G. Landasan Teori
2. Teori Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan dan Kebijakan Publik
Secara umum istilah kebijakan atau policy digunakan untuk
105 Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, halaman 74.
menunjuk seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu
kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor
dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Robert Eyestone mengemukakan bahwa secara luas kebijakan
publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah
dengan lingkungannya. Selanjutnya Thomas R. Dye,
mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih
oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Richard Rose,
menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagi arah
atau pola kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta
konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan
daripada sebagai suatu keputusan-keputusan tersendiri. Carl
Friedrich, memandang bahwa kebijakan sebagai suatu arah
tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan
untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu
tujuan atau merealisasikan sutu sasaran atau suatu maksud
tertentu106.
Harold D. Lasswell dan Abraham Kaplan mengartikan kebijaksanaan
sebagai a projecterd program of goals, values and practice yang
artinya adalah suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan
106 Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Media Pressindo. Jakarta. Cetakan kedua. hal. 17-18.
praktek-praktek yang terarah107. Pengertian lainnya, James Anderson mengemukakan bahwa kebijakan merupakan arah
tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang
aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau
suatu persoalan.
Sementara itu, Amir Santoso mengemukakan bahwa pada dasarnya
pandangan mengenai kebijakan publik (public policy) di bagi
kedalam dua kategori. Pertama, pendapat publik yang menyamakan
dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para ahli dalam kelompok ini
cenderung menganggap bahwa semua tindakan pemerintah disebut
sebagai kebijakan publik. Kedua, berangkat pada para ahli yang
memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Para
ahli dalam kategiri ini terbagi dua kubu, yaitu mereka yang
memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan
pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu,
dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki
akibat-akibat yang bisa diramalkan. Para ahli yang termasuk kubu
pertama melihat kebijakan publik dalam tiga lingkungan, yaitu
perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian. Hal ini
berarti bahwa kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari
para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang
menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan
107 Islamy, Irfan. Prinsip – Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. (Jakarta: Bumi
tersebut. Sedangkan kubu kedua lebih melihat kebijakan publik
terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan108.
Menurut Anderson109, konsep kebijakan publik ini mempunyai implikasi, yaitu: pertama, titik perhatian kebijkan publik berorientasi
pada maksud dan tujuan dan bukan perilaku secara serampangan.
Jadi kebijakan publik bukan sesuatu yang terjadi begitu saja
melainkan direncanakan oleh aktor-aktor yang terlibat di dalam
sistem politik. Kedua, kebijakan merupakan arah atau pola tindakan
yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan
merupakan keputusan-keputuan tersendiri. Suatu kebijakan tidak
hanya keputusan untuk menetapkan undang-undang mengenai
suatu hal, tetapi juga keputusan-keputusan beserta dengan
pelaksanaannya. Ketiga, kebijakan publik mungkin dalam bentuknya
bersifat positif atau negatif. Secara negatif, kebijakan mungkin
mencakup suatu keputusan oleh pejabat pemerintah, tetapi tidak
untuk mengambil tindakan dan tidak untuk melakukan sesuatu
mengenai suatu persoalan yang memerlukan keterlibatan
pemerintah. Dalam bentuknya yang positif, kebijakan publik di
dasarkan pada undang-undang dan bersifat otoritatif. Jadi kebijakan
publik bersifat paksaan yang secara potensial sah dilakukan. Sifat
terakhir inilah yang membedakan kebijakan pulik dengan kebijakan
lainnya.
108 ibid hal. 19. 109 ibid hal 21.
b. Kategori Kebijakan Publik
Anderson110 dalam bukunya Publik Policy Making, mengemukakan bahwa sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dirinci
menjadi beberapa kategori, yaitu tuntutan-tuntutan kebijakan (policy
demands), yaitu tuntutan yang dibuat oleh para aktor-aktor swasta
atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat pemerintah dalam suatu
sistem epolitik, berupa desakan agar pejabat pemerintah mengambil
tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah
tertentu; keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), yaitu
keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang
mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada
tindakan-tindakan kebijakan publik, misalnya dalam menetapkan
undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau
pernyatan-pernyataan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan administratif
atau membuat interpretasi yuridis terhadap undang-undang;
pernyatan-pernyataan kebijakan (policy statements), yaitu pernyatan-pernyatan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik,
misalnya undang-undang legislatif, perintah-perintah dan dekrit
presiden, peraturan-peraturan administratif dan pengadilan, maupun
pernyataan atau pidato pejabat pemerintah yang menunjukkan
maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut; hasil-hasil kebijakan (policy
outputs), yaitu lebih merujuk kepada manifestasi nyata dari
kebijakan-kebijakan publik, hal-hal yang sebenarnya dillakukan
menurut keputusan-keputusan dan pernyatan-pernyataan kebijakan.
hasil-hasil kebijakan lebih lebih berpijak pada manifestasi nyata
kebijakan publik; dampak-dampak kebijakan (policy outcomes), yaitu
jika dibandingkan dengan hasil-hasil kebijakan, maka
dampak-dampak kebijakan lebih merujuk pada akibat-akibatnya bagi
masyarakat baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal
dari tindakan atau tidak adanya tindakan pemerintah.
c. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang
kompleks karena melibatkan banyak proses atau variabel yang
harus dikaji. Menurut William Dunn111 membagi proses penyusunan kebijakan publik ke dalam 5 tahap, sebagai berikut.
(1) Penyusunan Agenda (agenda setting)
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan
perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih
masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk
dibahas. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk
menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu
agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut
juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Penyusunan
agenda kebijakan seharusnya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi
111 William Dunn. 1999. Analisa Kebijakan Publik. sebagaimana dikutip oleh Budi Winarno. 2008. Kebijakan Publik (Teori dan Proses). Media Pressindo. Jakarta. hal 32-35.
dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholders. Sebuah
kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan
keterlibatan stakeholders.
(2) Formulasi Kebijakan (policy formulating)
Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi
didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang
terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy option)
yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk
masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan
masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai
kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah.
(3) Adopsi/Legitimasi Kebijakan (Policy Adoption)
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses
dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu
masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan
mengikuti arahan pemerintah.Namun warga negara harus percaya
bahwa tindakan pemerintah yang sah. Dukungan untuk rezim
cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik
terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir
pemerintahan disonansi. Legitimasi dapat dikelola melalui
manipulasi simbol-simbol tertentu, dimana melalui proses ini orang
(4) Implementasi Kebijakan (Policy Implementation)
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati
tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan
seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang
telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan.
Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi
pelaksanaan kebijakan. Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap
pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi.
Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi
kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat
harus dapat diatasi sedini mungkin.
(5) Penilaian/ Evaluasi Kebijakan (Policy Evaluation)
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan
yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup
substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan
dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian,
evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah
kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan
masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.