• Tidak ada hasil yang ditemukan

R-Melakukan Sesuatu Tanpa Tujuan yang Sebenarnya 90

BAB V TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian

5.2.2 Arti Reduplikasi Morfemis Bebas Konteks dalam Bahas Karo 84

5.2.2.4 R-Melakukan Sesuatu Tanpa Tujuan yang Sebenarnya 90

(D + R), ((D + R) + er-), dan ((D + R) + m-) dengan KtK tertentu, mengandung arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ di mana yang dapat juga diartikan ‘secara tidak serius’ atau ‘untuk bersenang-senang’.

Pengertian ‘secara tidak serius’ atau ‘untuk bersenang-senang’. Pengertian ‘tujuan yang sebenarnya’ dapat diterangkan sebagai berikut. Kata-kata yang diberikan di bawah ini dapat dianggap mempunyai tujuan utama tertentu atau sebenarnya.

Tujuan tindakan yang disebutkan oleh KtK man ‘makan’, misalnya, ialah supaya besur ‘kenyang’ ; minem ‘minum’, menghilangkan muas ‘haus’; ridi

‘mandi’, membersihkan badan; tuduh ‘tidur’, menghilangkan latih ‘lelah’; dan dalan ‘jalan’, mencapai tempat tertentu. Jika kata-kata tersebut diulang, tujuan utama atau sebenarnya dari tindakan yang bersangkutan akan berubah menjadi

‘tanpa tujuan yang sebenarnya’ atau ‘tujuannya bersenang-senang’.

Data memperlihatkan bahwa R dengan arti demikian ada yang termasuk bebas-konteks dan ada pula yang termasuk terikat-konteks. R bebas-konteks, misalnya, terdapat dengan KtK intr. tertentu :

(53) ridi-ridi ‘mandi-mandi’, dalan-dalan ‘jalan-jalan’, kundul-kundul

‘duduk-duduk’, medem-medem ‘tidur-tidur’ ;

(54) erlangi-langi ‘berenang-renang’, erdalan-dalan berjalan-jalan, rendei-rendei ‘bernyanyi-nyanyi’;

(55) landek-landek ‘menari-nari’, ercuba-cuba ‘mencoba-coba’.

Arti ‘tanpa tujuan yang sebenarnya’ dari bentuk-bentuk R yang di atas bertumpang-tindih dengan arti ‘duratif’. Selain bentuk ulang KtK intr. seperti diberikan di atas, terdapat juga bentuk ulang KtK yang ‘transitif’ (KtK semi-tr), yang dapat dihubungkan dengan arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘ melakukan sesuatu untuk bersenang-senang’ : maen-maen

‘makan-makan’, minem-minem ‘ minum-minum’.

Data juga menunjukkan bahwa KtK tr. tertentu, bila dikenai R, mengandung arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘melakukan sesuatu untuk bersenang-senang’ :

(56) nulis ‘menulis’ nulis-nulis ‘menulis-nulis’

nulis surat ‘menulis surat’ nulis-nulis surat ‘menulis-nulis surat’

(57) mbaca ‘membaca’ mbaca-baca ‘membaca-baca’

Mbaca buku ‘membaca buku’ mbaca-baca buku ‘membaca-baca buku’

(58) ernen melihat ernen-ernen ‘melihat-lihat’

Ernen lukisen ‘melihat lukisan’ ernen-ernen lukisen ‘melihat-lihat lukisan’

(59) mperidi (anak) ‘memandikan (anak)’ mperidi-ridiken (anak) ‘memandi-mandikan (anak)’

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa untuk menentukan muncul-tidaknya R dengan arti ‘tanpa tujuan sebenarnya’ atau ‘untuk bersenang-senang’

dengan KtK tidaklah mudah, setidak-tidaknya bagi saya. Walaupun demikian, diduga bahwa hal tersebut erat hubunganya dengan arti ‘tak tentu’ yang terkandung juga dalam arti ‘melakukan sesuatu tanpa tujuan yang sebenarnya’

atau ‘melakukan sesuatu untuk tujuan bersenang-senang’. Kalau dilihat bahwa tindakan yang dinyatakan dalam bentuk nulis surat ‘menulis-surat’ itu adalah suatu tindakan yang telah ‘tentu’ (specified), maka secara logis, arti ‘tak tentu’

yang terdapat dalam bentuk nulis-nulis ‘menulis-nulis’, misalnya, tidak cocok (compatible) dengan konstituen yang bertugas menyatakan sesuatu yang ‘tentu’.

5.2.2.5 R-Melakukan Sesuatu Berulang Kali dan/atau Terus-Menerus

Dalam bahasa Karo, KtK dapat diterangkan berdasarkan ciri semantis seperti ‘keadaan’ (state), ‘proses’ (process), ‘tindakan’ (action), dan ambient. KtK memiliki salah satu dari ciri ini atau kombinasi dari dua ciri ini (sebenarnya masih ada lagi ciri-ciri lain dengan berbagai kombinasinya yang tidak akan disinggung di sini). Ciri-ciri semantis ini terutama bertugas untuk menentukan pilihan atas KtB yang dapat berkombinasi dengan KtK yang bersangkutan dan juga atas jenis

hubungan yang boleh di antara KtK- dan KtB. Di bawah ini akan diberikan contoh konfigurasi semantis dalam bahasa Karo:

(60) Ktk KtB pat (iens) keadaan

mbergeh ‘dingin’ kopi ‘kopi’ kopi enda mbergeh ‘kopi ini dingin’

(61) Ktk KtB pat

proses

ermacik ‘membusuk’ luka ‘luka’ lukana macik ‘lukanya membusuk’

(62) Ktk KtB pat

tindakan

rendei ‘bernyanyi’ Ali Ali rendei ‘Ali bernyanyi’

(63) Ktk KtB pat KtB agt (= agent)

proses tindakan

nulis ‘menulis’ surat ‘surat’ Ali Ali nulis surat ‘Ali menulis surat’

(64) Ktk keadaan ambient

melas ‘panas’ melas ‘panas’

(65) Ktk tindakan ambient

udan ‘hujan’ udan ‘hujan’

Selanjutnya, terlihat bahwa kata yang biasanya disebut KtS, diperlakukan sebagai KtK dengan ciri ‘keadaan’ dan dianggapnya sebagai akar KtK. Dalam bahasa Karo pada umumnya KtS dapat dijadikan KtK melalui proses deajektival.

Sekarang akan diperiksa ciri-ciri semantis KtK yang diderivasikan dari KtS yang secara semantis menunjukkan’keadaan’.

Kata-kata berikut adalah hasil derivasi inkoatif (inchoative) yang dikenakan pada KtS :

(66) erkitikna mengecil ergendekna merendah ermentarna memutih mbergehken mendingin (67) ergalangna membesar ergedangna meninggi ermeratahna menghijau manas memanas

(68) erbongkakna membengkak erndeherna mendekat mbiru membiru mangat menghangat (69) ergembungna menggembung erdauh menjauh

erbiringna menghitam erkerahna engering

(70) ergedangna memanjang erenggangna merenggang (71) ersempitna menyempit nggosong mengosong (72) erbelangna melebar

Kata-kata di atas ini termasuk KtK-proses yang diturunkan dari suatu dasar yang secara intrinsik menunjukkan ‘keadaan’. Berdasarkan data yang diperiksa, KtK-proses yang diturunkan dari dasar demikian tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu. Tampak pula bahwa KtK yang secara intrinsik menunjukkan ‘proses’ tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu :

*tumbuh-tumbuh. Dapat dikatakan sekarang bahwa semua KtK-proses, baik yang dijadikan demikian maupun yang secara intrinsik demikian tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu.

Berikut adalah contoh-contoh KtK dengan ciri ‘proses’ dan ‘tindakan’

yang diturunkan dari dasar yang secara intrinsik menunjukkan ‘keadaan’ melalui derivasi inkoatif dan kausatif. Kata-kata ini pun ternyata tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu :

(73) ndeberi mendekati ndeherken mendekatkan mperteruki merendahkan

(74) dauhi menjauhi ndauhken menjauhkan

(75) ngerahken mengeringkan mperkitik memendekkan

Sekarang akan dilihat KtK yang berciri ‘tindakan’. Jika kiam ‘lari’

dibandingkan dengan erkiam ‘berlari’ dan ngkiamken ‘melarikan’, terlihat bahwa unsur-unsur semantis ketiga kata itu berbeda :

(76) kiam ‘lari’ ‘tindakan saja’

erkiam berlari ‘tindakan’ dan ‘inkoatif’

ngkiamken melarikan ‘tindakan’ dan ‘proses’

Dari ketiga jenis KtK ini, ternyata bahwa KtK dengan ciri ‘tindakan’ dan

‘proses’ tidak muncul dengan R-iteratif (ngkiam-kiamken ‘melari-larikan’), sedangkan kedua jenis lainnya muncul (kiam-kiam ‘lari-lari’, erkiam-kiam

‘berlari-lari’).

Di atas telah disinggung bahwa KtK-tindakan dapat muncul dengan R-iteratif dan/atau kontinu, dan KtK yang diturunkan dari KtK-tindakan tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu jika derivasi menghasilkan arti tambahan ‘proses’. Oleh karena dalam bahasa Karo, bentuk yang sama (yaitu yang terdapat pada struktur atas) kadang-kadang mempunyai arti yang berbeda-beda (gejalanya antara lain polisemi, keambiguan struktural), ada baiknya jika gejala ini diperiksa juga, atau setidak-tidaknya diperhatikan, sehubungan dengan R-iteratif dan/atau kontinu. Untuk itu contoh berikut dapat dikemukakan :

(77) a. Engkiamken kenna singuda-nguda Pak Amat ‘Dia melarikan anak gadis Pak Amat’

b. Erdadaken kenna tanna Dia melambaikan tangannya

Dasar kata engkiamken ‘melarikan’ dan erdadaken ‘melambaikan’, secara berturut-turut adalah kiam ‘lari’ dan dada ‘lambai’, dan secara intrinsik menunjukkan ‘tindakan’. Derivasinya tidak mempunyai ciri ‘proses’ kata erkiam

‘berlari’ dan erdada ‘melambai’, memiliki makna dengan R iteratif dan/atau kontinu : erkiam-kiam ‘berlari-lari’ dan erdada-dada ‘melambai-lambai’. Afiks

erN-/ken pada kata engkiamken ‘melarikan’ dan erdadaken ‘melambaikan’

menentukan adanya objek pada struktur atas kalimat. Namun, peran (dalam pengertian Verhaar, 1977) yang terdapat di tempat objek pada (77a) dan (77b) berbeda-beda. Pada (77a) terdapat peran ‘pasiens’ (atau objektif menurut Verhaar) di tempat objek, dan pada (77b) peran yang terdapat di tempat objek lebih tepat jika disebut peran ‘instrumen’. Dengan kata lain, hubungan yang terdapat di antara KtK dan KtB yang mengikutinya pada (77a) berbeda dengan hubungan KtK dengan KtB yang mengikutinya pada (77b) pada tataran semantis.

Selanjutnya, dapat dicatat bahwa hasil tindakan pada (77a) dan pada (77b) tindakan menghasilkan suatu keadaan di mana anak gadis Pak Amat berada, yaitu

‘keadaan dilarikan’. Pada (77b), tidak dapat dikatakan bahwa tangan yang dilambaikan itu berada dalam suatu keadaan baru atau mengalami suatu perubahan sebagai akibat tindakan melambaikan. Pusat pengertian pada (77b) terletak pada tindakan erdadaken ‘melambaikan’ itu sendiri. Dalam kenyataan, tindakan seperti ngkiamken ‘melarikan’ dapat dibedakan dengan jelas dari tindakan erdadaken ‘melambaikan’. Pada umumnya KtK golongan ngkiamken

‘melarikan’ ini mengakibatkan perubahan keadaan pada objek yang dikenainya (wujud, tempat, dan seterusnya) dan perubahan yang demikian itu berlangsung lama, bahkan ada kalanya untuk selama-lamanya, sedangkan benda yang terlibat dalam tindakan KtK golongan erdadaken ‘melambaikan’ tidak mengalami perubahan keadaan. Jadi, jika tangan dilambaikan, maka tangan tidak terus berada dalam keadaan dilambaikan ; tangan berada dalam keadaan semula, yaitu sebelum dilambaikan. Berdasarkan kenyataan seperti ini, sekarang dapat dimengerti

mengapa KtK seperti melambaikan terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu, sedangkan KtK melarikan dan sejenisnya tidak.

Beberapa contoh KtK golongan ngkiamken ‘melarikan’ yang tidak terdapat dengan R-iteratif dan/atau kontinu ialah :

(78) mbeneikensa ‘menghilangkan’ nunduhkensa ‘menidurkan’

(79) nggosongkensa ‘mengosongkan’ megalangsa ‘membesarkan (anak)’

(80) nukurkensa ‘membelikan’ ndatkensa ‘menemukan’

(81) mberekensa ‘memberikan’ nuliskensa ‘menuliskan’

(82) ndalankensa ‘menjalankan’ nuankensa ‘menanamkan’

Tidak terdapatnya KtK golongan ngkiamken ‘melarikan’ di atas dengan R-iteratif dan/atau kontinu tidaklah berarti bahwa tindakan yang dinyatakan oleh KtK yang bersangkutan tidak dapat dilakukan berulang kali atau terus-menerus.

Yang dipersoalkan di sini ialah bahwa pengulangan tindakan tidak dinyatakan oleh pengulangan kata. Jadi mberenkensa ‘memberi-berikan’ tidak dapat berarti memberikan berulang kali atau terus-menerus. Harus pula diingat bahwa muncul tidaknya R-iteratif dan/atau kontinu dengan KtK tertentu tidaklah dapat diramalkan secara tepat. Ada kalanya dunia kenyataanlah yang paling menentukan.

5.2.2.6 Reduplikasi Dengan Arti ‘Resiprokatif’ Atau ‘Berbalasan’

Reduplikasi yang dapat dihubungkan dengan arti ‘resiprokatif’ atau

‘berbalasan’ akan ditandai dengan R-resiprokatif, dan bentuk-bentuk yang mengandung arti demikian adalah :

(83) (D + (R + si-(/-ken)) : sipekpeken ‘pukul-memukul’

(85) ((D + R) + er-/-en) : ersembur-semburen ‘bersembur-semburan’

Menurut data yang diperoleh, ternyata tidak semua dasar yang berbentuk (D + (R + si-(/-ken)), (D + (R+ er-)) dan ((D + R) + er-/-en) dapat berbentuk ulang dengan arti ‘resiprokatif’. Munculnya KtK demikian dengan R-resiprokatif tergantung dari ciri-ciri semantis KtK yang dikenainya. KtK yang terdapat dengan R-resiprokatif hanyalah yang berciri [+RESIPROKATIF] seperti :

(86) Mekpek memukul, nuduh menuduh, ngintip mengintip, ngintai mengintai, nimai menanti, nipu menipu, nampati menolong, nguncim mengejek, dan sebagainya.

(87) Ngena ate mencintai, ngelebei mendahului, mbiari menakuti, ndeheri mendekati, ndauhi menjauhi, dan sebagainya

1. Erincet-incet berdesakan, siala-alaen berhadapan, ersalamen bersalaman, erimbangen bermusuhan, dan sebagainya

KtK yang [-RESIPROKATIF], jika dapat diberi bentuk R (1), (2), dan (3) di atas, tidak mengandung arti ‘resiprokatif’. Contoh KtK demikian berikut bentuk R-nya terdapat di bawah ini :

(89) njarumi ‘ menjahit’ njarum-njarumi ‘ jahit-menjahit’

(90) erdakan ‘memasak’ erdakan-dakan ‘masak-memasak’

(91) ngarang ‘mengarang’ ngarang-ngarang’ karang-mengarang’

(92) landek ‘ menari’ landek-landek ‘tari-menari’

5.2.2.7 Reduplikasi Dengan Arti ‘Intensif’

Reduplikasi tipe tertentu dapat dihubungkan dengan arti ‘intensif’. Arti ‘intensif’

yang dimaksud di sini tidaklah harus selalu diartikan dengan ‘sangat D’ atau ‘D sekali’ seperti yang terkandung, misalnya, dalam kata kaya-raya dalam kalimat :

(93) mamana sintua bayak kel Pamannya yang tertua kaya-raya.

Pengertian ‘intensif’ yang akan dibicarakan sehubungan dengan reduplikasi juga mencakup macam-macam ‘pengerasan’ seperti terlihat di bawah ini. Dalam berbahasa, ada kalanya si penutur ingin menarik perhatian para pendengarnya pada bagian tertentu dari hal yang ingin disampaikannya. Untuk itu dia menonjolkan bagian tertentu itu. Penonjolan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan salah satu di antaranya ialah mengulang kata. Dalam kalimat (94) berikut, misalnya, yang ditonjolkan adalah kenyataan bahwa ‘kami saja yang mendapat tugas berat, jadi bukan orang lain’ dengan mengulang kata kami ‘kami’

:

(94) kami-kami saja ndat kensa tugas simberat Kami-kami saja yang mendapat tugas yang berat

Di sini kelihatan bahwa reduplikasi yang dikenakan pada salah satu elemen kalimat akibatnya tidak hanya terbatas pada kata yang bersangkutan.

Jangkauan arti yang diakibatkan oleh reduplikasi rupanya lebih luas daripada hanya arti kata yang diberi bentuk ulang. Hal ini lebih jelas lagi kelihatan pada kalimat ingkar. Yang ditonjolkan ialah keadaan yang diingkari, jadi tidak hanya arti kata yang diberi bentuk ulang. Perhatikanlah kalimat (95) berikut :

(95) nggo dua wari Pak Ali la multak

Sudah dua hari Pak Ali tidak muncul-muncul

Pada kalimat (95) ini, hal yang hendak ditonjolkan ialah tidak munculnya Pak Ali, dan penonjolan tersebut dinyatakan pada struktur atas oleh pengulangan satu unsur saja, yaitu kata yang menyatakan yang diingkari itu, dan tidak pernah

kata ingkarnya yang diulang atau kedua unsur yang mengandung pengertian yang diingkari itu (dalam hal ini la multak ‘tidak muncul’).

5.2.2.8 Reduplikasi dengan Arti ‘Distributif’

Dengan bentuk R tertentu, (D + R) dan ((D + R) + er-), KtBil (kata bilangan) tertentu mengandung arti ‘distributif’ dan R sekaligus mengubah KtBil menjadi KtKet.

Yang dapat bertugas sebagai D di sini ialah KtBil kardinal dan KtJuml (kata jumlah = quantifier), dan KtJuml selanjutnya dapat diperinci menjadi pembantu KtBil (numeral classifer) yang berprefiks se- (sekalak, sada, dan seterusnya) dan kombinasi KtBil kardinal dengan pembantu KtBil (dua kalak ‘dua orang’, telu lembar ‘tiga lembar’, dan seterusnya).

Sekarang perhatikanlah contoh-contoh berikut : (96) a. kalak ah ku bas sada-sada

‘Mereka masuk satu-satu’

Sada-sada biji b. kirana duku ah

lima-lima biji

sebiji-biji

‘Dihitungnya duku itu lima biji-lima biji

c. inemna kopi ah sitik-sitik

Diminumnya kopi itu sedikit-sedikit

tedis

d. kalak ah kundul erempat-empat erbaris

Mereka duduk berempat-empat berbaris

Dengan KtK tertentu, KtKet hasil reduplikasi ini kadang-kadang dapat mengandung arti lain juga, yaitu arti ‘konsekutif’, di samping arti ‘distributif’.

Jadi, tindakan yang dinyatakan oleh KtK dilakukan atau terjadi secara berturut-turut atau konsekutif :

(97) Kalak ah rendei sada-sada Mereka bernyanyi satu-satu

Arti ‘konsekutif’ yang terdapat pada (97) tampak lebih jelas jika kalimat (97) dibandingkan dengan kalimat (96d) di atas. Pada kalimat (96d), arti

‘konsekutif’ tidak terdapat.

Kadang-kadang, arti ‘jamak’ dieksplistikan oleh pemakaian reduplikasi seperti terlihat dalam contoh (98):

(98) Sada-sada imbangna i kalah kenna Satu-satunya lawannya itu dikalahkannya.

Pada (98) tampak bahwa ‘lawannya itu (lebih dari satu) dikalahkannya satu demi satu’.

Reduplikasi KtBil dengan er- terbatas pada bilangan kecil (paling tinggi enam dan tidak pernah satu), jika arti yang dimaksud masih tetap arti ‘distributif’.

Dengan bilangan-bilangan besar (puluh, ratus, ribu, juta, laksa, biliun, triliun), R dengan ber-ini tidak lagi berarti ‘distributif’, dan kalau memang arti ‘distributif’

ini yang dimaksud, maka bentuk reduplikasi lainlah yang dipakai. Jadi, berpuluh-puluh dalam kalimat berikut tidak mengandung arti ‘distributif’.

(99) Kalah ah reh erpuluh-puluh Mereka datang berpuluh-puluh

Kalimat (99) tidak dapat diartikan ‘setiap kali datang, mereka datang sepuluh orang’. Untuk menyatakan arti demikian dapat dipakai kata ulang sepuluh-sepuluh :

(100) Kalah ah reh sepuluh-sepuluh Mereka datang sepuluh-sepuluh

Sekarang kedua kalimat berikut akan dibandingkan untuk menunjukkan bahwa hanya bilangan kecillah yang terdapat sebagai D pada reduplikasi ((D + R) + er-) dengan arti ‘distributif’ :

(101) Kalah ah kundul erempat-empat Mereka duduk berempat-empat (102) Kalah ah kundul eratus-ratus

Mereka duduk beratus-ratus

Pada (101) masih terasa bahwa setiap kelompok terdiri dari empat orang, sedangkan pada (102) tidak dapat lagi dikatakan bahwa ada beberapa kelompok yang masing-masing terdiri dari seratus orang.

5.2.2.9 Reduplikasi dengan Arti ‘Tak Tunggal’

Arti ‘tak tunggal’ yang dikandung oleh reduplikasi dapat diperinci berdasarkan dasar kata ulang. Pada kata ulang yang mempunyai KtB sebagai dasarnya, reduplikasi dapat menyatakan ‘kejamakan’ referen KtB yang bersangkutan :(103) a. Murid-murid sangana gerak dalam

Murid-murid sedang mengadakan gerak jalan.

b. Batang-batang lekang sangana erbuah Pohon-pohon rambutan sedang berbuah

Subjek kalimat (103a) dan (103b) mengacu pada lebih dari satu referen murid dan referen pohon (rambutan) secara berturut-turut.

Pada kata ulang di mana D terdiri dari KtS, R dapat menyatakan ‘jamak’

KtB yang diterangkannya :

(104) a. guru kami kalak mesera Guru kami miskin-miskin b. ia nukur buku si merga-merga

Dia membeli buku yang mahal-mahal

Pada (104a), subjek kalimat mengacu kepada lebih dari seorang guru, pada (104b), buku mengacu kepada lebih dari satu buku.

Jika dasar kata ulang berupa KtK, reduplikasi dapat menyatakan adanya lebih dari satu pelaku tindakan yang disebut KtK yang bersangkutan :

(105) kalak ah si gandengen Tuti ras Tati

Mereka rangkul-merangkul Si Tuti dan si Tati

Di bawah ini selanjutnya akan diperiksa macam-macam pengertian ‘tak tunggal’ yang dapat dikandung oleh reduplikasi tertentu secara lebih terperinci lagi.

Konsep ‘tak tunggal’ yang di pakai pada tulisan ini dalam bahasa Karo tidak harus selalu diungkapkan dengan pengulangan bentuk KtB seperti terlihat

(106) a. sada murid ‘satu murid’

b. dua murid ‘dua murid’

Oleh karena itu, barangkali dapat dikatakan bahwa pengulangan KtB merupakan cara yang eksplisit untuk menyatakan ketaktunggalan itu.

KtB—R terdapat juga pada posisi KtB dalam struktur KtBil + KtB.

KtJuml

Untuk itu dapat dilihat pada contoh-contoh berikut :

sada

(107) a. Ia nukur dua buku Piga-piga buku-buku

satu

Dia membeli dua buku

beberapa buku-buku

b. kerina

kedua buku menggo ibacana masalah kedua-dua buku-buku enda

kedua-duana melala

semua kedua

kedua-dua buku mengenai soal itu

banyak

Pada contoh-contoh di atas ini terlihat bahwa KtB—R (yang mengandung arti ‘tak tunggal’) tidak terdapat pada posisi KtB dalam struktur KtBil + KtB.

KtJuml

Pada bahasa Karo juga terlihat bahwa arti ‘tak tunggal’ yang terkandung dalam KtB—R dan yang dinyatakan pada struktur atas dengan R KtB menghalangi munculnya ktB-R pada struktur KtBil + KtB. Seperti yang

terlihat KtJuml

pada contoh-contoh berikut :

sada

(108) Ia nukur dua buku si mekapal-kapal Piga-piga

melala satu

Dia membeli dua buku yang tebal-tebal beberapa

banyak

(109) kerina buku si mekapal-kapal ah nggo i bacana Semua buku yang tebal-tebal itu telah dibacanya (110) melala buku si mekapal-kapal nggo i bacana

Banyak buku yang tebal-tebal telah dibacanya

Pada (108), (109), dan (110), tampak bahwa arti ‘tak tunggal’ yang dapat dihubungkan dengan KtB (yang tidak berbentuk ulang) menghalangi KtB

menghalanginya berkombinasi dengan KtBil dan KtJUml yang menyatakan jumlah yang ‘lebih dari satu’. Sekarang dapat dikatakan bahwa arti ‘tak tunggal’

yang dinyatakan dengan bentuk ulang KtB menghalangi KtB yang mengandung arti demikian berkombinasi dengan KtBil dan KtJuml baik yang menyatakan

‘satu’ maupun ‘lebih dari satu’, sedangkan arti ‘tak tunggal’ yang tidak dinyatakan oleh bentuk ulang KtB menghalangi KtB berkombinasi dengan KtBil yang menyatakan ‘satu’ tetapi tidak menghalangi KtB berkombinasi dengan KtBil dan KtJuml yang menyatakan ‘lebih dari satu’.

5.2.3 Arti Reduplikasi Terikat Konteks dalam Bahasa Karo

Yang dimaksud dengan ‘terikat-konteks’ (context-sensitive) sehubungan dengan arti yang dapat dihubungkan dengan bentuk-bentuk R tertentu ialah diperlukannya konteks tertentu untuk mengetahui atau menentukan arti yang dikandung oleh bentuk-bentuk R bersangkutan. Jika kata nini-nini ‘nenek-nenek’

dalam kalimat-kalimat berikut kita perhatikan, akan tampak bahwa konteks kata tersebutlah yang menentukan arti R :

(111) Enggo nini-nini, ia nggit denga rias

‘Sudah nenek-nenek, dia masih suka bersolek’

(112) aku ernin sada nini-nini kundul-kundul i lebe ruma ah

‘Saya melihat seorang nenek-nenek duduk-duduk di depan rumah itu’

Dalam kalimat (111), R dapat dihubungkan dengan arti ‘konsesif’ karena letak kata nenek-nenek dalam kalimat yang bersangkutan. R pada kalimat (112) dapat dihubungkan dengan arti ‘serupa D’ karena kata nini-nini ‘nenek-nenek’

terdapat dalam konteks seorang + ….Dalam konteks lain, kedua kata ulang itu, atau R yang dikenakan pada kata nini ‘nenek’, dapat mengandung arti ‘tak tunggal’ :

(113) bas ruma penampungen jelma-jelma jompo ah lit nini-nini

‘Di rumah penampungan orang-orang jompo itu terdapat nenek-nenek’

Reduplikasi dengan kelas kata tertentu ada yang memerlukan perincian yang lebih halus agar artinya lebih jelas. Kata ulang dalam kalimat-kalimat berikut menunjukkan diperlukannya semacam konkordansi di antara subjek kalimat dengan kata ulang yang bersangkutan yang merupakan KtS predikatif :

(114) kilaku bayak-bayak Paman saya kaya-kaya

(115) lit sada kilaku bayak Kilaku si tuana

Salah seorang paman saya kaya Paman saya yang tertua

(116) lit sada kilaku bayak-bayak

‘Salah seorang paman saya kaya-raya’

(117) kilaku si tuana bayak-bayak

‘Paman saya yang tertua kaya-kaya ‘

Dari contoh-contoh di atas terlihat bahwa arti ‘tak tunggal’ yang dapat dihubungkan dengan R hanya mungkin kalau subjek ditafsirkan jamak (lihat kalimat (114), (115), dan (116)).

Selanjutnya, keterikatan konteks yang dimaksud di sini akan dibatasi pada tataran sintaksis saja. Seperti telah dikemukakan sebelum ini, arti yang dapat dihubungkan dengan R tertentu ada pula kalanya tergantung pada ciri-ciri semantis kata atau dasar yang dikenainya. Sebenarnya ciri-ciri semantis demikian dapat juga dianggap sebagai konteks. Hal tersebut menuntut perincian yang lebih halus lagi dari klasifikasi kata dalam bahasa Karo dan berada di luar jangkauan tulisan ini.

Sekarang akan ditinjau arti apa saja yang dapat dikandung oleh bentuk-bentuk R dalam konteks-konteks tertentu.

5.2.3.1. Reduplikasi Dengan Arti ‘agak D’

Berdasarkan temuan di lapangan, dalam bahasa Karo reduplikasi jenis hanya terdapat dalam bentuk (D + R) - Agak di Mana D =KtS, sedangkan (D+R)-Agak tipe “pengaburan” tidak ditemukan.

Pada bahasa Karo arti ‘agak’ yang dikandung oleh R yang terdapat dengan

Pada bahasa Karo arti ‘agak’ yang dikandung oleh R yang terdapat dengan