• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kewenangan Pengelolaan di Wilayah Pesisir dan Laut

C. Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah di Wilayah Pesisir dan Lautan

3. Kewenangan Pengelolaan di Wilayah Pesisir dan Laut

Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia didalam kerangka

Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah didalam pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari

penggunaan asas penyelenggaraan pemerintah di daerah, yaitu meliputi

asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan

(medebewind). Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, ketiga asas tersebut, yaitu: a. Desentralisasi adalah penyerahan

Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom

Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat

kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, kepada instansi vertikal

di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai

penanggung jawab urusan pemerintahan umum. c. Tugas Pembantuan

adalah penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom untuk

melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah

kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang

menjadi kewenangan Daerah provinsi.

Kewenangan daerah dalam pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil dalam kerangka otonomi dibidang kelautan, diatur bahwa

daerah (provinsi/kabupaten/kota) yang memiliki wilayah laut diberikan

kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Selain itu,

daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di

bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut

paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas

dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari

wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. (Pasal 3 dan 10 UU

No. 22 Tahun 1999, diubah menjadi pasal 18 UU No. 32 tahun 2004,

Menurut ketentuan Pasal 27 UU Pemerintahan Daerah, bahwa

kewenangan Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut63, meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan

laut di luar minyak dan gas bumi; b. pengaturan administratif; c.

pengaturan tata ruang; d. ikut serta dalam memelihara keamanan di laut;

dan e. ikut serta dalam mempertahankan kedaulatan negara. Kewenangan

Daerah provinsi untuk mengelola sumber daya alam di laut sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis

pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Ketentuan

tersebut tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.

(Pasal 27 UU No. 23 Tahun 2014).

Selanjutnya bagi daerah Provinsi yang berciri Kepulauan, mendapat

penugasan dari Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kewenangan

Pemerintah Pusat di bidang kelautan berdasarkan asas Tugas

Pembantuan. Penugasan tersebut dapat dilaksanakan setelah Pemerintah

Daerah Provinsi yang Berciri Kepulauan memenuhi norma, standar,

prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (Pasal 28 UU

No. 23 Tahun 2014).

Dalam UU Kelautan, pada Pasal 22 disebutkan bahwa Pemerintah

dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung

63 Bandingkan dengan Kewenangan Daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayah laut menurut Pasal 18 UU No. 32 tahun 2004, yaitu meliputi: a. eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b. pengaturan administratif; c.

pengaturan tata ruang; d. penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh

daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e. ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f. ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara (Pasal 18 UU No. 32 Tahun 2004).

jawab mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau

kecil. Pengelolaan dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud bertujuan: a.

melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan

memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem

ekologisnya secara berkelanjutan; b. menciptakan keharmonisan dan

sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan

sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; c. memperkuat peran serta

masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat

dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai

keadilan, keseimbangan, dan berkelanjutan; dan d. meningkatkan nilai

sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat

dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil

yang meliputi sumber daya hayati, sumber daya nonhayati, sumber daya

buatan, dan jasa lingkungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penjelasan Pasal 22, yang

dimaksud dengan sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang,

padang lamun, mangrove, dan biota Laut lain. Sumber daya nonhayati

meliputi pasir, air Laut, dan mineral dasar Laut. Sumber daya buatan

meliputi infrastruktur Laut yang terkait dengan Kelautan dan perikanan.

Selanjutnya yang dimaksud dengan jasa lingkungan berupa keindahan

alam, permukaan dasar Laut tempat instalasi bawah air yang terkait

Selanjutnya dalam Pasal 42 UU Kelautan mengatur bahwa

Pengelolaan Ruang Laut dilakukan untuk: a. melindungi sumber daya dan

lingkungan dengan berdasar pada daya dukung lingkungan dan kearifan

lokal; b. memanfaatkan potensi sumber daya dan/atau kegiatan di wilayah

Laut yang berskala nasional dan internasional; dan c. mengembangkan

kawasan potensial menjadi pusat kegiatan produksi, distribusi, dan jasa.

Pengelolaan ruang laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan,

dan pengendalian yang dilaksanakan dengan berdasarkan karakteristik

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan dan

mempertimbangkan potensi sumber daya dan lingkungan Kelautan.

Perencanaan ruang laut, meliputi: a. perencanaan tata ruang laut

nasional; b. perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan

c. perencanaan zonasi kawasan laut. Perencanaan tata ruang Laut

nasional merupakan proses perencanaan untuk menghasilkan rencana tata

ruang Laut nasional. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Perencanaan zonasi kawasan Laut merupakan perencanaan

untuk menghasilkan rencana zonasi kawasan strategis nasional, rencana

zonasi kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana zonasi kawasan

antarwilayah64.

Pemanfaatan ruang laut dilakukan melalui: a. perumusan kebijakan

strategis operasionalisasi rencana tata ruang laut nasional dan rencana

zonasi kawasan laut; b. perumusan program sektoral dalam rangka

perwujudan rencana tata ruang laut nasional dan rencana zonasi kawasan

laut; dan c. pelaksanaan program strategis dan sektoral dalam rangka

mewujudkan rencana tata ruang laut nasional dan zonasi kawasan laut.

Pemanfaatan ruang laut di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan65.

Pengawasan dilakukan melalui tindakan pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Sedangkan Pengendalian pemanfaatan ruang Laut dilakukan

melalui perizinan, pemberian insentif, dan pengenaan sanksi. Setiap orang

yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara menetap di wilayah

perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki izin lokasi. Izin lokasi yang

berada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang melakukan

pemanfaatan ruang laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah

yurisdiksi yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan dikenai sanksi

administratif. Selanjutnya Setiap orang yang melakukan pemanfaatan

ruang laut secara menetap yang tidak memiliki izin lokasi, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun66.

Dalam pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir, laut dan

pulau-pulau kecil, Pemerintah Daerah diwajibkan menyusun dokumen

perencanaan yang disesuaikan dengan rencana pembangunan di daerah

Provinsi dan Kabupaten/Kota yang bersangkutan berupa Rencana

65 Pasal 44 UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan

Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM), maupun Rencana Pembangunan Jangka Pendek.

Pasal 7 UUPWP3K, menyebutkan bahwa Perencanaan Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, meliputi: a. Rencana Strategis

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut

RSWP-3-K; b. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang

selanjutnya disebut RZWP-3-K; c. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan d.

Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang

selanjutnya disebut RAPWP-3-K.

Khusus kewenangan pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten/kota menyusun dokumen Rencana Zonasi dituangkan dalam

Peraturan Daerah untuk menjadi rujukan bagi pemerintah daerah dalam

memberikan izin memanfaatkan sumberdaya di wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil. Untuk itu, dihapusnya kewenangan daerah Kabupaten/Kota

dalam pengelolaan wilayah laut berdasarkan Pasal 27 UU Pemerintahan

Daerah dapat berdampak pada tidak efektifnya upaya untuk menyerasikan,

menyelaraskan dan menyeimbangkan Rencana Zonasi dengan RTRW.

Namun demikian, jika ditelusuri alasan hilangnya kewenangan tersebut

dapat disimak pada alasan Naskah Akademik Perubahan UU No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Berdasarkan Naskah Akademik RUU Pemerintahan Daerah,

pertimbangan perubahan tersebut didasarkan pada faktor ekologis dengan

pelaksanaan otonomi daerah, ternyata pembagian urusan pemerintahan

yang berdampak ekologis sulit untuk dibagi khususnya antara daerah

provinsi dengan daerah kabupaten/kota. Demikian halnya dalam

pengelolaan laut 4 mil untuk kabupaten/kota dan 4 mil sampai 12 mil untuk

provinsi, dalam realitas sering banyak menimbulkan permasalahan

sehingga mengganggu efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah di

bidang kelautan. 67