• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.2 Kerangka Teori

2.2.1 Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama.

Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan, karena kegiatan komunikasi itu tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain (Effendy, 2009:9). Menurut Carl I. Hovland (Effendy, 2009:10), ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.

Untuk memahami pengertian komunikasi sehingga dapat dilancarkan secara efektif, para peminat komunikasi sering kali mengutip paradigma yang dikemukakan oleh Harold Lasswell dalam karyanya, The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell mengatakan bahwa cara yang baik untuk

menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?

Paradigma Lasswell diatas menujukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan itu, yakni:

- Komunikator (communicator, source, sender) - Pesan (message)

- Media (channel)

- Komunikan (communicant, communicate, receiver, recepient) - Efek (effect, impact, influence)

Jadi, berdasarkan paradigma Lasswell tersebut, komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Effendy, 2009:10).

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang mucul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati (Effendy, 2009:11).

Effendy (2011:8) mengatakan proses komunikasi tidak terlepas dari bentuk dan fungsi dimana komunikasi yang baik tidak jauh dari fungsi yang mendukung keefektifan komunikasi. Adapun fungsi komunikasi yaitu:

1. Menginformasikan (to inform)

Memberikan informasi berfungsi menyebarluaskan suatu berita atau informasi yang diketahui dan diberikan kepada masyarakat.

2. Mendidik (to educated)

Kegiatan komunikasi pada masyarakat dengan memberikan berbagai informasi, tidak lain agar masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, lebih berkembang kebudayaannya.

3. Menghibur (to entertain)

Perilaku masyarakat menerima informasi selain untuk memenuhi rasa

aman juga menjadi sarana hiburan.

4. Mempengaruhi (to influence)

Fungsi mempengaruhi adalah suatu kegiatan memberikan berbagai informasi pada masyarakat juga dapat dijadikan sarana untuk mempengaruhi masyarakat ke arah perubahan sikap, pendapat dan perilaku yang diharapkan.

2.2.2 Komunikasi Massa

Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan elektronik). Awal perkembangannya saja, komunikasi massa berasal dari perkembangan kata media of mass communication (media komunikasi massa). Media massa apa? Media massa (atau saluran) yang dihasilkan oleh teknologi modern. Jadi di sini jelas media massa menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi massa. Jadi media massa itu antara lain: televisi, radio, internet, majalah, koran, tabloid, buku dan film (film bioskop dan bukan negatif film yang dihasilkan kamera). Massa yang dimaksud disini adalah kumpulan individu-individu yang berada di suatu lokasi tertentu (Nurudin, 2004:2-4).

Menurut John R Bittner (1996) dalam Nurudin (2004:5-6) menjelaskan bahwa gatekeeper mempunyai peran yang sangat penting dalam komunikasi massa. Inti dari pendapat itu bisa dikatakan begini, dalam proses komunikasi massa disamping melibatkan unsur-unsur komunikasi sebagaimana umumnya (komunikator, pesan, komunikan, efek, dan umpan balik), ia membutuhkan peran media massa sebagai alat untuk menyampaikan atau menyebarkan informasi.

Media massa itu tidak berdiri sendiri. Di dalamnya ada beberapa individu yang bertugas melakukan pengolahan informasi sebelum informasi itu sampai kepada audience-nya. Mereka yang bertugas itu sering disebut sebagai gatekeeper. Jadi, informasi yang diterima audience dalam komunikasi massa sebenarnya sudah diolah oleh gatekeeper dan disesuaikan dengan misi, visi media yang bersangkutan, khalayak sasaran dan orientasi bisnis atau ideal yang menyertainya.

Bahkan, sering pula disesuaikan dengan kepentingan penanam modal atau aparat pemerintah yang tidak jarang ikut campur tangan dalam sebuah penerbitan.

Menurut Severin dan Tankard, Jr. (Effendy, 2009:21-26) komunikasi massa itu adalah keterampilan, seni, dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa itu ditujukan kepada massa dengan melalui media massa. Dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan oleh sifat-sifat komponennya.

Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah

Ini berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga

Media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum

Pesan yang disebarluaskan melalui media massa bersifat umum (public) karena ditujukan kepada umum dan mengenai kepentingan umum. Jadi tidak ditujukan kepada perseorangan atau kepada sekelompok orang tertentu.

4. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan

Ciri lain dari media massa adalah kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarluaskan. Hal inilah yang merupakan ciri paling hakiki dibandingkan dengan media komunikasi lainnya.

5. Komunikan bersifat heterogen

Komunikan yang merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Keberadaannya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam berbagai hal.

Fungsi komunikasi massa, antara lain (Effendy, 2009:26-31):

1. Pengawasan

Media mengambil tempat para pengawal yang pekerjaannya mengadakan pengawasan.

2. Interpretasi

Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu.

3. Hubungan

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran perseorangan.

4. Sosialisasi

Media massa menyajikan penggambaran masyarakat. Melalui membaca, mendengarkan, dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

5. Hiburan

Beberapa media massa memang memiliki fungsi utama sebagai sarana hiburan.

2.2.3 Media Baru (New Media)

Aspek paling mendasar dari teknologi informasi dan komunikasi barangkali adalah fakta digilitasi, proses dimana semua teks (makna simbolik dalam bentuk yang telah direkam dan dikodekan) dapat dikurangi menjadi kode biner dan dapat mengalami proses produksi, distribusi, dan penyimpanan yang lama. Konsekuensi potensial yang paling terkenal dari lembaga media adalah konvergensi antara semua bentuk media dalam kaitannya dengan pengaturan, distribusi, penerimaan, dan regulasi mereka (McQuail, 2011:150).

Perkembangan media baru di masyarakat memang sangat besar, terutama dalam penggunaan teknologi internet. Pada media baru, khalayak tidak hanya sekedar ditempatkan menjadi objek yang menerima pesan, akan tetapi peran

khalayak mulai bergeser menjadi lebih aktif terhadap sebuah pesan. Media baru juga memberi kemungkinan yang lebih besar kepada para penggunanya untuk mengakses berbagai jenis konten media kapan saja dan di mana saja tanpa terbatas ruang dan waktu. Media baru memiliki sifat yang lebih interaktif dan bebas.

Media baru dikenal sebagai media digital, yaitu semua isi media yang menggabungkan dan menyatukan teks, suara, data, dan berbagai gambaran yang disimpan dalam format digital dan didistribusikan melalui jaringan komunikasi (Mondry, 2008:13).

Menurut Poster (1999) dalam McQuail (2011:151) perbedaan media baru dan media lama adalah:

1. Media baru memungkinkan terjadinya percakapan antar banyak pihak.

2. Media baru memungkinkan penerimaan secara simultan, perubahan dan penyebaran kembali objek-objek budaya.

3. Media baru mengganggu tindakan komunikasi dari posisi pentingnya, dari hubungan kewilayahan dan modernitas.

4. Media baru menyediakan kontak global secara instan.

5. Media baru memasukkan subjek modern/akhir modern kedalam mesin aparat yang berjaringan.

Tidak dapat dipungkiri, hadirnya media baru memudahkan manusia dalam melakukan komunikasi. Media baru menjadi ruang interaksi yang baru bagi manusia untuk berbagi komunikasi secara cepat, menyalurkan ide, dan lainnya.

Sehingga media baru termasuk hal yang cepat diterima dalam kehidupan masyarakat. Menurut Herliani (2015:218) fungsi media baru dibagi menjadi:

1. Berfungsi menyajikan arus informasi yang dapat dengan mudah dan cepat diakses kapan saja dan dimana saja.

2. Sebagai media transaksi jual-beli barang/jasa.

3. Sebagai media hiburan.

4. Sebagai media komunikasi yang efesien.

5. Sebagai sarana pendidikan.

2.2.4 Uses and Gratification (Penggunaan dan Kepuasan)

Helbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang mengenalkan teori ini. Teori ini dikenalkan pada tahun 1974 dalam bukunya The Uses of Mass Communications: Current Perspectives on Gratification Research. Teori Uses and Gratification milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media itu adalah pihak yang aktif dalam proses komunikasi.

Pengguna media berusaha untuk mencari sumber media yang paling baik di dalam usaha memenuhi kebutuhannya. Artinya, teori Uses and Gratification mengasumsikan bahwa pengguna mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya (Nurudin, 2004:181).

Katz, Blumer & Gurevitch dalam Ardianto & Lukiati (2009:70) memberikan beberapa asumsi dasar dari teori Uses and Gratification, yaitu:

1. Khalayak dianggap aktif, yang artinya khalayak merupakan bagian penting dari penggunaan media massa diasumsikan mempunyai tujuan.

2. Dalam proses komunikasi massa, inisiatif yang dilakukan untuk mengaitkan pemuasan kebutuhan dengan pemilihan media terletak pada khalayak.

3. Media massa harus bisa bersaing dengan sumber lainnya untuk bisa memuaskan kebutuhannya.

4. Tujuan pemilihan media massa bisa disimpulkan dari data yang diberikan kepada anggota khalayak.

5. Penilaian tentang arti kultural dari media massa harus ditangguhkan sebelum diteliti lebih dahulu orientasi khalayak.

Teori Uses and Gratification ini ditekankan bahwa audience itu aktif untuk memilih media mana yang harus dipilih untuk memuaskan kebutuhannya.

Teori ini lebih menekankan pada pendekatan manusiawi dalam melihat media.

Artinya, manusia itu punya otonomi, wewenang untuk memperlakukan media.

Blumer dan Katz percaya bahwa tidak hanya ada satu jalan bagi khalayak untuk menggunakan media. Sebaliknya, mereka percaya bahwa ada banyak alasan

khalayak untuk menggunakan media. Menurut pendapat teori ini, konsumen media mempunyai kebebasan untuk memutuskan bagaimana (lewat media mana) mereka menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya (Nurudin, 2004:181-182).

Kebutuhan individual dikategorisasikan sebagai berikut (Effendy, 2003:294):

1. Cognitive needs (kebutuhan kognitif)

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan.

2. Affective needs (kebutuhan afektif)

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional.

3. Personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integratif)

Kebutuhan yang berkaitan denga peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual.

4. Social integrative needs (kebutuha sosial secara integratif)

Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia.

5. Escapist needs (kebutuhan pelepasan)

Kebutuhan yang berkaitan denga upaya menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman.

Kita bisa memahami interaksi orang dengan media melalui pemanfaatan media oleh orang itu (uses) dan kepuasan yang diperoleh (gratifications).

Gratifikasi yang sifatnya umum antara lain pelarian dari rasa khawatir, peredaan rasa kesepian, dukungan emosional, perolehan informasi dan kontak sosial.

Mengapa pula khalayak aktif memilih media? Alasannya adalah karena masing-masing orang berbeda tingkat pemanfaatan medianya (Nurudin, 2004:183).

2.2.4.1 Penggunaan dan Kepuasan dalam Menggunakan Media

Penggunaan media adalah jumlah waktu yang digunakam dalam berbagai media, jenis media yang dikonsumsi, dan berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan. Adapun indikator dalam penggunaan media, yaitu (Rakhmat, 1996:56):

1. Frekuensi

Tingkat keseringan dalam mengunakan media.

2. Intensitas

Tingkat pemahaman isi-isi media dalam menggunakan suatu media yang terjadi sebelum terkena terpaan media, saat terkena terpaan media dan sesudah terpaan media.

3. Durasi

Curahan waktu yang dibutuhkan dalam mengkonsumsi suatu media.

Rosengreen dalam Rakhmat (1996:66) menjelaskan penggunaan media dapat dibagi menjadi:

1. Jumlah waktu yang digunakan dalam mengkonsumsi media.

2. Jenis isi media yang dikonsumsi.

3. Berbagai hubungan antara individu konsumen media dengan isi media yang dikonsumsi atau dengan media secara keseluruhan.

Menurut McQuail (2011:72), dalam menggunakan media, kepuasan terhadap penggunaan media dapat di ukur berdasarkan empat motif kebutuhan, yaitu:

1. Information Seeking (Informasi)

Media menyediakan informasi yang membuat pengguna untuk mengetahui ataupun mencari informasi-informasi yang dibutuhkan.

2. Personal Identity (Identitas Pribadi)

Dorongan untuk memperkuat nilai-nilai pribadi, kredibilitas, stabilitas, dan status.

3. Social integration and Interaction (Integrasi dan Interaksi Sosial) Media memberi ruang untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial.

4. Entertainment (Hiburan)

Pengguna menggunakan isi dari media untuk mencari ataupun mendapatkan hiburan.

Katz, Gurevitch & Haas dalam Rakhmat (1966:66) mengemukakan kepuasan terhadap suatu media bisa dilihat dari ciri sebagai berikut:

1. Isi media

2. Sifat media massa 3. Ciri media

Para peneliti menggunakan pendekatan uses and gratifications untuk menjelaskan pemilihan serta penggunaan media baru seperti internet dan aplikasinya yang dilakukan oleh khalayak. Pendekatan uses and gratifications telah digunakan untuk meneliti penggunaan media baru diantaranya adalah penggunaan telepon genggam, penggunaan internet, penggunaan media sosial, penggunaan situs jejaring sosial, penggunaan microblogging, penggunaan pesan instan, penggunaan permainan daring, penggunaan berita beranimasi, serta penggunaan media hiburan.

Secara umum, pendekatan uses and gratifications adalah sebuah pendekatan untuk memahami mengapa khalayak secara aktif mencari media yang khusus yang dapat memenuhi kebutuhan khalayak. Pendekatan uses and gratifications merupakan salah satu pendekatan untuk memahami komunikasi massa yang berpusat pada khalayak. Pendekatan uses and gratifications memberikan kekuasaan pada khalayak untuk memutuskan media mana yang akan dipilih atau dikonsumsi. Khalayak memiliki peran aktif dalam melakukan intepretasi dan mengintegrasikan media ke dalam kehidupannya.

Pada uses and gratifications, khalayak bertanggung jawab terhadap pemilihan media untuk memenuhi kebutuhannya. Dapat dikatakan bahwa yang menjadi alasan mengapa khalayak menggunakan media adalah kondisi sosial

psikologis yang dirasakan sebagai sebuah masalah oleh khalayak dan media digunakan oleh khalayak untuk mengatasi berbagai masalah tersebut.

Alasan peneliti menggunakan teori uses and gratifications adalah peneliti ingin melihat apakah dengan adanya Fitur Tawar dalam aplikasi transportasi online inDriver, yang merupakan salah satu contoh dari new media, dapat menjadi alasan dipilihnya aplikasi ini dibanding aplikasi yang sejenis lainnya hingga dapat mempengaruhi kepuasan konsumen dan apakah Fitur Tawar dapat menjadi media yang digunakan oleh khalayak untuk mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengannya.

2.2.5 Disrupsi Inovasi

Istilah disrupsi mula pertama diformulasikan secara ilmiah dilakukan oleh Prof. Clayton Christensen, guru besar ilmu strategi dari Harvard Business School.

Ia menulis artikel di Harvard Business Review pada 1995 dengan judul Disruptive Technology: Catching the Wave. Setelah itu Prof. Christensen rajin menulis tentang disrupsi dan pada 1997 mengeluarkan buku dengan tajuk The Innovator's Dilemma. Buku ini kemudian jadi babon dari semua hal yang merujuk pada inovasi disrupsi.

Menurut Prof. Christensen, terjadi kegamangan dari perusahaan (organisasi) besar untuk melakukan inovasi disrupsi. Penyebabnya karena organisasi bersangkutan sangat kuat dalam penguasaan pasar, nyaman dengan posisinya, atau terlalu percaya diri dengan berbagai keunggulannya.

Seperti dengan kajian-kajian ilmiah lainnya yang sering mendahului zaman, pun dengan risalah-risalah ilmiah karya Prof. Christensen. Inovasi disrupsi masih sebatas kajian yang masuk akal, namun belum matang untuk dieksekusi.

Dunia (bisnis) masih berkutat dalam inovasi konvensional. Hingga akhirnya muncul sebuah era bernama industri 4.0.

Dengan tiga gugus utama penggerak 4.0, yaitu fisik (teknologi tiga dimensi, robotik yang semakin cerdas dan personal), biologi (DNA dan gen), digital (internet of things, kecerdasan buatan, cloud, big data), inovasi disrupsi

mendapat motor penggerak nan kencang. Inovasi tidak lagi sekadar mengubah fitur, tampilan (incremental innovation), atau mengubah produk/jasa (radical innovation), namun sudah mengubah industri maupun pasar (disruptive innovation). Inovasi disrupsi membuat produk/jasa lama menjadi tidak relevan.

Inovasi disrupsi menemukan jejak nyata pada ranah ekonomi (bisnis).

Akibat dari inovasi disrupsi para pemain yang menguasai pasar bukan mendapat pesaing dari industri sejenis, namun dari pemain baru yang sebelumnya tidak ada.

Taksi konvensional maupun jaringan hotel mendapat tekanan justru dari platform berbasis aplikasi yang tidak memiliki aset bernama mobil atau bangunan.

Media cetak mengalami kemunduran bukan karena muncul pesaing baru sesama media cetak, namun mendapat gempuran dari media sosial yang sebelumnya tidak ada. Pun televisi harus berbagi kue iklan dan penonton dengan kemunculan Youtube. Hari ini goncangan terhadap televisi ditambah dari media sosial (Instagram, Facebook) yang menampilkan konten video. Banyak jenis inovasi disrupsi lainnya yang mengguncang industri dan menciptakan pasar baru.

Kenormalan baru adalah anak kandung dari inovasi disrupsi. Per Jacobsson Foundation pada 10 Oktober 2010 mengeluarkan kajian yang ditulis oleh Mohamad El-Erian, ekonom Allianz berjudul Navigating the New Normal in Industrial Countries. El-Erian mengkaji munculnya kenormalan baru pada industri keuangan akibat dari krisis global 2008. Kenormalan baru di sektor keuangan seperti dikatakan El-Erian masih pada tahap awal.

Kenormalan baru yang kencang dialami tak lain munculnya bisnis rintisan yang bermain pada industri keuangan (finansial teknologi/fintek). Fintek ini yang menjadikan kenormalan baru pada industri keuangan. Lembaga keuangan perbankan dan non perbankan konvensional berbenah menghadapi serbuan fintek.

Dengan jalan keluar yang elegan, kolaborasi antara lembaga keuangan konvensional dengan fintek. Hasilnya, industri keuangan konvensional dan fintek sama-sama bertumbuh.

Disrupsi dan kenormalan baru menjadi frasa paling populer pada ranah ekonomi (bisnis) pada tahun-tahun belakangan ini. Kemudian frasa disrupsi menelusup pada semua ranah kehidupan (sosial, politik, budaya, pertahanan, keamanan, hingga agama). Tidak demikian dengan anak kandung disrupsi, kenormalan baru. Ranah-ranah lain karena terdampak disrupsi masih pada tahap awal, alhasil tetap dengan kebiasaan normal. Kenormalan baru masih sebatas wacana.

Hingga akhirnya muncul Covid-19. Semua ranah tidak bisa menghindar dari dampaknya. Mirip dengan tiga karakter digital (cepat, skala, dampak), Covid-19 menyerang manusia dengan sangat cepat. Skala penyebarannya sangat luas dan dampaknya luar biasa.

Disrupsi lahir karena digerakkan oleh tiga gugus 4.0 yaitu fisik, biologi dan digital. Ditambah dengan satu gugus lagi, Covid-19, disrupsi mengalami lompatan supercepat. Semua sektor kehidupan terdampak Covid-19. Manusia yang dibatasi pergerakannya menyebabkan pergerakan yang lain juga terbatas.

Kapan berakhirnya pandemi Covid-19 tiada satu pun otoritas yang mampu memastikan. Sementara kehidupan tetap harus berjalan. Masa depan harus dilakoni. Alhasil kenormalan baru menjadi pijakan untuk mengendorkan pergerakan dan menggulirkan kehidupan (A.M. Lilik Agung, 2020).

Munculnya inovasi aplikasi teknologi seperti Uber atau Gojek adalah bentuk disrupsi inovasi. Mereka akan menginspirasi lahirnya aplikasi sejenis yang dapat memberikan pilihan bagi penggunanya, salah satunya adalah inDriver.

2.2.5.1 E-Business

Awalan “E” ialah “elektronik”, yang berarti kegiatan ataupun transaksi yang digunakan tanpa pertukaran atau kontak fisik. Transaksi diadakan dengan secara elektronik atau digital, sesuatu dibuat menjadi mungkin dengan pesatnya perkembangan komunikasi digital (Parta Setiawan, 2020).

Menurut Kalakota dan Robinson dalam Kalakota (2001) dalam Parta Setiawan (2020) menuliskan bahwa e-business adalah sebuah paduan yang

kompleks antara proses-proses bisnis, aplikasi-aplikasi perusahaan dan beberapa struktur organisasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu model bisnis yang memiliki performasnsi yang jauh lebih baik dari keadaaan sebelumnya.

Menurut O‟Brien & Marakas dalam bukunya Management Information System (2008) dalam Parta Setiawan (2020) menyatakan bahwa e-business adalah penggunaan teknologi internet untuk bekerja dan memberdayakan proses bisnis, e-commerce dan kolaborasi dengan mitra bisnis seperti hubungan dengan pelanggan, pemasok, dan pemangku kepentingan bisnis lainnya. E-business atau elektronik bisnis dapat didefinisikan sebagai aktivitas yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pertukaran barang atau jasa dengan memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan transaksi. E- bisnis juga salah satu aplikasi teknologi internet yang merambah dunia bisnis internal, melingkupi sistem, pendidikan pelanggan, pengembangan produk dan pengembangan usaha.

Konsep e-business ini dilatarbelakangi dengan adanya krisis yang dialami IBM (International Business Machines Corporation) sehingga akhirnya mengganti CEO-nya pada tahun 1993. Pertumbuhan internet yang sangat cepat mulai pertengahan 1990-an, membuat banyak pihak melihatnya sebagai suatu kesempatan emas yang dapat membuat perusahaan lebih unggul, namun banyak yang belum bisa memanfaatkan keadaan tersebut. Melihat keadaan yang dapat mengubah cara kerja perusahaan, akhirnya pada tahun 1995 Louis Gerstner, CEO IBM saat itu berhasil mengatasi krisis finansial yang dialami IBM dan mengagendakan bagaimana membuat internet bisa menj adi alat bisnis ke bisnis yang bermanfaat, dengan mengandeng Dennie Welsh sebagai Kepala Integrated Systems Services Corporation (anak perusahaan IBM) saat itu, dan Marketing Executive John Patrick yang memiliki persepsi sama dengan dia. Untuk menangani rencana besar Gerstner akhirnya dibentuk Internet Division dibawah pimpinan Irving Wladawsky-Berger, dengan tugasnya untuk merumuskan dan meluncurkan strategi internet perusahaan di seluruh unit bisnis. Sehingga pada musim gugur 1997, Louis Gerstner melalui IBM mengkampanyekan pemasaran

yang sangat kreatif untuk mendorong dan menyediakan layanan agar setiap perusahaan mampu menerapkan e-business dan memanfaatkan internet sebagai nilai bisnis (Parta Setiawan, 2020).

2.2.5.2 Transportasi Online inDriver

Gambar 2.1

Tampilan Awal Transportasi Online inDriver

Gambar 2.2

Tampilan Home Transportasi Online inDriver

Gambar 2.3

Tampilan Home dengan Alamat Tujuan Transportasi Online inDriver

Gambar 2.4

Tampilan Fitur Tawar Transportasi Online inDriver

Gambar 2.5

Tampilan Order Transportasi Online inDriver

Gambar 2.6

Tampilan Offers Transportasi Online inDriver

Salah satu bentuk e-business yang paling dikenal publik adalah aplikasi

Salah satu bentuk e-business yang paling dikenal publik adalah aplikasi