• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PERSPEKTIF K.H. MUHAMMAD SHOLEH DARAT AL SAMARANI - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK PERSPEKTIF K.H. MUHAMMAD SHOLEH DARAT AL SAMARANI - Test Repository"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK

PERSPEKTIF K.H. MUHAMMAD SHOLEH DARAT

AL SAMARANI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh :

ANDRI WINARCO

111-12-003

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

لﻮﺳر لﺎﻗ :لﺎﻗ ﮫﻨﻋ ﷲ ﻲﺿر ةﺮﯾﺮھ ﻲﺑا ﻦﻋ

:ﻢﻠﺳو ﮫﯿﻠﻋ ﷲ ﻰﻠﺻ ﷲ

َﻤْﯾِإ َﻦْﯿِﻨِﻣْﺆُﻤْﻟا ُﻞَﻤْﻛَا

ﺎًﻘُﻠُﺧ ْﻢُﮭُﻨَﺴْﺣَأﺎًﻧ

.(

ىﺬﻣﺮﺘﻟا هاور

)

“Dari Abu Hurairoh radhiyallahu’anhu berkata, bahwa Rasulullah SAW

bersabda: Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling baik

(7)

PERSEMBAHAN

Karya tulis ini, kupersembahkan untuk:

1. Ayah dan Ibu, yang tidak pernah berhenti mendoakanku.

2. Para Kiai dan Guruku, ilmu yang disampaikan tidak akan terbalas dengan

materi apapun.

3. Seluruh keluarga besarku, yang telah memberikan dukungan dalam

menimba ilmu.

4. Dra. Supartinah, Sp. THt., yang telah memotivasiku untuk menimba ilmu.

5. Keluarga Besar Bidikmisi IAIN Salatiga, yang telah memberikan sarana

penunjang dalam memperjuangkan kelancaran studi ini.

6. Keluarga PP. Al Islah, Cengek, Tingkir dan PP. Edi Mancoro,

Gedangan, Tuntang, yang membersamai langkah-langkahku dalam

menggapai asa.

7. Keluarga Besar Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz, yang telah menghiasi

perjalananku selama ini.

8. Yaa Bismillaah, keluarga kedua yang peluk hangatnya selalu mampu kurasa.

9. Sahabat-sahabatku, Muhammad Hasanuddin, Lc dan Taufiqurrahman,

S.Pd., yang senantiasa menjadi sahabat terbaikku dalam menuntut ilmu.

10. Akrom Musabbihin, S.Pd. dan Muhammad Sulkhan, yang telah

meluangkan waktunya untuk membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,

keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

(FTIK).

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,

yang berkenan mengoreksi dan mengarahkan judul skripsi di tengah padatnya

tugas.

4. Bapak Drs. A. Bahrudin, M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik, beserta

bapak dan ibu dosen yang telah berkenan membimbing penulis selama masa

studi.

5. Bapak Achmad Maimun, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah

berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan

bimbingan, arahan serta ide cemerlangnya dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Orangtuaku tercinta, yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, aspirasi dan

gemblengan bagi penulis.

7. Semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini, yang tak dapat

penulis sebutkan satu persatu. Jazakumullahu khair al-jaza’.

Kepada mereka semua, penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa

melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas semua amal baik yang

telah diberikan kepada penulis. Akhirnya, dari karya tulis ini penulis berharap

kemanfaatan bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

(9)

ABSTRAK

Winarco, Andri, 2017, Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif K.H. Muhammad Sholeh Darat Al Samarani. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M.Ag.

Kata Kunci: Konsep, Pendidikan, Akhlak, Sholeh Darat.

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Salah satu dari sekian banyak tokoh Islam di Indonesia yang mengedepankan akhlak di atas ilmu ialah tokoh dari Semarang yang lebih dikenal dengan nama KH. Muhammad Sholeh Darat.

Rumusan masalah dalam penelitian ini: 1) Bagaimana konsep pemikiran Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak? 2) Bagaimana relevansi pemikiran Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak dengan pendidikan saat ini?

Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan. Adapun sumber data terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diambil dari karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani yang berkaitan dengan judul penelitian. Data sekunder diambil dari literatur dan buku-buku yang bersangkutan dengan obyek pembahasan penulis. Sementara itu, metode pengumpulan data dalam karya tulis ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN BERLOGO... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

ABSTRAK... ix

DAFTAR ISI... x

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...

B. Rumusan Masalah...

BAB II BIOGRAFI TOKOH

A. Konteks Internal...

1. Riwayat keluarga Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...

2. Riwayat Pendidikan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...

3. Mengajar di Pesantren...

4. Langkah Gerakan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...

5. Karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...

6. Napak Tilas Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...

(11)

2. Aspek Sosial Politik...

3. Aspek Sosial Budaya...

C. Corak Pemikiran Muhammad Sholeh Darat Al Samarani...

1. Bidang Teologi...

2.Bidang Tasawuf...

3.Bidang Akhlak...

4.Bidang Fiqih...

5. Bidang Pendidikan...

D. Pendapat Para Ulama dan Para Cendekiawan...

1. Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj, MA. (Ketua Pengurus Besar

Nahdlotul ‘Ulama’/PBNU)...

2. Peter Carey (Sejarawan University of Oxford)...

3. K.H. Ahmad Wafi MZ. (Pengasuh PP. Al Anwar, Sarang,

Rembang)...

4. Prof. Dr. M. Abdul Karim, M.A., M.A. (Guru Besar Sejarah Islam

UIN Sunan Kalijaga)...

5. Dr. Abdullah Salim (Dosen Unissula Semarang juga Peneliti

Pertama Naskah K.H. Sholeh Darat)...

6. Dr. Nur Cholis Majid (Cendekiawan Muslim Indonesia)...

7. K.H. Ahmad Hadlor Ihsan (Pengasuh PP. Al Islah Mangkang,

Tugu, Semarang juga Mantan Rois Syuriyah PCNU Kota

Semarang)...

BAB III KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak...

1. Pengertin Pendidikan...

2. Akhlak, Moral, Etika, dan Budi Pekerti...

3. Pendidikan Akhlak...

B. Sumber Pendidikan Akhlak...

(12)

4. Adat Istiadat...

C. Konsep dan Tujuan Pendidikan Akhlak...

D. Unsur-Unsur Pendidikan Akhlak...

1. Pendidik...

2. Peserta Didik...

3. Metode Pendidikan Akhlak...

4. Materi Pendidikan Akhlak...

5. Lingkungan Pendidikan Akhlak...

E. Hubungan Akhlak dengan Ilmu...

91

BAB IV PEMIKIRAN TOKOH

A. Analisis Konsep Pendidikan Akhlak Muhammad Sholeh Darat Al

Samarani...

1. Eksistensi Akhlak...

2. Sumber Akhlak...

3. Klasifikasi Akhlak...

4. Unsur-unsur Pendidikan Akhlak...

5. Hubungan Akhlak dengan Ilmu...

B. Relevansi Pendidikan Akhlak Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

dengan Pendidikan Saat ini...

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 2 : Lembar Konsultasi

Lampiran 3 : Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 4 : Ringkasan Skripsi dalam Bentuk Power Point

Lampiran 5 : Pernyataan Melakukan Wawancara

Lampiran 6 : Foto-foto Penelitian

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhlak menempati posisi yang sangat penting dalam Islam, sehingga

setiap aspek dari ajaran agama ini selalu berorientasi pada pembentukan dan

pembinaan akhlak yang mulia, yang disebut akhlaqul karimah. Namun,

pendidikan akhlak akhir-akhir ini hampir terlupakan oleh banyak kalangan

masyarakat bahkan kalangan terpelajar sekalipun. Karena, masa kini adalah

masa peradaban modern, di mana dalam dunia pendidikan sering kali kita

melihat pendidikan hanya berorientasikan pada nilai-nilai akademik semata.

Hal ini menyebabkan semua kalangan krisis akan keteladanan, yang mana

krisis keteladanan ini merupakan krisis terbesar melebihi krisis energi,

kesehatan, pangan dan air (Masyhuri, 2013:131).

Fakta masa kini yaitu lebih banyak seseorang yang pergi mencari ilmu

atau menuntut ilmu bukan untuk mengejar arti yang sebenarnya dari ilmu atau

hakikat ilmu, tetapi mayoritas memburu nilai, apakah baik atau buruk nilai

yang didapatkan. Dalam hubungannya dengan ini, mayoritas dari mereka lupa

akan hakikat dari ilmu itu sendiri sehingga yang dihasilkan tidak sesuai

dengan apa yang telah dipelajari selama di dalam lembaga pendidikan.

Sebagai contoh, ketika anak pulang dari sekolah atau belajar, hal yang

ditanyakan oleh orang tua bukan “Bagaimana tadi pembelajarannya di

sekolah?” melainkan “Berapa nilai yang kamu dapatkan?” Pernyataan

(15)

akademik dibanding untuk mendalami apa hakikat ilmu tersebut. Maka

hakikat ilmu yang terkandung didalamnya tersisihkan hingga orang lebih

cenderung fokus pada aspek intelligensi.

Sebagai contoh yang lain, banyak kalangan terpelajar yang masih

tergiur akan manisnya dunia. Seperti halnya melakukan korupsi,

meminum-minuman keras, pergaulan bebas, memakai narkoba dan lain sebagainya.

Dalam sistem pendidikan atau dalam hal keilmuan hal ini sudah terbukti

merugikan diri sendiri bahkan menjalar kepada lingkungan sekitar. Tetapi

karena ilmu yang mereka dapat tidak diaplikasikan dan kurangnya kesadaran

dalam diri mereka, akhirnya mereka terjerumus dalam berbagai pelanggaran

norma.

Tidak ada di dunia ini yang sempurna, orang yang sudah mengerti

agamapun sering terjerumus di dalam masalah keduniaan. Dan itu memang

menjadi ujian bagi seorang ulama untuk mendapatkan derajat yang lebih

tinggi lagi. Masalah keduniaan bisa juga disebut dengan cinta kepada dunia.

Tidak ada di dunia ini yang lebih dicintai daripada dunia. Bahkan dunia

mengalahkan segala-galanya entah itu anak, tetangga, istri dan bahkan orang

tua pun menjadi tak terhiraukan akibat dari cintanya seseorang terhadap

dunia.

Orang yang cinta dunia maka hal yang paling diutamakan dari

segala-galanya adalah dunia. K.H. Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

menyebutkan dalam kitab beliau yaitu Kitab Munjiyat, bahwa orang yang

(16)

perkara yaitu susah yang tidak putus selesainya, segala urusan yang tidak

pernah selesai, keinginan yang tidak pernah selalu sampai pada ujungnya dan

angan-angan yang tidak pernah sampai kepada ujung. Maka dapat dikatakan

orang yang cinta akan dunia, akan terus memburu dunianya sampai kapanpun

dan tidak akan pernah merasa puas apalagi bersyukur terhadap Sang Pencipta

atas nikmat-Nya (Darat, Tanpa tahun:27).

Seseorang yang mampu mengerti akan hakikat dari ilmu tersebut akan

mampu memilah-milah mana yang harus dilakukan dan mana yang harus

dihindari, hal ini akan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari

pendidikan. Karena melihat sebegitu pentingnya tentang peranan ilmu, maka

diwajibkan menuntut dan mengamalkannya. Dengan mengamalkan ilmu

engkau akan memperoleh kesuksesan dunia dan akhirat (Al Haddad,

2007:83).

Menurut para ulama’, ilmu yang bermanfaat ialah ilmu yang senantiasa

diliputi oleh rasa Khasyah (takut) kepada Allah SWT. Sebagaimana

firman-Nya.

ْﺨَﯾ ﺎَﻤﱠﻧِإ

ٌرﻮُﻔَﻏ ٌﺰﯾِﺰَﻋ َ ﱠﷲ ﱠنِإ ۗ ُءﺎَﻤَﻠُﻌْﻟا ِهِدﺎَﺒِﻋ ْﻦِﻣ َ ﱠﷲ ﻰَﺸ

Artinya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Fathir:28) (Al Qur’an, t.th:438).

Rasulullah SAW dengan tegas mengatakan, bahwa tanda manfaat ilmu

seseorang itu selalu didampingi petunjuk dan amal nyata. Artinya bila ilmu

itu hanya sekedar ungkapan, teori dan basa-basi, itu bukan ilmu yang

(17)

Bahkan pahlawan nasional Indonesia yang menjadi emansipasi wanita

di Indonesia bahkan sampai ke ranah Internasional yaitu R.A. Kartini. Dalam

buku Kartini Nyantri (Ulum, 2016:159), R.A. Kartini menjelaskan tentang

pentingnya pengamalan ilmu dalam suratnya kepada R.M. Abendanon Madri

pada 21 Januari 1901 yang tertulis:

“Seorang pendidik harus juga memelihara pembentukan budi pekerti, walaupun tidak ada hukum secara pasti mewajibkannya melakukan tugas itu. Secara moril ia wajib berbuat demikian. Dan saya menjalankan tugas itu? Saya yang masih perlu juga lagi dididik ini? Kerap kali saya mendengar orang mengatakan bahwa dari yang satu dengan sendirinya budi itu menjadi halus, luhur. Tetapi dari pengamatan saya, sayang saya berpendapat, bahwa hal itu sama sekali tidak selamanya demikian. Peradaban, kecerdasan fikiran, belumlah merupakan jaminan bagi kesusilaan. Dan orang tidak boleh terlalu menyalahkan mereka yang budi pekertinya tetap jelek meskipun pikirannya cerdas benar. Sebab dalam kebanyakan hal, kesalahan tidak terletak pada mereka sendiri melainkan pada pendidikan mereka. Memang telah banyak, aduh bahkan begitu sangat banyaknya mereka yang mengusahakan kecerdasan fikiran. Tetapi apa yang telah diperbuatnya untuk pembentukan budi pekerti mereka? Sesuatupun tidak ada.”

Maka dari itu, berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, melalui

penelitian yang berjudul Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif K.H.

Muhammad Sholeh Darat Al Samarani ini, penulis berusaha membahas

lebih dalam tentang pendidikan akhlak menurut Muhammad Sholeh Darat Al

Samarani.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

(18)

1. Bagaimana konsep Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang

pendidikan akhlak?

2. Bagaimana relevansi Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang

pendidikan akhlak dengan pendidikan saat ini?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui konsep Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang

pendidikan akhlak.

2. Mengetahui relevansi Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang

pendidikan akhlak dengan pendidikan saat ini.

D. Manfaat Penelitian

Adapun penelitian atau pembahasan terhadap masalah di atas

mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

a. Sebagai salah satu sumbangan pemikiran bagi khasanah keilmuan

pendidikan di Indonesia secara umum dan pendidikan Islam dalam

bidang akhlak pada khususnya.

b. Sebagai salah satu sumbangan dari pokok-pokok pemikiran

Muhammad Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak pada

(19)

2. Manfaat praktis

a. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa pendidikan akhlak memiliki peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan moralitas di dalam kemasyarakatan dan lingkungan

sekitarnya.

b. Bagi orang tua, penelitian ini dapat dijadikan panduan dalam mendidik anak agar memiliki khasanah moralitas yang luhur.

c. Bagi remaja, dengan penelitian ini diharapkan nantinya dapat menambah pengetahuan dalam bidang akhlak untuk diaplikasikan

dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mencapai keselamatan dan

kedamaian serta kebahagiaan di dunia yang fana ini sampai di akhirat

kelak.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research, yaitu penelitian yang

dilakukan dengan menggunakan sumber-sumber literatur perpustakaan.

Obyek penelitian digali lewat beragam informasi kepustakaan berupa

buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah dan dokumen (Zed, 2004:

89).

2. Sumber data

Adalah subyek penelitian dimana data menempel

(20)

(https://achmadsuhaidi.wordpress.com/2014/02/26/pengertian-sumber-data-jenis-jenis-data-dan-metode-pengumpulan-data/, diakses pada 03

Januari 2017, 02.38 WIB). Sebelum peneliti mengumpulkan data, peneliti

memperhatikan kualifikasi sumber data yang relevan dengan penelitian

yang dilakukan. Sumber data dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

a. Data primer

Adalah buku-buku yang secara langsung berkaitan dengan objek

material penelitian (Kaelan, 2010:143). Data primer diambil dari

karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani yang berkaitan

dengan judul penelitian. Yaitu diantaranya Kitab Munjiyat, Kitab

Minhajul Atqiya’, Kitab Matnu Al Hikam, Kitab Syarah Barzanji,

Kitab Fasholatan, Kitab Munasiku Al Hajj Wa Al ‘Umroh Wa Adabu

Ziyarotu Li Sayyidi Al Mursalin Sholla Allahu ‘Alaihi Wa Sallam

Wajibun ‘Ala Al Hajj An Yu’arrifuha Li Al ‘Abidi Adz-Dzalil, Kitab Al

Mahabbah Wa Al Mawaddah Fi Tarjamati Qouli Al Burdah Fi Al

Mahabbah Wa Al Madhi ‘Ala Sayyidi Al Mursalin Li Al Imam Al

‘Allamah Al Bushoiri, Kitab Lathoifi Ath-Thoharoti Wa Asrori Ash

Sholati, Kitab Majmu’ati Asy Syari’ati Al Kafiyati Li Al’awami, Kitab

Al Mursyidu Al Wajiz Fi ‘Ilmu Al Qurani Al ‘Aziz, Kitab Faidh Al

Rahman, Kitab Sabilu Al ‘Abid, dan Kitab Hadits Al Mi’raj.

b. Data sekunder

Adalah sumber data yang berupa buku-buku serta kepustakaan

yang berkaitan dengan objek material, akan tetapi tidak secara

(21)

yang menjadi objek (Kaelan, 2010:144). Data sekunder diambil dari

literatur dan buku-buku yang bersangkutan dengan obyek pembahasan

penulis. Diantaranya yaitu Buku Bekal Hidup Bahagia Dunia Akhirat

terjemah Kitab Risalatul Mu’awanah, dan buku-buku yang lain yang

bersangkutan dengan penelitian.

3. Metode pengumpulan data

Metode yang digunakan penulis untuk mengumpulkan berbagai

sumber data dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi dan metode

wawancara. Metode dokumentasi yaitu metode yang digunakan untuk

mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip,

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, legger, agenda dan

sebagainya (Arikunto, 2006:231). Metode dokumentasi ini, data mengenai

penelitian yang diperoleh dengan cara menghimpun data dari berbagai

literatur, baik artikel, jurnal, majalah, maupun buku-buku yang berkaitan

dengan pembahasan penelitian ini guna menjadi data penguat pembahasan

dalam penyusunan skripsi ini.

Metode wawancara yang dimaksud disini adalah teknik

mengumpulkan data adalah teknik untuk mengumpulkan data yang akurat

untuk keperluan proses pemecahan masalah tertentu, yang sesuai dengan

data. Pencarian data dengan teknik ini dilakukan dengan cara tanya jawab

secara lisan dan bertatap muka langsung antara seorang atau beberapa

(22)

4. Teknik analisis data

Yaitu proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang

diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih

mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono,

2014:335). Beberapa Macam-macam metode yang digunakan dalam

menganalisis masalah adalah sebagai berikut:

a. Historis

Metode ini berkaitan dengan latar belakang historis tokoh/filsuf

tersebut, serta latar belakang agama, sosial, budaya, filsafat

paham/aliran, pendidikan, keluarga serta pengalaman hidupnya

(Kaelan, 2010:176). Dalam hal ini, penulis mengungkap tentang latar

belakang historisnya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani.

b. Deduktif

Adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau generalisasi

yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk

menjelaskan kesimpulan atau generalisasi tersebut

(http://makalah-

update.blogspot.co.id/2012/12/pengertian-metode-induktif-dan-metode.html, diakses pada 03 Januari 2017, 02.54 WIB). Metode ini

digunakan penulis untuk menganalisa data tentang pendidikan akhlak

(23)

c. Induktif

Adalah diilustrasikan dengan usaha peneliti dalam mengolah

data secara berulang-ulang tema-tema dan database penelitian hingga

peneliti berhasil membangun serangkaian tema yang utuh (Creswell,

2010:261). Metode ini digunakan penulis dalam menganalisa

pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam karya-karya Muhammad

Sholeh Darat Al Samarani tentang pendidikan akhlak, guna ditarik

kesimpulan dan dicari relevansinya dengan pendidikan akhlak pada

saat ini.

F. Penegasan Istilah

Sebelum penulis membahas lebih lanjut yang menjadi inti permasalahan

dan untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka perlu penulis jelaskan

istilah-istilah yang berkaitan dengan judul di atas yaitu antara lain:

1. Konsep

Konsep adalah sejumlah pengertian atau ciri yang berkaitan dengan

berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi, dan hal lain yang sejenis

(Muhamad, 2008:65-66). Maka, konsep merupakan dasar dari segala

pemikiran dan komunikasi.

2. Pendidikan akhlak

Dalam konteks Islam pendidikan dimaknai dengan beberapa istilah

yaitu tarbiyah yang berakar dari kata rabba, ta’dib yang berakar dari kata

(24)

Mohammad al-Toumy al-Syaebani menyebutkan bahwa pendidikan

adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan

pribadinya atau kehidupan masyarakatnya dan kehidupan dalam alam

sekitarnya (Muhmidayeli, 2011:65-66).

Selanjutnya, bapak pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantoro,

mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan

pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan

tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat

memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan

anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya (Nata, 2010:338).

Menurut Ibnu Kholdun, pendidikan tidak hanya dibatasi oleh ruang

dan waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara

sadar menangkap, menyerap dan menghayati peristiwa-peristiwa alam

sepanjang zaman (Iqbal, 2015:528). Dalam UU RI No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Ketentuan Umum pasal 1

menyebutkan bahwa, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik

secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara (Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2006:5).

Secara bahasa akhlak berasal dari kosakata bahasa arab. Terdapat

(25)

merupakan isimmasdar dari kata akhlaqa-yukhliqu-akhlaqan yang berarti

althabi’ah (tabiat), aladat (kebiasaan), almaru’ah (peradaban baik).

Pendapat kedua menyatakan bahwa kata akhlak bukan isimmasdar tetapi

isimjamid atau ghairmustaq yakni kata yang tidak memiliki akar kata

karena bentuknya memang telah ada sedemikian. Menurut istilah, Al

Ghozali menyatakan dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al-Din bahwa akhlak

adalah suatu keadaan dalam jiwa yang tetap yang memunculkan suatu

perbuatan secara mudah dan ringan tanpa perlu pertimbangan pikiran dan

analisa (Jamil, 2013:2-3).

Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan akhlak adalah

pendidikan tentang prinsip dasar moral dan keutamaan sikap serta watak

(tabiat) yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa

pemula hingga ia menjadi seorang mukallaf, yakni siap mengarungi

lautan kehidupan (Ulwan, 1995:177).

3. Perspektif

Perspektif juga bisa berarti sudut pandang atau pandangan

seseorang terkait dengan suatu hal atau masalah tertentu

(http://karyatulis.singkatpadat.com/pengertian-perspektif.htm, diakses

pada 29 Desember 2016, 12.06).Jadi, perspektif yang dimaksud disini

adalah pandangan ataupun sudut pandang seorang ulama besar yang

(26)

4. Muhammad Soleh Darat Al Samarani

Adalah dikenal sebagai syaikhul masyayikh (maha guru) yang

menelurkan banyak alim ulama di Nusantara, khususnya di Jawa (Ulum,

2016:35). Menurut Abdul Karim (Ulum, 2016:xiii) mengatakan bahwa

beliau juga dapat dikatakan sebagai ulama yang produktif dalam

menghasilkan sebuah karya tulis yang mana mayoritas karyanya tertulis

dengan bahasa arab pegon.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh sehingga

pembaca nantinya dapat memahami isi dari skripsi ini dengan mudah, maka

penulis memberikan sistematika penulisan dengan penjelasan secara garis

besar. Yaitu skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing saling

berhubungan, sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai beberapa poin

diantaranya latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,

penegasan istilah dan sistematika penulisan.

BAB II Biografi Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

Dalam bab ini penulis menjabarkan tentang konteks

internal yang terdiri dari: riwayat keluarga, riwayat

(27)

napak tilas, dan karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al

Samarani. Selain itu, dibahas juga mengenai konteks

eksternal yang meliputi: aspek keagamaan, aspek sosial

politik dan aspek budaya. Selanjutnya dalam bab ini

dipaparkan pula mengenai beberapa pokok pemikiran

Muhammad Sholeh Darat Al Samarani dalam beberapa

konteks, yaitu: bidang teologi, bidang tasawuf, bidang

akhlak, bidang fiqih, dan bidang pendidikan. Selanjutnya,

dalam bab ini diakhiri dengan penjelasan tentang pendapat

beberapa ulama dan cendekiawan terkait dengan

Muhammad Sholeh Darat Al Samarani secara umum.

BAB III Kajian Teori Pendidikan Akhlak

Dalam bab ini penulis menjabarkan tentang kajian teori

pendidikan akhlak secara umum yang meliputi beberapa

pembahasan diantaranya: pengertian pendidikan akhlak,

sumber-sumber pendidikan akhlak, konsep dan tujuan

pendidikan akhlak, hubungan akhlak terhadap ilmu.

BAB IV Pemikiran Pendidikan Akhlak Muhammad Sholeh Darat

Al Samarani

Dalam bab ini penulis akan menjawab dari rumusan

masalah yaitu konsep pendidikan akhlak perspektif

Muhammad Sholeh Darat Al Samarani yang terdiri dari:

(28)

metode pendidikan akhlak, dan hubungan akhlak terhadap

ilmu. Serta membahas tentang relevansinya konsep

pendidikan akhlak perpektif Muhammad Sholeh Darat Al

Samarani pada masa kini.

BAB V Penutup

Pada bab ini penulis menyimpulkan dari

pemaparan-pemaparan dari beberapa bab diatas yang meliputi pokok

(29)

BAB II

BIOGRAFI MUHAMMAD SHOLEH DARAT AL SAMARANI

A. Konteks Internal

1. Riwayat keluarga Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

Nama lengkapnya adalah Muhammad Sholeh bin Umar bin Tasmin

Al Samarani, atau lebih dikenal dengan sebutan Kiai Sholeh Darat. Ada

dua alasan kenapa dipanggil “Kiai Sholeh Darat”. Pertama, sesuai dengan

akhir surat yang ia tujukan kepada Penghulu Tafsir Anom, penghulu

Keraton Surakarta, yaitu: “Al-Haqir Muhammad Salih Darat” dan juga

menulis nama “Muhammad Salih ibn ‘Umar Darat Semarang” ketika

menyebut nama-nama gurunya dalam kitab Mursyidal Wajiz (Munir,

2008:26). Kedua, sebutan “Darat” di belakang namanya, karena ia tinggal

di suatu kawasan bernama “Darat”, yaitu suatu kawasan dekat pantai

Utara Kota Semarang tempat mendarat orang-orang yang datang dari luar

Jawa (Salim, 1995:15). Adanya laqab (penambahan) ini, memang sudah

menjadi tradisi atau ciri khas dari orang-orang yang terkenal di

masyarakatnya pada masa itu. Kini, di kawasan Darat, Semarang Utara,

didirikan Masjid Sholeh Darat yang merupakan cikal bakal pesantren Kiai

Sholeh Darat (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah,

2016:xxv).

Kiai Sholeh Darat dilahirkan pada 1820 M/ 1235 H di Desa

(30)

Tahun kelahirannya ini bertepatan dengan tahun kelahirannya ulama

kharismatik yang mempunyai banyak karomah dan menjadi gurunya para

kiai di Jawa-Madura, yaitu Syaikhona Kholil Bangkalan (1820 M/1235

H). Kedua tokoh ini sama-sama menjadi rujukan penting dan tempat

berlabuh ulama Nusantara sebelum melanjutkan pendidikannya ke

Haramain. Sebagian pendapat menuturkan bahwa Kiai Sholeh Darat

dilahirkan di Semarang. Hal ini sebagaimana yang disebut dalam

muqaddimah tafsir kitab faidhu Al Rahman Fi Tarjamati Tafsiri Maliki

al-Dayyan, “Qala syaikhuna al alim al-allamah bahru al-fahhamah Abu

Ibrahim Muhammad Shaleh ibn Umar Samarani baladan maulidan

al-Syafi’i madzhaban.” Yang artinya, “Telah berkata guru kita yang alim dan

sangat alimnya, yang wawasan keilmuannya luas, yaitu ayah Ibrahim,

Muhammad Shaleh, putra Umar dari Semarang, yang dilahirkan di

Semarang pula, dan mengikuti madzhab Syafi’i” (Ulum, 2016:36-37).

Semasa kecil ia dipanggil dengan nama Sholeh. Sholeh lahir dan

dibesarkan dalam keluarga yang alim dan cinta tanah air. Ayahnya adalah

Kiai Umar bin Tasmin, salah satu tokoh ulama’ yang cukup terpandang

dan disegani di kawasan pantai Utara Jawa. Kiai Umar juga merupakan

salah satu pejuang perang Jawa (1825-1830), sekaligus sebagai orang

kepercayaan dari Pangeran Diponegoro (Hakim, 2016:34). Kiai Umar

beserta kawan, kolega dan santri-santrinya berjuang dengan gigih untuk

mempertahankan kehormatan tanah air dari para penjajah (Darat, Terj.

(31)

Menurut sebuah sumber, sebagaimana yang diceritakan oleh Agus

Tiyanto yang mendapatkan keterangan ini dari Habib Lutfi Pekalongan

bahwa ibunda Kiai Sholeh Darat masih keturunan dari Sunan Kudus,

yaitu Nyai Umar binti Kiai Singapadon (Pangeran Khatib) ibn Pangeran

Qodin Ibn Pangeran Palembang ibn Sunan Kudus atau Syaikh Ja’far

Shodiq (3/7/2016). Data ini didukung dengan keakraban status

guru-murid antara Kiai Sholeh Darat dengan Raden Kiai Muhammad Sholeh

Kudus yang masih keturunan dari Sunan Kudus dan Syaikh Mutamakkin

Al Hajjini (Kajen, Pati) (Ulum, 2016:37).

Dalam sejarahnya, Kiai Sholeh Darat pernah menikah sebanyak

tiga kali. Perkawinan yang pertama adalah ketika Kiai Sholeh Darat masih

berada di Makkah. Belum diketahui secara pasti siapa nama dari istri

beliau. Dari perkawinan yang pertama ini, Kiai Sholeh Darat dikaruniai

seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Tatkala Kiai Sholeh Darat pulang

ke Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan Ibrahim tidak ikut serta ke

Jawa. Untuk mengenang anaknya (Ibrahim) yang pertama ini, Kiai Sholeh

Darat menggunakan nama “Abu Ibrahim” dalam halaman sampul kitab

tafsirnya, Faidh Al-Rahman (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin

Mufarohah, 2016:xxx).

Perkawinannya yang kedua dengan Sofiyah, puteri Kyai Murtadho

teman karib bapaknya terjadi di Semarang. Dari perkawinan ini, mereka

dikaruniai dua orang putera, Yahya dan Kholil. Dari kedua puteranya ini,

(32)

kini (Hakim, 2016:83). Kemudian, Kiai Sholeh Darat menikah dengan

Raden Ayu Aminah, puteri Bupati Bulus, Purworejo yang juga seorang

syarifah (keturunan Nabi Muhammad SAW). Dari perkawinannya ini,

mereka dikaruniai seorang putri bernama RA Siti Zahroh. Siti Zahroh

dijodohkan dengan Kiai Dahlan, santri Kiai Sholeh Darat dari Termas,

Pacitan. Dari Perkawinan ini melahirkan dua orang anak, masing-masing

Rahmad dan Aisyah. Kyai Dahlan meninggal di Makkah, kemudian Siti

Zahroh dipasrahkan kepada Kyai Mahfudz, kakak kandung Kyai Dahlan.

Oleh Syaikh Mahfudz, Zahroh dijodohkan dengan Kyai Amir, juga santri

K.H. Sholeh Darat sendiri asal Pekalongan. Perkawinan kedua Siti Zahroh

tidak melahirkan keturunan (Dzahir, 2012:6).

2. Riwayat Pendidikan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

a. Pendidikan di Jawa

Ketika perang Jawa sudah mulai redam (1830), usia beliau

menginjak 10 tahun. Sebagaimana anak seorang Kiai, masa kecil dan

masa remaja Kiai Sholeh Darat sudah diwarnai dengan ajaran-ajaran

Islam yaitu belajar Al Quran dan Ilmu Agama. Dari usia inilah beliau

mendapatkan gemblengan ajaran agama Islam secara intensif dari

ayahnya, Kiai Umar. Setelah Kiai Umar sudah tidak disibukkan lagi

dengan peperangan. Sebelum tahun 1830, Kiai Sholeh Darat sudah

diberikan sendi-sendi aqidah dan syari’at Islam, namun belum

maksimal sebab kondisi perang yang sedang berkecamuk (Ulum,

(33)

Kiai Sholeh Darat selain belajar dengan ayahnya, beliau juga

mencari ilmu di beberapa kiai ternama pada masa itu. Di antaranya

guru-guru beliau yang ditimba ilmunya adalah sebagai berikut.

1) K.H. M. Syahid Pati

Seorang ulama yang mempunyai pesantren di daerah

Waturoyo, Margoyoso, Pati. Pesantren ini, hingga kini

keberadaannya masih ada. Kiai M. Syahid adalah cucu dari Kiai

Mutamakkin yang mana Kiai Mutamakkin adalah ulama

Nusantara pada masa Paku Buwono II (1727 M-1749 M). Dari

sinilah Kiai Sholeh Darat memulai pengembaraan ilmunya di

Jawa. Kiai Sholeh Darat belajar beberapa kitab kepada Kiai M.

Syahid yaitu Fath Al Qorib, Fath Al Mu’in, Minhaj Al Qowwim,

Syarah Al Khatib, Fath Al Wahhab dan yang lainnya (Dzahir,

2012:6).

2) Kiai Raden H. Muhammad Sholeh bin Asnawi Kudus

Kepadanya Kiai Sholeh Darat mendalami kitab Tafsir Al

Jalalain karya dari Syaikh Jalaluddin As Suyuthi.

3) Kiai Ishak Damaran Semarang

Kepada beliau, Kiai Sholeh Darat belajar Nahwu dan

Shorof untuk memahami kaidah bahasa Arab.

4) K. Abu Abdullah Muhammad bin Hadi Baquni

Beliau merupakan salah satu mufti dari Semarang dan

(34)

5) Sayyid Ahmad Bafaqih Ba’alawi Semarang

Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar Jauhar Al Tauhid

karya Syaikh Ibrahim Laqqani dan Minhaj AlAbidin karya Imam

Al Ghozali.

6) Syeikh Abdul Ghani Bima

Seorang mufti Mekah dari Nusa Tenggara Barat yang

berkunjung ke Semarang. Kepadanya Kiai Sholeh Darat mengkaji

kitab Masail Al Sittin karya Abu Abbas Ahmad Al Mishri.

7) Mbah Ahmad (Muhammad) Alim Purworejo

Seorang ulama yang berasal dari Bulus, Gebang, Purworejo.

Kepada beliau Kiai Sholeh Darat belajar Ilmu Tasawuf dan Tafsir

Al-Qur’an.

Kiai Sholeh Darat juga belajar agama kepada sahabat-sahabat

dari Kiai Umar, ayahandanya, seperti: Kiai Murtadlo, Kiai Darda’,

Kiai Syada’, dan Kiai Bulkin. Dari sekian banyak guru-guru Kiai

Sholeh Darat yang ada di Jawa menunjukkan bahwa Kiai Sholeh

Darat yang di kala itu masih dalam usia tergolong belia

mencerminkan akan kealimannya dan kecerdasannya. Melihat potensi

yang ada di diri Kiai Sholeh Darat, ayahandanya yaitu Kiai Umar,

berencana akan membawanya ke Tanah Suci yaitu Haramain (Dzahir,

2012:7). Selain untuk menunaikan haji, Kiai Umar juga bermaksud

untuk memberikan pendalaman terhadap pendidikan Islam kepada

(35)

Tanah Suci atau Haramain juga dilandasi dengan adanya

kekhawatiran akan keamanan di Jawa pasca penangkapan Pangeran

Diponegoro.

b. Pendidikan di Haramain

Setelah Kiai Sholeh Darat belajar agama di beberapa daerah di

Nusantara, Kiai Sholeh Darat diajak ayahandanya ke Haramain untuk

beribadah haji. Sebelum mereka melakukan perjalanannya ke

Haramain, Kiai Umar dan putranya yaitu Kiai Sholeh Darat, singgah

terlebih dahulu di Singapura selama berbulan-bulan. Hal ini karena

menanti izin resmi untuk perjalanannya ke Haramain dengan

menggunakan kapal dari Belanda (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan

Agustin Mufarohah, 2016:xxviii).

Dalam penantiannya, Kiai Umar dan Kiai Sholeh Darat juga

sempat mengajar agama di Singapura. Seiring waktu santrinya

bertambah banyak yang berada di kalangan etnis Melayu dan Jawa. Di

Singapura juga terdapat kerabat beliau yaitu Kiai Umar karena

menikahi salah satu perempuan yang di sana, yang mana kemudian

menurunkan anak perempuan yang diperistri oleh Kiai Muhammad

Hadi Giri Kusumo dari Demak (Ulum, 2016:43). Bahkan di Singapura

juga terdapat perkampungan yang diberi nama Kiai Sholeh.

Kemudian, berangkatlah Kiai Umar dan Kiai Sholeh Darat yang

diperkirakan pada tahun 1835 yang dihubungkan dengan

(36)

Syaikh Nawawi Al Bantani dengan Kiai Sholeh Darat terpaut tujuh

tahun lebih tua Syaikh Nawawi Al Bantani (Dzahir, 2012:8).

Perjalanannya ke Haramain juga diwarnai berbagai rintangan,

sebelum Kiai Sholeh Darat dan ayahandanya sampai di Haramain.

Hal ini dikarenakan C. Snock Hurgronje telah membuat kebijakan

pembatasan haji atau mempersulit orang Islam dari Nusantara yang

ingin menunaikan ibadah haji. Hal ini juga disebabkan visi dan misi dari Belanda untuk menjajah perekonomian dan akidah, yang mana

penentang di barisan utama adalah para ulama. Kiai atau ulama

dengan gelar haji bagi mereka yang sepulang dari Haramain diartikan

bahwa mereka sudah menguasai ilmu syari’at. Kemudian, apabila

mereka menyebarkannya ke dalam masyarakat yang pada saat itu

masih belum mengerti akan syari’at, akan terjadi gejolak perang lagi

seperti pasca perang Diponegoro yang mana sangat merugikan bagi

Belanda (Ulum, 2015:215-217).

Bahkan ada sebagian ulama yang nekad pergi ke Haramain

untuk menunaikan ibadah haji bersama dengan keluarganya. Ia tidak

menggunakan kapal yang telah disediakan oleh Belanda, tetapi

menggunakan kapal layar. Beliau adalah Kiai Ghozali bin Lanah,

keponakan dari Kiai Saman, teman seperjuangan Kiai Umar di barisan

pasukan Pangeran Diponegoro. Dengan demikian, Haramain menjadi

sebuah tempat berlabuh bagi orang Nusantara karena hal tersebut.

(37)

Muhammad Labib Al Batanuni yaitu ketika beliau sedang

mengadakan perjalanan ke Hijaz pada 1327 H menyatakan, bahwa

mayoritas yang mendatangi majlisnya adalah masyarakat Jawa yang

meninggalkan bumi pertiwinya sebab adanya kedzaliman pemerintah

terhadap umat Islam di negerinya. Jumlah asli yang terdapat di Hijaz

dapat dikatakan hanya 5 % dari yang mendatangi majlis tersebut. Oleh

karena itu, terbentuklah kampung Jawa, yang mayoritas mereka

bertempat tinggal di Syamiah, Syi’ib Ali dan Al Falaq, Jabal Qubais,

dan Syaqul Lail (tempat tinggal Kiai Sholeh Darat ketika di Makkah)

(Ulum, 2016:40-43).

Kemudian sampailah Kiai Sholeh Darat di Haramain.

Sesampainya disana dan selepas menunaikan ibadah haji, Kiai Umar,

ayahanda Kiai Sholeh Darat meninggal dunia dan dimakamkan di

sana (Darat, Terj. Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah,

2016:xxviii). Hal ini menjadi ujian yang berat bagi Kiai Sholeh Darat

selama perjuangannya dalam mendalami agama di Haramain, tetapi

dengan semangat untuk mendalami ilmu agama dan mengingat tujuan

mengapa ke Haramain, beliau pantang menyerah dan putus asa untuk

bangkit dan menuntaskan apa yang menjadi hajat beliau. Dengan

semangatnya, Kiai Sholeh Darat menetap selama beberapa tahun di

(38)

Selama di Haramain Kiai Sholeh Darat belajar ke beberapa

kitab dan bidang ilmu kepada beberapa ulama yang alim. Beberapa

ulama’ tersebut yaitu:

1) Syaikh Muhammad Al Maqri Al Mishri Al Makki

Kepada beliau Kiai Sholeh Darat belajar kitab Ummul

Barahin karya Imam Al Sanusi dan kitab Hasyiyah Al Baijuri

karya Ibrahim Al Baijuri.

2) Syaikh Muhammad bin Sulaiman Hasballah

Salah seorang ulama’ yang mengajar di Masjid Al Haram

Masjid Nabawi. Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar fiqh dengan

kitab Fathul Wahhab dan Syarah Al Khotib, dan belajar bahasa

Arab dengan menggunakan kitab Alfiyah Ibnu Malik beserta

syarahnya.

3) Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan

Salah seorang mufti di Mekah dan pembaharu pada abad ke

13 H sekaligus menjadi seorang mufti dari madzhab Syafi’i.

Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Ihya’Ulumuddin

karya Imam Al Ghozali.

4) Sayyid Muhammad Shalih Al Zawawi Al Makki

Beliau merupakan salah seorang pengajar di Masjid

Nabawi. Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Ihya’

Ulumuddin karya Imam Al Ghozali juz I dan II serta belajar

(39)

5) Syaikh Ahmad Al Nahrawi Al Mishri Al Makki

Beliau merupakan salah satu pengajar di Masjid Al Haram.

Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Al Hikam karya Ibnu

‘Athoillah.

6) Kiai Zahid

Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Fathul Wahhab.

7) Syaikh Umar Al Syami

Kepadanya Kiai Sholeh Darat mengkaji kitab Fathul

Wahhab.

8) Syaikh Yusuf Al Sanbalawi Al Mishri

Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar kitab Al Tahrir karya

Syaikh Zakariya Al Anshori.

9) Syaikh Jamal Al Hanafi

Beliau merupakan salah satu mufti dari madzhab Hanafi di

Mekah. Kepadanya Kiai Sholeh Darat belajar Tafsir Alquran.

Dengan semangat yang tumbuh dalam diri Kiai Sholeh Darat

dan intelektual yang dimilikinya, menjadikan beliau disegani oleh

beberapa kalangan ulama dan beberapa sahabat beliau di Haramain

hingga penguasa Hijaz. Reputasi yang dimiliki Kiai Sholeh Darat

dalam bidang agama memuncak hingga mendapatkan pengakuan dari

penguasa Mekah pada saat Kiai Sholeh Darat menetap di Mekah. Oleh

(40)

satu pengajar di Haramain oleh penguasa Mekah (Dzahir,

2012:11-12).

3. Mengajar di Pesantren

Kiai Sholeh Darat dipandang memiliki berbagai keahlian di bidang

ilmu agama yang mana telah terbukti melalui karya-karya beliau yang

sangat fenomenal. Bukan hanya itu, bahkan penguasa dari Mekah

mempercayakan beliau sebagai salah satu pengajar di sana, karena

kealiman dan keilmuan beliau di dalam hal agama. Di Mekah, Kiai

Sholeh Darat mengadakan halaqah yang memiliki banyak pengikut.

Halaqah tersebut dihadiri banyak kalangan, khususnya mayoritas etnis

Melayu dan Jawa yang ada di Asia Tenggara. Kiai Sholeh Darat

mengadakan halaqah ini, bersama-sama dengan para ulama yang berasal

dari Nusantara, di antaranya yaitu Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh

Mahfudz Al Tarmasi, Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh Ahmad Al

Fathani, dan Syaikh Kholil Al Bangkalani (Darat, Terj. Miftahul Ulum

dan Agustin Mufarohah, 2016:xxxi).

Kabar kemasyhuran Kiai Sholeh Darat dalam ilmu agama dan

naiknya reputasi Kiai Sholeh Darat di Haramain terdengar sampai

Nusantara. Kiai Hadi Giri Kusumo yang merupakan kakak ipar Kiai

Sholeh Darat juga sedang belajar di Haramain, mengajaknya pulang Kiai

Sholeh Darat untuk mengentaskan masyarakat di Nusantara dari

kebodohan (Ulum, 2016:48). Pada mulanya Kiai Sholeh Darat menolak

(41)

salah satu pengajar di Mekah. Hal ini tidak membuat Kiai Hadi Giri

Kusumo menyerah untuk mengajak beliau pulang ke Nusantara, karena

kehadiran Kiai Sholeh Darat di Nusantara dibutuhkan untuk membantu

mengentaskan pribumi dari ketidaktahuan mereka dalam hal agama yang

disebabkan oleh ulah Belanda, sehingga nantinya kehadiran Kiai Sholeh

Darat mampu membawa kemajuan Islam di Nusantara. Kemudian, Kiai

Sholeh Darat terpaksa pulang ke Nusantara, karena bersikerasnya Kiai

Hadi Giri Kusumo dan undangan dakwah dari Syaikh Kholil Al

Bangkalani (Hakim, 2016:71).

Selanjutnya, Kiai Hadi Giri Kusumo merencanakan untuk

menculik Kiai Sholeh Darat untuk dibawa ke Nusantara. Kemudian,

diculiklah Kiai Sholeh Darat dan dimasukkan di dalam peti bersama

dengan barang-barang Kiai Hadi Giri Kusumo. Namun, rencana ini tidak

berjalan dengan mulus, karena kejadian ini telah diketahui oleh sebagian

orang dan terdengar sampai ke petugas ketika di dalam kapal, maka

diperiksalah barang-barang Kiai Hadi Giri Kusumo dan ditemukanlah

Kiai Sholeh Darat di dalam peti (Dzahir, 2012:12).

Dengan didapatinya Kiai Sholeh Darat di dalam sebuah peti, Kiai

Hadi Giri Kusumo dianggap telah menculik salah satu syaikh yang ada di

Mekah, maka beliau ditahan oleh petugas ketika kapal sudah berlabuh di

Singapura. Berita ini sampai kepada murid-murid Kiai Hadi Giri Kusumo

yang ada di Singapura. Kemudian, mereka membantu Kiai Hadi Giri

(42)

dapat terbebas dari tahanan dengan syarat harus membayar denda yang

diberikan, maka seketika itu murid-murid Kiai Hadi Giri Kusumo

mengumpulkan dana untuk membantu kiainya agar bebas dari tahanan.

Dengan begitu, terbebaslah Kiai Hadi Giri Kusumo karena bantuan dari

para muridnya tersebut dan kemudian mengajak Kiai Sholeh Darat pulang

ke Nusantara tanpa unsur paksaan (Ulum, 2016:49). Adapun waktu

kepulangan dari Kiai Sholeh Darat ke Nusantara diperkirakan pada tahun

1870 atau 1880 (Hakim, 2016:72).

Sesampainya Kiai Sholeh Darat di Jawa, beliau tidak langsung

mendirikan pesantren, tetapi Kiai Sholeh Darat mengajar di salah satu

pesantren yang ada di desa Maron, Kecamatan Loana, Purworejo.

Pesantren tersebut bernama pesantren Salatiyang yang didirikan pada

abad ke 18 M dan dipelopori oleh tiga orang kiai sufi yaitu Kiai Achmad

Alim, Kiai Muhammad Alim dan Kiai Zain Al Alim. Kemudian,

pesantren ini diteruskan oleh Kiai Zain Al Alim. Sementara itu, Kiai

Achmad Alim mendirikan pesantren di desa Bulus, Kecamatan Gebang,

Kabupaten Purworejo. Adapun Kiai Muhammad Alim (Putra dari Kiai

Achmad Alim) mengembangkan pesantrennya yang telah didirikan di

Desa Maron juga yang diberi nama Pesantren Al Anwar (Darat, Terj.

Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016:xxxiv).

Di Pesantren Salatiyang lebih memfokuskan pada bidang

menghafal Al Quran disamping juga mengkaji kitab-kitab kuning.

(43)

pada pendalaman kitab kuning seperti pelajaran fiqh, nahwu, shorof dan

tafsir kepada para santri yang sedang menghafal Al Quran. Sebenarnya,

kedatangan Kiai Sholeh Darat di pesantren Salatiyang adalah untuk

menimba ilmu lagi dengan Kiai Zain bukan untuk mengajar di pesantren

tersebut. Kemudian, dalam sebuah riwayat dikatakan bahwasanya Kiai

Sholeh Darat mengajar di pesantren Salatiyang sampai pada sekitar

1870-an. Di antaranya santri yang lulusan dari pesantren ini adalah Kiai Baihaqi

(Magelang), Kiai Ma’aif (Wonosobo), Kiai Muttaqin (Lampung Tengah),

Kiai Hidayat (Ciamis), Kiai Haji Fathullah (Indramayu) dan lainnya

(Dzahir, 2012:16).

Sepulangnya dari Purworejo yaitu pesantren Salatiyang, Kiai

Sholeh Darat mendirikan sebuah pesantren yang menjadi tempat halaqah

para santri beliau di Darat, Semarang, sehingga berdirilah pesantren

Darat. Namun, menurut keterangan dari Agus Tiyanto, pesantren Darat

didirikan oleh mertua Kiai Sholeh Darat yaitu Kiai Murtadlo (Hakim,

2016:79), sementara Kiai Sholeh Darat hanya melanjutkan dan

membesarkan pesantren tersebut yang awalnya hanya sebuah langgar atau

masjid untuk mengaji menjadi tempat yang bisa untuk santrinya

bermukim (Dzahir, 2012:17).

Pondok pesantren Darat terletak di Melayu Darat, Kecamatan

Semarang Utara dekat dengan daerah pantai. Sekarang berganti nama

menjadi Desa Dadapsari. Arsitektur pesantren ini menggunakan bahan

(44)

pesantren ini tidak jauh beda dengan pesantren-pesantren pada umumnya.

Sekarang, bekas dari pesantren ini sudah berubah menjadi beberapa

rumah kampung pedesaan yang tersisa hanyalah masjid tempat untuk

beribadah sehari-hari dan itu pun sudah direnovasi.Selanjutnya, perlu

diketahui bahwasanya pesantren yang dipimpin oleh Kiai Sholeh Darat

merupakan pesantren yang termasuk ke dalam pesantren pascasarjana

bukan pesantren tingkat dasar. Hal ini dikarenakan banyaknya santri yang

sudah pernah menimba ilmu sebelumnya, baik dari pesantren di wilayah

Nusantara maupun yang sudah belajar dari Haramain. Artinya, para santri

yang berguru kepada Kiai Sholeh Darat sudah mempunyai bekal atau

santri senior, bukan santri junior yang masih belum mempunyai modal

dalam keagamaan (Hakim, 2016:79-80).

Pesantren ini kemudian melahirkan banyak ulama yang berada di

Nusantara dan sekaligus menjadi pejuang kemerdekaan RI. Di antaranya

yang menjadi murid Kiai Sholeh Darat ketika Kiai Sholeh Darat masih di

Mekkah adalah K.H. Dalhar (Watu Congol, Muntilan, Magelang), K.H.

Dimyati (Termas, Pacitan), K.H. Dahlan (Termas, Pacitan), K.H. Kholil

Harun (Kasingan, Rembang), K.H. Raden Asnawi (Kudus), Syaikh

Mahfudz Al Tarmasi (Termas, Pacitan).

Adapun murid-murid Kiai Sholeh Darat ketika sudah kembali ke

Nusantara di antaranya adalah K.H. Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlotul

Ulama’ dari Jombang), K.H. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah),

(45)

ibn Muhsin, K.H. Idris (Solo, yang menghidupan kembali Pesantren

Jamsaren), K.H. Sya’ban (Ahli Falak dari Semarang), Kiai Amir

(Pekalongan, menantu Kiai Sholeh Darat), K.H. Siroj (Payaman,

Magelang), K.H. Munawwir (Cucu Kiai Hasan Besari dan pendiri PP. Al

Munawir Krapyak, Yogyakarta), K.H. Abdul Wahhab Chasbullah

(Tambak Beras, Jombang), K.H. Abas Djamil (Buntet, Cirebon), K.H.

Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), Kiai Yasin (Rembang), Kiai Abdul

Shamad (Surakarta), Kiai Yaser Areng (Rembang), K.H. Subakir

(Demak), K.H. Abdul Hamid (Kendal), K.H. Yasin (Bareng, Kudus),

K.H. Ridwan Ibnu Mujahid (Semarang), K.H. Syahli (Kauman,

Semarang), K.H. Thohir (Putra dari Kiai Bulkin Mangkang, Semarang),

K.H. Sya’ban (Ahli Falak dari Semarang yang menulis artikel Qabul Al

‘Athoya ‘an Jawabi ma Shodaro li Syaikh Abi Yahya untuk mengoreksi

kitab Majmu’at Asy Syari’ah karya Kiai Sholeh Darat), K.H. Anwar

Mujahid (Semarang), K.H. Abdullah Sajad (Sendangguwo, Semarang),

Mbah Dawud (Semarang), K.H. Ali Barkan (Semarang), K.H. Ihsan

(Jampes, pengarang kitab Siroju At Tolibin syarah dari kitab Minhaj Al

‘Abidin dan kitab tentang kopi dan rokok Irsyadu Al Ikhwan syarah kitab

Tadzkiratu Al Ikhwan karya K.H Dahlan gurunya), K.H. Umar (Pendiri

PP. Al Muayyad Solo), K.H. Ridwan (Semarang), K.H. Mudzakir

(Sayung, Demak) (Dzahir, 2012:13).

Pesantren Darat, selain difungsikan sebagai kaderisasi ulama’ juga

(46)

karena itu, tempat ini menjadi salah satu tempat yang diawasi oleh

Belanda. Setelah Kiai Sholeh Darat wafat pada tahun 1903, pesantren

Darat diteruskan oleh menantunya K.H. Dahlan (Adik K.H. Mahfudz Al

Tarmasi dan kakak K.H. Dimyati Al Tarmasi) yang dinikahkan dengan

Siti Zahroh putri Kiai Sholeh Darat. Kemudian setelah wafatnya K.H.

Dahlan, Siti Zahroh menikah dengan Kiai Amir Pekalongan dan sekaligus

pimpinan Pesantren Darat diambil alih oleh Kiai Amir. Tidak lama

kemudian, Siti Zahroh meninggal dan Kiai Amir memutuskan untuk

kembali ke daerah asalnya yaitu Pekalongan. Setelah Kiai Amir,

pesantren Darat diambil alih Kiai Idris. Kiai Idris memboyong sejumlah

santrinya ke Solo untuk menghidupkan lagi pesantren yang ada di

Jamsaren Solo (Hakim, 2016:82).

4. Langkah Gerakan Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

a. Gerakan Intelektualisme

Muhammad Sholeh Darat bin Umar Al Samarani atau biasanya

beliau dipanggil dengan Kiai Sholeh Darat. Sebagai putra seorang kiai

yang sekaligus putra dari salah satu seorang pejuang, yaitu Kiai Umar,

Kiai Sholeh Darat berkesempatan untuk berkenalan dan berguru

kepada sahabat-sahabat dari Kiai Umar yang juga merupakan para

ulama yang terpandang. Maka dari itu, bukanlah suatu kesempatan

yang sia-sia bagi Kiai Sholeh Darat untuk membuat jaringan dengan

(47)

Bashori, Kiai Syada’, Kiai Darda’, Kiai Murtadlo, Kiai Jamsari

Surakarta dan lainnya (Dzahir, 2012:10).

Tidak hanya itu, ketika Kiai Sholeh Darat belajar di Haramain,

Kiai Sholeh Darat banyak bersentuhan dengan beberapa ulama’

Nusantara yang kala itu sama-sama sedang menimba ilmu di

Haramain, di antaranya adalah Syaikh Nawawi Al Bantani, Syaikh

Ahmad Khatib Al Minangkabawi, Syaikh Mahfudz Al Tarmasi,

Syaikh Kholil Al Bangkalani, dan lainnya (Darat, terj. Ulum dan

Agustin Mufarohah, 2016:xxxi).

Ketika di Haramain, Kiai Sholeh Darat memang tergolong

mempunyai kealiman dan keahlian di dalam bidang agama. Melalui

itu, Kiai Sholeh Darat terkenal di kalangan ulama’ Haramain hingga

penguasa Mekkah pun mengikat Kiai Sholeh Darat untuk menjadi

salah satu mufti di Mekah. Melalui itu juga, banyak pendatang yang

berdatangan di halaqah yang didirikan semasa di sana. Beberapa

ulama’ juga yang bersentuhan dengan Kiai Sholeh Darat, di antaranya

yaitu Syaikh Ahmad Zaini Dahlan (Seorang mufti dan Rais Al Ulama

juga Syaikhu Al Khuthaba Al Syafi’i), Syaikh Abu Bakar Syatha

(Pengarang kitab Syarah Fath Al Mu’in yaitu I’anatu Ath Tholibin),

Syaikh Ahmad Al Marzuki (Seorang Mujaddid dan pengarang kitab

Aqidatu Al Awwam), dan yang lainnya (Ulum, 2016:68).

Saat Kiai Sholeh Darat tiba di Nusantara khususnya di Jawa,

(48)

sudah secara formal terbentuk di dalam pemerintahan. Dengan

keadaan seperti itu, serangan dengan fisik sudah tidak bisa di lakukan,

karena mengingat revolusi yang pernah terjadi sebelumnya yaitu

ketika Pangeran Diponegoro bersama dengan para ulama’ bersatu

untuk berusaha mengusir penjajahan dari Nusantara. Setelah adanya

revolusi dari Pangeran Diponegoro tidak ada lagi bentuk revolusi

sampai adanya revolusi tahun 1945. Maka dari itu, langkah yang

diambil oleh Kiai Sholeh Darat adalah dengan membumikan Islam

melalui pencerahan pemikiran kepada rakyat pribumi yang mayoritas

belum tertata agama Islamnya dalam beragama (Hakim, 2016:101).

Langkah ini diambil oleh kebanyakan para ulama Nusantara yang

salah satunya adalah Kiai Sholeh Darat sendiri. Seperti yang

dijelaskan di awal bahwasanya langkah ini diambil oleh kebanyakan

ulama’ dikarenakan untuk melancarkan serangan fisik sudah tidak

mampu.

Keadaan Islam pada saat itu jauh dari makna hakikat dari Islam,

hal ini bukan karena tidak ada yang mampu memberikan keterangan

dalam beragama, namun karena Kolonial Belanda melarang adanya

pendidikan tentang keagamaan dalam bentuk apapun. Bahkan, mereka

tidak segan-segan untuk membakar terjemahan dari Alquran, baik

yang tertulis dengan bahasa latin maupun aksara Jawa (Darat, Terj.

Miftahul Ulum dan Agustin Mufarohah, 2016:xxxix). Dengan

(49)

memahami Islam, jika hal itu terus dilanjutkan, dan agama pun akan

dirasakan dari luar, tidak dapat dirasakan manisnya. Maka dari itu,

usaha Kiai Sholeh Darat mencerdaskan masyarakat, beliau

menjadikan pesantren milik mertuanya untuk mengembangkan dan

menggembleng intelektual masyarakat dalam agama.

Dalam memberikan pencerahan keilmuan, Kiai Sholeh Darat

lebih cenderung menggunakan pendekatan tasawuf. Menurut Kiai

Sholeh Darat, dengan menggunakan pendekatan ini akan lebih sesuai

untuk pemikiran dan mencerahkan rohani, karena yang disiapkan oleh

Kiai Sholeh Darat adalah pencerahan jiwa, mental, pemikiran dan

spriritual. Dengan demikian, bagi Kiai Sholeh Darat pendekatan

tasawuf menjadi pintu strategi untuk mendidik dan membina

masyarakat. Melalui pendekatan tasawufnya, Kiai Sholeh Darat

menegaskan ingin memerdekakan jiwa spiritual masyarakat sebelum

mendapatkan kemerdekaan yang nyata secara fisik (Hakim,

2016:102-103).

b. Gerakan Nasionalisme

Gerakan nasionalis Kiai Sholeh Darat tidak secara gamblang

terlihat, karena Kiai Sholeh Darat sendiri mendapatkan pengawasan

oleh Belanda karena pengaruhnya terhadap perkembangan Islam.

Gerakan Kiai Sholeh Darat melalui pendidikan merupakan politik dari

Kiai Sholeh Darat untuk menanamkan nilai-nilai nasionalisme kepada

(50)

Sholeh Darat menggunakan pendekatan tasawuf dan karenanya

banyak karya-karya dari beliau yang bernafaskan sufistik.

Apabila menengok ke belakang lagi, bahwasanya Kiai Sholeh

Darat dalam semangat membangun nasionalisme sudah tumbuh ketika

Kiai Sholeh Darat masih kanak-kanak atau bisa dikatakan pada usia

yang sangat muda sekitar kurang lebih 5 tahun. Ketika itu, terjadi

perlawanan Pangeran Diponegoro bersama para ulama’ yang salah

satunya adalah ayahandanya yaitu Kiai Umar, terhadap penjajahan

yang ada di Jawa pada tahun 1825-1830. Pengalaman di masa

kanak-kanaknya ini mempengaruhi terhadap strategi dan pola pemikiran dari

Kiai Sholeh Darat. Pengalaman ini, merupakan harta yang tak ternilai

untuk bekal gerakan nasionalismenya untuk mengembangkannya

bersama masyarakat di sekitar, terlebih khusus daerah Semarang Jawa

Tengah. Maka dari itu, ketika membaca atau mengkaji tentang

karya-karya beliau apabila tidak didasari dengan adanya flashback akan

menimbulkan kerancuan dan kejanggalan bahkan bisa jadi tidak

sinkron dengan apa yang dimaksud dalam karya-karya beliau (Hakim,

2016:103).

Terdapat beberapa ajaran yang disematkan Kiai Sholeh Darat

dalam karya-karyanya terkait dengan semangat nasionalisme dan

mengukuhkan budaya yang ada di Nusantara, Kiai Sholeh Darat

(51)

Lan Sayukjo ingatase wong Islam arep anduweni toto keromo maring sakpadane Islam lan meluho opo ‘adate negoro sekiro-kiro ora nulayani syari’at” (Darat, 1374 H:34)

Pernyataan Kiai Sholeh Darat diatas menunjukkan bahwa secara

implisit menegaskan semangat oposisi berupa taat kepada pemerintah

sepanjang aturan pemerintah tidak keluar dari ajaran syari’at. Di

dalam perkataan Kiai Sholeh Darat yang lain masih dalam kitab

Majmu’at Asy Syari’at,

“Lan haram ingatase wong Islam nyerupani penganggone wong liyane agama Islam senadiyan atine ora demen, angendiko setengahe poro ngulama’ muhaqqiqin sopo wonge nganggo penganggone liyane ahli Islam koyo klambi, jas utowo topi utowo dasi mongko dadi murtad rusak Islame senadyan atine ora demen” (Darat, 1374 H:24-25).

Kiai Sholeh Darat menjelaskan adanya akulturasi budaya yang

telah merusak Islam, baik dalam berpakaian maupun pergaulan bebas

yang dibawa oleh Belanda ke Nusantara. Maka dari itu, Kiai Sholeh

Darat bermaksud untuk mencegah berkembangnya budaya yang tidak

sesuai dengan Islam. Dengan salah satu caranya yaitu mencegah

masyarakat untuk tidak mengikuti pola tata cara dalam berpakaian dan

pergaulan. Sebagai misal dalam pergaulan Kiai Sholeh Darat

menyebutkannya dalam kitab Majmu’at Asy Syari’at tentang cara

penghormatan,

(52)

den temoaken maring irunge mengkono iku den namani hurmat” (Darat, 1374 H:34-35).

Begitulah sekiranya Kiai Sholeh Darat dalam menggambarkan tentang

menjaga tradisi lokal terkhusus yang ada di Jawa. Jika, tidak

dibentengi, maka simbol kenegaraan di Nusantara ini akan berganti

dengan budaya asing yang dibawa oleh Belanda.

5. Karya-karya Muhammad Sholeh Darat Al Samarani

Salah satu ulama yang sangat produktif dengan menghasilkan

karya-karya yang fenomenal yaitu Kiai Sholeh Darat. Beliau mengemas

karya-karyanya dengan bahasa yang mudah untuk dipahami karena

memang tujuan Kiai Sholeh Darat menulis adalah agar mempermudah

masyarakat dalam memahami agama khususnya bagi kalangan awam.

Selain itu, karya-karya Kiai Sholeh Darat juga menggunakan lafadz Arab

pegon. Pernyataan Kiai Sholeh Darat ini dapat dilihat dalam kitab

Majmu’ah Asy-Syari’ah Al Kafiyah Li Al’awami yang tertuliskan:

“Iki kitab terjemah ingsun majmu’ah al kafiyah lil ‘awam al jawiyah, istinbath saking syarah minhaj li syaikh al Islam lan syarah Al Khotib Syarbain lan Duroru Al Bahiyyah li As Sayyid Bakri ing dalem masalah ushuludin lan saking ihya’ ‘ulumuddin ing dalem bab nikah lan asroru an nikah lan asroru ash sholah lan asroru al hajj kerono arah supoyo fahamo wong-wong amtsal ingsun ‘awam kang ora ngerti basa ngarab mugo-mugo dadi manfaah biso ngelakoni kabeh kang sinebut ing jerone iki terjemah” (Darat, 1374 H:278).

Kemasyhuran dan kealiman Kiai Sholeh Darat telah bisa dilihat

dari sejarahnya pada saat mengembara ilmu di Nusantara maupun di

(53)

Tenggara. Hal ini ditemukan di dalam buku Perkembangan Ilmu Fiqih

dan tokoh-tokoh di Asia Tenggara karya H. Wan Mohd. Shoghir

Abdullah, menyatakan bahwa kemasyhuran Kiai Sholeh Darat diakui oleh

Syeikh Abdul Malik bin Abdullah Trengganu, Malaysia. Diceritakan juga

bahwa Kiai Sholeh Darat menjalin hubungan dengan ulama’-ulama’

(Hakim, 2016:148).

Menurut Lukman Hakim Saktiawan atau yang akrab dipanggil

dengan Gus Lukman, salah satu cicit Kiai Sholeh Darat, menyatakan

bahwa karya-karya Kiai Sholeh Darat sangat banyak dan sampai sekarang

baru ada 13 kitab yang berhasil dikumpulkan, hal ini dikarenakan

pengawasan dari pihak Belanda dan Kiai Sholeh Darat sendiri ketika

selesai menulis kitabnya langsung diberikan kepada murid-muridnya.

Dengan demikian, kitab-kitab yang telah dihasilkan oleh Kiai Sholeh

Darat kemungkinan besar disimpan oleh para santrinya yang diberi kitab

oleh Kiai Sholeh Darat.

Berkaitan dengan intisari dari karya-karya Kiai Sholeh Darat, Kiai

Sholeh Darat mengintegrasikan antara tasawuf dengan fiqih. Hal ini

menjadikan hasil pemikiran yang harmonis dan komprehensif ketika

dalam memahami syari’at. Metode ini seperti yang dilakukan oleh Imam

Al Ghozali, sehingga banyak yang beranggapan bahwasanya Kiai Sholeh

Darat adalah Al Ghozalinya Tanah Jawa (Hakim, 2016:134). Adapun

karya-karya Kiai Sholeh Darat yang sampai saat ini berhasil ditemukan

(54)

a. Majmu’ah Asy Syari’ah Al Kafiyah Lil ‘Awam

Kitab ini ditulis oleh Kiai Sholeh Darat tidak lain adalah agar

masyarakat lebih mudah memahami hukum Islam. Di dalam kitab ini

dipaparkan beberapa fasal diantaranya ushuluddin, mu’amalah,

zakat, puasa, haji dan memerdekakan budak. Kitab ini ditulis dengan

mengistinbatkan dari Syarah Minhaj karya dari Syaikhul Islam,

Syarah Khotib Syarbini, Kitab Duroru Al Bahiyyah karya Sayyid

Bakri, dan Kitab Ihya’ ‘Ulum Al Din karya dari Al Imam Al Ghozali.

b. Kitab Fasholatan

Kitab ini berisikan tentang tata cara dalam sholat lima waktu

yang dijelaskan secara rinci mengenai makna dalam bacaan sholat,

amaliah setelah dan sebelum melaksanakan sholat. Kitab ini

diterbitkan di Bombay Miri yang kantornya ada di Idarah Imran bin

Sulaiman Surabaya Jawa Timur.

c. Matnu Al Hikam

Kitab ini ditulis oleh Kiai Sholeh Darat mengenai thoriqot dan

tasawuf walaupun baru sepertiga dari kitab aslinya yang Kiai Sholeh

Darat terjemahkan. Menurut Gus Lukman, sebelum para pembaca

atau penelaah kitab ini harus membaca kitab Majmu’ Syari’ah dulu

kemudian kitab Lathoif Al Thoharoh, karena menurut Kiai Sholeh

Darat seseorang harus bisa menguasai syari’at terlebih dulu sebelum

menginjak ke dalam ranah tasawuf dan thoriqat. Kitab ini dicetak di

(55)

Mushtofa Bab El-Halabi Kairo, sebuah percetakaan di kawasan

Madinah El Buuts yang konon juga termasuk paling tua di Kairo

(Dzahir, 2012:20).

d. Lathoifu Ath Thoharoh

Kitab ini berisi tentang hakikat dan rahasia sholat, puasa dan

keutamaan bulan Muharram, Rajab dan Sya’ban.

e. Al Mursyidul Wajiz

Kitab ini menerangkan tentang hukum-hukum bacaan dalam

Al Qur’an dan adab dalam membaca Al Qur’an serta kisah tentang

turunnya Al Qur’an.

f. Manasik Al Hajj wa Al ‘Umroh wa Adabu Az Ziarotu Li Sayyidi Al

Mursalina Salla Allahu ‘Alaihi wa Sallam

Seperti arti dari judul kitab ini, yaitu menerangkan tentang hal

ihwal ketika melaksanakan perintah rukun Islam yang kelima yaitu

melaksanakan Haji. Selain itu kitab ini juga menerangkan tentang

hal-hal penting secara lahir dan batin dalam melaksanakan ibadah

haji.

g. Hadits Al Ghoiti lan Syarah Barzanji tuwin Nazhatul Majalis

Kitab ini ditulis oleh Kiai Sholeh Darat yang diterbitkan oleh

Haji Muhammad Amin dari Singapura. Yang mana kitab ini ditulis

ulang oleh Raden Atma Suwangsa dan Haji Muhammad Nur Darat

(56)

mana Kiai Sholeh Darat merujuk kepada kitab Al Barzanji karya

Syaikh Ja’far Al Barzanji (Ulum, 2016:147).

h. Minhaju Al Atqiya’ fi Syarhi Ma’rifatu Al Adzkiya’ ila Toriqi Al

Auliya’

Kitab ini menerangkan tentang tuntunan bagi orang-orang

yang bertaqwa dan cara-cara dalam mendekatkan diri kepada Allah

SWT. Lebih luasnya lagi, kitab ini menerangkan tentang dunia

tasawuf dan tahapan-tahapan dalam tasawuf. Kitab ini juga

merupakan ulasan atau komentar dari kitab Hidayatul Adziya’ ila

Thoriqul Auliya’ karangan Syaikh Zainuddin ibn Ali Al Malibari.

i. Munjiyat

Sebuah kitab karangan Kiai Sholeh Darat yang mengambil dari

kitab karangan Imam Al Ghozali yaitu Kitab Ihya’Ulumu Al Din

juz III dan IV. Di dalamnya menerangkan tentang pelajaran etika dan

tuntunan dalam mengendalikan hawa nafsu atau syahwat.

j. Faidh Ar Rahman fi Tarjamah Tafsir Kalam Al Malik Al Dayyan

Kitab ini merupakan kitab tafsir berbahasa jawa pertama kali

di Nusantara yang ditulis oleh Kiai Sholeh Darat pada 5 Rajab 1309

H/ 1891 M. Kitab ini terdiri dari 13 juz yang dimulai dari surat Al

Fatihah sampai surat Ibrahim. Kitab ini diterbitkan pertama kali di

Singapura pada 1894 dengan dua jilid berukuran folio. Kitab tafsir

ini belum selesai ditulis karena didahului dengan meninggalnya Kiai

Referensi

Dokumen terkait

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN. INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG.

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN. INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

Mustafa Bisri oleh Emir Rasyid Fajrian Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Purwakerto. meneliti tentang

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

Lazim, Muhamad, Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif Islam, Skripsi- Semarang: Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo