KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
PERSPEKTIF K.H. MUHAMMAD SHOLEH DARAT
AL SAMARANI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
ANDRI WINARCO
111-12-003
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
MOTTO
لﻮﺳر لﺎﻗ :لﺎﻗ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ةﺮﯾﺮھ ﻲﺑا ﻦﻋ
:ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ
َﻤْﯾِإ َﻦْﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻞَﻤْﻛَا
ﺎ
ﺎًﻘُﻠُﺧ ْﻢُﮭُﻨَﺴْﺣَأﺎًﻧ
.(
ىﺬﻣﺮﺘﻟا هاور
)
“Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata, bahwa Rasulullah SAW
bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini, kupersembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibu, yang tidak pernah berhenti mendoakanku.
2. Para Kiai dan Guruku, ilmu yang disampaikan tidak akan terbalas dengan
materi apapun.
3. Seluruh keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan dalam
menimba ilmu.
4. Dra. Supartinah, Sp. THt., yang telah memotivasiku untuk menimba ilmu.
5. Keluarga Besar Bidikmisi IAIN Salatiga, yang telah memberikan sarana
penunjang dalam memperjuangkan kelancaran studi ini.
6. Keluarga PP. Al Islah, Cengek, Tingkir dan PP. Edi Mancoro,
Gedangan, Tuntang, yang membersamai langkah-langkahku dalam
menggapai asa.
7. Keluarga Besar Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz, yang telah menghiasi
perjalananku selama ini.
8. Yaa Bismillaah, keluarga kedua yang peluk hangatnya selalu mampu kurasa.
9. Sahabat-sahabatku, Muhammad Hasanuddin, Lc dan Taufiqurrahman,
S.Pd., yang senantiasa menjadi sahabat terbaikku dalam menuntut ilmu.
10. Akrom Musabbihin, S.Pd. dan Muhammad Sulkhan, yang telah
meluangkan waktunya untuk membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK).
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,
yang berkenan mengoreksi dan mengarahkan judul skripsi di tengah padatnya
tugas.
4. Bapak Drs. A. Bahrudin, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik, beserta
bapak dan ibu dosen yang telah berkenan membimbing penulis selama masa
studi.
5. Bapak Achmad Maimun, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah
berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan
bimbingan, arahan serta ide cemerlangnya dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Orangtuaku tercinta, yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, aspirasi dan
gemblengan bagi penulis.
7. Semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini, yang tak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Jazakumullahu khair al-jaza’.
Kepada mereka semua, penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua amal baik yang
telah diberikan kepada penulis. Akhirnya, dari karya tulis ini penulis berharap
kemanfaatan bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
ABSTRAK
Winarco, Andri, 2017, Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif K.H. Muhammad Sholeh Darat Al Samarani. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M.Ag.
Kata Kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlak, Sholeh Darat.
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Salah satu dari sekian banyak tokoh Islam di Indonesia yang mengedepankan akhlak di atas ilmu ialah tokoh dari Semarang yang lebih dikenal dengan nama KH. Muhammad Sholeh Darat.
Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana konsep pemikiran Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak? 2) Bagaimana relevansi pemikiran Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak dengan pendidikan saat ini?
Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan. Adapun sumber data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani yang berkaitan dengan judul penelitian. Data sekunder diambil dari literatur dan buku-buku yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis. Sementara itu, metode pengumpulan data dalam karya tulis ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR... viii
ABSTRAK... ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR LAMPIRAN... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...
B. Rumusan Masalah...
BAB II BIOGRAFI TOKOH
A. Konteks Internal...
1. Riwayat keluarga Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...
2. Riwayat Pendidikan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...
3. Mengajar di Pesantren...
4. Langkah Gerakan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...
5. Karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...
6. Napak Tilas Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...
2. Aspek Sosial Politik...
3. Aspek Sosial Budaya...
C. Corak Pemikiran Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...
1. Bidang Teologi...
2.Bidang Tasawuf...
3.Bidang Akhlak...
4.Bidang Fiqih...
5. Bidang Pendidikan...
D. Pendapat Para Ulama dan Para Cendekiawan...
1. Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA. (Ketua Pengurus Besar
Nahdlotul ‘Ulama’/PBNU)...
2. Peter Carey (Sejarawan University of Oxford)...
3. K.H. Ahmad Wafi MZ. (Pengasuh PP. Al Anwar, Sarang,
Rembang)...
4. Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A., M.A. (Guru Besar Sejarah Islam
UIN Sunan Kalijaga)...
5. Dr. Abdullah Salim (Dosen Unissula Semarang juga Peneliti
Pertama Naskah K.H. Sholeh Darat)...
6. Dr. Nur Cholis Majid (Cendekiawan Muslim Indonesia)...
7. K.H. Ahmad Hadlor Ihsan (Pengasuh PP. Al Islah Mangkang,
Tugu, Semarang juga Mantan Rois Syuriyah PCNU Kota
Semarang)...
BAB III KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Akhlak...
1. Pengertin Pendidikan...
2. Akhlak, Moral, Etika, dan Budi Pekerti...
3. Pendidikan Akhlak...
B. Sumber Pendidikan Akhlak...
4. Adat Istiadat...
C. Konsep dan Tujuan Pendidikan Akhlak...
D. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlak...
1. Pendidik...
2. Peserta Didik...
3. Metode Pendidikan Akhlak...
4. Materi Pendidikan Akhlak...
5. Lingkungan Pendidikan Akhlak...
E. Hubungan Akhlak dengan Ilmu...
91
BAB IV PEMIKIRAN TOKOH
A. Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Sholeh Darat Al
Samarani...
1. Eksistensi Akhlak...
2. Sumber Akhlak...
3. Klasifikasi Akhlak...
4. Unsur-unsur Pendidikan Akhlak...
5. Hubungan Akhlak dengan Ilmu...
B. Relevansi Pendidikan Akhlak Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
dengan Pendidikan Saat ini...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 2 : Lembar Konsultasi
Lampiran 3 : Daftar Riwayat Hidup Peneliti
Lampiran 4 : Ringkasan Skripsi dalam Bentuk Power Point
Lampiran 5 : Pernyataan Melakukan Wawancara
Lampiran 6 : Foto-foto Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga
setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan
pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Namun,
pendidikan akhlak akhir-akhir ini hampir terlupakan oleh banyak kalangan
masyarakat bahkan kalangan terpelajar sekalipun. Karena, masa kini adalah
masa peradaban modern, di mana dalam dunia pendidikan sering kali kita
melihat pendidikan hanya berorientasikan pada nilai-nilai akademik semata.
Hal ini menyebabkan semua kalangan krisis akan keteladanan, yang mana
krisis keteladanan ini merupakan krisis terbesar melebihi krisis energi,
kesehatan, pangan dan air (Masyhuri, 2013:131).
Fakta masa kini yaitu lebih banyak seseorang yang pergi mencari ilmu
atau menuntut ilmu bukan untuk mengejar arti yang sebenarnya dari ilmu atau
hakikat ilmu, tetapi mayoritas memburu nilai, apakah baik atau buruk nilai
yang didapatkan. Dalam hubungannya dengan ini, mayoritas dari mereka lupa
akan hakikat dari ilmu itu sendiri sehingga yang dihasilkan tidak sesuai
dengan apa yang telah dipelajari selama di dalam lembaga pendidikan.
Sebagai contoh, ketika anak pulang dari sekolah atau belajar, hal yang
ditanyakan oleh orang tua bukan “Bagaimana tadi pembelajarannya di
sekolah?” melainkan “Berapa nilai yang kamu dapatkan?” Pernyataan
akademik dibanding untuk mendalami apa hakikat ilmu tersebut. Maka
hakikat ilmu yang terkandung didalamnya tersisihkan hingga orang lebih
cenderung fokus pada aspek intelligensi.
Sebagai contoh yang lain, banyak kalangan terpelajar yang masih
tergiur akan manisnya dunia. Seperti halnya melakukan korupsi,
meminum-minuman keras, pergaulan bebas, memakai narkoba dan lain sebagainya.
Dalam sistem pendidikan atau dalam hal keilmuan hal ini sudah terbukti
merugikan diri sendiri bahkan menjalar kepada lingkungan sekitar. Tetapi
karena ilmu yang mereka dapat tidak diaplikasikan dan kurangnya kesadaran
dalam diri mereka, akhirnya mereka terjerumus dalam berbagai pelanggaran
norma.
Tidak ada di dunia ini yang sempurna, orang yang sudah mengerti
agamapun sering terjerumus di dalam masalah keduniaan. Dan itu memang
menjadi ujian bagi seorang ulama untuk mendapatkan derajat yang lebih
tinggi lagi. Masalah keduniaan bisa juga disebut dengan cinta kepada dunia.
Tidak ada di dunia ini yang lebih dicintai daripada dunia. Bahkan dunia
mengalahkan segala-galanya entah itu anak, tetangga, istri dan bahkan orang
tua pun menjadi tak terhiraukan akibat dari cintanya seseorang terhadap
dunia.
Orang yang cinta dunia maka hal yang paling diutamakan dari
segala-galanya adalah dunia. K.H. Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
menyebutkan dalam kitab beliau yaitu Kitab Munjiyat, bahwa orang yang
perkara yaitu susah yang tidak putus selesainya, segala urusan yang tidak
pernah selesai, keinginan yang tidak pernah selalu sampai pada ujungnya dan
angan-angan yang tidak pernah sampai kepada ujung. Maka dapat dikatakan
orang yang cinta akan dunia, akan terus memburu dunianya sampai kapanpun
dan tidak akan pernah merasa puas apalagi bersyukur terhadap Sang Pencipta
atas nikmat-Nya (Darat, Tanpa tahun:27).
Seseorang yang mampu mengerti akan hakikat dari ilmu tersebut akan
mampu memilah-milah mana yang harus dilakukan dan mana yang harus
dihindari, hal ini akan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari
pendidikan. Karena melihat sebegitu pentingnya tentang peranan ilmu, maka
diwajibkan menuntut dan mengamalkannya. Dengan mengamalkan ilmu
engkau akan memperoleh kesuksesan dunia dan akhirat (Al Haddad,
2007:83).
Menurut para ulama’, ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang senantiasa
diliputi oleh rasa Khasyah (takut) kepada Allah SWT. Sebagaimana
firman-Nya.
ْﺨَﯾ ﺎَﻤﱠﻧِإ
ٌرﻮُﻔَﻏ ٌﺰﯾِﺰَﻋ َ ﱠﷲ ﱠنِإ ۗ ُءﺎَﻤَﻠُﻌْﻟا ِهِدﺎَﺒِﻋ ْﻦِﻣ َ ﱠﷲ ﻰَﺸ
Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Fathir:28) (Al Qur’an, t.th:438).
Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan, bahwa tanda manfaat ilmu
seseorang itu selalu didampingi petunjuk dan amal nyata. Artinya bila ilmu
itu hanya sekedar ungkapan, teori dan basa-basi, itu bukan ilmu yang
Bahkan pahlawan nasional Indonesia yang menjadi emansipasi wanita
di Indonesia bahkan sampai ke ranah Internasional yaitu R.A. Kartini. Dalam
buku Kartini Nyantri (Ulum, 2016:159), R.A. Kartini menjelaskan tentang
pentingnya pengamalan ilmu dalam suratnya kepada R.M. Abendanon Madri
pada 21 Januari 1901 yang tertulis:
“Seorang pendidik harus juga memelihara pembentukan budi pekerti, walaupun tidak ada hukum secara pasti mewajibkannya melakukan tugas itu. Secara moril ia wajib berbuat demikian. Dan saya menjalankan tugas itu? Saya yang masih perlu juga lagi dididik ini? Kerap kali saya mendengar orang mengatakan bahwa dari yang satu dengan sendirinya budi itu menjadi halus, luhur. Tetapi dari pengamatan saya, sayang saya berpendapat, bahwa hal itu sama sekali tidak selamanya demikian. Peradaban, kecerdasan fikiran, belumlah merupakan jaminan bagi kesusilaan. Dan orang tidak boleh terlalu menyalahkan mereka yang budi pekertinya tetap jelek meskipun pikirannya cerdas benar. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahan tidak terletak pada mereka sendiri melainkan pada pendidikan mereka. Memang telah banyak, aduh bahkan begitu sangat banyaknya mereka yang mengusahakan kecerdasan fikiran. Tetapi apa yang telah diperbuatnya untuk pembentukan budi pekerti mereka? Sesuatupun tidak ada.”
Maka dari itu, berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, melalui
penelitian yang berjudul Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif K.H.
Muhammad Sholeh Darat Al Samarani ini, penulis berusaha membahas
lebih dalam tentang pendidikan akhlak menurut Muhammad Sholeh Darat Al
Samarani.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
1. Bagaimana konsep Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang
pendidikan akhlak?
2. Bagaimana relevansi Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang
pendidikan akhlak dengan pendidikan saat ini?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang
pendidikan akhlak.
2. Mengetahui relevansi Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang
pendidikan akhlak dengan pendidikan saat ini.
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah di atas
mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan
pendidikan di Indonesia secara umum dan pendidikan Islam dalam
bidang akhlak pada khususnya.
b. Sebagai salah satu sumbangan dari pokok-pokok pemikiran
Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak pada
2. Manfaat praktis
a. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa pendidikan akhlak memiliki peranan yang sangat penting dalam
meningkatkan moralitas di dalam kemasyarakatan dan lingkungan
sekitarnya.
b. Bagi orang tua, penelitian ini dapat dijadikan panduan dalam mendidik anak agar memiliki khasanah moralitas yang luhur.
c. Bagi remaja, dengan penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah pengetahuan dalam bidang akhlak untuk diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mencapai keselamatan dan
kedamaian serta kebahagiaan di dunia yang fana ini sampai di akhirat
kelak.
E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan.
Obyek penelitian digali lewat beragam informasi kepustakaan berupa
buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah dan dokumen (Zed, 2004:
89).
2. Sumber data
Adalah subyek penelitian dimana data menempel
(https://achmadsuhaidi.wordpress.com/2014/02/26/pengertian-sumber-data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/, diakses pada 03
Januari 2017, 02.38 WIB). Sebelum peneliti mengumpulkan data, peneliti
memperhatikan kualifikasi sumber data yang relevan dengan penelitian
yang dilakukan. Sumber data dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. Data primer
Adalah buku-buku yang secara langsung berkaitan dengan objek
material penelitian (Kaelan, 2010:143). Data primer diambil dari
karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani yang berkaitan
dengan judul penelitian. Yaitu diantaranya Kitab Munjiyat, Kitab
Minhajul Atqiya’, Kitab Matnu Al Hikam, Kitab Syarah Barzanji,
Kitab Fasholatan, Kitab Munasiku Al Hajj Wa Al ‘Umroh Wa Adabu
Ziyarotu Li Sayyidi Al Mursalin Sholla Allahu ‘Alaihi Wa Sallam
Wajibun ‘Ala Al Hajj An Yu’arrifuha Li Al ‘Abidi Adz-Dzalil, Kitab Al
Mahabbah Wa Al Mawaddah Fi Tarjamati Qouli Al Burdah Fi Al
Mahabbah Wa Al Madhi ‘Ala Sayyidi Al Mursalin Li Al Imam Al
‘Allamah Al Bushoiri, Kitab Lathoifi Ath-Thoharoti Wa Asrori Ash
Sholati, Kitab Majmu’ati Asy Syari’ati Al Kafiyati Li Al’awami, Kitab
Al Mursyidu Al Wajiz Fi ‘Ilmu Al Qurani Al ‘Aziz, Kitab Faidh Al
Rahman, Kitab Sabilu Al ‘Abid, dan Kitab Hadits Al Mi’raj.
b. Data sekunder
Adalah sumber data yang berupa buku-buku serta kepustakaan
yang berkaitan dengan objek material, akan tetapi tidak secara
yang menjadi objek (Kaelan, 2010:144). Data sekunder diambil dari
literatur dan buku-buku yang bersangkutan dengan obyek pembahasan
penulis. Diantaranya yaitu Buku Bekal Hidup Bahagia Dunia Akhirat
terjemah Kitab Risalatul Mu’awanah, dan buku-buku yang lain yang
bersangkutan dengan penelitian.
3. Metode pengumpulan data
Metode yang digunakan penulis untuk mengumpulkan berbagai
sumber data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan metode
wawancara. Metode dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip,
buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, legger, agenda dan
sebagainya (Arikunto, 2006:231). Metode dokumentasi ini, data mengenai
penelitian yang diperoleh dengan cara menghimpun data dari berbagai
literatur, baik artikel, jurnal, majalah, maupun buku-buku yang berkaitan
dengan pembahasan penelitian ini guna menjadi data penguat pembahasan
dalam penyusunan skripsi ini.
Metode wawancara yang dimaksud disini adalah teknik
mengumpulkan data adalah teknik untuk mengumpulkan data yang akurat
untuk keperluan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai dengan
data. Pencarian data dengan teknik ini dilakukan dengan cara tanya jawab
secara lisan dan bertatap muka langsung antara seorang atau beberapa
4. Teknik analisis data
Yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke
dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih
mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan
sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono,
2014:335). Beberapa Macam-macam metode yang digunakan dalam
menganalisis masalah adalah sebagai berikut:
a. Historis
Metode ini berkaitan dengan latar belakang historis tokoh/filsuf
tersebut, serta latar belakang agama, sosial, budaya, filsafat
paham/aliran, pendidikan, keluarga serta pengalaman hidupnya
(Kaelan, 2010:176). Dalam hal ini, penulis mengungkap tentang latar
belakang historisnya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani.
b. Deduktif
Adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi
yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk
menjelaskan kesimpulan atau generalisasi tersebut
(http://makalah-
update.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-metode-induktif-dan-metode.html, diakses pada 03 Januari 2017, 02.54 WIB). Metode ini
digunakan penulis untuk menganalisa data tentang pendidikan akhlak
c. Induktif
Adalah diilustrasikan dengan usaha peneliti dalam mengolah
data secara berulang-ulang tema-tema dan database penelitian hingga
peneliti berhasil membangun serangkaian tema yang utuh (Creswell,
2010:261). Metode ini digunakan penulis dalam menganalisa
pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam karya-karya Muhammad
Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak, guna ditarik
kesimpulan dan dicari relevansinya dengan pendidikan akhlak pada
saat ini.
F. Penegasan Istilah
Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti permasalahan
dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu penulis jelaskan
istilah-istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu antara lain:
1. Konsep
Konsep adalah sejumlah pengertian atau ciri yang berkaitan dengan
berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis
(Muhamad, 2008:65-66). Maka, konsep merupakan dasar dari segala
pemikiran dan komunikasi.
2. Pendidikan akhlak
Dalam konteks Islam pendidikan dimaknai dengan beberapa istilah
yaitu tarbiyah yang berakar dari kata rabba, ta’dib yang berakar dari kata
Mohammad al-Toumy al-Syaebani menyebutkan bahwa pendidikan
adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan
pribadinya atau kehidupan masyarakatnya dan kehidupan dalam alam
sekitarnya (Muhmidayeli, 2011:65-66).
Selanjutnya, bapak pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantoro,
mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan
pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan
tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan
anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya (Nata, 2010:338).
Menurut Ibnu Kholdun, pendidikan tidak hanya dibatasi oleh ruang
dan waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara
sadar menangkap, menyerap dan menghayati peristiwa-peristiwa alam
sepanjang zaman (Iqbal, 2015:528). Dalam UU RI No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1
menyebutkan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara (Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006:5).
Secara bahasa akhlak berasal dari kosakata bahasa arab. Terdapat
merupakan isimmasdar dari kata akhlaqa-yukhliqu-akhlaqan yang berarti
althabi’ah (tabiat), al ‘adat (kebiasaan), almaru’ah (peradaban baik).
Pendapat kedua menyatakan bahwa kata akhlak bukan isimmasdar tetapi
isimjamid atau ghairmustaq yakni kata yang tidak memiliki akar kata
karena bentuknya memang telah ada sedemikian. Menurut istilah, Al
Ghozali menyatakan dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din bahwa akhlak
adalah suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu
perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan pikiran dan
analisa (Jamil, 2013:2-3).
Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah
pendidikan tentang prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak
(tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa
pemula hingga ia menjadi seorang mukallaf, yakni siap mengarungi
lautan kehidupan (Ulwan, 1995:177).
3. Perspektif
Perspektif juga bisa berarti sudut pandang atau pandangan
seseorang terkait dengan suatu hal atau masalah tertentu
(http://karyatulis.singkatpadat.com/pengertian-perspektif.htm, diakses
pada 29 Desember 2016, 12.06).Jadi, perspektif yang dimaksud disini
adalah pandangan ataupun sudut pandang seorang ulama besar yang
4. Muhammad Soleh Darat Al Samarani
Adalah dikenal sebagai syaikhul masyayikh (maha guru) yang
menelurkan banyak alim ulama di Nusantara, khususnya di Jawa (Ulum,
2016:35). Menurut Abdul Karim (Ulum, 2016:xiii) mengatakan bahwa
beliau juga dapat dikatakan sebagai ulama yang produktif dalam
menghasilkan sebuah karya tulis yang mana mayoritas karyanya tertulis
dengan bahasa arab pegon.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga
pembaca nantinya dapat memahami isi dari skripsi ini dengan mudah, maka
penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis
besar. Yaitu skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling
berhubungan, sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai beberapa poin
diantaranya latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
penegasan istilah dan sistematika penulisan.
BAB II Biografi Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
Dalam bab ini penulis menjabarkan tentang konteks
internal yang terdiri dari: riwayat keluarga, riwayat
napak tilas, dan karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al
Samarani. Selain itu, dibahas juga mengenai konteks
eksternal yang meliputi: aspek keagamaan, aspek sosial
politik dan aspek budaya. Selanjutnya dalam bab ini
dipaparkan pula mengenai beberapa pokok pemikiran
Muhammad Sholeh Darat Al Samarani dalam beberapa
konteks, yaitu: bidang teologi, bidang tasawuf, bidang
akhlak, bidang fiqih, dan bidang pendidikan. Selanjutnya,
dalam bab ini diakhiri dengan penjelasan tentang pendapat
beberapa ulama dan cendekiawan terkait dengan
Muhammad Sholeh Darat Al Samarani secara umum.
BAB III Kajian Teori Pendidikan Akhlak
Dalam bab ini penulis menjabarkan tentang kajian teori
pendidikan akhlak secara umum yang meliputi beberapa
pembahasan diantaranya: pengertian pendidikan akhlak,
sumber-sumber pendidikan akhlak, konsep dan tujuan
pendidikan akhlak, hubungan akhlak terhadap ilmu.
BAB IV Pemikiran Pendidikan Akhlak Muhammad Sholeh Darat
Al Samarani
Dalam bab ini penulis akan menjawab dari rumusan
masalah yaitu konsep pendidikan akhlak perspektif
Muhammad Sholeh Darat Al Samarani yang terdiri dari:
metode pendidikan akhlak, dan hubungan akhlak terhadap
ilmu. Serta membahas tentang relevansinya konsep
pendidikan akhlak perpektif Muhammad Sholeh Darat Al
Samarani pada masa kini.
BAB V Penutup
Pada bab ini penulis menyimpulkan dari
pemaparan-pemaparan dari beberapa bab diatas yang meliputi pokok
BAB II
BIOGRAFI MUHAMMAD SHOLEH DARAT AL SAMARANI
A. Konteks Internal
1. Riwayat keluarga Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
Nama lengkapnya adalah Muhammad Sholeh bin Umar bin Tasmin
Al Samarani, atau lebih dikenal dengan sebutan Kiai Sholeh Darat. Ada
dua alasan kenapa dipanggil “Kiai Sholeh Darat”. Pertama, sesuai dengan
akhir surat yang ia tujukan kepada Penghulu Tafsir Anom, penghulu
Keraton Surakarta, yaitu: “Al-Haqir Muhammad Salih Darat” dan juga
menulis nama “Muhammad Salih ibn ‘Umar Darat Semarang” ketika
menyebut nama-nama gurunya dalam kitab Mursyidal Wajiz (Munir,
2008:26). Kedua, sebutan “Darat” di belakang namanya, karena ia tinggal
di suatu kawasan bernama “Darat”, yaitu suatu kawasan dekat pantai
Utara Kota Semarang tempat mendarat orang-orang yang datang dari luar
Jawa (Salim, 1995:15). Adanya laqab (penambahan) ini, memang sudah
menjadi tradisi atau ciri khas dari orang-orang yang terkenal di
masyarakatnya pada masa itu. Kini, di kawasan Darat, Semarang Utara,
didirikan Masjid Sholeh Darat yang merupakan cikal bakal pesantren Kiai
Sholeh Darat (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah,
2016:xxv).
Kiai Sholeh Darat dilahirkan pada 1820 M/ 1235 H di Desa
Tahun kelahirannya ini bertepatan dengan tahun kelahirannya ulama
kharismatik yang mempunyai banyak karomah dan menjadi gurunya para
kiai di Jawa-Madura, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan (1820 M/1235
H). Kedua tokoh ini sama-sama menjadi rujukan penting dan tempat
berlabuh ulama Nusantara sebelum melanjutkan pendidikannya ke
Haramain. Sebagian pendapat menuturkan bahwa Kiai Sholeh Darat
dilahirkan di Semarang. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam
muqaddimah tafsir kitab faidhu Al Rahman Fi Tarjamati Tafsiri Maliki
al-Dayyan, “Qala syaikhuna al alim al-allamah bahru al-fahhamah Abu
Ibrahim Muhammad Shaleh ibn Umar Samarani baladan maulidan
al-Syafi’i madzhaban.” Yang artinya, “Telah berkata guru kita yang alim dan
sangat alimnya, yang wawasan keilmuannya luas, yaitu ayah Ibrahim,
Muhammad Shaleh, putra Umar dari Semarang, yang dilahirkan di
Semarang pula, dan mengikuti madzhab Syafi’i” (Ulum, 2016:36-37).
Semasa kecil ia dipanggil dengan nama Sholeh. Sholeh lahir dan
dibesarkan dalam keluarga yang alim dan cinta tanah air. Ayahnya adalah
Kiai Umar bin Tasmin, salah satu tokoh ulama’ yang cukup terpandang
dan disegani di kawasan pantai Utara Jawa. Kiai Umar juga merupakan
salah satu pejuang perang Jawa (1825-1830), sekaligus sebagai orang
kepercayaan dari Pangeran Diponegoro (Hakim, 2016:34). Kiai Umar
beserta kawan, kolega dan santri-santrinya berjuang dengan gigih untuk
mempertahankan kehormatan tanah air dari para penjajah (Darat, Terj.
Menurut sebuah sumber, sebagaimana yang diceritakan oleh Agus
Tiyanto yang mendapatkan keterangan ini dari Habib Lutfi Pekalongan
bahwa ibunda Kiai Sholeh Darat masih keturunan dari Sunan Kudus,
yaitu Nyai Umar binti Kiai Singapadon (Pangeran Khatib) ibn Pangeran
Qodin Ibn Pangeran Palembang ibn Sunan Kudus atau Syaikh Ja’far
Shodiq (3/7/2016). Data ini didukung dengan keakraban status
guru-murid antara Kiai Sholeh Darat dengan Raden Kiai Muhammad Sholeh
Kudus yang masih keturunan dari Sunan Kudus dan Syaikh Mutamakkin
Al Hajjini (Kajen, Pati) (Ulum, 2016:37).
Dalam sejarahnya, Kiai Sholeh Darat pernah menikah sebanyak
tiga kali. Perkawinan yang pertama adalah ketika Kiai Sholeh Darat masih
berada di Makkah. Belum diketahui secara pasti siapa nama dari istri
beliau. Dari perkawinan yang pertama ini, Kiai Sholeh Darat dikaruniai
seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Tatkala Kiai Sholeh Darat pulang
ke Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan Ibrahim tidak ikut serta ke
Jawa. Untuk mengenang anaknya (Ibrahim) yang pertama ini, Kiai Sholeh
Darat menggunakan nama “Abu Ibrahim” dalam halaman sampul kitab
tafsirnya, Faidh Al-Rahman (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin
Mufarohah, 2016:xxx).
Perkawinannya yang kedua dengan Sofiyah, puteri Kyai Murtadho
teman karib bapaknya terjadi di Semarang. Dari perkawinan ini, mereka
dikaruniai dua orang putera, Yahya dan Kholil. Dari kedua puteranya ini,
kini (Hakim, 2016:83). Kemudian, Kiai Sholeh Darat menikah dengan
Raden Ayu Aminah, puteri Bupati Bulus, Purworejo yang juga seorang
syarifah (keturunan Nabi Muhammad SAW). Dari perkawinannya ini,
mereka dikaruniai seorang putri bernama RA Siti Zahroh. Siti Zahroh
dijodohkan dengan Kiai Dahlan, santri Kiai Sholeh Darat dari Termas,
Pacitan. Dari Perkawinan ini melahirkan dua orang anak, masing-masing
Rahmad dan Aisyah. Kyai Dahlan meninggal di Makkah, kemudian Siti
Zahroh dipasrahkan kepada Kyai Mahfudz, kakak kandung Kyai Dahlan.
Oleh Syaikh Mahfudz, Zahroh dijodohkan dengan Kyai Amir, juga santri
K.H. Sholeh Darat sendiri asal Pekalongan. Perkawinan kedua Siti Zahroh
tidak melahirkan keturunan (Dzahir, 2012:6).
2. Riwayat Pendidikan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
a. Pendidikan di Jawa
Ketika perang Jawa sudah mulai redam (1830), usia beliau
menginjak 10 tahun. Sebagaimana anak seorang Kiai, masa kecil dan
masa remaja Kiai Sholeh Darat sudah diwarnai dengan ajaran-ajaran
Islam yaitu belajar Al Quran dan Ilmu Agama. Dari usia inilah beliau
mendapatkan gemblengan ajaran agama Islam secara intensif dari
ayahnya, Kiai Umar. Setelah Kiai Umar sudah tidak disibukkan lagi
dengan peperangan. Sebelum tahun 1830, Kiai Sholeh Darat sudah
diberikan sendi-sendi aqidah dan syari’at Islam, namun belum
maksimal sebab kondisi perang yang sedang berkecamuk (Ulum,
Kiai Sholeh Darat selain belajar dengan ayahnya, beliau juga
mencari ilmu di beberapa kiai ternama pada masa itu. Di antaranya
guru-guru beliau yang ditimba ilmunya adalah sebagai berikut.
1) K.H. M. Syahid Pati
Seorang ulama yang mempunyai pesantren di daerah
Waturoyo, Margoyoso, Pati. Pesantren ini, hingga kini
keberadaannya masih ada. Kiai M. Syahid adalah cucu dari Kiai
Mutamakkin yang mana Kiai Mutamakkin adalah ulama
Nusantara pada masa Paku Buwono II (1727 M-1749 M). Dari
sinilah Kiai Sholeh Darat memulai pengembaraan ilmunya di
Jawa. Kiai Sholeh Darat belajar beberapa kitab kepada Kiai M.
Syahid yaitu Fath Al Qorib, Fath Al Mu’in, Minhaj Al Qowwim,
Syarah Al Khatib, Fath Al Wahhab dan yang lainnya (Dzahir,
2012:6).
2) Kiai Raden H. Muhammad Sholeh bin Asnawi Kudus
Kepadanya Kiai Sholeh Darat mendalami kitab Tafsir Al
Jalalain karya dari Syaikh Jalaluddin As Suyuthi.
3) Kiai Ishak Damaran Semarang
Kepada beliau, Kiai Sholeh Darat belajar Nahwu dan
Shorof untuk memahami kaidah bahasa Arab.
4) K. Abu Abdullah Muhammad bin Hadi Baquni
Beliau merupakan salah satu mufti dari Semarang dan
5) Sayyid Ahmad Bafaqih Ba’alawi Semarang
Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar Jauhar Al Tauhid
karya Syaikh Ibrahim Laqqani dan Minhaj Al ‘Abidin karya Imam
Al Ghozali.
6) Syeikh Abdul Ghani Bima
Seorang mufti Mekah dari Nusa Tenggara Barat yang
berkunjung ke Semarang. Kepadanya Kiai Sholeh Darat mengkaji
kitab Masail Al Sittin karya Abu Abbas Ahmad Al Mishri.
7) Mbah Ahmad (Muhammad) Alim Purworejo
Seorang ulama yang berasal dari Bulus, Gebang, Purworejo.
Kepada beliau Kiai Sholeh Darat belajar Ilmu Tasawuf dan Tafsir
Al-Qur’an.
Kiai Sholeh Darat juga belajar agama kepada sahabat-sahabat
dari Kiai Umar, ayahandanya, seperti: Kiai Murtadlo, Kiai Darda’,
Kiai Syada’, dan Kiai Bulkin. Dari sekian banyak guru-guru Kiai
Sholeh Darat yang ada di Jawa menunjukkan bahwa Kiai Sholeh
Darat yang di kala itu masih dalam usia tergolong belia
mencerminkan akan kealimannya dan kecerdasannya. Melihat potensi
yang ada di diri Kiai Sholeh Darat, ayahandanya yaitu Kiai Umar,
berencana akan membawanya ke Tanah Suci yaitu Haramain (Dzahir,
2012:7). Selain untuk menunaikan haji, Kiai Umar juga bermaksud
untuk memberikan pendalaman terhadap pendidikan Islam kepada
Tanah Suci atau Haramain juga dilandasi dengan adanya
kekhawatiran akan keamanan di Jawa pasca penangkapan Pangeran
Diponegoro.
b. Pendidikan di Haramain
Setelah Kiai Sholeh Darat belajar agama di beberapa daerah di
Nusantara, Kiai Sholeh Darat diajak ayahandanya ke Haramain untuk
beribadah haji. Sebelum mereka melakukan perjalanannya ke
Haramain, Kiai Umar dan putranya yaitu Kiai Sholeh Darat, singgah
terlebih dahulu di Singapura selama berbulan-bulan. Hal ini karena
menanti izin resmi untuk perjalanannya ke Haramain dengan
menggunakan kapal dari Belanda (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan
Agustin Mufarohah, 2016:xxviii).
Dalam penantiannya, Kiai Umar dan Kiai Sholeh Darat juga
sempat mengajar agama di Singapura. Seiring waktu santrinya
bertambah banyak yang berada di kalangan etnis Melayu dan Jawa. Di
Singapura juga terdapat kerabat beliau yaitu Kiai Umar karena
menikahi salah satu perempuan yang di sana, yang mana kemudian
menurunkan anak perempuan yang diperistri oleh Kiai Muhammad
Hadi Giri Kusumo dari Demak (Ulum, 2016:43). Bahkan di Singapura
juga terdapat perkampungan yang diberi nama Kiai Sholeh.
Kemudian, berangkatlah Kiai Umar dan Kiai Sholeh Darat yang
diperkirakan pada tahun 1835 yang dihubungkan dengan
Syaikh Nawawi Al Bantani dengan Kiai Sholeh Darat terpaut tujuh
tahun lebih tua Syaikh Nawawi Al Bantani (Dzahir, 2012:8).
Perjalanannya ke Haramain juga diwarnai berbagai rintangan,
sebelum Kiai Sholeh Darat dan ayahandanya sampai di Haramain.
Hal ini dikarenakan C. Snock Hurgronje telah membuat kebijakan
pembatasan haji atau mempersulit orang Islam dari Nusantara yang
ingin menunaikan ibadah haji. Hal ini juga disebabkan visi dan misi dari Belanda untuk menjajah perekonomian dan akidah, yang mana
penentang di barisan utama adalah para ulama. Kiai atau ulama
dengan gelar haji bagi mereka yang sepulang dari Haramain diartikan
bahwa mereka sudah menguasai ilmu syari’at. Kemudian, apabila
mereka menyebarkannya ke dalam masyarakat yang pada saat itu
masih belum mengerti akan syari’at, akan terjadi gejolak perang lagi
seperti pasca perang Diponegoro yang mana sangat merugikan bagi
Belanda (Ulum, 2015:215-217).
Bahkan ada sebagian ulama yang nekad pergi ke Haramain
untuk menunaikan ibadah haji bersama dengan keluarganya. Ia tidak
menggunakan kapal yang telah disediakan oleh Belanda, tetapi
menggunakan kapal layar. Beliau adalah Kiai Ghozali bin Lanah,
keponakan dari Kiai Saman, teman seperjuangan Kiai Umar di barisan
pasukan Pangeran Diponegoro. Dengan demikian, Haramain menjadi
sebuah tempat berlabuh bagi orang Nusantara karena hal tersebut.
Muhammad Labib Al Batanuni yaitu ketika beliau sedang
mengadakan perjalanan ke Hijaz pada 1327 H menyatakan, bahwa
mayoritas yang mendatangi majlisnya adalah masyarakat Jawa yang
meninggalkan bumi pertiwinya sebab adanya kedzaliman pemerintah
terhadap umat Islam di negerinya. Jumlah asli yang terdapat di Hijaz
dapat dikatakan hanya 5 % dari yang mendatangi majlis tersebut. Oleh
karena itu, terbentuklah kampung Jawa, yang mayoritas mereka
bertempat tinggal di Syamiah, Syi’ib Ali dan Al Falaq, Jabal Qubais,
dan Syaqul Lail (tempat tinggal Kiai Sholeh Darat ketika di Makkah)
(Ulum, 2016:40-43).
Kemudian sampailah Kiai Sholeh Darat di Haramain.
Sesampainya disana dan selepas menunaikan ibadah haji, Kiai Umar,
ayahanda Kiai Sholeh Darat meninggal dunia dan dimakamkan di
sana (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah,
2016:xxviii). Hal ini menjadi ujian yang berat bagi Kiai Sholeh Darat
selama perjuangannya dalam mendalami agama di Haramain, tetapi
dengan semangat untuk mendalami ilmu agama dan mengingat tujuan
mengapa ke Haramain, beliau pantang menyerah dan putus asa untuk
bangkit dan menuntaskan apa yang menjadi hajat beliau. Dengan
semangatnya, Kiai Sholeh Darat menetap selama beberapa tahun di
Selama di Haramain Kiai Sholeh Darat belajar ke beberapa
kitab dan bidang ilmu kepada beberapa ulama yang alim. Beberapa
ulama’ tersebut yaitu:
1) Syaikh Muhammad Al Maqri Al Mishri Al Makki
Kepada beliau Kiai Sholeh Darat belajar kitab Ummul
Barahin karya Imam Al Sanusi dan kitab Hasyiyah Al Baijuri
karya Ibrahim Al Baijuri.
2) Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasballah
Salah seorang ulama’ yang mengajar di Masjid Al Haram
Masjid Nabawi. Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar fiqh dengan
kitab Fathul Wahhab dan Syarah Al Khotib, dan belajar bahasa
Arab dengan menggunakan kitab Alfiyah Ibnu Malik beserta
syarahnya.
3) Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan
Salah seorang mufti di Mekah dan pembaharu pada abad ke
13 H sekaligus menjadi seorang mufti dari madzhab Syafi’i.
Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Ihya’ ‘Ulumuddin
karya Imam Al Ghozali.
4) Sayyid Muhammad Shalih Al Zawawi Al Makki
Beliau merupakan salah seorang pengajar di Masjid
Nabawi. Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Ihya’
‘Ulumuddin karya Imam Al Ghozali juz I dan II serta belajar
5) Syaikh Ahmad Al Nahrawi Al Mishri Al Makki
Beliau merupakan salah satu pengajar di Masjid Al Haram.
Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Al Hikam karya Ibnu
‘Athoillah.
6) Kiai Zahid
Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Fathul Wahhab.
7) Syaikh Umar Al Syami
Kepadanya Kiai Sholeh Darat mengkaji kitab Fathul
Wahhab.
8) Syaikh Yusuf Al Sanbalawi Al Mishri
Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Al Tahrir karya
Syaikh Zakariya Al Anshori.
9) Syaikh Jamal Al Hanafi
Beliau merupakan salah satu mufti dari madzhab Hanafi di
Mekah. Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar Tafsir Alquran.
Dengan semangat yang tumbuh dalam diri Kiai Sholeh Darat
dan intelektual yang dimilikinya, menjadikan beliau disegani oleh
beberapa kalangan ulama dan beberapa sahabat beliau di Haramain
hingga penguasa Hijaz. Reputasi yang dimiliki Kiai Sholeh Darat
dalam bidang agama memuncak hingga mendapatkan pengakuan dari
penguasa Mekah pada saat Kiai Sholeh Darat menetap di Mekah. Oleh
satu pengajar di Haramain oleh penguasa Mekah (Dzahir,
2012:11-12).
3. Mengajar di Pesantren
Kiai Sholeh Darat dipandang memiliki berbagai keahlian di bidang
ilmu agama yang mana telah terbukti melalui karya-karya beliau yang
sangat fenomenal. Bukan hanya itu, bahkan penguasa dari Mekah
mempercayakan beliau sebagai salah satu pengajar di sana, karena
kealiman dan keilmuan beliau di dalam hal agama. Di Mekah, Kiai
Sholeh Darat mengadakan halaqah yang memiliki banyak pengikut.
Halaqah tersebut dihadiri banyak kalangan, khususnya mayoritas etnis
Melayu dan Jawa yang ada di Asia Tenggara. Kiai Sholeh Darat
mengadakan halaqah ini, bersama-sama dengan para ulama yang berasal
dari Nusantara, di antaranya yaitu Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh
Mahfudz Al Tarmasi, Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Ahmad Al
Fathani, dan Syaikh Kholil Al Bangkalani (Darat, Terj. Miftahul Ulum
dan Agustin Mufarohah, 2016:xxxi).
Kabar kemasyhuran Kiai Sholeh Darat dalam ilmu agama dan
naiknya reputasi Kiai Sholeh Darat di Haramain terdengar sampai
Nusantara. Kiai Hadi Giri Kusumo yang merupakan kakak ipar Kiai
Sholeh Darat juga sedang belajar di Haramain, mengajaknya pulang Kiai
Sholeh Darat untuk mengentaskan masyarakat di Nusantara dari
kebodohan (Ulum, 2016:48). Pada mulanya Kiai Sholeh Darat menolak
salah satu pengajar di Mekah. Hal ini tidak membuat Kiai Hadi Giri
Kusumo menyerah untuk mengajak beliau pulang ke Nusantara, karena
kehadiran Kiai Sholeh Darat di Nusantara dibutuhkan untuk membantu
mengentaskan pribumi dari ketidaktahuan mereka dalam hal agama yang
disebabkan oleh ulah Belanda, sehingga nantinya kehadiran Kiai Sholeh
Darat mampu membawa kemajuan Islam di Nusantara. Kemudian, Kiai
Sholeh Darat terpaksa pulang ke Nusantara, karena bersikerasnya Kiai
Hadi Giri Kusumo dan undangan dakwah dari Syaikh Kholil Al
Bangkalani (Hakim, 2016:71).
Selanjutnya, Kiai Hadi Giri Kusumo merencanakan untuk
menculik Kiai Sholeh Darat untuk dibawa ke Nusantara. Kemudian,
diculiklah Kiai Sholeh Darat dan dimasukkan di dalam peti bersama
dengan barang-barang Kiai Hadi Giri Kusumo. Namun, rencana ini tidak
berjalan dengan mulus, karena kejadian ini telah diketahui oleh sebagian
orang dan terdengar sampai ke petugas ketika di dalam kapal, maka
diperiksalah barang-barang Kiai Hadi Giri Kusumo dan ditemukanlah
Kiai Sholeh Darat di dalam peti (Dzahir, 2012:12).
Dengan didapatinya Kiai Sholeh Darat di dalam sebuah peti, Kiai
Hadi Giri Kusumo dianggap telah menculik salah satu syaikh yang ada di
Mekah, maka beliau ditahan oleh petugas ketika kapal sudah berlabuh di
Singapura. Berita ini sampai kepada murid-murid Kiai Hadi Giri Kusumo
yang ada di Singapura. Kemudian, mereka membantu Kiai Hadi Giri
dapat terbebas dari tahanan dengan syarat harus membayar denda yang
diberikan, maka seketika itu murid-murid Kiai Hadi Giri Kusumo
mengumpulkan dana untuk membantu kiainya agar bebas dari tahanan.
Dengan begitu, terbebaslah Kiai Hadi Giri Kusumo karena bantuan dari
para muridnya tersebut dan kemudian mengajak Kiai Sholeh Darat pulang
ke Nusantara tanpa unsur paksaan (Ulum, 2016:49). Adapun waktu
kepulangan dari Kiai Sholeh Darat ke Nusantara diperkirakan pada tahun
1870 atau 1880 (Hakim, 2016:72).
Sesampainya Kiai Sholeh Darat di Jawa, beliau tidak langsung
mendirikan pesantren, tetapi Kiai Sholeh Darat mengajar di salah satu
pesantren yang ada di desa Maron, Kecamatan Loana, Purworejo.
Pesantren tersebut bernama pesantren Salatiyang yang didirikan pada
abad ke 18 M dan dipelopori oleh tiga orang kiai sufi yaitu Kiai Achmad
Alim, Kiai Muhammad Alim dan Kiai Zain Al Alim. Kemudian,
pesantren ini diteruskan oleh Kiai Zain Al Alim. Sementara itu, Kiai
Achmad Alim mendirikan pesantren di desa Bulus, Kecamatan Gebang,
Kabupaten Purworejo. Adapun Kiai Muhammad Alim (Putra dari Kiai
Achmad Alim) mengembangkan pesantrennya yang telah didirikan di
Desa Maron juga yang diberi nama Pesantren Al Anwar (Darat, Terj.
Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016:xxxiv).
Di Pesantren Salatiyang lebih memfokuskan pada bidang
menghafal Al Quran disamping juga mengkaji kitab-kitab kuning.
pada pendalaman kitab kuning seperti pelajaran fiqh, nahwu, shorof dan
tafsir kepada para santri yang sedang menghafal Al Quran. Sebenarnya,
kedatangan Kiai Sholeh Darat di pesantren Salatiyang adalah untuk
menimba ilmu lagi dengan Kiai Zain bukan untuk mengajar di pesantren
tersebut. Kemudian, dalam sebuah riwayat dikatakan bahwasanya Kiai
Sholeh Darat mengajar di pesantren Salatiyang sampai pada sekitar
1870-an. Di antaranya santri yang lulusan dari pesantren ini adalah Kiai Baihaqi
(Magelang), Kiai Ma’aif (Wonosobo), Kiai Muttaqin (Lampung Tengah),
Kiai Hidayat (Ciamis), Kiai Haji Fathullah (Indramayu) dan lainnya
(Dzahir, 2012:16).
Sepulangnya dari Purworejo yaitu pesantren Salatiyang, Kiai
Sholeh Darat mendirikan sebuah pesantren yang menjadi tempat halaqah
para santri beliau di Darat, Semarang, sehingga berdirilah pesantren
Darat. Namun, menurut keterangan dari Agus Tiyanto, pesantren Darat
didirikan oleh mertua Kiai Sholeh Darat yaitu Kiai Murtadlo (Hakim,
2016:79), sementara Kiai Sholeh Darat hanya melanjutkan dan
membesarkan pesantren tersebut yang awalnya hanya sebuah langgar atau
masjid untuk mengaji menjadi tempat yang bisa untuk santrinya
bermukim (Dzahir, 2012:17).
Pondok pesantren Darat terletak di Melayu Darat, Kecamatan
Semarang Utara dekat dengan daerah pantai. Sekarang berganti nama
menjadi Desa Dadapsari. Arsitektur pesantren ini menggunakan bahan
pesantren ini tidak jauh beda dengan pesantren-pesantren pada umumnya.
Sekarang, bekas dari pesantren ini sudah berubah menjadi beberapa
rumah kampung pedesaan yang tersisa hanyalah masjid tempat untuk
beribadah sehari-hari dan itu pun sudah direnovasi.Selanjutnya, perlu
diketahui bahwasanya pesantren yang dipimpin oleh Kiai Sholeh Darat
merupakan pesantren yang termasuk ke dalam pesantren pascasarjana
bukan pesantren tingkat dasar. Hal ini dikarenakan banyaknya santri yang
sudah pernah menimba ilmu sebelumnya, baik dari pesantren di wilayah
Nusantara maupun yang sudah belajar dari Haramain. Artinya, para santri
yang berguru kepada Kiai Sholeh Darat sudah mempunyai bekal atau
santri senior, bukan santri junior yang masih belum mempunyai modal
dalam keagamaan (Hakim, 2016:79-80).
Pesantren ini kemudian melahirkan banyak ulama yang berada di
Nusantara dan sekaligus menjadi pejuang kemerdekaan RI. Di antaranya
yang menjadi murid Kiai Sholeh Darat ketika Kiai Sholeh Darat masih di
Mekkah adalah K.H. Dalhar (Watu Congol, Muntilan, Magelang), K.H.
Dimyati (Termas, Pacitan), K.H. Dahlan (Termas, Pacitan), K.H. Kholil
Harun (Kasingan, Rembang), K.H. Raden Asnawi (Kudus), Syaikh
Mahfudz Al Tarmasi (Termas, Pacitan).
Adapun murid-murid Kiai Sholeh Darat ketika sudah kembali ke
Nusantara di antaranya adalah K.H. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlotul
Ulama’ dari Jombang), K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah),
ibn Muhsin, K.H. Idris (Solo, yang menghidupan kembali Pesantren
Jamsaren), K.H. Sya’ban (Ahli Falak dari Semarang), Kiai Amir
(Pekalongan, menantu Kiai Sholeh Darat), K.H. Siroj (Payaman,
Magelang), K.H. Munawwir (Cucu Kiai Hasan Besari dan pendiri PP. Al
Munawir Krapyak, Yogyakarta), K.H. Abdul Wahhab Chasbullah
(Tambak Beras, Jombang), K.H. Abas Djamil (Buntet, Cirebon), K.H.
Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), Kiai Yasin (Rembang), Kiai Abdul
Shamad (Surakarta), Kiai Yaser Areng (Rembang), K.H. Subakir
(Demak), K.H. Abdul Hamid (Kendal), K.H. Yasin (Bareng, Kudus),
K.H. Ridwan Ibnu Mujahid (Semarang), K.H. Syahli (Kauman,
Semarang), K.H. Thohir (Putra dari Kiai Bulkin Mangkang, Semarang),
K.H. Sya’ban (Ahli Falak dari Semarang yang menulis artikel Qabul Al
‘Athoya ‘an Jawabi ma Shodaro li Syaikh Abi Yahya untuk mengoreksi
kitab Majmu’at Asy Syari’ah karya Kiai Sholeh Darat), K.H. Anwar
Mujahid (Semarang), K.H. Abdullah Sajad (Sendangguwo, Semarang),
Mbah Dawud (Semarang), K.H. Ali Barkan (Semarang), K.H. Ihsan
(Jampes, pengarang kitab Siroju At Tolibin syarah dari kitab Minhaj Al
‘Abidin dan kitab tentang kopi dan rokok Irsyadu Al Ikhwan syarah kitab
Tadzkiratu Al Ikhwan karya K.H Dahlan gurunya), K.H. Umar (Pendiri
PP. Al Muayyad Solo), K.H. Ridwan (Semarang), K.H. Mudzakir
(Sayung, Demak) (Dzahir, 2012:13).
Pesantren Darat, selain difungsikan sebagai kaderisasi ulama’ juga
karena itu, tempat ini menjadi salah satu tempat yang diawasi oleh
Belanda. Setelah Kiai Sholeh Darat wafat pada tahun 1903, pesantren
Darat diteruskan oleh menantunya K.H. Dahlan (Adik K.H. Mahfudz Al
Tarmasi dan kakak K.H. Dimyati Al Tarmasi) yang dinikahkan dengan
Siti Zahroh putri Kiai Sholeh Darat. Kemudian setelah wafatnya K.H.
Dahlan, Siti Zahroh menikah dengan Kiai Amir Pekalongan dan sekaligus
pimpinan Pesantren Darat diambil alih oleh Kiai Amir. Tidak lama
kemudian, Siti Zahroh meninggal dan Kiai Amir memutuskan untuk
kembali ke daerah asalnya yaitu Pekalongan. Setelah Kiai Amir,
pesantren Darat diambil alih Kiai Idris. Kiai Idris memboyong sejumlah
santrinya ke Solo untuk menghidupkan lagi pesantren yang ada di
Jamsaren Solo (Hakim, 2016:82).
4. Langkah Gerakan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
a. Gerakan Intelektualisme
Muhammad Sholeh Darat bin Umar Al Samarani atau biasanya
beliau dipanggil dengan Kiai Sholeh Darat. Sebagai putra seorang kiai
yang sekaligus putra dari salah satu seorang pejuang, yaitu Kiai Umar,
Kiai Sholeh Darat berkesempatan untuk berkenalan dan berguru
kepada sahabat-sahabat dari Kiai Umar yang juga merupakan para
ulama yang terpandang. Maka dari itu, bukanlah suatu kesempatan
yang sia-sia bagi Kiai Sholeh Darat untuk membuat jaringan dengan
Bashori, Kiai Syada’, Kiai Darda’, Kiai Murtadlo, Kiai Jamsari
Surakarta dan lainnya (Dzahir, 2012:10).
Tidak hanya itu, ketika Kiai Sholeh Darat belajar di Haramain,
Kiai Sholeh Darat banyak bersentuhan dengan beberapa ulama’
Nusantara yang kala itu sama-sama sedang menimba ilmu di
Haramain, di antaranya adalah Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh
Ahmad Khatib Al Minangkabawi, Syaikh Mahfudz Al Tarmasi,
Syaikh Kholil Al Bangkalani, dan lainnya (Darat, terj. Ulum dan
Agustin Mufarohah, 2016:xxxi).
Ketika di Haramain, Kiai Sholeh Darat memang tergolong
mempunyai kealiman dan keahlian di dalam bidang agama. Melalui
itu, Kiai Sholeh Darat terkenal di kalangan ulama’ Haramain hingga
penguasa Mekkah pun mengikat Kiai Sholeh Darat untuk menjadi
salah satu mufti di Mekah. Melalui itu juga, banyak pendatang yang
berdatangan di halaqah yang didirikan semasa di sana. Beberapa
ulama’ juga yang bersentuhan dengan Kiai Sholeh Darat, di antaranya
yaitu Syaikh Ahmad Zaini Dahlan (Seorang mufti dan Rais Al Ulama
juga Syaikhu Al Khuthaba Al Syafi’i), Syaikh Abu Bakar Syatha
(Pengarang kitab Syarah Fath Al Mu’in yaitu I’anatu Ath Tholibin),
Syaikh Ahmad Al Marzuki (Seorang Mujaddid dan pengarang kitab
Aqidatu Al Awwam), dan yang lainnya (Ulum, 2016:68).
Saat Kiai Sholeh Darat tiba di Nusantara khususnya di Jawa,
sudah secara formal terbentuk di dalam pemerintahan. Dengan
keadaan seperti itu, serangan dengan fisik sudah tidak bisa di lakukan,
karena mengingat revolusi yang pernah terjadi sebelumnya yaitu
ketika Pangeran Diponegoro bersama dengan para ulama’ bersatu
untuk berusaha mengusir penjajahan dari Nusantara. Setelah adanya
revolusi dari Pangeran Diponegoro tidak ada lagi bentuk revolusi
sampai adanya revolusi tahun 1945. Maka dari itu, langkah yang
diambil oleh Kiai Sholeh Darat adalah dengan membumikan Islam
melalui pencerahan pemikiran kepada rakyat pribumi yang mayoritas
belum tertata agama Islamnya dalam beragama (Hakim, 2016:101).
Langkah ini diambil oleh kebanyakan para ulama Nusantara yang
salah satunya adalah Kiai Sholeh Darat sendiri. Seperti yang
dijelaskan di awal bahwasanya langkah ini diambil oleh kebanyakan
ulama’ dikarenakan untuk melancarkan serangan fisik sudah tidak
mampu.
Keadaan Islam pada saat itu jauh dari makna hakikat dari Islam,
hal ini bukan karena tidak ada yang mampu memberikan keterangan
dalam beragama, namun karena Kolonial Belanda melarang adanya
pendidikan tentang keagamaan dalam bentuk apapun. Bahkan, mereka
tidak segan-segan untuk membakar terjemahan dari Alquran, baik
yang tertulis dengan bahasa latin maupun aksara Jawa (Darat, Terj.
Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016:xxxix). Dengan
memahami Islam, jika hal itu terus dilanjutkan, dan agama pun akan
dirasakan dari luar, tidak dapat dirasakan manisnya. Maka dari itu,
usaha Kiai Sholeh Darat mencerdaskan masyarakat, beliau
menjadikan pesantren milik mertuanya untuk mengembangkan dan
menggembleng intelektual masyarakat dalam agama.
Dalam memberikan pencerahan keilmuan, Kiai Sholeh Darat
lebih cenderung menggunakan pendekatan tasawuf. Menurut Kiai
Sholeh Darat, dengan menggunakan pendekatan ini akan lebih sesuai
untuk pemikiran dan mencerahkan rohani, karena yang disiapkan oleh
Kiai Sholeh Darat adalah pencerahan jiwa, mental, pemikiran dan
spriritual. Dengan demikian, bagi Kiai Sholeh Darat pendekatan
tasawuf menjadi pintu strategi untuk mendidik dan membina
masyarakat. Melalui pendekatan tasawufnya, Kiai Sholeh Darat
menegaskan ingin memerdekakan jiwa spiritual masyarakat sebelum
mendapatkan kemerdekaan yang nyata secara fisik (Hakim,
2016:102-103).
b. Gerakan Nasionalisme
Gerakan nasionalis Kiai Sholeh Darat tidak secara gamblang
terlihat, karena Kiai Sholeh Darat sendiri mendapatkan pengawasan
oleh Belanda karena pengaruhnya terhadap perkembangan Islam.
Gerakan Kiai Sholeh Darat melalui pendidikan merupakan politik dari
Kiai Sholeh Darat untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada
Sholeh Darat menggunakan pendekatan tasawuf dan karenanya
banyak karya-karya dari beliau yang bernafaskan sufistik.
Apabila menengok ke belakang lagi, bahwasanya Kiai Sholeh
Darat dalam semangat membangun nasionalisme sudah tumbuh ketika
Kiai Sholeh Darat masih kanak-kanak atau bisa dikatakan pada usia
yang sangat muda sekitar kurang lebih 5 tahun. Ketika itu, terjadi
perlawanan Pangeran Diponegoro bersama para ulama’ yang salah
satunya adalah ayahandanya yaitu Kiai Umar, terhadap penjajahan
yang ada di Jawa pada tahun 1825-1830. Pengalaman di masa
kanak-kanaknya ini mempengaruhi terhadap strategi dan pola pemikiran dari
Kiai Sholeh Darat. Pengalaman ini, merupakan harta yang tak ternilai
untuk bekal gerakan nasionalismenya untuk mengembangkannya
bersama masyarakat di sekitar, terlebih khusus daerah Semarang Jawa
Tengah. Maka dari itu, ketika membaca atau mengkaji tentang
karya-karya beliau apabila tidak didasari dengan adanya flashback akan
menimbulkan kerancuan dan kejanggalan bahkan bisa jadi tidak
sinkron dengan apa yang dimaksud dalam karya-karya beliau (Hakim,
2016:103).
Terdapat beberapa ajaran yang disematkan Kiai Sholeh Darat
dalam karya-karyanya terkait dengan semangat nasionalisme dan
mengukuhkan budaya yang ada di Nusantara, Kiai Sholeh Darat
“Lan Sayukjo ingatase wong Islam arep anduweni toto keromo maring sakpadane Islam lan meluho opo ‘adate negoro sekiro-kiro ora nulayani syari’at” (Darat, 1374 H:34)
Pernyataan Kiai Sholeh Darat diatas menunjukkan bahwa secara
implisit menegaskan semangat oposisi berupa taat kepada pemerintah
sepanjang aturan pemerintah tidak keluar dari ajaran syari’at. Di
dalam perkataan Kiai Sholeh Darat yang lain masih dalam kitab
Majmu’at Asy Syari’at,
“Lan haram ingatase wong Islam nyerupani penganggone wong liyane agama Islam senadiyan atine ora demen, angendiko setengahe poro ngulama’ muhaqqiqin sopo wonge nganggo penganggone liyane ahli Islam koyo klambi, jas utowo topi utowo dasi mongko dadi murtad rusak Islame senadyan atine ora demen” (Darat, 1374 H:24-25).
Kiai Sholeh Darat menjelaskan adanya akulturasi budaya yang
telah merusak Islam, baik dalam berpakaian maupun pergaulan bebas
yang dibawa oleh Belanda ke Nusantara. Maka dari itu, Kiai Sholeh
Darat bermaksud untuk mencegah berkembangnya budaya yang tidak
sesuai dengan Islam. Dengan salah satu caranya yaitu mencegah
masyarakat untuk tidak mengikuti pola tata cara dalam berpakaian dan
pergaulan. Sebagai misal dalam pergaulan Kiai Sholeh Darat
menyebutkannya dalam kitab Majmu’at Asy Syari’at tentang cara
penghormatan,
den temoaken maring irunge mengkono iku den namani hurmat” (Darat, 1374 H:34-35).
Begitulah sekiranya Kiai Sholeh Darat dalam menggambarkan tentang
menjaga tradisi lokal terkhusus yang ada di Jawa. Jika, tidak
dibentengi, maka simbol kenegaraan di Nusantara ini akan berganti
dengan budaya asing yang dibawa oleh Belanda.
5. Karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani
Salah satu ulama yang sangat produktif dengan menghasilkan
karya-karya yang fenomenal yaitu Kiai Sholeh Darat. Beliau mengemas
karya-karyanya dengan bahasa yang mudah untuk dipahami karena
memang tujuan Kiai Sholeh Darat menulis adalah agar mempermudah
masyarakat dalam memahami agama khususnya bagi kalangan awam.
Selain itu, karya-karya Kiai Sholeh Darat juga menggunakan lafadz Arab
pegon. Pernyataan Kiai Sholeh Darat ini dapat dilihat dalam kitab
Majmu’ah Asy-Syari’ah Al Kafiyah Li Al’awami yang tertuliskan:
“Iki kitab terjemah ingsun majmu’ah al kafiyah lil ‘awam al jawiyah, istinbath saking syarah minhaj li syaikh al Islam lan syarah Al Khotib Syarbain lan Duroru Al Bahiyyah li As Sayyid Bakri ing dalem masalah ushuludin lan saking ihya’ ‘ulumuddin ing dalem bab nikah lan asroru an nikah lan asroru ash sholah lan asroru al hajj kerono arah supoyo fahamo wong-wong amtsal ingsun ‘awam kang ora ngerti basa ngarab mugo-mugo dadi manfaah biso ngelakoni kabeh kang sinebut ing jerone iki terjemah” (Darat, 1374 H:278).
Kemasyhuran dan kealiman Kiai Sholeh Darat telah bisa dilihat
dari sejarahnya pada saat mengembara ilmu di Nusantara maupun di
Tenggara. Hal ini ditemukan di dalam buku Perkembangan Ilmu Fiqih
dan tokoh-tokoh di Asia Tenggara karya H. Wan Mohd. Shoghir
Abdullah, menyatakan bahwa kemasyhuran Kiai Sholeh Darat diakui oleh
Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Trengganu, Malaysia. Diceritakan juga
bahwa Kiai Sholeh Darat menjalin hubungan dengan ulama’-ulama’
(Hakim, 2016:148).
Menurut Lukman Hakim Saktiawan atau yang akrab dipanggil
dengan Gus Lukman, salah satu cicit Kiai Sholeh Darat, menyatakan
bahwa karya-karya Kiai Sholeh Darat sangat banyak dan sampai sekarang
baru ada 13 kitab yang berhasil dikumpulkan, hal ini dikarenakan
pengawasan dari pihak Belanda dan Kiai Sholeh Darat sendiri ketika
selesai menulis kitabnya langsung diberikan kepada murid-muridnya.
Dengan demikian, kitab-kitab yang telah dihasilkan oleh Kiai Sholeh
Darat kemungkinan besar disimpan oleh para santrinya yang diberi kitab
oleh Kiai Sholeh Darat.
Berkaitan dengan intisari dari karya-karya Kiai Sholeh Darat, Kiai
Sholeh Darat mengintegrasikan antara tasawuf dengan fiqih. Hal ini
menjadikan hasil pemikiran yang harmonis dan komprehensif ketika
dalam memahami syari’at. Metode ini seperti yang dilakukan oleh Imam
Al Ghozali, sehingga banyak yang beranggapan bahwasanya Kiai Sholeh
Darat adalah Al Ghozalinya Tanah Jawa (Hakim, 2016:134). Adapun
karya-karya Kiai Sholeh Darat yang sampai saat ini berhasil ditemukan
a. Majmu’ah Asy Syari’ah Al Kafiyah Lil ‘Awam
Kitab ini ditulis oleh Kiai Sholeh Darat tidak lain adalah agar
masyarakat lebih mudah memahami hukum Islam. Di dalam kitab ini
dipaparkan beberapa fasal diantaranya ushuluddin, mu’amalah,
zakat, puasa, haji dan memerdekakan budak. Kitab ini ditulis dengan
mengistinbatkan dari Syarah Minhaj karya dari Syaikhul Islam,
Syarah Khotib Syarbini, Kitab Duroru Al Bahiyyah karya Sayyid
Bakri, dan Kitab Ihya’ ‘Ulum Al Din karya dari Al Imam Al Ghozali.
b. Kitab Fasholatan
Kitab ini berisikan tentang tata cara dalam sholat lima waktu
yang dijelaskan secara rinci mengenai makna dalam bacaan sholat,
amaliah setelah dan sebelum melaksanakan sholat. Kitab ini
diterbitkan di Bombay Miri yang kantornya ada di Idarah Imran bin
Sulaiman Surabaya Jawa Timur.
c. Matnu Al Hikam
Kitab ini ditulis oleh Kiai Sholeh Darat mengenai thoriqot dan
tasawuf walaupun baru sepertiga dari kitab aslinya yang Kiai Sholeh
Darat terjemahkan. Menurut Gus Lukman, sebelum para pembaca
atau penelaah kitab ini harus membaca kitab Majmu’ Syari’ah dulu
kemudian kitab Lathoif Al Thoharoh, karena menurut Kiai Sholeh
Darat seseorang harus bisa menguasai syari’at terlebih dulu sebelum
menginjak ke dalam ranah tasawuf dan thoriqat. Kitab ini dicetak di
Mushtofa Bab El-Halabi Kairo, sebuah percetakaan di kawasan
Madinah El Buuts yang konon juga termasuk paling tua di Kairo
(Dzahir, 2012:20).
d. Lathoifu Ath Thoharoh
Kitab ini berisi tentang hakikat dan rahasia sholat, puasa dan
keutamaan bulan Muharram, Rajab dan Sya’ban.
e. Al Mursyidul Wajiz
Kitab ini menerangkan tentang hukum-hukum bacaan dalam
Al Qur’an dan adab dalam membaca Al Qur’an serta kisah tentang
turunnya Al Qur’an.
f. Manasik Al Hajj wa Al ‘Umroh wa Adabu Az Ziarotu Li Sayyidi Al
Mursalina Salla Allahu ‘Alaihi wa Sallam
Seperti arti dari judul kitab ini, yaitu menerangkan tentang hal
ihwal ketika melaksanakan perintah rukun Islam yang kelima yaitu
melaksanakan Haji. Selain itu kitab ini juga menerangkan tentang
hal-hal penting secara lahir dan batin dalam melaksanakan ibadah
haji.
g. Hadits Al Ghoiti lan Syarah Barzanji tuwin Nazhatul Majalis
Kitab ini ditulis oleh Kiai Sholeh Darat yang diterbitkan oleh
Haji Muhammad Amin dari Singapura. Yang mana kitab ini ditulis
ulang oleh Raden Atma Suwangsa dan Haji Muhammad Nur Darat
mana Kiai Sholeh Darat merujuk kepada kitab Al Barzanji karya
Syaikh Ja’far Al Barzanji (Ulum, 2016:147).
h. Minhaju Al Atqiya’ fi Syarhi Ma’rifatu Al Adzkiya’ ila Toriqi Al
Auliya’
Kitab ini menerangkan tentang tuntunan bagi orang-orang
yang bertaqwa dan cara-cara dalam mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Lebih luasnya lagi, kitab ini menerangkan tentang dunia
tasawuf dan tahapan-tahapan dalam tasawuf. Kitab ini juga
merupakan ulasan atau komentar dari kitab Hidayatul Adziya’ ila
Thoriqul Auliya’ karangan Syaikh Zainuddin ibn Ali Al Malibari.
i. Munjiyat
Sebuah kitab karangan Kiai Sholeh Darat yang mengambil dari
kitab karangan Imam Al Ghozali yaitu Kitab Ihya’ ‘Ulumu Al Din
juz III dan IV. Di dalamnya menerangkan tentang pelajaran etika dan
tuntunan dalam mengendalikan hawa nafsu atau syahwat.
j. Faidh Ar Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Al Malik Al Dayyan
Kitab ini merupakan kitab tafsir berbahasa jawa pertama kali
di Nusantara yang ditulis oleh Kiai Sholeh Darat pada 5 Rajab 1309
H/ 1891 M. Kitab ini terdiri dari 13 juz yang dimulai dari surat Al
Fatihah sampai surat Ibrahim. Kitab ini diterbitkan pertama kali di
Singapura pada 1894 dengan dua jilid berukuran folio. Kitab tafsir
ini belum selesai ditulis karena didahului dengan meninggalnya Kiai