• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III UPAYA FISKUS UNTUK MENETAPKAN BPHTB

B. Upaya Fiskus Untuk Menetapkan BPHTB

2. Fiskus melakukan Pemeriksaan BPHTB

Berdasarkan UU No. 28 tahun 2007, Pasal 1 angka 25, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan /atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.120

Sedangkan menurut UU PDRD, Pasal 1 angka 75, Pemeriksaan merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka

119Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

120Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 25 angka 25

melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.121

Pasal 1 angka 26 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tahun 2011 tentang BPHTB, Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professi onal berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan/untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

122

b. Dasar Hukum Pemeriksaan BPHTB

Aturan yang menjadi dasar hukum pemeriksaan BPHTB yaitu

1) Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan.

2) Pasal 1 Angka 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

3) Pasal 1 Angka 26 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 tahun 2011 tentang BPHTB

c. Produk Hukum Pemeriksaan BPHTB

Tindakan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan oleh petugas perpajakan (fiskus) dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap

121Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 1 angka 75

122 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang BPHTB

wajib pajak, untuk mencari bahan-bahan dalam menetapkan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang harus di bayar.123

Intensifikasi pemungutan BPHTB dapat dilakukan dengan pemeriksaan sesuai Pasal 28 Perda Kota Medan Nomor 1 tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yaitu selama pemeriksaan, wajib pajak wajib memperlihatkan dan/atau meminjamkan segala sesuatu yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang, memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan seperti kesempatan memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu juga memberkan keterangan yang diperlukan. Adanya pemeriksaan tersebut dapat meningkatkan Wajib Pajak BPHTB, sehingga dengan bertambahnya Wajib Pajak, maka penerimaan keuangan daerah melalui BPHTB juga meningkat. Intensifikasi pemungutan BPHTB tidak berhenti hanya pada tercapainya target BPHTB, namun juga harus meningkatkan kesadaran masyarakat di Kota Medan akan kewajiban membayar pajak.

Permasalahan yang terjadi di masyarakat berkenaan dengan NJOP, antara lain:

a. NJOP yang ditetapkan lebih rendah dari perkiraan harga pasar wajar yang terjadi di lapangan. Dalam hal yang demikian maka pihak yang dirugikan adalah negara yang dasar penghitungan pajak akan lebih rendah dari semestinya. Masyarakat jadi diuntungkan karena beban pajak yang menjadi kewajibannya akan lebih rendah. Pada umumnya apabila terjadi kasus

123 Bohari, Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: Rajawali,2012, hlm 159

demikian, masyarakat tidak mempersoalkan walaupun penetapan NJOP tersebut tidak akurat.

b. NJOP yang ditetapkan lebih tinggi dari perkiraan harga pasar wajar yang terjadi di lapangan. Dalam hal yang demikian maka baik Negara maupun masyarakat akan dirugikan. Kerugian bagi Negara adalah penerimaan pajak yang telah direncanakan kemungkinan besar tidak dapat tercapai karena masyarakat enggan untuk membayar atau paling tidak masyarakat akan mengajukan keberatan. Masyarakat akan dirugikan karena beban pajak yang menjadi kewajibannya lebih tinggi.124

Proses pemeriksaan ini dapat dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak terhadap pajak yang terhutang sebelum melewati jangka waktu lima tahun terhitung dari pajak tersebut terhutang. Pemeriksaan tidak hanya menangih hutang yang masih kurang bayar oleh wajib pajak (WP) saja, akan tetapi juga menagih sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan terhitung dari pajak tersebut yang terutang dan maksimal denda dan/atau bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) atau 24 (dua puluh empat) bulan.125

Kendala dari kegiatan pemeriksaan untuk menentukan BPHTB terutang di Kota Medan, sumber daya manusia yaitu wajib pajak yang mengalami kesulitan dan pemahaman dalam pengisian formulir SSPD BPHTB, nilai

124Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

125Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.

transaksi dan harga pasar yang seringkali tidak sesuai pada saat dilakukannya verifikasi BPHTB, karena sampai saat ini belum adanya kepastian tentang penetapan harga pasar yang ditentukan oleh DPPKAD Kota Medan, kurang sosialisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Medan terutama oleh DPPKAD Kota Medan tentang kewajiban pemeriksaan verifikasi BPHTB kepada masyarakat, efisiensi waktu dalam pendaftaran peralihan hak atas tanah sejak diberlakukannya kewajiban melakukan penelitian BPHTB sedikit terhambat karena untuk melakukan verifikasi BPHTB memakan waktu 3 (tiga) hari kerja, hal tersebut dirasakan oleh Wajib Pajak dan PPAT Kota Medan cukup mengganggu proses pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Kota Medan.126

Kewenangan kepala daerah melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah, selanjutnya Wajib Pajak yang diperiksa wajib dengan memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang.

Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; memberikan

126Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

keterangan yang diperlukan, apabila pada saat pemeriksaan, Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban.127

Sesuai ketentuan Perda Kota Medan No. 1 tahun 2011 Pasal 28, upaya fiskus yang dapat dilakukan untuk menetapkan BPHTB kurang bayar yang tidak sesuai dengan NPOP yaitu jalur pemeriksaan, yang diatur dalam Pasal 97 UU PDRD, yang menyebutkan bahwa

Pasal 97 UU PDRD

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan:

a. SKPDKB dalam hal:

1) jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

2) jika SPTPD tidak disampaikan kepada Kepala Daerah dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran;

3) jika kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan.

a. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.

127Hasil wawancara dengan Sukma Hartati, selaku notaris di Kota Medan, tanggal 18 Agustus 2018

b. SKPDN jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1) dan angka 2) dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu palinglama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.

(3) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.

(4) Kenaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan

Pasal 11 Perda Kota Medan No. 1 tahun 2011

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Walikota dapat menerbitkan SKPDKB apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.

(2) Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang atau

terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak.

Pasal 28 Perda Kota Medan No. 1 tahun 2011

(1) Kepala Daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.

(2) Wajib Pajak yang diperiksa wajib:

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna ke lancaran pemeriksaan;

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Apabila pada saat pemeriksaan, Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka pajak terutang ditetapkan secara jabatan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan pajak diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Dalam hal BPHTB yang tidak atau kurang bayar oleh wajib pajak, fiskus dalam kewenangannya dapat melakukan penelitian dengan mengeluarkan produk hukum yaitu STPD BPHTB berdasarkan ketentuan Pasal

100 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah joncto Pasal 49 Perda Kota Medan Nomor 1 tahun 2011. Berdasarkan Pasal 96 joncto Pasal 97 UU PDRD joncto Pasal 48 Perda Kota Medan No. 1 tahun 2011, fiskus mempunyai kewenangan BPHTB kurang bayar oleh wajib pajak dapat mengeluarkan produk hukum SKPDKB BPHTB dan/atau SKPDKBT BPHTB.

BAB IV

SANKSI ADMINISTRASI PERPAJAKAN YANG DAPAT DIKENAKAN ATAS BPHTB KURANG BAYAR OLEH WAJIB PAJAK

DI KOTA MEDAN

A. Pentingnya Sanksi dalam Hukum terhadap BPHTB Kurang Bayar Oleh Wajib Pajak Di Kota Medan

Jika dilihat dari sudut pandang yuridis, pajak mengandung unsur pemaksaan, maksudnya yaitu jika kewajiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka konsekuensi hukum yang dapat terjadi, konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan. Pada hakekatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga perlu untuk wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.128

Secara yuridis, pelanggaran di bidang perpajakan menunjukkan bahwa pelanggaran ini merupakan substansi hukum pajak, karena terlanggarnya kaidah hukum pajak. Secara sosiologis, pelanggaran di bidang perpajakan telah memperlihatkan suatu keadaan nyata yang terjadi dalam masyarakat sebagai bentuk aktivitas wajib pajak. Sementara itu, secara filosofis tersirat makna bahwa telah terjadi perubahan-perubahan nilai dalam masyarakat ketika suatu aktivitas perpajakan dilaksanakan sebagai bentuk peran serta dalam bernegara.129

128Diana Sari, Op.Cit hlm.269

129Muhammad Djafar Saidi dan Eka M. Djafar, “Kejahatan di Bidang Perpajakan”, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, hlm.2.

Pelanggaran di bidang perpajakan dapat berupa melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan yang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada hakikatnya, ketentuan peraturan perundang-perundang-undangan perpajakan dikategorikan sebagai kaidah hukum pajak yang menjadi koridor untuk berbuat atau tidak berbuat. Dengan demikian, melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan di bidang perpajakan tergolong sebagai pelanggaran di bidang perpajakan ketika memenuhi rumusan kaidah hukum pajak.130

Sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah Indonesia memilih menerapkan self assessment system dalam pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap wajib pajak berhak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya, agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan. Jika dilihat dari sudut pandang yuridis, pajak mengandung unsur pemaksaan, maksudnya yaitu jika kewajiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka konsekuensi hukum yang bisa terjadi, konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan. Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diperlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, sehingga perlu untuk wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan, sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan.131

130Ibid

131Diana Sari, O[.Cit., hlm 269

B. Sanksi Perpajakan

Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan akan dituruti, ditaati, dipatuhi atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.132

Sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan, sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. 133

Sanksi perpajakan adalah sanksi yang diperuntukkan bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran hukum pajak baik itu berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Perbedaan antara sanksi administrasi dan sanksi pidana dapat dilihat dari tujuan pengenaan sanksi itu sendiri. Sanksi administrasi ditujukan kepada perbuatan pelanggarnya, sedangkan sanksi pidana ditujukan kepada pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa.134

Hukum sebagai pengaturan perbuatan-perbuatan manusia oleh kekuasaan dikatakan sah bukan hanya dalam keputusan melainkan juga dalam pelaksanaannnya sesuai dengan hukum kodrat, dengan kata lain hukum harus sesuai dengan ideologi bangsa sekaligus sebagai pengayom rakyat.135

132Mardiasmo, Op.Cit hlm 62

133Brotodiharjo dan R Santoso, Op.Cit., hlm 12

134 Philipus M. Hadjon dkk, Op.Cit., hlm.247

135 Dahlan Thaib, Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta : Grafindo Persada, 2008, hlm. 7

Hukum pajak termasuk bagian dari hukum administrasi sekaligus juga bagian dari hukum publik karena mengatur hubungan hukum antara penguasa dengan wajib pajak yang berkaitan dengan kepentingan publik. Sementara itu, hukum pajak dimasukkan sebagai bagian dari hukum administrasi karena berkaitan dengan hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat yang diperintah. Hukum Administrasi Negara diartikan juga sebagai sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara administrasi negara dengan warga masyarakat, dimana administrasi negara diberi wewenang untuk melakukan tindakan hukumnya sebagai implementasi dari kebijakan suatu pemerintahan.136

Hubungan hukum antara pihak pemerintah dengan rakyat tersebut menempatkan para pihak dalam kedudukan yang tidak sederajat. Pemerintah selaku fiskus mempunyai kedudukan dengan kekuasaan untuk menentukan yang lebih besar dibandingkan dengan rakyat sebagai wajib pajak. Konsekuensinya adalah pemerintah bisa menentukan secara sepihak tanpa harus menunggu persetujuan dari rakyat selaku wajib pajak.137

1. Sanksi Administrasi

Menurut Early Suandy, sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara, khususnya berupa bunga dan kenaikan.138 Sedangkan Menurut Sony Devani dan Siti Kurnia Rahayu, pengertian sanksi administrasi dapat berupa:

136Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi, Bogor: Ghalia Indonesia, 2004, hlm. 4

137 Sri Y Pudyatmoko, Op.Cit, hlm 8

138 Early Suandy, Perencanaan Pajak.Jakarta : Erlangga, 2008, hlm 155.

a. Denda merupakan sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pelaporan.

b. Bunga merupakan sanksi administrasi yang dikenakan terhadap pelanggaran yang berkaitan dengan kewajiban pembayaran pajak.

c. Kenaikan adalah sanksi administrasi yang berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar, terhadap pelanggaran berkaitan dengan kewajiban yang diatur dalam ketentuan material.139

Pengenaan sanksi dalam hukum administrasi adalah langsung dilakukan oleh badan/pejabat pemerintah tanpa harus melalui pengadilan. 140 Sanksi administrasi dalam hukum administrasi yang diterapkan berupa paksaan administrasi, pengosongan secara paksa, bongkar paksa, penggusuran, pengenaan uang paksa dan lain-lain dan sanksi administrasi dalam hukum pajak hanya terbagi atas tiga yaitu berupa sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan.

Sanksi administrasi dalam pajak bumi dan bangunan adalah sanksi yang berkaitan tidak memenuhi kewajiban undang-undang.141

Jenis-jenis Sanksi Administrasi Perpajakan, antara lain : a. Sanksi administrasi berupa bunga

Sanksi administrasi berupa bunga adalah salah satu jenis sanksi administrasi yang bisa dikenakan kepada wajib pajak tatkala melakukan pelangaran hukum pajak yang terkait dengan pelaksanaan

139Sony Devani dan Siti Kurnia Rahayu, Op.Cit., 168

140 Philipus M. Hadjon dkk, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011, hlm. 8

141 Eny Supriapti dan Setu Setyawan, Perpajakan, Malang: Bayu Media, 2004, hlm. 297

kewajibannya.142Kewajiban wajib pajak yang terkait dengan sanksi administrasi berupa bunga adalah pembayaran secara lunas pajak dalam jangka waktu ditentukan sebagaimana yang tercantum dalam dasar penagihan pajak.143

Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi tiga yaitu bunga pembayaran karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, bunga penagihan karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan, dan bunga ketetapan karena bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan pokok pajak.144

b. Sanksi administrasi berupa denda

Pengenaan sanksi administrasi berupa denda ini dilakukan oleh pejabat pajak yang bertugas mengola pajak pusat dan pajak daerah dalam rangka menegakkan hukum. Sanksi administrasi berupa denda diterapkan pada pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan pajak daerah seperti pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.145

c. Sanksi adminstrasi berupa kenaikan

Pengenaan sanksi administrasi berupa kenaikan hanya tertuju kepada wajib pajak yang tidak membayar lunas jumlah pajak yang terutang. Pada hakikatnya, saksi administrasi berupa kenaikan bertujuan agar wajib pajak tidak

142 Muhammad Djafar Saidi, Pembaruan Hukum Pajak, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014, hlm 15

143 Ibid, hlm 250

144 Mardiasmo, Op.Cit, hlm 41

145 Muhammad Djafar Saidi, Op. Cit, hlm 256

berupaya untuk melakukan penghindaran pembayaran pajak karena dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.146

2. Sanksi pidana

Early Suandy, sanksi pidana Merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.147

Sanksi pidana dapat berupa hukuman kurungan dan hukuman penjara.

Menurut Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu dalam bukunya Perpajakan Konsep, teori dan Isu adalah sebagai berikut :

Pidana kurungan :

a. Terhukum menjalani hukuman di rumah sendiri, dengan kewajiban melapor kepada yang berwajib.

b. Hukuman kurungan maksimal 1 tahun

c. Terhukum dalam melakukan aktivitas pekerjaan lebih ringan.

d. Tahanan kurungan lebih leluasa dikunjungi sanak saudaranya, bisa melakukan aktivitas lain, misalnya ada alat hiburan, mendengarkan musik, baca buku.

e. Tidak ada pembagian kelas antara pidana yang pernah dilakukan.

f. Pidana kurungan dapat menjadi pengganti hukuman denda.

146 Ibid. hlm 258

147 Early Suandy, Perencanaan Pajak, Loc.Cit

Pidana Penjara :

a. Terhukum dalam menjalani pidana di tempat tertentu, seperti di gedung atau di pulau terpencil.

b. Hukuman batas maksimal seumur hidup atau dihukum mati.

c. Pekerjaan di lembaga pemasyarakatan lebih banyak dan berat.

d. Aktivitasnya sangat terbatas dan diawasi lebih ketat, tidak bisa sewaktu-waktu dikunjungi keluarga, tidak ada hiburan, setiap saat diawasi termasuk hantaran makanan/minuman.

e. Ada pembagian kelas atas tindak pidana yang pernah dilakukan, dari kelas berat sampai kelas ringan, ada remisi bagi terhukum yang berlakuan baik.

f. Tidak dapat dijadikan pengganti hukuman denda.”148

Sanksi pidana pada umumnya diterapkan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan yang dikualifikasikan dan sebab tindak pidana pajak. Sanksi pidana tersebut diterapkan dikarenakan karena adanya unsur kealpaan atau disebut juga dengan unsur kesengajaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara.149

UU PDRD Pasal 174 ayat (1) mengatakan Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)

148Sony Devano dan Siti Kurnia Rahayu., Op.Cit., hlm 193

149Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, Op.Cit., hlm.65-67

tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 150

Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.151

Sanksi pidana pada umumnya diterapkan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan yang di kualifikasikan sebagai tindak pidana pajak. Sanksi pidana tersebut diterapkan dikarenakan karena adanya unsur kealpaan atau disebut juga dengan unsur kesengajaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi pendapatan negara. Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui. Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.

150 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 174 ayat (1) joncto Pasal 32 ayat (1) Perda Kota Medan Nomor 1 tahun 2011

151Soemitro, Rochmat, Pajak Bumi dan Bangunan, Bandung: Eresco, 1989, hlm. 55.

C. Sanksi Administrasi Perpajakan Yang Dapat Dikenakan Terhadap Wajib Pajak Atas BPHTB Kurang Bayar

Sanksi perpajakan terhadap hasil verifikasi yang lebih besar dari keadaan yang sebenarnya adalah jumlah BPHTB yang terutang menjadi Kurang Bayar dan atas kekurangan bayar tersebut akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga

Sanksi perpajakan terhadap hasil verifikasi yang lebih besar dari keadaan yang sebenarnya adalah jumlah BPHTB yang terutang menjadi Kurang Bayar dan atas kekurangan bayar tersebut akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga