• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini menjelaskan mengenai langkah yang dilakukan oleh masyarakat untuk dapat menerima hak mereka sebagai penerima dampak. Dalam kasus ini tindakan masyarakat ditunjukkan dengan kondisi struktur agraria masyarakat

under-construction untuk menciptakan kesejahteraan.

Masuknya industri pertambangan di sekitar pemukiman masyarakat telah mengubah struktur kehidupan masyarakat, terutama pada mata pencahariannya. Aksi penuntutan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bukti kondisi masyarakat hanya bergantung pada perusahaan. Kegiatan pertambangan adalah kegiatan yang dapat dilihat dari proses eksplorasi hingga menghasilkan output. Jika dilihat dari dampak keberadaan perusahaan, harusnya mampu memberikan perubahan yang positif terhadap masyarakat lingkar. Pengaruh positif kegiatan penambangan yaitu memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah, membuka keterisolasian wilayah, menyumbangkan devisa negara, membuka lapangan kerja, pengadaan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan yang berhubungan dengan kegiatan produksi, serta dapat menyediakan prasarana bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya (Mangkusubroto 1995).

Struktur agraria tidak dapat dilepaskan dari kondisi masyarakat desa saat ini. Penguasaan terhadap sumber-sumber agraria yang berada pada tangan beberapa aktor agraria menjadikan kondisi agraria mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi terhadap agraria kemudian memengaruhi kondisi masyarakat, bukan hanya masyarakat tetapi juga lingkungan, serta sumber daya alam lainnya yang saling berpengaruh satu sama lain.

Pertumbuhan ekonomi yang semakin ditingkatkan oleh pemerintah serta

profit oriented yang dikejar oleh berbagai perusahaan menjadikan berbagai perubahan terhadap struktur agraria. Sama halnya dengan perusahaan semen yang berada di tengah-tengah pemukiman masyarakat, Semen Tonasa baik langsung ataupun tidak, sadar ataupun tidak telah menyebabkan terjadinya perubahan struktur agraria. Perubahan tersebut dapat dilihat dari kondisi sebelum dan setelah adanya perusahaan di sekitar masyarakat. Dusun Boronguntia sebagai dusun terdekat dengan pabrik menunjukkan bahwa dusun hasil pemekaran akan terlihat mengalami perubahan, baik signifikan atau tidak serta berhubungan atau tidak saat sebelum pabrik beroperasi di kawasan yang telah termekarkan dan pada saat pabrik masih beroperasi di dusun.

Kondisi ini dilihat dari lima indikator yang berada dalam satu variabel dengan hanya melihat kondisi setelah adanya perusahaan semen. kelima indikator tersebut akan diakumulasikan hasilnya secara keseluruhan yang kemudian dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang, dan buruk. Hasil kumulatif dari keseluruhan jawaban digunakan untuk mengukur kondisi sosial ekonomi masyarakat under-construction dapat dilihat dalam Gambar 10.

Gambar 10 Kategorisasi penggunaan lahan responden Dusun Boronguntia

Berdasarkan data pada Gambar 10, terlihat bahwa luasan lahan yang dapat digunakan oleh masyarakat adalah luasan yang rata-rata berada pada kondisi sedang yakni sebanyak 20 responden dan sebanyak 13 responden berada pada kondisi rendah serta sebanyak 8 responden berada pada kondisi tinggi. Mengacu pada data tersebut terlihat bahwa masyarakat hanya dapat memanfaatkan lahan berupa lahan adat dan hanya digunakan untuk membangun rumah.

Rata-rata penggunaan lahan yang dapat digunakan masyarakat untuk membangun rumah adalah seluas 104.41 Ha tanpa terdapat lahan tambahan untuk digunakan sebagai kegiatan pertanian lainnya.

“Sekarang tanah yang ditempati sama masyarakat hanya tanah yang dibangun

saja rumah. Tidak adami yang punya sawah, kalau masih ada paling di desa lain, bukan di desa ini. Karena desa ini sekarang tidak adami apa-apanya, paling berharga yah ini tanah adat yang dibangun sama masyarakat untuk dijadikan

pemukiman.” (Bapak PA, 68 Tahun)

Perubahan struktur agraria yang besar akan mendorong perubahan bentang alam serta perubahan pekerjaan oleh masyarakat yang berada di sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut kemudian digambarkan pada kondisi sebelum dan setelah perubahan struktur agraria terjadi pada Gambar 11.

Tidak Berlahan (Pendatang) Tidak Memiliki Lahan Memiliki Lahan Kondisi Pra-construction 4 9 28 Kondisi Under-construction 0 36 5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Ju m lah Re sp on d en

Gambar 11 Perubahan struktur agraria responden Dusun Boronguntia Tahun 2015

Terlihat pada Gambar 11 bahwa hasil perundingan bersama responden, perubahan struktur agraria yang terjadi pada masyarakat lingkar tambang terutama Dusun Boronguntia telah mengalami perubahan yang sangat besar dan sangat signifikan. Hasil ini telah menggambarkan mengenai kondisi agraria masyarakat yang sudah tidak memiliki lahan pertanian, tidak dapat memanfaatkan bahkan tidak dapat menggunakannya lagi apalagi menyewa. Hanya sebagian kecil yang dapat menggunakannya itupun hanya sebagai buruh bukan sebagai penyewa dan penggarap lahan.

“Perubahan dulu sama sekarang banyak sekali bisa dilihat, bukan saja tentang

tanah, tapi kepadatan, suasana, udara, berubah semua. Kalau dulu orang punya sawah tidak mengangggur seperti sekarang, dulu belumpi ada jalanan beton masih jalan setapak, berubah pola pemukiman pasti karena dulu rumahnya orang-orang tersebar dekat sawah, tapi dengan adanya perusahaan adalah sedikit perubahan yang baik, terutama air bersih, tapi itumi sekarang keluhannya masyarakat

polusinya pabrik sama ledakannya.” (Bapak PA, 68 Tahun)

Berdasarkan pernyataan dari salah seorang tokoh masyarakat tersebut kemudian membuktikan bahwa perubahan bentang alam yang dirasakan oleh masyarakat pada kepemilikan lahan, telah dimiliki oleh perusahaan dan lahan yang dimiliki saat ini berada pada kawasan adat, selain itu kondisi pembebasan lahan juga melalui tokoh adat pada masa itu, sehingga proses ganti rugi tidak diketahui secara pasti, namun berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh adat telah disebutkan bahwa proses pembebasan memiliki dua versi yakni dengan menukarkan lahan yang dimiliki dengan kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat sedangkan versi kedua dengan proses jual beli dengan pembuatan sertifikat dadakan. Dari kedua versi tersebut tetap diketahui bahwa masyarakat tidak mendapatkan hasil dari proses pembebasan lahan tersebut.

Rendah Sedang Tinggi Kondisi Pra-Construction

(20 tahun terakhir) 4 27 10

Kondisi Under-

Construction (Saat Ini) 20 8 13 0 5 10 15 20 25 30 Ju m lah R e sp o n d e n

“Dulu banyak sekali sawahnya nenek sama orang tua, tapi sekarang sudah tidak ada karena sudah diambil sama Tonasa. Tidak adami sawah jadi padi tidak ambil dari sawah tapi harus beli untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kalau ditanyakan proses pembebasan lahannya, menurut orang tua dulu itu sama nenek- nenek tidak diketahui prosesnya tapi menurut orang tua melalui tokoh adat mengurusnya karena kan sebagian tanah yang dimiliki juga termasuk tanah adat desa jadi waktu itu urusannya sama tokoh adat, kalau bentuk ganti ruginya juga tidak tau bentuknya seperti apa, pokoknya kita tidak dapat hasil dari penjualan tanah, sekarang baru menuntut bagaimana sebenarnya status tanah (sawah) yang

dimiliki perusahaan dengan milik masyarakat.” (Bapak HA, 35 Tahun)

Selanjtnya perubahan bentang alam juga terlihat dari perubahan pola pemukiman, menurut tokoh adat tersebut masyarakat mengalami perubahan pola pemukiman. Perubahan tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat namun pada kuantitas penggunaan lahan. Namun setelah adanya perusahaan yang awalnya hanya menggantungkan sumber airnya pada sungai, dengan adanya perusahaan pengadaan sumber air bersih menjadikan masyarakat menjadi lebih baik.

“Dulu itu orang mau mandi, mencuci, berak, semuanya di sungai. Kalau mau masak

juga pakai air dari sungai, tapi untuk kesehatannya mungkin baik-baik saja karena waktu itu banyak yang gunakan sungai untuk kebutuhan sehari-hari dan jarang ada yang sakit, tetapi ada batas larangan-larangan karena setelah kejadian ada anak yang tenggelam dan hanyut jadi mulai jarang digunakan, baru Tonasa masuk dan kasih kita pompa air kemudian jarang ada masyarakat yang ke sungai untuk

Perubahan Bentang Alam

Keberadaan perusahaan semen di tengah-tengah masyarakat akan menunjukkan seberapa besar perubahan yang diberikan perusahaan terhadap masyarakat. Pada variabel perubahan struktur agraria, indikator perubahan bentang alam akan dilihat sebagai alat ukur mengenai seberapa jauh perubahan bentang alam yang terjadi setelah perusahaan melakukan kegiatan operasi proses produksi semen.

Pada indikator ini terdiri dari 8 buah pertanyaan, dengan bentuk jawaban berupaka skala yakni, nilai 1 dianggap sebagai jawaban tidak, dan nilai 2 sebagai jawaban ya. Jika diakumulasikan maka akan menghasilkan akumulasi nilai terendah 8 dan tertinggi 16. Berdasarkan akumulasi tersebut akan digolongkan menjadi tiga tingkatan, yakni buruk, sedang, dan tinggi. Setelah melihat kondisi yang akan digambarkan nanti maka akan terlihat perubahan yang terjadi terutama pada perubahan bentang alam. Untuk melihat perubahan yang kondisi perubahan akan ditunjukan pada Gambar 12.

Gambar 12 Kondisi bentang alam masa under-construction menurut responden Dusun Boronguntia Tahun 2015

Berdasarkan Gambar 12 maka dapat diperoleh gambaran bahwa kondisi bentang alam yang terjadi semenjak perusahaan semen beroperasi menunjukkan kondisi sedang. Responden yang berada pada kondisi buruk hanya ditunjukan oleh 1 orang responden (2.4%), pada kondisi sedang yakni sebanyak 38 responden (92.7%) sedangkan untuk kondisi baik hanya terdapat 2 orang (4.9 %).

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa perusahaan memberikan perubahan pada kondisi bentang alam Dusun Boronguntia. Perubahan bentang alam yang terlihat oleh masyarakat adalah kondisi pemilikan lahan, kondisi infrastruktur (jalan), kondisi pemukiman terutama akibat ledakan yang menghasilkan getaran sehingga kondisi rumah warga menjadi retak, serta kondisi

0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 100,0

Rendah Sedang Tinggi

J u m la h R es p o n d en Kondisi

udara yang pada musim kemarau akan sangat terasa polusi yang dihasilkan oleh pabrik.

“Masyarakat Dusun Boronguntia mengeluhkan polusi serta akibat

ledakandengan guncangannya menyebabkan rumah warga mengalami getaran

bahkan jika rumahnya pada kondisi berbatu maka akan mengalami retak.” –(Ibu NH, 30 Tahun)

Perubahan kondisi pada bentang alam telah menunjukkan bahwa perusahaan memberikan perubahan terhadap kondisi kehidupan masyarakat Dusun Boronguntia selama masa under-construction.

Kondisi perubahan lain dirasakan oleh masyarakat adalah pada perubahan kondisi lingkungan, dimulai dari kondisi tanah yang tidak sesubur dahalu, pekarangan yang tidak dapat ditanami untuk pemanfaatan lahan akibat kondisi lingkungan yang semakin dipadati oleh pemukiman, polusi dari aktivitas pabrik yang debunya tidak dapat dihindari lagi hingga menyebabkan kondisi kesehatan masyarakat yang sering sesak napas, flu, hingga mengalami ISPA dan sinusitis.

“Polusinya itu Tonasa sangat menyiksa, ini saya beringus (flu) terus gara-gara

debunya Tonasa yang setiap hari diisap (dihirup). Karena selalu flu dan sakit kepala ke dokter untuk periksa, ternyata dari dokternya dijelaskan kalau kena sinusitis. Perawatan sinusitif bukan perawatan yang murah, ini saya begini susah bernapas, bersin-bersin tidak bisami diapa-apakan, tidak ada uang untuk berobat, harusnya Tonasa yang kasih ke kita bantuan karena tidak tahu apa yang

sebenarnya rasakan, harapan dengan apa yang dikasih sama Tonasa.” (Ibu NU, 30 Tahun)

Selain kondisi kesehatan yang diakibatkan oleh polusi pabrik, polusi pabrik juga telah menjadikan desa berada pada kondisi atmosfer yang sangat panas, bahkan panasnya dapat dirasakan oleh masyarakat itu sendiri. Kondisi panas juga ditambah dengan kondisi pemukiman masyarakat yang rapat satu sama lain dan kondisi rumah yang berdindingkan seng sehingga menyebabkan kondisi rumah panas meskipun kondisi pada saat itu sedang dalam puncak musim hujan. Polusi bukan hanya satu-satunya hasil kegiatan operasi tambang, pada kegiatan pertambangan ledakan juga menyebabkan perubahan bentang alam yang dirasakan oleh masyarakat.

Ledakan dari kegiatan pencarian karst sebagai bahan baku pembuatan semen menyebabkan masyarakat sudah tidak asing dan kaget jika terjadi ledakan- ledakan tersebut. Sehari bisa saja merasakan getaran tersebut sebanyak dua kali. Ledakan itu rupanya menyebabkan kondisi rumah warga retak hingga terjadi pergeseran tanah.

“Coba lihat saja dinding rumah bawah sama pondasinya tiang retak-retak biar

sudah di plester (tambal) tetap saja retak,kalau tidak di pondasi tambahan mungkin sudah rubuhmi rumah, tapi mau diapakan juga pasti tetap seperti itu.

Tanah bergeser juga perlahan-lahan dirasa.” (Ibu NH, 30 Tahun)

Kegiatan-kegiatan mulai dari operasi hingga proses produksi telah memberikan perubahan terhadap kondisi kehidupan masyarakat yang berada di

sekitar perusahaan. Tetapi sepanjang kegiatannya masyarakat tidak merasakan bencana alam seperti longsor yang diakibatkan sebagai dampak dari kegiatan pertambangan. Namun, bencana yang beberapa tahun terkahir dialami oleh masyarakat berupa banjir yang diyakini sebagai akibat dari penyempitan serta kedangkalan dari sungai. Hal ini diyakini sebagai akibat pembuangan sampah yang dilaksanakan oleh masyarakat serta akibat dari kepadatan penduduk yang berada di sekitar bibir sungai.

Pelibatan Masyarakat Lokal

Peluang merupakan sebuah kesempatan langka bagi pelibatan masyarakat untuk dapat ikut serta pada kegiatan pemberdayaan yang dikembangkan oleh perusahaan. Perusahaan swasta memiliki kriteria yang wajib dipenuhi oleh mereka yang akan terlibat, terutama dalam program Bina Mitra Tonasa. Program ini memiliki kriteria khusus untuk dapat ikut menjadi anggota di dalamnya.

“Pelaksanaan program kemitraan (PK) dilaksanakan dengan mengajukan

proposal kemudian akan dilakukan survey untuk melihat masyarakat yang akan mengajukan bantuan dana sesuai dengan kriteria yang ditetapkan perusahaan, yakni mereka yang memiliki aset tanah sebanyak 200 Ha serta uang sebanyak 1 M selama 1 tahun terakhir. Hal ini menjadi alat ukur dikarenakan peminjaman yang dilakukan merupakan dana yang akan kembali pada perusahaan untuk kegiatan lainnya namun masih berkaitan dengan pemberdayaan serta perputaran uang yang diberikan tidak sekedar peminjaman untuk pemakaian pemenuhan kebutuhan, namun untuk peningkatan usaha yang dilaksanakan oleh

masyarakat.”-(Bapak AA)

Peluang usaha atau kerja akan menunjukkan berapa banyak kesempatan kerja yang dapat di berikan oleh perusahaan terhadap masyarakat lokal. Masyarakat yang saat ini sudah tidak memiliki lahan dan sumber penghasilan telah mengalami perubahan sistem pencaharian.

Untuk mengetahui kondisi mengenai seberapa besar peluang usaha atau kerja yang diberikan oleh Tonasa terhadap peningkatan kelayakan kehidupan masyarakat desa lingkar, maka dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Peluang Usaha atau Kerja Masa Under-Construction Menurut Responden Desa Boronguntia Tahun 2015

Berdasarkan Gambar 13, maka dapat dilihat kondisi peluang usaha dengan adanya Tonasa berimbang antara kondisi yang rendah dan sedang, sebanyak 16 responden (39.0 %) mengatakan berada kondisi yang rendah, kondisi sedang sebanyak 16 responden atau 39.0 persen, dan sebanyak 9 responden (22.0 %) mengatakan pada kondisi tinggi.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa peluang usaha atau kerja yang digambarkan oleh responden beragam.

“Jangankan bisa ikut bekerja di Tonasa, kalau mau kerja di Tonasa harus punya

kenalan, pun kalau bisa paling bekerja di bagian lapangan. Susah sekali dapat pekerjaan sekarang apalagi kalau lagi tidak ada proyek dan panggilan dari pekerja-pekerja proyek di lapang. Selain itu, kalau bisa ikut programnya Tonasa

mau ambil dimana uangnya untuk pengembalian uang cicilannya.”-(Ibu HA, 30 Tahun).

“Saya ikut juga itu kayak pimnajam dana untuk usaha, baru 1 tahun jalan, tapi

alhamdulillah lancar. Tidak susah sebenarnya tapi panjang urusannya, karena harus juga dilengkapi dengan kriteria yang Tonasa berikan, jadi diurus dulu terus kalau tidak sesuaiki biasanya na suruhki menunggu, karena kita juga buat proposal sendiri untuk diajukan sendiri, enaknya kalau ada kenalan di Tonasa bisa gampang, tapi kalau tidak ada yah begitu panjang terus dilempar kesana

kesini.” (Nenek CA, 60 Tahun)

Mengacu pada kondisi pendapatan dan pengeluaran yang mengalami peningkatan, maka dapat dipastikan bahwa keberadaan perusahaan akan membuka peluang bagi masyarakat lokal untuk ikut terlibat dalam kegiatan baik di industri maupun di pertambangannya. Penerimaan tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional meliputi, tenaga managerial, teknis tambang, teknis operasional dan tenaga kerja pendukung. Salah satu contoh kasus berikut ini disajikan pada jumlah kebutuhan tenaga kerja yang telah direkrut

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Rendah Sedang Tinggi

J u m la h R es p o n d en Kondisi

oleh perusahaan Semen Tonasa yang beroperasi di daerah Desa Biringere, Dusun Boronguntia, dengan data sebagai berikut :

Tabel 5. Kebutuhan tenaga kerja PT Semen Tonasa untuk operasional tambang semen di Desa Biringere

No Jenis Pekerjaan Jumlah Tenaga

Kerja (Orang) Pendidikan

1 Tenaga Pengamat 9 SLTA, S1, S2

2 Mandor 22 SLTA, S1

3 Pelaksana/Pekerja 113 SD s/d S1

Total 144

Sumber : PT. Semen Tonasa, 2014

Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh perusahaan terutama dalam kegiatan pertambangan menunjukkan bahwa masyarakat lokal memiliki kesempatan untuk dapat terlibat. Namun, terlihat bahwa adanya permainan yang terjadi tidak hanya dalam pemerintahan, mencari peluang usaha atau kerja saja masih butuh persaingan tidak sehat, hingga memiliki jaringan sangat dibutuhkan untuk melancarkan segala urusan, terutama jika memiliki jaringan dengan orang dalam.

“Dulu pekerjaan rata-rata petani, sekali lahan sawah sudah dijual ke

perusahaan untuk dijadikan sebagai lahan perusahaan habis sudah penghasilan masyarakat, yang dulu mereka bertani tiba-tiba harus bekerja selain tani,

pendidikan rendah yah paling tinggi sebagai buruh, kalau mau buka usaha juga

harus punya modal, modal juga habis.” (Bapak PA, 68 Tahun)

“Untuk bisa kerja di Tonasa susah sekali, apalagi kalau kita tidak punya kenalan, itupun kalau punya harus lagi diliat tingkat pendidikannya. Ini pernah beberapa anak disini melamar kerja di Tonasa tidak ada yang lulus, paling kalau

ada yah itu saja ada kenalannya sama petinggi Tonasa.” (Ibu TK, 50 Tahun)

“Kalau mau juga punya usaha sendiri, yah begini keadaannya, harus bisa mengurus sendiri, penuhi aturan peminjamannya koperasi perusahaan, panjang

tapi Alhamdulillah membantu apalagi saya tidak punya suami.” (Ibu AM, 60 Tahun)

Selain adanya penyerapan tenaga kerja di perusahaan, peningkatan penghasilan per bulan juga dibutuhkan dan diterima oleh masyarakat dengan adanya peluang usaha bagi masyarakat yang berada di sekitar tambang. Dominasi usaha yang dikembangkan oleh masyarakat adalah usaha dagang kelontong dan usaha ini akan berkembang jika menerima dana bantuan dari perusahaan pada program Bina Mitra Tonasa dan tidak semua pengajuan dapat diterima, karena perusahaan memiliki kriteria tersendiri untuk pemberian dana bantuan usaha ini.

Sinaga (1978) dituliskan bahwa pergeseran kesempatan kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian dapat diartikan sebagai (a) proporsi jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang pertanian semakin berkurang dan (b) tenaga kerja di bidang pertanian mencurahkan jam kerjanya di sektor pertanian berkurang

dan mengalihkannya kepada pekerjaan lain di sektor non-pertanian. Juga hasil dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian bukanlah karena gaya tarikan dari pendapatan yang lebih tinggi di sektor non-pertanian tetapi karena tenaga kerja terpaksa ke luar dari sektor pertanian dan menerima pekerjaan di luar sektor pertanian dengan upah yang lebih rendah.

Menyambung hasil penelitian di atas bahwa benar adanya pergesaran kesempatan kerja dari pertanian ke non-pertanian bukan karena dorongan pendapatan tetapi karena keterpaksaan yang mendorong masyarakat untuk bekerja di sektor non-pertanian dengan upah rendah. Keberadaan perusahaan di sekitar masyarakat dengan gaya industri yang ditawarkan memberikan pengaruh terhadap kawasan yang terlihat termarginalkan. Perbedaan kondisi wilayah pada satu kawasan menunjukkan mengenai kondisi sosial ekonomi masyarakat namun dengan kondisi mereka yang pendatang dan bekerja di perusahaan dengan masyarakat lokal yang dulu petani menjadi buruh di proyek perusahaan.

Masyarakat terpaksa terlibat dalam kegiatan indutri bukan hal yang mudah. Masyarakat juga butuh kenalan agar dapat ikut terlibat dalam pelaksanaannya walau hanya sebatas buruh proyek atau buruh tetap di perusahaan. Bertani ditinggalkan karena sudah tidak ada lahan yang dapat digarap, sehingga kesempatan untuk bekerja di perusahaan menjadi wadah pengganti bertani.

Bersyukur anak-anak bisa kerja di Tonasa, biarpun gajinya kecil tapi adalah

untuk bantu keluarga. Bapak sudah tidak sehat juga, sawah juga habis diambil

Tonasa jadi yah bergantung mami sama Tonasa sekarang.” (Ibu AR, 40 Tahun)

“Kesmpatan kerja memang besar, kita juga sudah mencoba melibatkan

masyarakat lokal untuk bergabung sama perusahaan. Buktinya Tahun 2011 kita buka kesempatan kerja untuk mereka yang berpendidikan minimal SMA, meskipun SMA setidaknya punya kualitas mampu bersaing di lapangan, karena meeka bekerja di lapangan secara teknis. Informasi ini paling cepat menyebar diantara karyawan buktinya untuk seluruh Pangkep sebanyak 70% orang lokal yang diterima untuk kerja, meskipun ini pengumuman disampaikan melalui media cetak lokal. Nah kalau untuk lulusan S1 kita umumkan di media cetak nasional jadi mereka yang lulusan S1 dari seluruh Indonesia dapat bergabung, pun kalau ada masyarakat lokal yah tetap

harus bersaing dengan yang lain.” (Bapak AA)

Berdasarkan pernyataan yang telah digambarkan bahwa kondisi perubahan struktur agraria digambarkan pada hasil uji beda pada Wilcoxon, yakni signifikansi sebesar 0.009 < 0.05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada kondisi perubahan struktur agraria sebelum dan setelah adanya pabrik semen di sekitar pemukiman masyarakat dengan Z = -2.600; p<0.05. Data setelah memiliki rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan data sebelum, yang Artinya dengan adanya perusahaan tersebut tidak meningkatkan perubahan struktur agraria di sekitar masyarakat.

Perubahan pekerjaan membutuhkan waktu untuk disesuaikan, karena pekerjaan bukan hanya sekedar bekerja namun bekerja untuk masyarakat adalah mengumpulkan pundi-pundi uang demi keluarga.

Ikhtisar

Kondisi perubahan yang terjadi setelah perusahaan berada di sekitar pemukiman masyarakat menunjukkan bahwa perusahaan secara langsung dan tidak langsung, sadar atau tidak sadar telah memberikan perubahan pada kondisi struktur agraria. Kondisi perubahan struktur agraria secara tidak langsung juga telah memberikan hubungan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Keberadaan perusahaan dikaitkan dengan perubahan bentang alam,