalan-dalan berjalan-jalan, rendei-rendei ‘bernyanyi-nyanyi’;

(55) landek-landek ‘menari-nari’, ercuba-cuba ‘mencoba-coba’.

Arti ‘tanpa tujuan yang sebenarnya’ dari bentuk-bentuk R yang di atas bertumpang-tindih dengan arti ‘duratif’. Selain bentuk ulang KtK intr. seperti diberikan di atas, terdapat juga bentuk ulang KtK yang ‘transitif’ (KtK semi-tr), yang dapat dihubungkan dengan arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘ melakukan sesuatu untuk bersenang-senang’ : maen-maen

‘makan-makan’, minem-minem ‘ minum-minum’.

Data juga menunjukkan bahwa KtK tr. tertentu, bila dikenai R, mengandung arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘melakukan sesuatu untuk bersenang-senang’ :

(56) nulis ‘menulis’ nulis-nulis ‘menulis-nulis’

nulis surat ‘menulis surat’ nulis-nulis surat ‘menulis-nulis surat’

(57) mbaca ‘membaca’ mbaca-baca ‘membaca-baca’

Mbaca buku ‘membaca buku’ mbaca-baca buku ‘membaca-baca buku’

(58) ernen melihat ernen-ernen ‘melihat-lihat’

Ernen lukisen ‘melihat lukisan’ ernen-ernen lukisen ‘melihat-lihat lukisan’

(59) mperidi (anak) ‘memandikan (anak)’ mperidi-ridiken (anak) ‘memandi-mandikan (anak)’

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa untuk menentukan muncul-tidaknya R dengan arti ‘tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘untuk bersenang-senang’

dengan KtK tidaklah mudah, setidak-tidaknya bagi saya. Walaupun demikian, diduga bahwa hal tersebut erat hubunganya dengan arti ‘tak tentu’ yang terkandung juga dalam arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan yang sebenarnya’

atau ‘melakukan sesuatu untuk tujuan bersenang-senang’. Kalau dilihat bahwa tindakan yang dinyatakan dalam bentuk nulis surat ‘menulis-surat’ itu adalah suatu tindakan yang telah ‘tentu’ (specified), maka secara logis, arti ‘tak tentu’

yang terdapat dalam bentuk nulis-nulis ‘menulis-nulis’, misalnya, tidak cocok (compatible) dengan konstituen yang bertugas menyatakan sesuatu yang ‘tentu’.

5.2.2.5 R-Melakukan Sesuatu Berulang Kali dan/atau Terus-Menerus

Dalam bahasa Karo, KtK dapat diterangkan berdasarkan ciri semantis seperti ‘keadaan’ (state), ‘proses’ (process), ‘tindakan’ (action), dan ambient. KtK memiliki salah satu dari ciri ini atau kombinasi dari dua ciri ini (sebenarnya masih ada lagi ciri-ciri lain dengan berbagai kombinasinya yang tidak akan disinggung di sini). Ciri-ciri semantis ini terutama bertugas untuk menentukan pilihan atas KtB yang dapat berkombinasi dengan KtK yang bersangkutan dan juga atas jenis

hubungan yang boleh di antara KtK- dan KtB. Di bawah ini akan diberikan contoh konfigurasi semantis dalam bahasa Karo:

(60) Ktk KtB pat (iens) keadaan

mbergeh ‘dingin’ kopi ‘kopi’ kopi enda mbergeh ‘kopi ini dingin’

(61) Ktk KtB pat

proses

ermacik ‘membusuk’ luka ‘luka’ lukana macik ‘lukanya membusuk’

(62) Ktk KtB pat

tindakan

rendei ‘bernyanyi’ Ali Ali rendei ‘Ali bernyanyi’

(63) Ktk KtB pat KtB agt (= agent)

proses tindakan

nulis ‘menulis’ surat ‘surat’ Ali Ali nulis surat ‘Ali menulis surat’

(64) Ktk keadaan ambient

melas ‘panas’ melas ‘panas’

(65) Ktk tindakan ambient

udan ‘hujan’ udan ‘hujan’

Selanjutnya, terlihat bahwa kata yang biasanya disebut KtS, diperlakukan sebagai KtK dengan ciri ‘keadaan’ dan dianggapnya sebagai akar KtK. Dalam bahasa Karo pada umumnya KtS dapat dijadikan KtK melalui proses deajektival.

Sekarang akan diperiksa ciri-ciri semantis KtK yang diderivasikan dari KtS yang secara semantis menunjukkan’keadaan’.

Kata-kata berikut adalah hasil derivasi inkoatif (inchoative) yang dikenakan pada KtS :

(66) erkitikna mengecil ergendekna merendah ermentarna memutih mbergehken mendingin (67) ergalangna membesar ergedangna meninggi ermeratahna menghijau manas memanas

(68) erbongkakna membengkak erndeherna mendekat mbiru membiru mangat menghangat (69) ergembungna menggembung erdauh menjauh

erbiringna menghitam erkerahna engering

(70) ergedangna memanjang erenggangna merenggang (71) ersempitna menyempit nggosong mengosong (72) erbelangna melebar

Kata-kata di atas ini termasuk KtK-proses yang diturunkan dari suatu dasar yang secara intrinsik menunjukkan ‘keadaan’. Berdasarkan data yang diperiksa, KtK-proses yang diturunkan dari dasar demikian tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu. Tampak pula bahwa KtK yang secara intrinsik menunjukkan ‘proses’ tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu :

*tumbuh-tumbuh. Dapat dikatakan sekarang bahwa semua KtK-proses, baik yang dijadikan demikian maupun yang secara intrinsik demikian tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu.

Berikut adalah contoh-contoh KtK dengan ciri ‘proses’ dan ‘tindakan’

yang diturunkan dari dasar yang secara intrinsik menunjukkan ‘keadaan’ melalui derivasi inkoatif dan kausatif. Kata-kata ini pun ternyata tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu :

(73) ndeberi mendekati ndeherken mendekatkan mperteruki merendahkan

(74) dauhi menjauhi ndauhken menjauhkan

(75) ngerahken mengeringkan mperkitik memendekkan

Sekarang akan dilihat KtK yang berciri ‘tindakan’. Jika kiam ‘lari’

dibandingkan dengan erkiam ‘berlari’ dan ngkiamken ‘melarikan’, terlihat bahwa unsur-unsur semantis ketiga kata itu berbeda :

(76) kiam ‘lari’ ‘tindakan saja’

erkiam berlari ‘tindakan’ dan ‘inkoatif’

ngkiamken melarikan ‘tindakan’ dan ‘proses’

Dari ketiga jenis KtK ini, ternyata bahwa KtK dengan ciri ‘tindakan’ dan

‘proses’ tidak muncul dengan R-iteratif (ngkiam-kiamken ‘melari-larikan’), sedangkan kedua jenis lainnya muncul (kiam-kiam ‘lari-lari’, erkiam-kiam

‘berlari-lari’).

Di atas telah disinggung bahwa KtK-tindakan dapat muncul dengan R-iteratif dan/atau kontinu, dan KtK yang diturunkan dari KtK-tindakan tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu jika derivasi menghasilkan arti tambahan ‘proses’. Oleh karena dalam bahasa Karo, bentuk yang sama (yaitu yang terdapat pada struktur atas) kadang-kadang mempunyai arti yang berbeda-beda (gejalanya antara lain polisemi, keambiguan struktural), ada baiknya jika gejala ini diperiksa juga, atau setidak-tidaknya diperhatikan, sehubungan dengan R-iteratif dan/atau kontinu. Untuk itu contoh berikut dapat dikemukakan :

(77) a. Engkiamken kenna singuda-nguda Pak Amat ‘Dia melarikan anak gadis Pak Amat’

b. Erdadaken kenna tanna Dia melambaikan tangannya

Dasar kata engkiamken ‘melarikan’ dan erdadaken ‘melambaikan’, secara berturut-turut adalah kiam ‘lari’ dan dada ‘lambai’, dan secara intrinsik menunjukkan ‘tindakan’. Derivasinya tidak mempunyai ciri ‘proses’ kata erkiam

‘berlari’ dan erdada ‘melambai’, memiliki makna dengan R iteratif dan/atau kontinu : erkiam-kiam ‘berlari-lari’ dan erdada-dada ‘melambai-lambai’. Afiks

erN-/ken pada kata engkiamken ‘melarikan’ dan erdadaken ‘melambaikan’

menentukan adanya objek pada struktur atas kalimat. Namun, peran (dalam pengertian Verhaar, 1977) yang terdapat di tempat objek pada (77a) dan (77b) berbeda-beda. Pada (77a) terdapat peran ‘pasiens’ (atau objektif menurut Verhaar) di tempat objek, dan pada (77b) peran yang terdapat di tempat objek lebih tepat jika disebut peran ‘instrumen’. Dengan kata lain, hubungan yang terdapat di antara KtK dan KtB yang mengikutinya pada (77a) berbeda dengan hubungan KtK dengan KtB yang mengikutinya pada (77b) pada tataran semantis.

Selanjutnya, dapat dicatat bahwa hasil tindakan pada (77a) dan pada (77b) tindakan menghasilkan suatu keadaan di mana anak gadis Pak Amat berada, yaitu

‘keadaan dilarikan’. Pada (77b), tidak dapat dikatakan bahwa tangan yang dilambaikan itu berada dalam suatu keadaan baru atau mengalami suatu perubahan sebagai akibat tindakan melambaikan. Pusat pengertian pada (77b) terletak pada tindakan erdadaken ‘melambaikan’ itu sendiri. Dalam kenyataan, tindakan seperti ngkiamken ‘melarikan’ dapat dibedakan dengan jelas dari tindakan erdadaken ‘melambaikan’. Pada umumnya KtK golongan ngkiamken

‘melarikan’ ini mengakibatkan perubahan keadaan pada objek yang dikenainya (wujud, tempat, dan seterusnya) dan perubahan yang demikian itu berlangsung lama, bahkan ada kalanya untuk selama-lamanya, sedangkan benda yang terlibat dalam tindakan KtK golongan erdadaken ‘melambaikan’ tidak mengalami perubahan keadaan. Jadi, jika tangan dilambaikan, maka tangan tidak terus berada dalam keadaan dilambaikan ; tangan berada dalam keadaan semula, yaitu sebelum dilambaikan. Berdasarkan kenyataan seperti ini, sekarang dapat dimengerti

mengapa KtK seperti melambaikan terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu, sedangkan KtK melarikan dan sejenisnya tidak.

Beberapa contoh KtK golongan ngkiamken ‘melarikan’ yang tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu ialah :

(78) mbeneikensa ‘menghilangkan’ nunduhkensa ‘menidurkan’

(79) nggosongkensa ‘mengosongkan’ megalangsa ‘membesarkan (anak)’

(80) nukurkensa ‘membelikan’ ndatkensa ‘menemukan’

(81) mberekensa ‘memberikan’ nuliskensa ‘menuliskan’

(82) ndalankensa ‘menjalankan’ nuankensa ‘menanamkan’

Tidak terdapatnya KtK golongan ngkiamken ‘melarikan’ di atas dengan R-iteratif dan/atau kontinu tidaklah berarti bahwa tindakan yang dinyatakan oleh KtK yang bersangkutan tidak dapat dilakukan berulang kali atau terus-menerus.

Yang dipersoalkan di sini ialah bahwa pengulangan tindakan tidak dinyatakan oleh pengulangan kata. Jadi mberenkensa ‘memberi-berikan’ tidak dapat berarti memberikan berulang kali atau terus-menerus. Harus pula diingat bahwa muncul tidaknya R-iteratif dan/atau kontinu dengan KtK tertentu tidaklah dapat diramalkan secara tepat. Ada kalanya dunia kenyataanlah yang paling menentukan.

5.2.2.6 Reduplikasi Dengan Arti ‘Resiprokatif’ Atau ‘Berbalasan’

Reduplikasi yang dapat dihubungkan dengan arti ‘resiprokatif’ atau

‘berbalasan’ akan ditandai dengan R-resiprokatif, dan bentuk-bentuk yang mengandung arti demikian adalah :

(83) (D + (R + si-(/-ken)) : sipekpeken ‘pukul-memukul’

(85) ((D + R) + er-/-en) : ersembur-semburen ‘bersembur-semburan’

Menurut data yang diperoleh, ternyata tidak semua dasar yang berbentuk (D + (R + si-(/-ken)), (D + (R+ er-)) dan ((D + R) + er-/-en) dapat berbentuk ulang dengan arti ‘resiprokatif’. Munculnya KtK demikian dengan R-resiprokatif tergantung dari ciri-ciri semantis KtK yang dikenainya. KtK yang terdapat dengan R-resiprokatif hanyalah yang berciri [+RESIPROKATIF] seperti :

(86) Mekpek memukul, nuduh menuduh, ngintip mengintip, ngintai mengintai, nimai menanti, nipu menipu, nampati menolong, nguncim mengejek, dan sebagainya.

(87) Ngena ate mencintai, ngelebei mendahului, mbiari menakuti, ndeheri mendekati, ndauhi menjauhi, dan sebagainya

1. Erincet-incet berdesakan, siala-alaen berhadapan, ersalamen bersalaman, erimbangen bermusuhan, dan sebagainya

KtK yang [-RESIPROKATIF], jika dapat diberi bentuk R (1), (2), dan (3) di atas, tidak mengandung arti ‘resiprokatif’. Contoh KtK demikian berikut bentuk R-nya terdapat di bawah ini :

(89) njarumi ‘ menjahit’ njarum-njarumi ‘ jahit-menjahit’

(90) erdakan ‘memasak’ erdakan-dakan ‘masak-memasak’

(91) ngarang ‘mengarang’ ngarang-ngarang’ karang-mengarang’

(92) landek ‘ menari’ landek-landek ‘tari-menari’

5.2.2.7 Reduplikasi Dengan Arti ‘Intensif’

Reduplikasi tipe tertentu dapat dihubungkan dengan arti ‘intensif’. Arti ‘intensif’

yang dimaksud di sini tidaklah harus selalu diartikan dengan ‘sangat D’ atau ‘D sekali’ seperti yang terkandung, misalnya, dalam kata kaya-raya dalam kalimat :

(93) mamana sintua bayak kel Pamannya yang tertua kaya-raya.

Pengertian ‘intensif’ yang akan dibicarakan sehubungan dengan reduplikasi juga mencakup macam-macam ‘pengerasan’ seperti terlihat di bawah ini. Dalam berbahasa, ada kalanya si penutur ingin menarik perhatian para pendengarnya pada bagian tertentu dari hal yang ingin disampaikannya. Untuk itu dia menonjolkan bagian tertentu itu. Penonjolan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan salah satu di antaranya ialah mengulang kata. Dalam kalimat (94) berikut, misalnya, yang ditonjolkan adalah kenyataan bahwa ‘kami saja yang mendapat tugas berat, jadi bukan orang lain’ dengan mengulang kata kami ‘kami’

:

(94) kami-kami saja ndat kensa tugas simberat Kami-kami saja yang mendapat tugas yang berat

Di sini kelihatan bahwa reduplikasi yang dikenakan pada salah satu elemen kalimat akibatnya tidak hanya terbatas pada kata yang bersangkutan.

Jangkauan arti yang diakibatkan oleh reduplikasi rupanya lebih luas daripada hanya arti kata yang diberi bentuk ulang. Hal ini lebih jelas lagi kelihatan pada kalimat ingkar. Yang ditonjolkan ialah keadaan yang diingkari, jadi tidak hanya arti kata yang diberi bentuk ulang. Perhatikanlah kalimat (95) berikut :

(95) nggo dua wari Pak Ali la multak

Sudah dua hari Pak Ali tidak muncul-muncul

Pada kalimat (95) ini, hal yang hendak ditonjolkan ialah tidak munculnya Pak Ali, dan penonjolan tersebut dinyatakan pada struktur atas oleh pengulangan satu unsur saja, yaitu kata yang menyatakan yang diingkari itu, dan tidak pernah

kata ingkarnya yang diulang atau kedua unsur yang mengandung pengertian yang diingkari itu (dalam hal ini la multak ‘tidak muncul’).

5.2.2.8 Reduplikasi dengan Arti ‘Distributif’

Dengan bentuk R tertentu, (D + R) dan ((D + R) + er-), KtBil (kata bilangan) tertentu mengandung arti ‘distributif’ dan R sekaligus mengubah KtBil menjadi KtKet.

Yang dapat bertugas sebagai D di sini ialah KtBil kardinal dan KtJuml (kata jumlah = quantifier), dan KtJuml selanjutnya dapat diperinci menjadi pembantu KtBil (numeral classifer) yang berprefiks se- (sekalak, sada, dan seterusnya) dan kombinasi KtBil kardinal dengan pembantu KtBil (dua kalak ‘dua orang’, telu lembar ‘tiga lembar’, dan seterusnya).

Yang dapat bertugas sebagai D di sini ialah KtBil kardinal dan KtJuml (kata jumlah = quantifier), dan KtJuml selanjutnya dapat diperinci menjadi pembantu KtBil (numeral classifer) yang berprefiks se- (sekalak, sada, dan seterusnya) dan kombinasi KtBil kardinal dengan pembantu KtBil (dua kalak ‘dua orang’, telu lembar ‘tiga lembar’, dan seterusnya).