• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Harmonisasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundang-Undangan Penataaan Ruang Pesisir Dan Laut

2. Sinkronisasi Hukum

Sinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian berbagai

peraturan undangan yang terkait dengan peraturan

perundang-undangan yang telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu

bidang tertentu. Proses sinkronisasi peraturan bertujuan untuk melihat

adanya keselarasan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya.

Sinkronisasi dilakukan baik secara vertikal dengan peraturan di atasnya

maupun secara horizontal dengan peraturan yang setara76. Sedangkan maksud dari kegiatan sinkronisasi adalah agar substansi yang diatur dalam

produk perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi

(suplementer), saling terkait, dan semakin rendah jenis pengaturannya

maka semakin detail dan operasional materi muatannya. Sedangkan

pendapat lainnya bahwa tujuan kegiatan sinkronisasi adalah adalah untuk

mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat

memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan

bidang tersebut secara efisien dan efektif.

Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan

dengan dua cara77, yaitu: a. Sinkronisasi Vertikal, dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu

bidang tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Di

samping harus memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan,

sinkronisasi vertikal harus juga diperhatikan kronologis tahun dan nomor

penetapan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

b. Sinkronisasi Horizontal, dilakukan dengan melihat pada berbagai

peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang

sama atau terkait. Sinkronisasi horizontal juga harus dilakukan secara

kronologis, sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya peraturan

76 http://www.penataanruang.net/ta/Lapan04/P2/SinkronisasiUU/Bab4.pdf diakses pada tanggal 8 Desember 2012.

perundangan-undangan yang bersangkutan. Secara umum, prosedur

sinkronisasi diawali dengan inventarisasi, yaitu suatu kegiatan untuk

mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang peraturan

perundang-undangan terkait. Selanjutnya dilakukan analisa terhadap

substansi.

3. Substansi/Norma Perundang-undangan a. Norma dan Norma Hukum

Norma atau kaidah (kaedah) merupakan pelembagaan nilai-nilai

baik dan buruk dalam bentuk aturan yang berisi kebolehan, anjuran,

atau perintah. Baik anjuran maupun perintah dapat berisi kaidah yang

bersifat positif atau negatif sehingga mencakup norma anjuran untuk

mengerjakan atau anjuran untuk tidak mengerjakan sesuatu, dan norma

perintah untuk melakukan atau perintah untuk tidak melakukan sesuatu.

Dari segi etimologinya, kata norma berasal dari bahasa Latin,

sedangkan kaidah atau kaedah berasal dari bahasa Arab. Norma

berasal dari kata Nomos yang berarti nilai dan kemudian dipersempit

maknanya menjadi norma hukum. Karya Plato yang berjudul Nomoi

biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan istilah The Law.

Sedangkan kaidah dalam bahasa Arab, qo'idah berarti ukuran atau nilai

pengukur78.

Sedangkan dalam bahasa Indonesia sering juga disebut dengan

pedoman, patokan atau aturan. Norma mula-mula diartikan dengan

78 Jimly Asshiddiqie. 2014. Perihal Undang-Undang. Cetakan ke-3. Rajawali Pers. Jakarta. Hal. 1.

siku-siku, yaitu garis tegak lurus yang menjadi ukuran atau patokan

untuk membentuk suatu sudut atau garis yang dikehendaki. Dalam

perkembangannya, norma itu diartikan sebagai suatu ukuran atau

patokan bagi seseorang dalam bertindak atau bertingkah laku dalam

masyarakat. Jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus

dipatuhi. Apabila ditinjau bentuk hakikatnya, maka kaedah merupakan

perumusan suatu pandangan (oordeel) mengenai perikelakuan atau

pun sikap tindak. Norma baru bisa dilakukan apabila terdapat lebih dari

satu orang, karena norma mengatur tata cara berhubungan dengan

orang lain, atau terhadap lingkugannya, atau juga dengan kata lain

norma dijumpai dalam suatu pergaulan hidup manusia79.

Selanjutnya jika pengertian norma atau kaidah sebagai

pelembagaan nilai itu dirinci, kaidah atau norma yang dimaksud dapat

berisi: (1) kebolehan atau yang dalam bahasa Arab disebut ibahah,

mubah (permittere); (2) anjuran positif untuk mengerjakan sesuatu atau

dalam bahasa Arab disebut sunnah; (3) anjuran negatif untuk tidak

mengerjakan sesuatu atau dalam bahasa Arab disebut makruh; (4)

perintah positif untuk melakukan sesuatu atau kewajiban (obligattere);

dan (5) perintah negatif untuk tidak melakukan sesuatu atau yang

dalam bahasa Arab disebut haram atau larangan (prohibere).80

79 TN. Norma Hukum dan Sumber Hukum Pembentukan Undang-Undang. http://aligeno.blogspot.co.id/2012/07/norma-hukum-sumber-hukum-pembentukan.html. diakses, 16 Oktober, 2015.

Selanjutnya Hans Kelsen, menyatakan bahwa norma hukum

adalah aturan, pola, atau standar yang perlu diikuti81. Lebih lanjut dijelaskan bahwa fungsi norma hukum adalah: a. memerintahkan

(Gebeiten); b. melarang (Verbeiten); c. mengusahakan (Ermachtigen);

d. membolehkan (Erlauben); dan menyimpang dari ketentuan

(Derogoereen). Norma hukum pada hakekatnya juga merupakan unsur

pokok dalam peraturan perundang-undangan. Sifat norma hukum dalam

perundang-undangan dapat berupa: perintah (gebod), larangan

(verbod), pengizinan (toestemming), dan pembebasan (vrijstelling).

Dari segi tujuannya, kaidah hukum atau norma hukum itu tertuju

kepada cita kedamain hidup antar pribadi (het recht wil de vrede).

Tujuan kedamaian hidup bersama tersebut biasanya dikaitkan pula

dengan perumusan tugas kaidah hukum, yaitu untuk mewujudkan

kepastian, keadilan, dan kebergunaan. Artinya, setiap norma hukum itu

haruslah menghasilkan keseimbangan antara nilai kepastian (certainty,

zekerheid), keadilan (equity, billijkheid, evenredigheid), dan kebergunaan (utility)82.

b. Hukum Sebagai Sistem Norma yang Dinamik

Menurut Hans Kalsen sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S.

Attamimi83, hukum adalah termasuk dalam sistem norma yang dinamik

81 A. Hamid S. Attamimi dalam Yuliandri.2009. Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik. Rajawali Pers. Jakarta. Hal. 21.

82 Jimly Asshiddiqie. 2014. Perihal Undang-Undang. Rajawali Pers. Edisi-1, Cetakan ke-3. Jakarta , hal. 3.

83 A. Hamid S. Attamimi dalam Yuliandri. 2009. Asas-asas Pembentukan Peraturan

(nomodynamics) oleh karena hukum itu selalu dibentuk dan dihapus

oleh lembaga-lembaga atau otoritas-otoritas yang berwenang

membentuk dan menghapusnya, sehingga dalam hal ini tidak dilihat

dari segi berlakunya atau pembentuknya. Hukum itu adalah sah (valid)

apabila dibuat oleh lembaga atau otoritas yang berwenang

membentuknya serta bersumber dan berdasar pada norma yang lebih

tinggi, sehingga dalam hal ini norma yang lebih rendah (inferior), dan

hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis membentuk suatu

hierarkhi.

Dinamika norma hukum yang vertikal adalah dinamika yang berjenjang dari atas ke bawah, atau dari bawah ke atas. Dalam

dinamika yang vertikal ini suatu norma hukum itu berlaku, bersumber

dan berdasar pada hukum norma hukum diatasnya, norma hukum yang

berada diatasnya berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma

hukum di atasnya, demikian seterusnya samapai pada suatu norma

hukum yang menjadi dasar dari semua norma hukum dibawahnya.

Begitu pula dinamika norma hukum dari atas ke bawah. Dinamika yang

vertikal ini dapat dilihat dalam tata susunan norma hukum yang ada di

Negara Republik Indonesia, secara berurutan mulai dari Pancasila

sebagai Norma Dasar Negara yang merupakan sumber dan dasar bagi

terbentuknya norma-norma dalam Batang Tubuh UUD 1945; demikian

Hukum dan Sumber Hukum Pembentukan Undang-Undang.

http://aligeno.blogspot.co.id/2012/07/norma-hukum-sumber-hukum-pembentukan.html. diakses, 16 Oktober, 2015.

juga norma-norma hukum yang berada dalam Batang Tubuh UUD

1945 menjadi sumber dan dasar bagi terbentuknya norma-norma

hukum dalam Ketetapan Majlis Permusyawaratan Rakyat (Ketetapan

MPR), dan norma-norma yang berada dalam Ketetapan MPR ini

menjadi Sumber dan dasar bagi pembentukan Norma-Norma dalam

Undang-Undang, demikian seterusnya kebawah.

Dinamika norma hukum yang horizontal adalah dinamika yang

bergerak ke samping. Dikatakan ke samping dikarenakan adanya suatu

analogi yaitu penarikan suatu norma hukum untuk kejadian-kejadian

lainnya yang dianggap serupa. Contohnya, dalam kasus tentang

perkosaan, seorang hakim telah mengadakan suatu penarikan secara

analogi dari ketentuan tentang perusakan barang, sehingga terhadap

suatu perkosaan, selain dikenakan sanksi pidana dapat juga diberikan

pembayaran ganti rugi.

c. Norma Hukum dalam Peraturan Perundang-Undangan

Menurut D.W.P Ruiter84, dalam keputusan di Eropa Kontinental, yang dimaksud peraturan perundang-undangan atau wet in matereielezin mengandung tiga unsur, yaitu: a) Norma Hukum, sifat

norma hukum dalam peraturan perundang-undangan dapat berupa (1)

perintah, (2) larangan, (3) pengizinan, (4) pembebasan; b) Norma

berlaku ke luar. Ruiter berpendapat bahwa, di dalam peraturan

perundangan-undangan terdapat tradisi yang hendak membatasi

berlakunya norma hanya bagi mereka yang tidak termasuk dalam

organisasi pemerintah. Norma hanya ditunjukan kepada rakyat dan

pemerintah, hubungan antar sesamanya, maupun antar rakyat dan

pemerintah. Norma yang mengatur bagian-bagian organisasi pemerintah

dianggap bukan norma yang sebenarnya, dan hanya dianggap norma

organisasi. Oleh karena itu, norma hukum dalam peraturan

perundang-undangan selalu disebut berlaku ke luar. c) Dalam hal ini terdapat

pembedaan antara norma yang umum (algemeen) dan yang individual

(individueel), hal ini dilihat dari adressat (alamat) yang dituju, yaitu ditunjukan kepada “setiap orang” atau kepada “orang tertentu”, serta antara norma yang abstrak dan yang konkrit jika dilihat dari hal yang

diaturnya, apakah mengatur peristiwa-peristiwa yang tertentu atau

mengatur peristiwa-peristiwa yang tidak tertentu. Menurut Ruiter, sebuah

norma mengandung beberapa unsur, diantaranya : cara keharusan

berperilaku (operator norma), seseorang atau sekolompok orang adresat

(subyek norma), perilaku yang dirumuskan (obyek norma), dan

syarat-syaratnya (kondisi norma).