• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Kewenangan Fiskus Untuk Melakukan Verifikasi Dalam

2. Kewenangan Fiskus Untuk Melakukan Verifikasi

Fiskus atau aparatur pajak atau pejabat pajak merupakan orang atau badan yang bertugas untuk melakukan pemungutan pajak atau iuran kepada wajib pajak. Pajak yang dipungut oleh fiskus ini nantinya akan digunakan untuk pengeluaran rutin dan pembangunan nasional, serta membantu penyelenggaraan pemerintahan. Secara bahasa, fiskus berasal dari bahasa Latin, yang artinya “keranjang berisi uang atau kantong uang.97

Hak dan kewajiban fiskus yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan, antara lain:

1) Hak fiskus

a) Menerbitkan nomor pokok wajib pajak dan/atau mengukuhkan pengusaha kena pajak secara jabatan.

97Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hlm.103

b) Hak menerbitkan NPWP dan/atau meneguhkan pengusaha kena pajak ini dilakukan secara jabatan jika wajib pajak atau pengusaha kena pajak tidak melaksanakan kewajibannya.

c) Menerbitkan surat ketetapan pajak. Wajib pajak dapat menerbitkan STP apabila berdasarkan penelitian atau pemeriksaan ada pajak yang tidak atau kurang bayar.

d) Melakukan pemeriksaan dan penyegelan. Fiskus berhak melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan dan untuk tujuan laindalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

e) Melakukan penyidikan.Apabila diduga ada tindak pidana pajak maka fiskus dapat melakukan tindak penyidikan.

f) Menerbitkan surat paksa dan melakukan penyitaan. Jika wajib pajak tidak melunasi utang pajak yang telah jatuh tempo dan telah menerbitkan surat paksa agar wajib pajak dalam waktu 2 x 24 jam harus melunasi utang pajaknya.98

2) Kewajiban fiskus

a) Kewajiban untuk melakukan penyuluhan kepada wajib pajak.Fiskus bertugas melakukan penyuluhan untuk mensosialisasikan peraturan-peraturan pajak yang ada.

98Erly Suandy, Op.Cit., hlm 128

b) Menerbitkan surat ketetapan pajak. Setelah melakukan tindakan pemeriksaan fiskus wajib menerbitkan surat ketetapan pajak, apakah berupa surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, maupun surat ketetapan pajak nihil

c) Merahasiakan data wajib pajak. Fiskus dilarang mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak kepada pihak lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah perpajakan yang diketahui.99

Istilah verifikasi merupakan istilah baru dalam perpajakan di Indonesia yang mulai dikenal sejak tahun 2012. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan /menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.100

Penyetoran pajak BPHTB di Kota Medan harus dilakukan verifikasi terhadap kelengkapan dokumen dan kebenaran data terkait objek pajak yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB sebelum wajib pajak melakukan pembayaran BPHTB terutang oleh Dinas Pengelolaan Pendapatan

99Ibid

100Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

Keuangan dan Aset Daerah, oleh karena itu kegiatan verifikasi tersebut bertentangan dengan UU PDRD dan PP. 101

Ketentuan Pasal 98 UU PDRD menyebutkan bahwa sistem pemungutaan pajak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2016 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah, dan sesuai dengan Pasal 3 ayat (4) Jenis Pajak kabupaten/ kota yang dibayar sendiri berdasarkan penghitungan oleh Wajib Pajak terdiri atas : Pajak hotel, Pajak restoran, Pajak hiburan, Pajak penerangan jalan, Pajak mineral bukan logam dan batuan, Pajak parkir, Pajak sarang burung wallet dan BPHTB. Peraturan Walikota Medan Nomor 24 tahun 2011 tentang Sistem dan Prosedur Pemungutan BPHTB tidak menganut sistem pemungutan tersebut sehingga bertentangan dengan ketentuan di atas dan tidak sesuai dengan teori Hans Kelsen dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 ayat (2) Jo Pasal 8 ayat (2).102

Verifikasi atas Nilai Perolehan Objek Pajak yang tercantum dalam Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB dapat menyebabkan harga transaksi yang disepakati oleh penjual dan pembeli dikoreksi oleh Dinas Pendapatan Kota Medan selaku aparatur pajak. Akan tetapi proses koreksi tidak mengunakan Surat Ketetapan Pajak sebagai bentuk representasinya.

Tugas dan wewenang fiskus (aparatur pajak), antara lain :

101 Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

102 Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

1. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

Fiskus pajak memiliki wewenang untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak terkait dengan penyetoran atau penagihan pajak, baik Pajak Negara (kecuali Bea Materai, Bea Masuk, dan Cukai) ataupun pajak daerah.103

2. Menerbitkan Surat Tagihan Pajak

Fiskus berwewenang untuk menerbitkan Surat Tagihan pajak, yaitu surat untuk melakukan penagihan pajak atau sanksi administrasi dan atau denda kepada wajib pajak. Surat Tagihan Pajak ini sifatnya memaksa dan wajib pajak tidak dapat mengajukan keberatan.

3. Menerbitkan Keputusan

Keputusan yang diterbitkan oleh Fiskus yang berwenang dapat berupa pengelolaan Pajak Negara atau Pajak Daerah khususnya terkait Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

4. Melakukan Pemeriksaan

Pemeriksaan yang dimaksud disini adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dengan tujuan melaksakanan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 104

5. Melakukan Penyegelan

103Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hlm 103

104Ibid

Penyegelan dilakukan oleh petugas pajak untuk mengamankan atau mencegah hilangnya buku, catatan, dokumen yang berhubungan dengan ketentuan perpajakan. Penyegelan hanya dilakukan kepada wajib pajak terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Penyegelan biasanya dilakukan karena wajib pajak tidak mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.

6. Mengangkat Pejabat Untuk Melaksanakan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan

Pengangkatan pejabat ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan memantapkan pelaksanaan kegiatan perpajakan.Pejabat yang diangkat adalah petugas pajak dan juru sita pajak. Petugas pajak yang diangkat boleh berasal dari dalam atau luar lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Sedangkan Jurusita Pajak adalah pelaksana penagihan pajak kepada wajib pajak termasuk penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyidaan,dan penyanderaan.105

Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata untuk mengadakan pengaturan atau mengeluarkan keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi atau mandat.106

Berdasarkan UU PDRD pemerintah di tiap daerah harus mengeluarkan Peraturan Daerah atau Peraturan Walikota Medan untuk memungut pajak dan retribusi di daerahnya masing-masing, akan tetapi Peraturan Daerah maupun

105Ibid

106Indroharto, Delegasi Kewenangan Pada Pejabat Administerasi Negara, Jakarta, Mandar Maju, 2004, hlm 23

Peraturan Pelaksanaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi termasuk UU PDRD.107

Disharmonisasi peraturan perundang-undangan memiliki makna adanya ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum baik secara materiel maupun formil. Secara materiel terkait dengan adanya ketidaktertiban suatu masyarakat akibat adanya peraturan perundang-undanganan yang tidak menjamin ketidakpastian hukum, hal ini telah diatur dalam UUD 1945 Pasal 28 D ayat (1) yang berbunyi “ setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.108

Hambatan yuridis kegiatan verifikasi menyebabkan kepastian hukum saat beralihnya hak atas tanah dan bangunan menjadi tertunda. 109 Ketidakpastian tersebut disebabkan, karena Peraturan Walikota Medan yang tidak sinkron dengan peraturan yang berada diatasnya yaitu dalam hal kewajiban verifikasi yang menyebabkan perubahan NPOP yang sebenarnya, hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 91 ayat (1) UU PDRD yang bermakna bahwa berapapun BPHTB yang dibayar oleh pembeli, maka para pihak dapat tetap melangsungkan peralihan haknya sepanjang telah melampirkan bukti pembayaran pajaknya BPHTB. Dimana seharusnya NPOP

107Chandra Fajri Ananda, dkk, Op.Cit., hlm 11-12

108Wasis Susetio, Disharmoni Peraturan Perundang-Undangan Di Bidang Agraria Lex Jurnalica Volume 10 Nomor 3, Desember 2013, hlm 136

109Syofrin Syofyan dan Asyhar Hidayat, Hukum Pajak dan Permasalahannya, Bandung : Refika Aditama, 2009, hlm .129-130

hasil verifikasi lapangan tidak dapat mengalahkan bunyi aturan undang-undang PDRD yang menjadi acuan DPPKAD Kota Medan dalam memberikan pelayanan masyarakat serta mengemban amanat tugas menghimpun penerimaan daerah (apabila tidak ada dokumen/data yang kuat/valid rujukan yang benar menurut undang-undang adalah NJOP PBB).110

Kota Medan merupakan daerah yang melaksanakan kewenangan pemerintahan pada Kabupaten/Kota yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan untuk memenuhi ketentuan Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan sebagai peraturan pelaksanaan dari Perda Nomor 1 Tahun 2011 tersebut, maka Pemerintah Kota Medan menetapkan Peraturan Walikota Medan Nomor 9 Tahun 2011 sebagai landasan operasional dan teknis pelaksanaan pemungutan BPHTB disebutkan dalam UU PDRD, maka Kota Medan menetapkan Peraturan Daerah Kota Medan.111

Peraturan Walikota Medan Nomor 24 tahun 2011 dan PP Nomor 55 tahun 2016 apabila dilihat dari asas lex superior derogat legi inferior dan sesuai dengan teori Hans Kelsen yaitu the hierarchy of norms, maka dapat disimpulkan bahwa PP No. 55 tahun 2016 memiliki kedudukan lebih tinggi dari Perwal Kota Medan No. 24 tahun 2011, sehingga Perwal tidak boleh bertentangan dengan PP No. 55 tahun 2016 terkait pemberlakuan sistem pemungutan pajak BPHTB yaitu self assesement system.

110Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

111Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

Dengan demikian kewenangan fiskus untuk melakukan verifikasi berdasarkan Perwal Nomor 24 tahun 2011 tidak dapat digunakan, karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 joncto PP Nomor 55 tahun 2016 yang menganut Self Assesement System. Verifikasi dapat dilakukan hanya dalam rangka pemeriksaan dan penelitian pajak.

BAB III

UPAYA FISKUS UNTUK MENETAPKAN BPHTB KURANG DIBAYAR YANG TIDAK SESUAI DENGAN NILAI

PEROLEHAN OBJEK PAJAK YANG SEHARUSNYA DI KOTA MEDAN

A. BPHTB Kurang Bayar

1. Pengertian BPHTB Kurang Bayar

Kurang bayar BPHTB adalah selisih jumlah pajak atas BPHTB yang telah dibayar oleh Wajib Pajak dengan nilai pajak yang seharusnya dibayarkan.

Selisih tersebut merupakan sejumlah pajak atas BPHTB yang harus dibayarkan lagi dengan kata lain jumlah yang disetorkan oleh Wajib Pajak itu kurang dari pajak atas BPHTB yang seharusnya dibayarnya. Kurang bayar pajak atas BPHTB ini dapat terjadi karena adanya beberapa sebab. Penyebab tersebut dapat berasal dari perhitungan yang dilakukan oleh Wajib Pajak karena sistem perpajakan di Indonesia menganut Self Assessment System.112

2. Gambaran BPHTB Kurang Bayar

Berikut contoh kasus BPHTB kurang bayar, wajib pajak melakukan transaksi jual beli tanah dan/atau bangunan dengan kesepakatan kedua belah pihak untuk membuat akta jual beli dengan nilai transaksi sebesar Rp.1.000.000.000,- dan nilai jual objek pajak pada tanah dan/atau bangunan tersebut sebesar Rp.400.000.000,-. BPHTB yang disetor oleh pembeli adalah 5% x (Rp.400.000.000 – Rp.60.000.000,-) yaitu sebesar Rp.17.000.000,-.

112Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Dalam kasus ini fiskus yang telah melakukan penelitian terhadap objek pajak tersebut dan menghitung kembali jumlah besaran BPHTB yang seharusnya dibayar adalah 5% x (Rp.1.000.000.000 – Rp.60.000.000,-) hasil perhitungan BPHTB sebesar Rp.47.000.000,- dikurang dengan BPHTB yang telah dibayar oleh wajib pajak yaitu Rp.47.000.000 – Rp.17.000.000 = Rp.30.000.000,-.

Dengan demikian timbulnya kurang bayar BPHTB dalam kasus tersebut. Kasus ini menunjukkan bahwa adanya kesalahan hitung BPHTB dari wajib pajak, sehingga ditagih kurang bayar oleh fiskus.

3. Faktor Penyebab Kurang Bayar

Sistem pemungutan pajak Self Assessment System dapat menyebabkan kekurangan bayar dalam BPHTB. Penyebab terjadinya hal tersebut bersumber dari perhitungan BPHTB. Perhitungan BPHTB secara umum dihitung dengan menggunakan formula:

BPHTB = Tarif X Tax Based

Berdasarkan formulasi BPHTB di atas bahwa adanya dua elemen yang dapat mempengaruhi nilai dari BPHTB yaitu tarif dan tax based. Elemen dari tarif tidak dapat menyebabkan terjadinya kekurangan bayar BPHTB. Hal ini dikarenakan tarif telah ditetapkan oleh UU PDRD maksimal atau paling tinggi tarif 5% (lima persen) dan ketentuan tentang tarif ini harus ditetapkan dengan peraturan daerah.113

113Frinan Satria, Perspektif Hukum Perpajakan Terhadap Penagihan Pajak Atas Bphtb Yang Kurang Dibayar Oleh Wajib Pajak Di Medan, Tesis Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, 2018, hlm 58

Jadi elemen tarif ini tidak dapat menyebabkan terjadinya kurang bayar BPHTB. Elemen tax based atau dasar pengenaan pajak (dalam BPHTB disebut sebagai NPOPKP / Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak atau NPOP DPP / Nilai Perolehan Objek Pajak Dasar Pengenaan Pajak). Tax based ini dapat menjadi faktor atau penyebab terjadinya kekurangan bayar dari BPHTB. Tax based ini diperoleh dari formula:

Tax Based = NPOP – NPOPTKP

Formula ini memiliki elemen NPOP dan NPOPTKP yang keduanya memiliki kemungkinan untuk terjadi kekurangan bayar dari BPHTB.

NPOPTKP dalam ketentuan UU PDRD bahwa adanya pemberian penguragan paling rendah sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak dan pengurangan dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Besarnya nilai NPOPTKP ini ditetapkan oleh peraturan daerah.114

Penentuan NPOPTKP ini dapat menyebabkan kekurangan. NPOP merupakan penentuan jumlah bruto nilai perolehan hak atas tanah dan bangunan. NPOP ini dapat berasal dari nilai keputusan pejabat, nilai risalah

114 Ibid, hlm 59

lelang, nilai jual beli, nilai harga pasar, dan nilai pengalihan. NPOP merupakan elemen yang paling penting dalam faktor-faktor terjadinya kurang bayar. Untuk nilai NPOP yang didapat dari nilai keputusan pejabat dan nilai risalah lelang mungkin tidak adanya kekurangan bayar karena telah ditetapkan oleh pemerintah itu sendiri. NPOP yang berasal dari nilai jual beli, nilai harga pasar, dan nilai pengalihan dapat menyebabkan kekurangan bayar BPHTB. Hal ini tergantung dari kesadaran dan kejujuran dari Wajib Pajak itu sendiri karena sistem perpajakan menggunakan Self Assessment System.

B. Upaya Fiskus Untuk Menetapkan Bphtb Kurang Dibayar Yang Tidak Sesuai Dengan Nilai Perolehan Objek Pajak

1. Fiskus melakukan penelitian BPHTB a. Pengertian Penelitian

Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, menyatakan bahwa Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.115

Penelitian lapangan dilakukan untuk mengetahui kebenaran objek serta lokasi objek tanah dan atau bangunan yang ditransaksikan. Penelitian lapangan

115 Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

dilakukan apabila fiskus merasa tidak yakin atas berkas yang disampaikan wajib pajak. Namun apabila fiskus sudah merasa yakin akan berkas pendukung dari wajib pajak, cukup dilakukan penelitian setempat. Untuk menjamin kelancaran pelayanan kepada wajib pajak, hendaknya kehati-hatian tersebut tidak sampai menjadi alasan yang menyebabkan lambatnya pelayanan, yang pada akhirnya akan merembet pada lambatnya pelayanan pelaksanaan pendaftaran hak di Badan Pertahanan Nasional (BPN) yang merupakan kewenangan BPN.116

b. Dasar Hukum Penelitian BPHTB

Aturan yang menjadi dasar hukum penelitian BPHTB yaitu

1) Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

2) Pasal 100 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang PDRD

3) Pasal 14 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tahun 2011 tentang BPHTB.

c. Produk Hukum Penelitian Hukum BPHTB

Prosedur penetapan Surat Ketetapan Pajak Daerah BPHTB Kurang Bayar merupakan proses yang dilakukan seksi Pelayanan Umum dalam memeriksa BPHTB yang masih kurang bayar atas SSPD BPHTB dalam jangka waktu 5 (lima) tahun semenjak dibayar oleh Wajib Pajak atau atas Surat

116Fajaruddin.Implikasi Penghapusan Verifikasi BPHTB terhadap Pendapatan daerah.

Jurnal Pembangunan Perkotaan, Vol. 4 No. 1, Juni 2016, hlm 11-12

Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Kurang Bayar dalam jangka waktu 5 (lima) tahun semenjak diterbitkan.117

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang harus dibayar. Penerbitan SKPKB ini dalam jangka waktu 10 tahun sesudah saat terutang pajak atau tahun pajak.”118

Fiskus dalam menetapkan BPHTB kurang bayar yang tidak sesuai dengan Nilai Perolehan Objek Pajak yang seharusnya di Kota Medan, yaitu melalui jalur penelitian. Produk hukum dalam penelitian BPHTB diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 100 joncto Pasal 14 Perda Kota Medan No. 1 tahun 2011. Berikut bunyi Pasal 100 yaitu:

Pasal 100

(1) Kepala Daerah dapat menerbitkan STPD jika:

a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

117Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

118 Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu., Op.Cit., hlm 171

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.

(3) SKPD yang tidak atau kurang dibayar setelah jatuh tempo pembayaran dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih melalui STPD

Pihak yang terkait dalam penelitian Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB, antara lain :

a. Wajib pajak selaku penerima hak.

Merupakan pihak yang memiliki kewajiban membayar BPHTB terutang atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

b. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)

Merupakan pihak yang menyiapkan Surat Setoran Pajak Daerah BPHTB.

Sebagai dasar bagi Wajib Pajak dalam membayar BPHTB terutang dan membantu melakukan perhitungan.

c. Bank yang ditunjuk/bendahara penerima

Merupakan pihak yang menerima pembayaran BPHTB terutang dari wajib pajak. Dalam prosedur ini Bank yang ditunjuk /Bendahara berwenang untuk :

1) Menerima pembayaran BPHTB terutang dari wajib pajak;

2) Memeriksa kelengkapan pengisian Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) BPHTB;

3) Mengembalikan SSPD BPHTB yang pengisiannya tidak lengkap/kurang;

4) Menandatangani SSPD BPHTB yang lengkap pengisiannya; dan 5) Mengisi SSPD BPHTB lembar 5 dan SSPD BPHTB lembar 6;

Langkah–langkah yang teknis yang dilakukan dalam penelitian BPHTB terhadap pelaksanaan pembayaran BPHTB ini adalah :

a. Wajib Pajak akan menerima SSPD BPHTB yang telah diisi. Surat Setoran BPHTB merupakan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan Walikota dan sekaligus untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan

b. Wajib pajak menyerahkan SSPD BPHTB kepada Bank yang ditunjuk/Bendahara Penerimaan. Pada saat yang bersamaan, Wajib Pajak kemudian membayarkan BPHTB terutang melalui Bank yang ditunjuk/Bendahara Penerimaan.

c. Bank yang ditunjuk/Bendahara penerima kemudian memeriksa kelengkapan pengisian SSPD BPHTB kesesuaian besar nilai BPHTB terutang dengan uang pembayaran yang diterima dari Wajib Pajak.

d. Bank yang ditunjuk/Bendahara penerimaan menandatangani SSPD BPHTB lembar 5 dan 6 disimpan sedangkan lembar 1-4 dikembalikan kepada Wajib Pajak.

e. Wajib Pajak menerima SSPD BPHTB lembar 1,2,3, dan 4 dan bank yang ditunjuk/bendahara penerimaan, Wajib Pajak kemudian melakukan proses berikutnya, yaitu permohonan penelitian SSPD BPHTB ke fungsi pelayanan di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD).119

2. Fiskus Melakukan Pemeriksaan BPHTB a. Pengertian Pemeriksaan BPHTB

Berdasarkan UU No. 28 tahun 2007, Pasal 1 angka 25, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan /atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.120

Sedangkan menurut UU PDRD, Pasal 1 angka 75, Pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka

119Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

120Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 25 angka 25

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.121

Pasal 1 angka 26 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tahun 2011 tentang BPHTB, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professi onal berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

122

b. Dasar Hukum Pemeriksaan BPHTB

b. Dasar Hukum Pemeriksaan BPHTB