• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Komponen Sekolah dalam Implementasi Pendidikan Karakter Komponen pendidikan karakter adalah kepala sekolah, pendidik,

A. Pendidikan Karakter

4. Peran Komponen Sekolah dalam Implementasi Pendidikan Karakter Komponen pendidikan karakter adalah kepala sekolah, pendidik,

siswa, kurikulum, dan sarana prasarana. Menurut Darmiyati Zuchdi, dkk (2014: 3) semua komponen pendidikan di sekolah (stakeholders) harus dilibatkan dalam implementasi pendidikan karakter, termasuk komponen- komponen pendidikan itu sendiri, yaitu kurikulum, pendidik, pelaksanaan

24

aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.

a. Kepala Sekolah

Kepala sekolah merupakan pimpinan sekolah yang mempunyai pengaruh dalam memajukan sekolah. Kepala sekolah bertugas membimbing, mengarahkan, dan mendorong sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Oleh karena itu, diperlukan pemilihan kepala sekolah yang amanah dengan kemampuan manajemen serta kepemimpinan yang tangguh, agar mampu mengambil keputusan dalam meningkatkan mutu sekolah (Mulyasa, 2013: 29).

Kepala sekolah perlu untuk melakukan perencanaan dan pembagian waktu dengan baik. Perencanaan yang baik, membantu dalam pelaksanaan program-program tersebut. Kepala sekolah juga memonitoring implementasi pendidikan karakter yang direncanakan. Selain itu, sebaiknya dilakukan evaluasi bersama dengan guru dan karyawan secara rutin.

Penghargaan dari kepala sekolah kepada guru yang melaksanakan disiplin dapat meningkatkan semangat dan kinerja guru untuk terus meningkatkan kualitas karakternya. Selain itu, Kepala sekolah juga memberi teguran apabila ada guru, karyawan, atau bahkan peserta didik yang tidak taat dan kurang menunjukkan karakter yang baik.

25 b. Pendidik

Pendidik menjadi teladan dan penguat dalam implementasi pendidikan karakter. Guru sebagai pengajar dan pembimbing implementasi pendidikan karakter berperan dalam mendidik peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan karakter. Guru memberi fasilitas peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan karakter. Guru memberikan pengalaman yang menumbuhkan karakter peserta didik. Sebagai fasilitator, guru membantu perkembangan aspek pribadi peserta didik dalam pelaksanaan karakter di SD. Kunci utama keberhasilan atau kegagalan pendidikan karakter ada di tangan guru, selebihnya hanya faktor pendukung (Agus Wibowo, 2012: 82).

Peran guru SD dalam implementasi pendidikan karakter ada dua macam (Novan Ardy Wiyani, 2013: 167):

1) Memahami nilai-nilai karakter yang hendak dikerjakan.

Guru perlu memahami nilai-nilai karakter dengan baik. Guru menerapkan nilai-nilai karakter tersebut dalam RPP, Silabus, dan mempraktikkan dalam proses pembelajaran.

2) Mengembangkan pembelajaran aktif.

Komponen yang berperan dalam pembelajaran aktif yaitu tujuan. Kegiatan pembelajaran berorientasi pada pengetahuan, sikap, dan psikomotor. Pencapaian sikap yang sesuai dengan karakter, misalnya kejujuran, percaya diri, kerja keras, dan saling menghargai.

26

Guru sebaiknya memilih model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan pembelajaran aktif. Guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pemberi umpan balik atas apa yang telah dilakukan oleh peserta didik dalam mengimplementasikan pendidikan karakter.

Dalam menanamkan nilai karakter kepada peserta didik, ada lima unsur yang perlu dipertimbangkan:

1) mengajarkan, 2) keteladanan,

3) menentukan prioritas, 4) praksis prioritas, dan

5) refleksi (Novan Ardy Wiyani, 2013: 43-44).

Berdasarkan pendapat Novan Ardy Wiyani tentang lima unsur yang perlu dipertimbangkan dalam menanamkan pendidikan karakter, dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Mengajarkan

Memberi pemahaman kepada peserta didik tentang nilai-nilai karakter.

2) Keteladanan

Peserta didik akan lebih mudah mengamati guru ataupun orang yag lebih tua dalam berperilaku. Kata-kata dapat menggerakkan peserta didik, akan tetapi keteladanan lebih menarik hati.

27 3) Menentukan prioritas

Sekolah menentukan prioritas pendidikan karakter apa dahulu yang ingin diajarkan kepada siswa. Selain itu, proses evaluasinya pun harus jelas, sehingga terlihat apakah sekolah mengalami kemunduran atau kemajuan.

4) Praksis prioritas

Praksis prioritas merupakan bukti dilaksanakannya prioritas nilai.

5) Refleksi

Setelah diadakannya tindakan dan praksis prioritas, diperlukan adanya refleksi sejauh mana sekolah telah berhasil ataupun gagal melaksanakan pendidikan karakter.

c. Siswa

Siswa merupakan orang yang memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan, maupun arahan dari orang lain. Peserta didik yaitu anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 3). Siswa memerlukan pengetahuan untuk mengembangkan dirinya. Akan tetapi dalam jenjang sekolah dasar khususnya, tidak hanya mendidik siswa untuk berkembang secara kognitif saja, akan tetapi dikembangkan karakter (afektif) dan juga psikomotor. Karakter yang baik oleh siswa di sekolah akan dibawa di lingkungan masyarakat.

28

Siswa dilatih tidak hanya dalam hal kognitif. “Character has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral

action” (Lickona dalam Nur Silay, 2013: 135). Karakter mempunyai tiga bagian yang saling berhubungan yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral actionmoral knowing, moral feeling. Siswa diharapkan seimbang antara moral knowing, moral feeling, dan moral actionmoral knowing, moral feeling, dan moral actionnya. Moral knowing berarti pengetahuan tentang nilai-nilai moral. Moral feeling berasal dari hati nurani dan kontrol diri. Penting untuk dimiliki siswa agar memiliki komitmen terhadap nilai-nilai moral. Moral action yaitu mewujudkan moral knowing dan moral feeling dalam kehidupan sehari-hari.

d. Kurikulum Pendidikan Karakter

Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 19, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pendidikan karakter terintegrasi dengan mata pelajaran.

Kurikulum yang ideal di sekolah diharapkan dapat menjawab persoalan pendidikan dan kebangsaan (Agus Wibowo, 2013: 86).

29

Pelaksanaan kurikulum tidak dapat terwujud tanpa adanya kerjasama antar komponen pendidikan di sekolah seperti kepala sekolah, pengawas sekolah, guru, siswa, tenaga kependidikan, dan tenaga administrasi.

Guru menjabarkan pendidikan karakter dan kemudian menerapkannya dalam pembelajaran. Agar pelaksanaan kurikulum bisa berjalan efektif dan efisien, pemerintah mengeluarkan pedoman yang harus diikuti instansi pendidikan dalan perencanaan operasional (Agus Wibowo, 2013: 88). Pedoman tersebut yaitu: penyusunan jadwal pelajaran, penyusunan kalender pendidikan, pembagian tugas guru, penempatan peserta didik dalam kelas, penyusunan RPP, dan pelaksanaan kurikulum (Agus Wibowo, 2013: 88). Perencanaan operasional yang dilakukan untuk menerapkan pendidikan karakter yaitu pertama penyusunan jadwal. Guru menyusun jadwal nilai karakter apa saja yang anak dilaksanakan pada hari ini. Hal ini ada dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Kalender juga perlu disusun agar memudahkan dalam menyusun rencana jangka menengah.

Semua guru berperan dalam pendidikan karakter. Setiap masing- masing guru mempunyai tugas yang berbeda. Diperlukan adanya pembagian tugas untuk kelas rendah dan tinggi. Siswa ditempatkan dalam kelas dengan jumlah siswa yang dibatasi. Dalam satu kelas tidak terlalu banyak. Semua guru menyusun RPP agar pembelajaran yang

30

akan dilakukan dapat terencana. Sekolah hendaknya rutin membuat kurikulum dan melaksanakan kurikulum yang telah ditetapkan.

e. Sarana Prasarana dan fasilitas pendidikan karakter

Sarana prasarana dan fasilitas berperan dalam mendukung implementasi pendidikan karakter. Sarana pendidikan adalah peralatan, perlengkapan secara langsung digunakan dalam proses pembelajaran, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi, alat peraga, dan media pembelajaran (Agus Wibowo, 2013: 106). Sedangkan prasarana merupakan peralatan yang tidak secara langsung menunjang pendidikan, seperti halaman, kebun, taman sekolah, kamar mandi, perpustakaan, mushola, dll.

Pengadaan sarana prasaran perlu memperhatikan efisiensi. Sarana yang dibutuhkan dalam pembelajaran, dan mengembangakan potensi peserta didik. Selain itu juga memerhatikan pembiayaan yang tersedia. Pembiayaan yang dibutuhkan dalam pengadaan disesuakan juga dengan anggaran sekolah.