Bagian Kelima
4. Kerjasama Dalam Kegiatan
5.3.1. Kinerja di Tingkat Masyarakat
Untuk menilai kinerja kemajuan civil society di tingkat masyarakat dilakukan evaluasi berkenaan dengan persepsi publik pada tiga isu pokok, yaitu (1) Tingkat pengenalan Otsus, (2) interaksi dengan lembaga masyarakat sipil, dan (3) penilaian publik tentang Otsus. Untuk itu, disebarkan 600 kuesioner pada 13 distrik dan 39 kampung/kelurahan di kota dan kabupaten Jayapura.
Pengenalan Otsus. Otonomi khusus bertujuan untuk seluas-luasnya
meningkatkan derajat hidup masyarakat Papua terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur. Hal pertama yang harus diketahui sebelum mengetahui dampak otonomi khusus Papua terhadap masyarakat sipil di kota dan kabupaten Jayapura adalah sejauh mana informasi Otsus menjangkau masyarakat. Atau bagaimana akses masyarakat dalam mengetahui otsus. Sehingga kemudian dapat dilihat sejauh mana interaksi antara masyarakat sipil dengan lembaga-lembaga non pemerintah selama otonomi khusus berlangsung. Secara umum sebagian besar masyarakat di kota dan kabupaten Jayapura mengetahui tentang Otonomi khusus Papua. Tetapi di sisi lain, selama berlangsungnya Otonomi khusus ternyata masyarakat yang berinteraksi langsung dengan lembaga non pemerintah sangat sedikit. Besarnya persentase masyarakat yang mengetahui tentang Otonomi khusus terjadi karena beberapa hal. Pertama, area penelitian yang mencakup wilayah kota dan kabupaten Jayapura yang merupakan wilayah yang berada di dalam dan dekat dengan ibukota provinsi Papua yang menjadi gerbang informasi untuk seluruh provinsi. Kedua, Otonomi khusus sendiri telah berlangsung hampir enam tahun sejak digulirkan pada akhir tahun 2001. Itu sebabnya kata-kata Otsus tidak terlalu aneh di telinga masyarakat sipil di kota dan kabupaten Jayapura walaupun itu tidak serta merta menjamin pemahaman mendalam mereka mengenai Otsus.
Gambar 5.2 Pengetahuan Masyarakat tentang Otsus Papua
Televisi muncul sebagai sumber utama informasi Otsus. Ini sekaligus menguatkan data tentang tingginya intensitas masyarakat dalam menikmati sajian televisi, disusul koran dan radio menempati urutan dua dan tiga. Koran dan radio jauh lebih baik dibanding Lembaga Swadaya Masyarakat dan Gereja yang langsung bersentuhan dengan masyarakat yang berada pada urutan paling belakang.
Interaksi dengan Lembaga Masyarakat Sipil. Isu pertama yang diangkat
adalah interaksi masyarakat dengan lembaga non pemerintah. Interaksi dengan lembaga non pemerintah artinya sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan lembaga non pemerintah selama pelaksanaan Otsus Papua dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur. Hanya 12,62% responden yang menyatakan pernah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah selama pelaksanaan Otsus Papua. Ini membuktikan perbandingan lurus antara sumber informasi dengan interaksi. Minimnya sumber informasi Otsus yang didapatkan masyarakat dari lembaga non pemerintah berbanding lurus dengan rendahnya interaksi mereka dengan lembaga non pemerintah.
Gambar 5.4 Interaksi Masyarakat dengan Lembaga Non Pemerintah
Lembaga gereja, disusul lembaga perempuan, dan kemudian lembaga adat; secara lebih banyak menjadi wahana partisipasi masyarakat selama Otsus. Ini dapat dipahami karena lembaga-lembaga ini yang lebih mengakar di tengah-tengah masyarakat Papua, khususnya di kota dan kabupaten Jayapura. Sedangkan lembaga lain, seperti lembaga internasional, lembaga perlindungan anak, lembaga Muhammadiyah muncul belakangan.
Isu ke dua berkenaan dengan Pelayanan Lembaga Non Pemerintah di
Bidang Ekonomi Kerakyatan. Keterlibatan lembaga non pemerintah dalam
pengembangan ekonomi kerakyatan selama Otsus dapat dilihat dari program-program pendampingan dan pemberian modal atau kredit pada masyarakat. Ukuran awal dari ada atau tidaknya program tersebut adalah dengan melihat perubahan kondisi masyarakat sebelum dan sesudah Otsus. Perbedaan antara masyarakat yang merasakan perubahan dengan yang tidak tidak terlalu besar. Ditemukan bahwa 52% responden merasakan ada perubahan kondisi ekonomi rumah tangga ke arah kondisi lebih baik sejak diberlakukannya Otsus, sementara 41% responden merasakan tidak ada perubahan kondisi ekonomi rumah tangga ke arah kondisi lebih baik, dan 7% responden mengatakan tidak tahu.
Isu ke tiga adalah Bentuk layanan yang diberikan lembaga non pemerintah. Pertanyaan ini bertujuan untuk menggali lebih jauh, metode mana yang lebih efektif dalam pendampingan yang dilakukan lembaga non pemerintah terhadap rakyat di bidang ekonomi kerakyatan. Lebih dari 40 % responden memberikan jawaban pelatihan. Peningkatan kapasitas diri dalam bentuk pelatihan ternyata lebih dirasakan manfaatnya ketimbang misalnya penyuluhan, pemberian bibit dan supervisi.
Gambar 5.5 Bentuk Layanan yang Diberikan Lembaga Non Pemerintah
Isu ke empat adalah Tingkat Kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh
lembaga non pemerintah. Ukuran tingkat kepuasan tidak mencakup keseluruhan
persepsi terhadap penataan bidang ekonomi kerakyatan dalam Otsus tetapi hanya menyangkut pelayanan lembaga non pemerintah di bidang pengembangan ekonomi kerakyatan saja. Hampir setengah responden menjawab cukup puas dengan layanan yang diberikan oleh lembaga non pemerintah. Tetapi yang perlu juga dilihat adalah tingkat ketidakpuasan dan kekurangpuasan yang juga cukup tinggi. Artinya pelayanan bidang perekonomian yang diberikan oleh lembaga non pemerintah selama pelaksanaan Otsus perlu lebih memperhatikan azas manfaat untuk rakyat banyak dan tidak sekedar melaksanakan program yang telah ditetapkan lembaga bersangkutan.
Gambar 5.6 Tingkat Kepuasan Masyarakat terhadap Pelayanan Lembaga Non Pemerintah
Isu kelima adalah berkenaan dengan Evaluasi Umum Terhadap Lembaga Non Pemerintah dalam (1) tugasnya sebagai fasilitator, dan (2) penilaian umum terhadap eksistensi lembaga non pemerintah. Pertama, berkenaan dengan tugas fasilitator, dipahami bahwa kehadiran lembaga non pemerintah di tengah masyarakat di samping untuk memberdayakan masyarakat secara swadaya juga menjadi fasilitator kepentingan dan kebutuhan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Di Papua khususnya kota dan kabupaten Jayapura, terutama setelah
kehadiran Otsus, begitu banyak bermunculan lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak dalam berbagai bidang dan isu. Banyak lembaga yang bertahan dan eksis di tengah masyarakat, tetapi tidak sedikit pula yang bubar atau menghilang begitu saja, sebagian lain bergantung pada durasi proyek. Untuk itu perlu dilihat sejauh mana ekpektasi masyarakat terhadap kehadiran lembaga non pemerintah di kota dan kabupaten Jayapura. Sebagian besar responden yaitu 85% masih percaya bahwa lembaga non pemerintah bisa menjadi fasilitator kearah kehidupan yang lebih baik. Tetapi yang perlu diperhatikan dari hasil ini adalah bahwa angka itu didapatkan hanya dari sekitar 12% dari total 600 responden, yaitu mereka yang pernah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
Kedua, penilaian umum terhadap eksistensi lembaga non pemerintah dengan
melihat penilaian atas peran lembaga non pemerintah di Papua yang pasang surut dalam berbagai isu, tentu saja masyarakat umum terutama mereka yang pernah berinteraksi bisa memberikan penilaian yang sifanya menyeluruh. Muaranya adalah mengenai eksistensi dari lembaga non pemerintah itu sendiri di kota dan kabupaten Jayapura.
Gambar 5.7 Penilaian Umum Masyrakat terhadap Eksistensi Lembaga Non Pemerintah
Meskipun 96% responden menjawab kehadiran ,lembaga non pemerintah masih dibutuhkan, namun jawaban ini masih mengandung bias, karena hanya ditanyakan kepada responden yang berhubungan dengan lembaga non pemerintah saja.
Persepsi publik terhadap Otsus Papua. Persepsi dari responden terhadap
Otsus diambil dari pertanyaan yang bersifat umum, yaitu “Secara umum, setelah pelaksanaan Otsus Papua semenjak tahun 2002, apakah Bapak/Ibu merasakan ada perubahan suasana kehidupan ke arah yang lebih baik?” 54% responden menjawab tidak ada perubahan, 29% menilai ada perubahan lebih baik, dan 17% menilai tambah buruk.
Gambar 5.8 Perubahan Kehidupan
Berkenaan dengan pelaksanaan Otsus, 81,63% responden menjawab tidak puas dan kurang puas, dan 16,3% cukup puas, sementara 2% menjawab puas.
Gambar 5.9 Penilaian terhadap Otsus.