• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Hubungan Akhlak dengan Ilmu

3. Klasifikasi Akhlak

Sifat mahmudah adalah sifat terpuji yang sesuai dengan syara’ atau hukum Allah SWT dan Rasul-Nya yang dianjurkan kepada manusia. Kiai Sholeh Darat dalam Munjiyat menjelaskan, “Sifat mahmudah tegese kang pinuji lan kang wajib ngelakoni ingatase mukmin” (Darat, 1422 H:65). Kiai Sholeh Darat mengemukakan sepuluh sifat mahmudah yaitu:

1) Taubat

Adalah upaya untuk kembali kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dari perbuatan maksiat. Menurut Kiai Sholeh Darat taubat harus berunsur meninggalkan, menyesal, dan tidak mengulangi perbuatan itu lagi.

“Tegese arep aninggal ing sekabehane doso lan serto getun ingatase barang kang wus kelakon saking doso kang wus den lakoni lan sertane nejo ing dalem atine ora pisan-pisan baleni maring kelakuan maksiat kang wus kelakon” (Darat, 1422:66).

2) Sabar

Sabar menurut Kiai Sholeh Darat adalah menahan diri dari sesuatu yang tidak disukai oleh nafsu syahwat ketika dibutuhkan (angempet nafsune saking betahaken ing barang kang ora den demeni dene nafsu). Kiai Sholeh Darat berpendapat, bahwa sabar merupakan buah dari taqwa, karena sabar merupakan pangkalnya dari iman (sabar iku ratune iman, kerono utamane sabar iku taqwa, lan hasile taqwa iku kelawan sabar) (Darat, 1422 H:77-78). Lebih lanjutnya Kiai Sholeh Darat menjelaskan, ketika seseorang berhasil dari melakukan sabar, maka harus diiringi dengan syukur kepada Allah SWT.

3) Al Khouf wa Al Raja’

Kiai Sholeh Darat mengartikan al khouf wa al raja’ yaitu takut dan harapan. Maksudnya, takut terhadap

hilangnya iman dan Islam dan mengharap untuk diberikan ketetapan taufiq dan hidayah-Nya sampai Allah SWT mencabut nyawa kita. Kiai Sholeh Darat menyebutkan,

“Wedi saking kecabute iman lan Islame lan ngarep- ngareo tetepe peparinge taufiq lan hidayah tumeko mati” (Darat, 1422 H:82).

4) Al Faqir wa Al Zuhd

Dalam pandangan Kiai Sholeh Darat, faqir adalah keadaan seseorang yang tidak mempunyai barang yang dibutuhkan dan diinginkan (Ora duwe barang kang mesthi den karepaken lan den hajataken), dan Zuhud adalah keadaan seseorang ketika datang suatu nikmat kepadanya, maka benci dan susah (sengit lan susah) menghampirinya, karena takut akan cela dan fitnah (olone arto lan fitnahe arto) yang datang darinya (Darat, 1422 H:94).

5) Al Tauhid wa Al Tawakal

Adalah menyucikan diri kepada Allah SWT (nyuceaken ing Allah) dan memasrahkan diri kepada Allah SWT, karena sifat keagungan yang dimiliki-Nya (Amasrahaken awake maring liyane kang ngluwihi maring deweke). Lebih jelasnya Kiai Sholeh Darat menjelaskan, bahwa tawakal mempunyai tiga tingkatan, yaitu tawakal terhadap Allah SWT dalam segala perkara, tawakal terhadap Allah SWT seperti layaknya anak kecil yang diasuh oleh ibunya, dan tawakal terhadap

Allah SWT seperti layaknya mayit atau jenazah ketika diurusi (Darat, 1422 H:113-114).

6) Al Mahabbah wa Al Syauq wa Al Ridlo

Adalah mencintai, merindukan, dan ridlo dengan hukum Allah SWT. Sifat demikian ini, pada intinya adalah cinta kepada Allah, karena ketika seseorang rindu dan ridlo, maka hal yang mendasarinya adalah sifat cintanya kepada Allah SWT. Kecintaan terhadap Allah SWT menurut Kiai Sholeh Darat, “Lan setuhune demen ing Allah iku dadi syarate iman” (Darat, 1422 H:118).

7) Al Niat wa Al Ikhlas wa Al Sidqu

Menurut Kiai Sholeh Darat, “Niat lan ikhlas lan sidiq tegese niat lan ikhlas niate lan sidiq atine” (Darat, 1422 H:126). Maksudnya, Kiai Sholeh Darat menekankan agar niat yang lepas mengandung keikhlasan dan hatinya membenarkan apa yang akan dilakukan, karena menurut Kiai Sholeh Darat setiap niat yang tidak diiringi dengan hal tersebut akan menimbulkan riya’, “Utawi niat ora kelawan ikhlas iku riya’ arane” (Darat, 1422 H:127).

8) Al Muhasabah wa Al Muroqobah

Kiai Sholeh Darat menjelaskan Al Muhasabah wa Al Muroqobah yaitu, “Arep angiro-ngiro ing awake sedurunge ono hisab” (Darat, 1422 H:138). Kiai Sholeh Darat

menegaskan bahwasanya sifat demikian ini, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan hati-hati dalam mengelola nafsu dan tingkah laku. Allah SWT telah memberikan bekal kepada kita berupa ruh dan dilengkapi dengan adanya akal dan pikiran. Maka dari itu, seseorang harus bisa mengintegrasikannya agar mampu melawan nafsu syahwatnya, dan mengubahnya menjadi nafsu yang baik.

9) Al Tafakkur

Al tafakkur adalah mengangan-angan dan memikirkan kembali asal muasal dari sesuatu yang terjadi, “Al tafakur tegese angen-angen lan mikir-mikir kedadeane sewiji-wiji” (Darat, 1422 H:147). Kiai Sholeh Darat menyimpulkan dari beberapa firman Allah SWT dan Hadits Rasulullah SAW dalam hal keutamaan bertafakur menjadi empat perkara (Darat, 1422 H:149-151), yaitu:

a) Bertafakur terhadap anggota tubuh.

b) Bertafakur terhadap ketaatan kepada Allah SWT.

c) Bertafakur apakah sifat tercela masih ada dalam kesehariannya.

d) Bertafakur apakah sifat terpuji telah terbentuk dalam diri kita.

10) Dzikrul Maut wa Ma Ba’daha

Adalah mengingat-ingat kematian yang akan menjemput dan apa yang terjadi setelah datangnya kematian. Menurut Kiai Sholeh Darat, dengan mengingat kematian, akan menjadikan manusia termotivasi untuk semakin bertambah baik (ziyadatul khoir). Kiai Sholeh Darat menegaskan,

“Ora manfa’at ngeleng-ngeleng pati selagine ono ing dalem atine demen nuruti syahwat lan nafsu lan demen dunyo, balik manfa’ate ngeleng-ngeleng pati iku arep kothong atine saking kebak dunyo, mongko dadi nglabeti ing dalem ilinge pati kelawan sregep taubat lan sregep ‘ibadah lan ora pisan-pisan atine demen dunyo kerono eleng yen bakal mlebu kubur” (Darat, 1422 H:158).

b. Akhlak Madzmumah

Di samping Kiai Sholeh Darat menjelaskan tentang akhlak mahmudah, Kiai Sholeh Darat juga menjelaskan tentang sifat madzmumah sebagai sifat yang harus diketahui dan ditinggalkan oleh seseorang. Dalam kitab Munjiyat dijelaskan, “Sifat madzmumah arane wajib ingatase mukallaf ngaweruhi lan tinggal” (Darat, 1422 H:65). Beberapa sifat madzmumah yang dikemukakan oleh Kiai Sholeh Darat diantaranya adalah:

1) MudkholaAsySyaithon

Adalah manjinge syaithon di dalam hati manusia. Syaithon berusaha untuk mengelabuhi hati manusia yang murni, karena hati merupakan inti dari timbulnya suatu

perbuatan. Menurut Kiai Sholeh Darat, terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan masuknya syaithon ke dalam hati manusia, yaitu ketika ghodhob dan syahwat (amarah dan berkuasanya nafsu), hasud dan haros (iri dan serakah), syab’un (penuh dengan makanan), hubbut tayazzun (menyukai keindahan dunia), alujlah (terburu-buru dalam sesuatu), darahim (menyukai uang), tama’ (serakah di dalam haq orang lain), al bukhlu wa khouful faqir (pelit dan takut miskin), mempermudah dalam bermadzhab, membiarkan orang awam mengatasi permasalahan agama, dan syu’udz dzan (berprasangka buruk) (Darat, 1422 H:4-7).

2) AnNafsuwaSuulKhuluq

Kiai Sholeh Darat menegaskan, “Mongko wajib siro arep bagusaken nafsu niro kelawan nganggo pekerti ingkang bagus” (Darat, 1422 H:8). Dapat dikatakan, nafsu itu adalah sumbernya dan yang membuat sumber itu menjadi bagus adalah yang menghiasi sumber tersebut dengan akhlak yang mulia. Dalam kitab Majmua’t Asy Syari’at Kiai Sholeh Darat menegaskan, “Setuhune nafsu iku gesit lan bosenan lan abot maring haq” (Darat, 1374 H:182).

3) AsySyahwatain

Seperti yang telah diungkapkan di atas bahwa, nafsu syahwat adalah musuh terbesar dalam melakukan aktifitas

dan ibadah. Kiai Sholeh Darat menjelaskan, “Agung-agunge kerusakan iku wong kang nuruti syahwate wetenge” (Darat, 1422 H:9). Alasan Kiai Sholeh Darat, karena ketika manusia menuruti kebutuhan perut, maka nafsu terhadap lawan jenis menariknya, setelah itu akan menarik kepada cinta akan uang dan seterusnya hingga menuju lacut. Lanjutnya, Kiai Sholeh Darat menjelaskan tentang upaya untuk mengatasi atau melawan nafsu syahwat adalah dengan berpuasa, “Lan lamun ngajar siro ing nafsu niro kelawan luwe mongko yekti ora kasi mengkono” (Darat, 1422 H:10). Hal ini dikarenakan, ketika manusia mengajar hawa nafsunya dengan berpuasa, maka akan mengurangi cintanya terhadap dunia, “Faedahe luwe iku dadi marisi nyithiaken belonjo” (Darat, 1422 H:12). 4) AfatulLisan

Lisan menurut Kiai Sholeh Darat adalah “Agung- agunge nikmat Allah maring siro iku lisan niro” (Darat, 1422 H:15). Hal ini karena lisan merupakan alat yang digunakan untuk berbagai kemaksiatan. Oleh karena itu, maksiat yang paling banyak ditimbulkan terdapat pada lisan seseorang. 5) Al Ghodhobu wal Huqdu wal Hasdu

Kiai Sholeh Darat mengartikan Al Ghodhobu adalah, “Wateke menungso kang wus andadeaken Allah ing ghodhob saking geni kang wus den ewor kelawan endhute anak adam”

wal huqdu adalah “Ngunek-unek asale saking ghodhob” wal hasdu adalah “Sengit onone nikmat ono ing liyane niro lan demen iku ngekiku nikmat” (Darat, 1422 H:24-25).

6) Hubbu Ad Dunya

Dunia merupakan kenikmatan yang sering kali disadari oleh manusia, karena dunia bagi mereka sesuatu yang sangat penting untu dicari. Kiai Sholeh Darat mendefinisikan dunia sebagai pencegah manusia dalam beribadah kepada Allah SWT, “Dunyo iku dadi nyegah ing wong kang lumaku maring Allah” (Darat, 1422 H:26). Menurut Kiai Sholeh Darat, orang yang mencintai dunia telah ditetapkan dalam hatinya empat perkara, yaitu:

a) Merasa susah yang tidak bisa putus-putus (Susah kang ora putus-putus selawase).

b) Pekerjaan yang tidak pernah terselesaikan (Penggawean kang ora rampung-rampung selawase).

c) Tidak pernah merasa cukup (Karep kang ora tutuk-tutuk kecukupane selawase).

d) Keinginan yang tidak pernah habis (Angen-angen kang ora ono pungkasane selawase).

Dapat disimpulkan bahwasanya ketika manusia bergelimangan mencari kenikmatan dunia dan mencintai

dunianya, maka seseorang tersebut tidak akan pernah merasakan syukur kepada Allah SWT, karena apa yang dicari dan diinginkan tidak pernah bisa membuatnya berhenti ketika mendapatkan yang lebih.

7) Al Bukhlu wa Hubbul Maal

Adalah kikir dan cinta terhadap uang. Kiai Sholeh Darat menjelaskan,

“Mongko sopo wonge milih ing artone lan anake tinggal ing barang kang amarekaken ing Allah saking piro-piro to’at mongko temen-temen tuno kelawan tuno kang agung” (Darat, 1422 H:28).

Dikatakan oleh Kiai Sholeh Darat, orang yang lebih memilih anak dan uangnya daripada mengerjakan sesuatu yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka akan mendapatkan kerugian.

8) Al Jahu wa Ar Riya’

Adalah singgih dan sombong. Menurut Kiai Sholeh Darat, awal mula terbentuknya sifat tersebut dikarenakan tiga hal yaitu senang ketika dipuji, benci ketika diolok-olok, dan serakah terhadap apa yang bukan menjadi haknya. Kiai Sholeh Darat mengelompokkan sombong ke dalam lima perkara (Darat, 1422 H:34-36) yaitu:

a) Riya’ kelawan badane, seperti: memperlihatkan puasanya.

b) Riya’ ing dalem tingkahe lan penganggone, seperti: menundukkan kepala ketika berjalan, memperlihatkan bekas sujudnya, dan lain-lain.

c) Riya’ ing dalem pengucap, seperti: memperlihatkan bencinya terhadap hal yang munkar ketika berceramah. d) Riya’ kelawan ngamal, seperti: memanjangkan sujudnya

ketika solat.

e) Riya’ ing dalem kekancan, seperti: senang berziarah ke tempat orang alim agar diketahui kecintaannya terhadap orang alim.

9) At Takabbur wa Al ‘Ujbu

Takabur menurut Kiai Sholeh Darat ada dua (Darat, 1422 H:39) yaitu,

a) Takabur dzahir, seperti: ketika berbicara tidak mau kalah, ketika menasehati orang lain dengan keras tanpa belas kasihan.

b) Takabur batin, seperti: merasa tidak ada yang mengungguli dalam sifat kesempurnaannya.

Takabur menurut Kiai Sholeh Darat, terbentuk karena dua hal yaitu karena sempurnanya dalam hal agama (Ilmu dan agama) dan sempurnanya dalam hal dunianya (Baik nasabnya, bagus raut wajahnya, kuat badannya, mempunyai

banyak uang, dan mempunyai banyak teman dan keluarga) (Darat, 1422 H:40).

10) Al Ghurur

Kiai Sholeh Darat mendefinisikan sebagai,

“Wong kang ketipu kelawan ngelmune utowo ngibadahe utowo kelakuane kang bagus utowo artone” (Darat, 1422 H:51).

Dapat disimpulkan, orang tersebut masih dalam pengaruh kecintaanya terhadap dunia, karena orang yang demikian tidak pernah merasa puas terhadap dirinya.

Dari beberapa bentuk akhlak di atas, maka untuk meraih kesempurnaan, seseorang harus mempunyai keseimbangan dalam berbuat, tidak mementingkan salah satu dari keduanya. Kiai Sholeh Darat menjelaskan, “Ojo lali-lali siro saking hal akhiroh, ojo ketungkul amrih dunya ora amikir akhirote” (Darat, 1374 H:163). Dalam keterangan yang lain, Kiai Sholeh Darat menerangkan,

“Lan nyambuto gawe kelawan kasab ing dalem rinone sak qodare, ojo kasi ngino-ngino awak kasi tinggal faraidhillah lan kasi ngelakoni larangane Allah Subhanahu Wa Ta’ala”. Keterangan ini menunjukkan keharusan dalam menyeimbangkan antara urusan duniawi dengan ukhrowi. Kemudian, Kiai Sholeh Darat menegaskan, “Ojo kasi tinggal agamane kelawan sebab amrih dunyane iku ojo” (Darat, 1325 H:28).

4. Unsur-unsur Pendidikan Akhlak