• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Aktivitas Produksi Tambang Semen Tonasa terhadap Perubahan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Aktivitas Produksi Tambang Semen Tonasa terhadap Perubahan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK AKTIVITAS PRODUKSI

TAMBANG SEMEN TONASA TERHADAP

PERUBAHAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KABUPATEN PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

NURLAILA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Produksi Tambang Semen Tonasa Terhadap Perubahan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Dusun Boronguntia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Nurlaila

(4)
(5)

Perubahan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Dusun Boronguntia. Dibimbing oleh ENDRIATMO SOETARTO.

Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan ini tidak diikuti dengan penambahan jumlah wilayah yang tersedia di muka bumi. Sekitar 237.641.326 jiwa penduduk Indonesia kini harus menggantungkan hidupnya pada lingkungan yang akan menghidupkan mereka. Pertumbuhan industri menjadi salah satu usaha bagi negara untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Berdasarkan uji perbedaan Wilcoxon, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada kondisi kesejahteraan sebelum dan setelah adanya perusahaan semen, Z = -0,089; p>0,05 yang Artinya dengan adanya perusahaan tersebut tidak meningkatkan kesejahteraan objektif masyarakat. Berdasarkan hasil korelasi Rank Spearman terdapat hubungan yang signifikan antara perubahan struktur agraria dan tingkat kesejahteraan pada waktu pra-construction (20 tahun terakhir), r(41) = 0,030; p<0,05 serta korelasi antara keduanya signifikan (p<0,05). Kondisi kesejahteraan masyarakat mengalami perubahan yang diakibatkan oleh perubahan struktur agraria yang terjadi sebelum perusahaan beroperasi sehingga mendorong perubahan bentang alam dan pelibatan masyarakat.

Kata Kunci : Masyarakat lingkar tambang, struktur agraria, tingkat kesejahteraan

ABSTRACT

NURLAILA. Changging Impact of Mine Operating Activities Cement Production Tonasa to Rate Boronguntia Hamlet Public Welfare. Guided by ENDRIATMO SOETARTO.

Indonesia's population growth has increased. This increase was not followed by the addition of the amount of area available on earth. Around 237 641 326 Indonesian people now have to rely on the environment that will animate them. Became one of the industry's growth efforts for the country to be able to improve the welfare of its people. Results from this study showed that the difference Based Wilcoxon test, there were no significant differences in welfare conditions before and after the cement maker, Z = -0.089; p> 0.05, which means that the presence of these companies do not improve the welfare of the community objective. Based on the results of Spearman Rank correlation there is a significant correlation between changes in the agrarian structure and the level of prosperity in the pre-construction period (20 years), r (41) = 0,030; p <0.05, and the correlation between the two was significant (p <0.05). The condition of public welfare changes caused by changes in the agrarian structure which occurred before the company operates so as to encourage changes in the landscape and community involvement.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN

PANGKAJENE DAN KEPULAUAN

NURLAILA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Nama : Nurlaila

NIM : I34110065

Disetujui oleh

Prof Dr Endriatmo Soetarto MA Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Sitti Amanah MSc Ketua Departemen

(10)
(11)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Dampak Perubahan Aktivitas Operasi Proses Produksi Tambang Semen Tonasa terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Dusun Boronguntia ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof Dr Endriatmo Soetarto MA selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini,

2. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada Ibu Nur Asia dan Bapak Syarifuddin selaku orang tua yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan doa yang sangat bermanfaat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

3. Bapak Dr. Arif Satria, SP, Msi selaku dosen penguji utama serta Bapak Ir. Hadiyanto, Msi selaku dosen penguji akademik,

4. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman suka duka dan seperjuangan, Ardika Tri Muliani, Laorensia Oktarajuni, Sry Novi Yanti Sofya, Andi Tiara Armas, dan Nur Mulyani sebagai kawan perjuangan Wisma Al Hayyah,

5. Sri Anindya, Ulfa Lestari, Ichris DM sebagai mahasiswi sebimbingan,

6. Tiffany Diahnisa dan Najmi Azizah yang membantu dalam memecahkan masalah,

7. Tiga sekawan yakni Ranita Suwandani, Surya Kinanti, serta Dheva Sari Silaban yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam proses penyelesaian skripsi ini,

8. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mahasiswa rantau asal Sulawesi Selatan (IKAMI) dan Departemen SKPM seluruh angkatan, khususnya angkatan 48, yang selalu menemani dalam proses perkuliahan, suka dan duka selama beberapa tahun ini serta memberikan pelajaran bermanfaat kepada penulis.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2015

(12)
(13)

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA

7

Pertambangan 7

Agraria dan Pertanahan 8

Transisi Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat 10

Kesejahteraan 11

Struktur Agraria 13

Kerangka Pemikiran 14

Hipotesis Penelitian 15

PENDEKATAN LAPANG

21

Metode Penelitian 21

Lokasi dan Waktu Penelitian 21

Teknik Pengambilan Responden dan Informan 22

Teknik Pengumpulan Data 23

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 23

KAWASAN „ADUAN‟ MASYARAKAT LOKAL TERHADAP

PABRIK SEMEN TONASA 27

Letak Geografis dan Kondisi Lingkungan Desa Biringere 27

Kondisi Sosial Budaya 28

Kondisi Sarana dan Prasarana 31

Karakteristik Responden 32

Forum Desa Biringere 37

KEMUNCULAN GERAKAN MASYARAKAT LNGKAR

TAMBANG 39

Sejarah Tanah Desa Biringere 39

Sejarah Perusahaan Tambang Semen Tonasa 42

Pelaksanaan Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR)

Semen Tonasa 44

PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA MASYARAKAT

49

Perubahan Bentang Alam 53

(14)
(15)

Perubahan Tingkat Pendapatan Masyarakat 61 Tingkat Penguasaan Lahan dan Pendapatan Masyarakat 64

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 65

DAMPAK PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA TERHADAP

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DUSUN BORONGUNTIA 71

PENUTUP 77

Simpulan 77

Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79

LAMPIRAN 81

(16)
(17)

2014-2015 29 2. Jumlah Penduduk Desa Biringere Menurut Tingkat Pendidikan Tahun

2014 31

3. Jumlah Penduduk Desa Biringere Menurut Mata Pencaharian Tahun

2014 31

4. Jumlah Penduduk Desa Biringere Menurut Jenis Kelamin Tahun 2014 32 5. Kebutuhan Tenaga Kerja PT Semen Tonasa untuk Operasional

Tambang Semen di Desa Biringere 57

6. Jumlah dan Persentase Responden Maysrakat Lingkar Tanbang Dusun Boronguntia Menurut Kondisi Perubahan Struktur Agraria Pra-construction dengan Tingkat Kesejahteraan Objektif 72 7. Jumlah dan Persentase Responden Masyarakat Lingkar Tambang

Dusun Boronguntia Menurut Kondisi Perubahan Struktur Agraria Pra-construction dengan Tingkat Kesejahteraan Subjektif 72 8. Jumlah dan Persentase Responden Masyarakat Lingkar Tambang

Dusun Boronguntia Menurut Kondisi Perubahan Struktur Agraria

Under-construction dengan Tingkat Kesejahteraan Objektif 73 9. Jumlah dan Persentase Responden Masyarakat Lingkar Tambang

Dusun Boronguntia Menurut Kondisi Perubahan Struktur Agraria

Under-construction dengan Tingkat Kesejahteraan Subjektif 73

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran 15

2. Jumlah Penduduk Desa Biringere Menurut Jenis Kelamin Tahun 2014

30 3. Jumlah Penduduk Desa Biringere Menurut Jenis Kelamin Tahun

2015

30 4. Jumlah Responden Dusun Boronguntia Berdasarkan Kepemilikan

Lahan Tahun 2015

33

5. Jenis Pekerjaan Responde 33

6. Jenis Pekerjaan Anggota Keluarga Responden 35

7. Jenis Kelamin Responden 35

8. Tingkat Pendidikan Responden Penduduk Dusun Boronguntia Tahun 2015

35

9. Usia Responden 36

10.Kategorisasi Penggunaan Lahan Responden Dusun Boronguntia Tahun 2015

50 11.Perubahan Struktur Agraria Responden Dusun Boronguntia Tahun

2015

51 12.Kondisi Perubahan Bentang Alam Masa Under-Construction

Menurut Responden Dusun Boronguntia Tahun 2015

(18)
(19)

Boronguntia Tahun 2015

15.Tingkat Pendapatan Masyarakat Dusun Boronguntia Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan

64 16.Perubahan Tingkat Kesejahteraan Responden Dusun Boronguntia

Tahun 2015

66 17.Variabel Tingkat Kesejahteraan Responden Dusun Boronguntia

Tahun 2015

67

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengolahan Data SPSS 16.0 83

2. Peta Desa Biringere 89

3. Panduan Pengumpulan Data 90

4. Daftar Nama Responden 91

5. Kuesioner Penelitian 93

6. Panduan Pertanyaan 103

7. Dokumentasi Penelitian 105

(20)
(21)
(22)
(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanah merupakan sumber agraria yang dalam bahasa Latin disebut sebagai

ager. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan mengenai agraria sebagai tanah dan dihubungkan dengan usaha pertanian. Agraria mula-mula adalah tanah, di atas tanah terdapat tumbuhan sehingga disebutnya pertanian atau kehutanan, terdapat air sehingga disebutnya pesisir atau kelautan, terdapat materi mineral sehingga disebutnya pertambangan dan perairan (Nashih, et al. 2010). Nashih, et al. (2010) menjelaskan agraria sebagai ruang hidup bagi manusia, tetumbuhan, hewan, dan kehidupan ekologi itu sendiri, serta hubungan yang terjalin di antara kesemua makhluk itu.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia telah mengatur secara umum mengenai prinsip penguasaan dan pengusahaan kekayaan alam Indonesia, baik yang di atas bumi (tanah), air dan terkandung di dalamnya sebagai kekayaan alam yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA sebagai produk yang telah dilahirkan pada pendiri bangsa yang tidak hanya suatu konstruksi legal atas aturan pertanahan baru, namun juga cerminan dari aspirasi politik, tuntutan sosial dan budaya yang menghendaki penjebolan total struktur kolonial dan feodal yang demikian liat membelit struktur penguasaan sumber daya agraria Indonesia (Soetarto dalam Nashih, et al. 2010)

Peningkatan perekonomian dan pembangunan telah dimulai sejak tahun 1966. Perkembangan aktifitas pertambangan di Indonesia mulai berkembang setelah Soekarno jatuh, dan digantikan oleh rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto. Pada masa pemerintahannya terbit UU tentang Penanaman Modal Asing yakni UU No. 1 Tahun 1967. Undang-undang ini menjadi awal masuknya modal asing dalam pertambangan. Masuknya pemodal asing merupakan salah satu langkah yang dilakukan oleh Soeharto untuk membangkitkan perekonomian bangsa serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, semakin terbukanya peluang investasi asing dibidang pertambangan menjadi salah satu gejala awal kerusakan lingkungan di Indonesia. Jumlah produksi tambang pada periode 1967-1995 jauh lebih besar, sehingga pada periode ini menjadi awal kebangkitan pertambangan Indonesia. Kelahiran UUPA 1960 mengundang lahirnya UU Penanaman Modal Asing 1967 dan UU Pokok Kehutanan 1967 yang semakin menjauhkan tanah dari tangan rakyat bahkan penguasaan oleh negara karena justru jatuh ke tangan pemilik modal (domestik/asing), serta mensektoralisasikan urusan agraria di bawah rezim-rezim penguasaan tersebut (Soetarto dalam Nashi, et al. 2010)

(24)

mendorong masyarakat untuk tetap mempertahankan tanahnya sebagai sumber kehidupan. Permasalahan tanah menjadi permasalahan lingkungan yang sangat mendasar berkaitan dengan populasi manusia pada tingkat kepadatan penduduk yang yang telah mencapai 237.641.3261 jiwa, kebutuhan akan pangan, bahan bakar, pemukiman dan kebutuhan dasar lainnya yang pada gilirannya akan meningkatkan limbah domestik dan limbah industri, terutama di negara sedang berkembang (Kristanto 2002).

Tidak hanya kebutuhan dasar, energi menjadi salah satu penggerak perubahan dalam kehidupan manusia. Energi memiliki peran utama dalam pembangunan, namun sumber daya untuk memperoleh energi membutuhkan sektor industri. Pertumbuhan sektor industri kian merajai penguasaan atas sumberdaya alam yang penggunannya sudah berada di luar batas pemanfaatan sehingga mampu merusak ekosistem dan struktur masyarakat. Salah satu sektor industri yang menguasai perekonomian Indonesia saat ini adalah sektor indstri pertambangan. Berdasarkan data dari Kementrian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) (2014), terdapat sebanyak 3922 ijin eksplorasi, operasi dan produksi hasil tambang dan sekitar 1461 terdaftar sebagai lokasi tambang yang tidak clean and clear karena berbagai penyimpangan, seperti area tumpang tindih dengan konsesi pertambangan lain atau dengan konsesi pertanian

Pertumbuhan industri pertambangan juga semakin marak dengan permainan serta kolaborasi dari pihak-pihak yang terkait. Terbukti banyaknya perizinan tambang tidak dapat terkontrol, setidaknya setiap hari sekitar 6-7 Izin Usaha Pertambangan (IUP) dikeluarkan sejak 2008 (Hukum Online, Jumat 13 Januari 2013). Jika sekitar 1461 wilayah tambang yang tidak clean and clear

namun sebanyak 5171 IUP dari 8263 telah mengantongi kategori clean and clear

berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 tentang pertambangan dan Batubara (Minerba). Pemegang kuasa dapat dengan mudah mempermainkan kekuasaannya demi kepentingan pribadi. Kenyataan yang terlihat, masyarakat semakin diperkeruh dengan dampak yang diperoleh dari aktivitas tambang. Regulasi yang diatur oleh pemerintah harusnya mampu melihat kondisi serta memihak pada apa yang menjadi objek awal pembangunan. Tambang dan masyarakat bagaikan dua kehidupan yang sama-sama mempertahankan sumber kehidupan namun keberpihakan menjadi kendala sehingga masyarakat menjadi objek yang lemah dan tidak berdaya.

Bersamaan dengan program pembangunan yang kian marak dicanangkan, pabrik Semen Tonasa II yang telah didirikan sejak 1968 juga menjadi salah satu perusahaan tambang yang menyumbangkan sumbangsihnya pada pertumbuhan yang diharapkan oleh negara. Di balik dari dukungannya terhadap pertumbuhan ekonomi negara, PT Semen Tonasa sebagai salah satu pemangku kepentingan, melihat masyarakat sebagai bagian dari perseroan yang menjadi indikator sekaligus pihak yang mendapat multiplier effect dari perkembangan bisnis perseroan tersebut. Tanggung jawab perseroan kepada masyarakat dan lingkungan sekitar diwujudkan dengan kewajiban perseroan untuk mengalokasikan bagian keuntungan perusahaan guna mendukung peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sekitar di bidang ekonomi dan sosial.

1

(25)

Mengetahui masyarakat sekitar tambang sebagai penerima dampak terbesar, kemudian perusahaan tambang semen terbesar di bagian timur ini kemudian terus mengembangkan kegiatan-kegiatan yang mampu menjaga hubungan antara masyarakat lingkar tambang agar tetap mendukung perusahaan dalam melaksanakan kegiatan penghasil devisa negara. Kegiatan program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) serta organisasi keagamaan rutin dilaksanakan pada masayarakat lingkar tambang yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat. Hal ini juga telah tertuang dalam UU No. 40 Tahun 2007 pasal 74 ayat 1 tentang Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha dan berkaitan dengan sumber daya alam, tanggung jawab sosial dan lingkungan. Selain itu, perusahaan juga mengembangkan kegiatan di bidang kesehatan masyarakat dan lingkungan dengan program sehat Tonasa, pendidikan dengan Cerdas Tonasa, Ekonomi dengan Bina Mitra Tonasa serta lingkungan dengan Program Desa Mandiri Tonasa. Berdasarkan kegiatan yang dibentuk oleh perusahaan juga untuk menjalankan Green Industry yang telah diterima dalam sertifikat sistem manajemen lingkungan ISO 14001 dari SGS

Yarsley International Sertifications Services and Limited.

Hasil penelitian berbagai aktivis lingkungan (kabarkami.com edisi 12 November 2014) menunjukkan aktivitas pertambangan kapur yang dilakukan secara besar-besaran (PT Semen Tonasa dan Bosowa) telah mencapai luas daerah operasi 2357,7 Ha yang setiap tahunnya areal eksploitasi yang dilaksanakan oleh 24 perusahaan penambangan telah mencapai 15-25 Ha untuk tiap perusahaan, termasuk PT. Semen Tonasa. Sejak puluhan tahun silam, kawasan karst yang berada pada kawasan hutan taman nasional saat ini telah dikuasai oleh segelintir elit dan telah mengalami eksploitasi secara besar-besaran oleh perusahaan tambang negara dan swasta di Sulawesi Selatan dalam bentuk pertambangan batu gamping untuk semen, marmer dan industri lainnya menjadi kepentingan utama sejumlah pemilik modal. Berbagai industri pertambangan yang terus berkembang maka dapat memicu perebutan atas penggunaan dan penguasan akan sumber daya alam terutama tanah, selain itu aktivitas pertambangan akibat eksplorasi yang semakin marak dilaksanakan menunjukkan bahwa operasi produksi tambang akan sering dilaksanakan begitu pun dengan aktivitas pertambangan kapur yang telah berlangsung selama 64 tahun oleh PT Semen Tonasa serta Semen Bosowa dengan luas daerah operasi produksi tambang telah mencapai 2534,7 Ha dan setiap tahun mengalami penambahan areal eksploitasi yang dilaksanakan oleh 24 perusahaan penambangan yang terdapat di Sulawesi Selatan saat ini (hasil penelitian dari beberapa aktivis untuk lingkungan) sehingga dari aktivitas pertambangan ini yang akan didalami adalah Sejauhmana dampak aktivitas operasi proses produksi tambang PT Semen Tonasa terhadap kesejahteraan masyarakat lingkar tambang?

Perumusan Masalah

(26)

memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. PT Semen Tonasa dengan pengelolaan tambangnya berupaya untuk tetap melaksanakan Green Industry. Maka dari itu, berdasarkan pernyataan diatas dirumuskan pertanyaan, Sejauhmana kegiatan produksi tambang PT Semen Tonasa mendorong terjadinya perubahan struktur agraria pada masyarakat Dusun Boronguntia?

Kegiatan pertambangan yang dilaksanakan dalam tahapan operasi produksi adalah kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan studi kelayakan (UU Minerba No. 4 Tahun 2009). Melihat kegiatan yang terdapat dalam operasi produksi menunjukkan gambaran bahwa banyaknya kegiatan dalam tahapan operasi produksi akan menimbulkan perubahan yang akan berlangsung cepat. Dirumuskan pertanyaan bahwa Sejauhmana kegiatan produksi tambang PT Semen Tonasa melibatkan masyarakat lingkar tambang pada kegiatan industri?

Kegiatan pertambangan pada operasi produksi akan menunjukkan bentuk perubahan bentang alam yang terjadi selama berlangsungnya kegiatan pertambangan. Upaya pengelolaan usaha tambang galian terbuka dapat menunjukan hasil dari pembangunan berkelanjutan yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat lingkar tambang sebagai penerima dampak dari operasi produksi tambang. Berdasarkan hal tersebut pertanyaan dirumuskan Sejauhmana dampak kehadiran perusahaan PT Semen Tonasa terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Dusun Boronguntia?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji permasalahan dampak tambang terhadap kesejahteraan masyarakat lingkar tambang, tujuan khususnya ialah menjawab pertanyaan permasalahan, yakni :

1. Mengidentifikasi kegiatan produksi tambang PT Semen Tonasa yang mendorong terjadinya perubahan struktur agraria terhadap masyarakat Dusun Boronguntia;

2. Mengidentifikasi kegiatan produksi tambang PT Semen Tonasa dalam melibatkan masyarakat lingkar tambang pada kegiatan pertambangan;

3. Mengidentifikasi dampak kehadiran perusahaan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Dusun Boronguntia.

Manfaat Penelitian

(27)

1. Bagi pihak akademisi diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai kegiatan produksi dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat lingkar tambang serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Bagi pemerintah dalam hal ini pihak PT Semen Tonasa diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun dan mengambil kebijakan serta membuat solusi dari aktivitas pertambangan yang berlangsung.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai dampak kegiatan produksi terhadap kesejahteraan masyarakat lingkar tambang. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan masyarakat Maros-Kepulauan Pangkajene sebagai bukti tambahan dalam menentukan kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan.

(28)
(29)
(30)
(31)

TINJAUAN PUSTAKA

Pertambangan

Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang (UU Minerba No. 4 Tahun 2009) dalam Zulkifli (2014)

Tahapan kegiatan pertambangan yaitu (UU Minerba No. 4 tahun 2009) : 1. Penyelidikan umum, adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk

mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi. 2. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usai pertambangan untuk

memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

3. Studi kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang.

4. Operasi Produksi adalah kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.

5. Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.

6. Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.

7. Pengolahan dan pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.

8. Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.

9. Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.

10.Kegiatan pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah pertambangan.

(32)

lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

12.Pemberdayaan masyarakat adalah usaha untuk meninggalkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.

Agraria dan Pertanahan

Agraria berasal dari bahasa Latin, yakni ager dan agerarius. Ager yang berarti tanah atau sebidang tanah, sedangkan agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian (Harsono 1994). Pada Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 1 ayat (2) menjelaskan bahwa agraria meliputi bumi,air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. UUPA juga mengatur mengenai kekayaan alam yang terkandung di bumi, termasuk di dalamnya bahan galian, mineral biji-bijian dan segala macam batuan, termasuk batu-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan).

Supriadi (2006) menyebutkan keterkaitan dengan pengertian agraria, tujuan pokok yang ingin dicapai dengan adanya UUPA, yaitu :

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan, dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat keseluruhan.

Tanah juga diatur dalam pasal 4 UUPA, yaitu atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum.

Konsep hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Hukum Agraria Nasional membagi hak-hak atas tanah dalam dua bentuk. Pertama, hak-hak atas tanah yang bersifat primer. Kedua, hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder. Pengertian hak-hak atas tanah primer adalah hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki atau dikuasai secara langsung oleh seorang atau badan hukum yang mempunyai waktu lama dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain atau ahli warisnya. Dalam UUPA terdapat beberapa hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu :

1. Hak Milik atas tanah (HM); 2. Hak Guna Usaha (HGU); 3. Hak Guna Bangunan (HGB); 4. Hak Pakai (HP).

(33)

dinikmati dalam waktu terbatas, dan haknya dimiliki oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 53 UUPA yang mengatur mengenai hak-hak atas tanah yang bersifat sementara, yaitu :

1. Hak gadai;

2. Hak usaha bagi hasil; 3. Hak menampung;

4. Hak menyewa atas tanah pertanian.

Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang dan udara (UUPA 1960). Wiradi (2009) mengungkapkan satu sisi dari rakyat menganggap tanah adalah tumpuan kehidupan sementara di sisi lain negara membutuhkan pengorbanan rakyat untuk menyerahkan tanahnya demi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan dalam hal akses terhadap tanah akan sangat menentukan corak sebuah masyarakat dan dinamika hubungan antar lapisan di dalam masyarakat tersebut (Wiradi 2009).

Struktur penguasaan tanah menurut Wiradi (2009) adalah susunan sebaran atau distribusi, baik mengenai pemilikan (penguasaan formal) maupun penguasaan efektif (garapan/operasional), atas sumber-sumber agraria; juga sebaran alokasi atau pembentukannya. Ketimpangan agraria merupakan ketidaksesuaian dalam hal penguasaan formal (pemilikan) maupun penguasaan efektif, peruntukan, persepsi dan konsepsi, serta berbagai produk hukum, sebagai akibat dari pragmatisme dan kebijakan sektoral terhadap sumber-sumber agraria, khususnya tanah (Wiradi 2009).

Penguasaan terhadap tanah dapat mengalami pencabutan hak milik. Pencabutan hak atas tanah merupakan suatu sarana yang disediakan pemerintah untuk mengambil hak atas tanah warga negara demi kepentingan umum, yang di dalamnya terdapat kepentingan bersama rakyat, kepentingan bangsa dan negara, serta kepentingan pembangunan. Dalam pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 1961 dinyatakan bahwa,

Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama rakyat, demikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya. Selain pencabutan atas hak milik tanah, terdapat pembebasan hak atas tanah/pengadaan tanah. Salah satu cara berakhirnya hak atas tanah adalah apabila terjadinya pembebasan hak atas tanah tersebut. Pembebasan hak atas tanah selama ini telah mengalami perubahan, yaitu semula diatur dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1974 tentang Tata Cara Pembebasan Hak Atas Tanah. Pada tahun 1993 kemudian mengalami perubahan dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

(34)

akselerasi pembangunan ekonomi yang harus dipicu yang akhirnya membutuhkan tanah sebagai tempat pijakan segala aktivitas ekonomi tersebut (Supriadi 2006).

Salah satu kebijakan pemerintah yang paling mendasar di bidang pertanahan dan mendapat perhatian serius dari pemerintah adalah penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan. Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan merupakan salah satu kebijakan pemerintah dari 9 (sembilan) kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden pada tahun 2003 dalam bentuk Keputusan Presiden (Supriadi 2006). Pelaksanaan pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan merupakan wujud dari langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengambil tanah-tanah warga masyarakat demi suatu pembangunan. Pasal 2 Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dinyatakan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara (a) pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, (b) pencabutan hak atas tanah ayat 1. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar-menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan (ayat 2) (Supriadi 2006).

Transisi Perubahan Mata Pencaharian Masyarakat

Masyarakat tidak begitu saja muncul seperti saat ini, tanpa adanya perkembangan yang dimulai di masa lampau, yang bahkan sampai sekarang mungkin saja terdapat masyarakat yang mewakili masa tersebut (Mutakim dan Pasya 2003). Masyarakat mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Kemajuan yang dimiliki masyarakat saat ini sejalan dengan perubahan yang terjadi secara global, tetapi ada masyarakat yang berkembang tidak seperti mengikuti perubahan jaman melainkan berubah sesuai dengan konsep mereka tentang perubahan itu sendiri. Soemardjan dalam Soekanto (1984) mengemukakan ciri-ciri perkembangan masyarakat :

1. Masyarakat sederhana/bersahaja 2. Masyarakat madya

3. Masyarakat pramodern-modern

Perubahan yang dialami oleh masyarakat dari zaman ke zaman dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan besarnya perubahan yang dialami oleh masyarakat, pertumbuhan ekonomi setelah krisis memaksa pertumbuhan industri sebagai langkah menuju perubahan kehidupan. Kondisi pertumbuhan dan akselerasi pembangungan membentuk masyarakat transisi.

(35)

Masyarakat transisi dapat dilihat dari pendidikan, kesehatan, industri, perubahan fungsi lahan, mata pencaharian dan konflik. Kondisi ini dapat menyebabkan perubahan perilaku masyarakat. Salah satu penyebab terbesar adalah pembangunan yang kemudian mengubah ciri masyarakat. Industri sebagai bagian dari evolusi industri pada masa pertumbuhan ekonomi menunjukkan sebuah proses perubahan dalam kehidupan sosial.

Hasil penelitian yang dilaksanakan oleh Kurniawan (2013) menunjukkan bahwa pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat industri akan mengalami perubahan dan peningkatan. Masyarakat sekitar tambang dikatakan sebagai masyarakat yang mengalami transisi dan akan mengalami perubahan pada jenis mata pencaharian dari sektor pertanian beralih profesi di sektor non-pertanian. Selain itu, solidaritas yang berubah menunjukkan bahwa pekerjaan masyarakat sekitar tambang mengubah sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian menjadi masyarakat yang menggantungkan hidupnya dengan membuka usaha di rumah, serta menggambarkan bahwa masyarakat dapat bekerja di sektor industri sebagai karyawan dan membuka usaha di sekitar industri.

Kesejahteraan

Kesejahteraan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui kondisi masyarakat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai salah satu lembaga sosial di dunia membatasi kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan sosial diartikan sebagai suatu intuisi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.

Definisi kesejahteraan sosial juga dikonsepkan oleh Suharto (2005) dalam tiga konsep, yaitu :

1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial (makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan);

2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial;

3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir untuk mencapai kondisi sejahtera.

(36)

Konsep kesejahteraan menurut Nasikun (1996) dapat dirumuskan sebagai padanan makna dari konsep martabat manusia yang dapat dilihat dari empat indikator yaitu (1) rasa aman (security), (2) Kesejahteraan (welfare), (3) Kebebasan (freedom), dan (4) jati diri (Identity)

Menurut Kolle (1974) dalam Bintarto (1986), kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:

1) Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya;

2) Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya;

3) Dengan melihat kualitas hidup dari segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya;

4) Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.

Konsep kesejahteraan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk mengukur keadaan seseorang pada kondisi tertentu pada wilayah tertentu. Konsep kesejahteraan berbeda di setiap daerah, sehingga tingkat kesejahteraan di setiap daerah dapat berbeda-beda pula, tergantung pendefinisian daerah tersebut mengenai kesejahteraan. Lebih rinci dalam BPS (2010) dijelaskan bahwa:

1. Pendapatan adalah penghasilan tetap yang diperoleh dalam satu bulan oleh responden yang merupakan pemasukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

2. Konsumsi atau pengeluaran keluarga adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah, penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap, sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan keadaan sosial ekonomi rumah tangga.

4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit

5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti JAMKESMAS dan lain-lain.

6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi

(37)

atas terkait kesejahteraan, maka dapat dibuat sebuah konsep baru bahwa kesejahteraan adalah suatu konsep yang menggambarkan kondisi seseorang yang dapat memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi dan politik serta memiliki akses pada sumberdaya agraria sesuai dengan ukuran kesejahteraan yang ditentukan pada daerah tersebut.

Struktur Agraria dan Kesejahteraan

Kaitan antara struktur agraria dan kesejahteraan petani sangat erat karena bagi para petani sumberdaya agraria merupakan sumber nafkah utama (Sitorus, dkk. 2008). Melalui pengusahaan sumberdaya lahan diharapkan para petani akan memiliki penghasilan yang cukup dan berkelanjutan2 sehingga tujuan utama para

petani untuk “memenuhi kelangsungan hidup” (survival) dan “membuat

kehidupan yang lebih baik” (a better living) dapat dicapai.

Terkait dengan sumberdaya lahan sebagai basis kesejahteraan petani oleh Sitorus, dkk. (2008) menjelaskan mengenai seberapa jauh sistem tersebut dapat berperan akan ditentukan oleh, 1. Karakteristik sumberdaya lahan sendiri (the characteristics of interpersonal agrarian arrangements) serta 2. Keadaan hubungan sosial (state of social relationship) dalam komunitas petani (baik diantara sesama komunitas lokal maupun antara komunitas lokal dan pendatang). Oleh Fremerey dan Aminy (2002) dalam Sitorus, dkk. (2008) juga menjelaskan mengenai konteks land tenure, yakni keamanan sosial-ekonomi mencakup tiga hal, 1. Akses lahan (land access), 2. Pengakuan tanah milik (recognition of land holding), dan 3. Tipe penggunaan lahan (type of land use). Sejalan dengan itu, Sitorus, dkk. (2008) menjelaskan mengenai basis kesejahteraan petani yang bersumber dari lahan dapat diperoleh, 1. Melalui penguasaan “lahan sebagai modal ekonomi” yang dikuasai para petani melalui mekanisme hak penguasaan tetap. Atau 2. Melalui pengusahaan “lahan sebagai modal sosial” yang dikuasai para petani melalui kelembagaan penguasaan sementara (seperti sistem sewa atau bagi hasil).

Sajogyo (1985) menyebutkan bahwa sumberdaya lahan merupakan tempat tani berinvestasi dan mengakumulasikan kekayaan yang dapat ditransfer dari satu generasi ke genarasi berikutnya. Oleh karena itu bentuk struktur penguasaan sumberdaya agraria (struktur agraria)-termasuk lahan- yang turut menentukan akses beragam lapisan petani dalam penguasaan sumberdaya agraria juga akan menentukan keadaan peta kesejahteraan keluarga/komunitas petani3. Berlangsungnya perubahan struktur agraria berpotensi mengarah pada struktur yang semakin terstratifikasi atau semakin terpolasirasi, sehingga akan mendorong

2

Menurut Haan (2000) dalam Sitorus, dkk. (2008) suatu mata pencaharian dapat dikategorikan sebagai mata pencaharian berkelanjutan bila terdapat kecukupan untuk memenuhi kebutuhan dasar (self-defined basic need) serta menjamin orang untuk dapat menghadapi goncangan (shock) dan tekanan (stress)

3

(38)

terjadinya perubahan peta kesejahteraan keluarga, baik meningkatkan maupun memperburuk kondisi peta kesejahteraan keluarga petani.

Hasil kajian Soentoro (1980) dalam Sitorus (2008) menunjukkan bahwa perbedaan pemanfaatan pelayanan pemerintah menyebabkan perbedaan kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik. Secara spesifik, berdasarkan akses terhadap penguasaan tanah, perubahan struktur agraria yang berlangsung akan merujuk pada gejala penajaman diferensiasi kelas masyarakat pedesaan (kaum tani) (Sitorus 2008).

Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan ekonomi pada zaman kemerdekaan Indonesia menjadikan tanah sebagai sumber kehidupan masyarakat. Tanah yang dimiliki merupakan satu-satunya peninggalan yang dimiliki oleh masyarakat untuk meneruskan kehidupan. Pertumbuhan ekonomi pada masa itu sedang mengalami kegencaran untuk membangunkan kembali kondisi Indonesia yang mengalami keterpurukan setelah dijajah. Pembangunan ekonomi tercepat pada masa itu adalah pertumbuhan industri yang mengikuti sistem peninggalan negara barat. Industri mulai tumbuh, namun pertumbuhannya dibarengi dengan sistem pemberian tanah untuk pembangunan kawasan industri. Pemberian secara sukarela pada masa itu diakibatkan oleh janji pemerintah untuk dapat memberikan penghidupan yang lebih baik.

(39)

Keterangan :

: Penelitian secara kualitatif : Penelitian secara kuantitatif : Mendorong

: Berdampak

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang diusulkan untuk penelitian ini, terdapat hipotesa yang dihasilkan yakni :

Eksploitasi sumberdaya mendorong terjadinya operasi produksi yang menyebabkan perubahan bentang alam dan struktur agraria sekitar tambang serta mendorong terjadinya pengadaan tanah, pembebasan tanah, penciptaan jenis lapangan pekerjaan baru, kesempatan partisipasi masyarakat yang terbatas hingga kelembagaan baru.

Dari hipotesis pengarah di atas lalu didapatkan hipotesis uji sebagai berikut : 1. Semakin tinggi kegiatan operasi proses produksi tambang semen, maka cenderung menyebabkan tingginya perubahan struktur agraria;

2. Semakin tinggi perubahan struktur agraria, maka cenderung menyebabkan tingginya peluang usaha/kerja masyarakat pada kegiatan tambang;

3. Semakin tinggi perubahan struktur agraria dengan keberadaan perusahaan maka cenderung semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat.

Perubahan Struktur Agraria

Perubahan  Perubahan bentang alam  Pelibatan masyarakat

lokal

 Tingkat akses Pendidikan

 Tingkat akses kesehatan

 Tingkat pemenuhan kebutuhan pokok Tingkat Kesejahteraan

Eksploitasi tambang

(40)

Definisi Konseptual

1. Eksploitasi merupakan aktivitas pengerukan terhadap sumberdaya alam dan mineral yang terdapat dalam tanah.

2. Operasi produksi adalah aktivitas pertambangan yang dilaksanakan pada kawasan yang telah mengalami eksploitasi sumberdaya alam di sekitar pemukiman masyarakat penerima dampak.

3. Perubahan struktur agraria adalah perubahan penggunaan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah sebagai akibat dari aktivitas pertambangan serta perubahan pemanfaatan lahan milik masyarakat lokal di sekitar lingkar tambang.

4. Perubahan bentang alam, pelibatan masyarakat, serta peluang usaha atau kerja sebagai langkah yang dilaksanakan oleh masyarakat sebagai upaya mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan.

5. Kesejahteraan masyarakat adalah suatu kondisi dimana masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka baik secara obyektif (yang dapat terlihat) hingga secara subyektif (perasaan).

Definisi Operasional

Berikut ini adalah definisi operasional dari berbagai variabel yang dianalisis :

1. Perubahan struktur agraria adalah kondisi yang dialami oleh suatu komunitas atau masyarakat terhadap pemanfaatan, penggunaan, dan penguasaan terhadap sumberdaya agraria. Jumlah pertanyaan terdiri dari 5 pertanyaan tertutup yang diukur dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut :

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Pengukuran indikator akan diakumulasikan dengan skor dan dibagi secara ordinal dalam tiga kategori, yaitu :

a. Perubahan struktur agraria rendah

(skor 1) : 5-6 b. Perubahan struktur agraria

sedang

(skor 2) : 7-8 c. Perubahan struktur agraria

tinggi

(skor 3) : 9-10

(41)

dengan skala ordinal, sebagai keterangan dengan penilaian berikut : Ya = skor 2

Tidak = skor 1

Pengukuran indikator akan diakumulasikan dengan skor dan dibagi secara ordinal dalam tiga kategori, yaitu :

a. Perubahan bentang alam rendah

(skor 1) : 5-6 b. Perubahan benatang alam

sedang

(skor 2) : 7-8 c. Perubahan benatang alam

tinggi

(skor 3) : 9-10

3. Pelibatan masyarakat lokal dalam kegiatan industri adalah kesempatan yang diberikan kepada masyarakat lokal untuk terlibat ikut serta pada aktivitas produksi tambang semen atau memiliki usaha. Terdiri dari 5 pertanyaan tertutup yang diukur dengan skala ordinal. Keterangan dengan penilaian sebagai berikut :

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

a. Peluang partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan industri rendah

(skor 1) : 5-6

b. Peluang partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan industri sedang

(skor 2) : 7-8

c. Peluang partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan industri tinggi

(skor 3) : 9-10

Pengukuran variabel dilihat berdasarkan dua indikator (Perubahan bentang alam dan pelibatan masyarakat lokal pada kegiatan industri) pada tabel di atas. Akumulasi skor akan dibagi secara ordinal dalam tiga kategori, yaitu :

a. Perubahan struktur agraria buruk (Skor 2-3) b. Perubahan struktur agraria sedang (skor 4-5) c. Perubahan struktur agraria baik (skor 6)

4. Tingkat kesejahteraan adalah aspek persepsi individu terhadap kondisi pemenuhan kebutuhan pokoknya. Tingkat akses pendidikan adalah kemampuan masyarakat lingkar tambang mendapatkan layanan atau menggunakan layanan pendidikan baik sebelum dan selama pelaksanaan aktivitas tambang yang dilihat secara subyektif dan obyektif. Kondisi masa lalu (pra-construction) dan masa kini (Under construction) yang dialami oleh responden. Alat ukur yang digunakan adalah menggunakan skala ordinal dengan akses terhadap pendidikan dibagi kedalam 5 kategori dari yang sangat rendah hingga sangat tinggi dengan skor :

(42)

(4) Baik

(5) Sangat baik

a. Tingkat akses pendidikan rendah

5. Tingkat akses kesehatan adalah kemampuan masyarakat lingkar tambang semen untuk mendapatkan layanan kesehatan baik sebelum dan selama aktivitas produksi yang dilihat secara subyektif dan obyektif. Pengukuran ini diukur dengan skala ordinal yang ditentukan secara subyektif dengan membandingkan kondisi lalu (pra-operasional) dan kondisi kini (operasi produksi) yang dialami oleh responden. Akses terhadap kesehatan dibagi kedalam 5 kategori dari yang sangat rendah hingga sangat tinggi dengan

a. Tingkat akses kesehatan rendah

6. Tingkat pemenuhan kebutuhan pokok adalah kemampuan masyarakat lingkar tambang untuk memperoleh kebutuhan pokok/dasar agar tetap dapat bertahan hidup, berdasarkan BPS 2012 kebutuhan pokok dilihat pada konsumsi masyarakat yang akan dilihat secara subyektif dan obyektif. Pengukuran ini menggunakan skala ordinal, jumlah pertanyaan sebanyak 13, dengan keterangan :

Ya = skor 2 Tidak = skor 1

Berdasarkan total skor dari seluruh responden akan dihitung menggunakan standar deviasi yang dibagi kedalam 5 kategori dari yang sangat rendah hingga sangat tinggi dengan skor :

(43)

kebutuhan pokok sedang c. Tingkat pemenuhan

kebutuhan pokok tinggi

(skor 3) : 19-25

Pengukuran variabel dilihat berdasarkan tiga indikator (tingkat akses pendidikan, tingkat akses kesehatan, dan tingkat pemenuhan kebutuhan pokok) di atas. Akumulasi skor akan dibagi secara ordinal dalam tiga kategori, yaitu :

(44)
(45)
(46)
(47)

PENDEKATAN LAPANG

Bab ini menjelaskan mengenai hal-hal teknis yang dilaksanakan selama penelitian dan penulisan skripsi. Hal pertama mengenai metode penelitian yang dilanjutkan dengan pemilihan lokasi dan pemaparan waktu penelitian. Kemudian dilanjutkan dengan teknik pengambilan informan dan responden serta teknik pengambilan data dan yang terakhir adalah penjabaran mengenai teknik pengolahan data.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan kombinasi terhadap kuantitatif dengan pendekatan kualitatif. Studi ini akan dilakukan dengan menampilkan studi kasus pada wilayah penelitian dan memberikan gambaran pada kondisi wilayah penelitian. Penelitian kuantitatif diperoleh dengan menggunakan survei melalui instrumen kuesioner (lampiran 5) yang ditujukan kepada responden untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat penerima dampak pada kawasan lingkar tambang serta tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar lingkar tambang dari segi subyektif dan obyektif. Sedangakan pendekatan kualitatif dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (lampiran 6) kepada informan serta melalui pengamatan berpartisipasi serta studi dokumen untuk menggali data, menganalisis, dan menelusuri fenomena perubahan struktur agraria yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan di tanah Semen Tonasa, Dusun Boronguntia, Desa Biringere, Kecamatan Bungoro. Selain itu juga untuk mendapatkan informasi terkait struktur agraria dan profil desa

Pengambilan data dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah pengambilan data melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden dan tahap kedua dengan indeep interview pada informan untuk melakukan uji sebagai

priminary research. Kemudian setelah diuji, maka akan dilakukan editing

kuesioner sebagai penelitian sesungguhnya yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat dan daerah lokasi penelitian. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dapat terjamin, baik realibitas maupun validitasnya.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Dusun Boronguntia, Desa Biringere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena beberapa pertimbangan, diantaranya adalah :

(48)

2. Lokasi pabrik yang berada pada tanah garapan yang dimiliki oleh warga Dusun Borong Untia telah menjadi kawasan Perusahaan Semen Tonasa sejak 20 tahun silam sebelum mengalami pemekaran wilayah;

3. Terdapat forum yang disebut forum desa yang merupakan penghubung antara masyarakat desa dan perusahaan semen di Desa Biringere yang baru didirikan selama 2 tahun terakhir.

4. Forum Desa Biringere juga aktif dalam menyampaikan kebutuhan masyarakat melalui pembuatan proposal untuk pengajuan program pengembangan desa dalam hal pencapaian keberhasilan desa binaan di wilayah tambang.

5. Selain itu, kawasan pertambangan pabrik yang berada di sekitar pemukiman warga lokal menimbulkan keluhan atas dampak kegiatan produksi tambang perusahaan;

6. Namun, keberadaan Perusahaan dan tambang Semen Tonasa telah memperoleh izin pemerintah sebagai salah satu sumber penghasil devisa negara sejak keterpurukan Indonesia dalam melaksanakan pertumbuhan ekonomi zaman Soeharto;

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung mulai bulan Desember 2014 sampai dengan Mei 2015. Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal penelitian, kolokium proposal penelitian, perbaikan proposal penelitian, draft skripsi, uji petik, sidang skripsi dan perbaikan laporan skripsi.

Teknik Pengambilan Informan dan Responden

Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisa dalam penelitian ini adalah rumah tangga masyarakat yang berada pada kawasan produksi tambang yang diwakili oleh kepala keluarga. Responden yang diwawancarai adalah responden yang merupakan kepala keluarga atau bagian dari keluarga yang menerima dampak sesuai dengan kuesioner (lampiran 5 yang telah dibuat karena jawabannya dianggap dapat mewakili kondisi rumah tangganya sebagai salah satu masyarakat penerima dampak. Karakteristik responden dapat dilihat dari status tenurial tanah yakni populasi responden yang berada pada kawasan sekitar tambang serta masyarakat yang berada di kawasan tambang dan kehilangan status kepemilikan lahan dengan sampel responden adalah masyarakat yang mengalami perubahan struktur agraria dilihat dari kondisi masyarakat yang masih dapat memanfaatkan lahan, memiliki lahan, atau menggunakannya, serta dari jenis pekerjaan. Responden hanya memberikan informasi terkait dengan dirinya.

(49)

memperoleh strata yang sama dan mungkin pula berbeda dalam sampel berlapis yang diambil secara acak (Singarimbun dalamSingarimbun dan Effendi, 1989).

Pemilihan informan dilakukan secara sengaja, yakni pemerintah desa dan tokoh masyarakat. Penetapan responden dalam wawancara ditentukan melalui metode snowball yaitu berdasarkan informasi antar responden di lokasi penelitian. Orang-orang yang dijadikan sebagai informan dalam penelitian ini adalah aparatur desa yakni kepala desa, mantan anggota forum desa, tokoh masyarakat setempat, serta pembina forum desa sebagai organisasi forum desa resmi yang membantu masyarakat dalam menanggulangi kebutuhan desa dan masyarakat. Selain informan dari desa, juga beberapa informan dari instansi yakni pihak Perusahaan PT Semen Tonasa bagian CSR, BPN, Dinas Pertambangan hingga LSM yang bekerja sama dengan CSR perusahaan Semen Tonasa. Informan-informan tersebut dianggap mengetahui dengan jelas mengenai kondisi masyarakat atas kegiatan perusahaan.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mempermudah pengambilan data, peneliti membuat panduan pengambilan data (lampiran 3). Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung di lapangan dan juga melalui wawancara terstruktur dengan para responden yang telah dipilih. Selain itu, data primer juga diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dengan informan. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara dan dikembangkan sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden maupun informan sampai data yang didapatkan menjadi jenuh.

Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan sumber pustaka yang dapat digunakan untuk berbagai konsep dan teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Selain itu mencakup catatan-catatan (dokumentasi) dan instansi yang terkait serta pihak-pihak lainnya yang dapat mendukung kelengkapan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini data sekunder berupa dokumen desa serta instansi yang terkait dan melalui berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, yaitu buku, laporan perusahaan, buku, artikel, dan sebagainya.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis yaitu data kuantitatif dan kualitatif. Data Kualitatif menggunakan aplikasi NVIVO untuk memudahkan peneliti dalam penguatan pernyataan responden dan informan serta membantu pembuatan teori baru. Data kuantitatif menggunakan aplikasi

(50)

Excel 2010. Kedua, semua data dan pengkodean yang telah dimasukkan pada

Microsoft Excel 2010 kemudian dilanjutkan dengan membuat tabel frekuensi dari masing-masing variabel. Ketiga, mengedit atau mengoreksi kesalahan yang ditemui setelah membaca tabel frekuensi baik pada saat mengisis kuesioner, mengkode, maupun memindahkan data dari lembaran kode ke komputer (Singarimbun dalam Singarimbun dan Effendi 1989).

Data yang telah dikoreksi pada Microsoft Excel 2010 akan dimasukan ke dalam IBM SPSS for Windows 16.0 untuk dilakukan pengolahan statistik deskriptif. Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan sekumpulan data secara visual baik gambar maupun tulisan untuk menggambarkan data berupa tabel frekuensi dan tabulasi silang (crosstab). Pembuatan tabel frekuensi, grafik, diagram, dan tabel tabulasi silang menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010, sedangkan pada IBM SPSS for Window 16.0 digunakan untuk melakukan uji statistifk berupa Spearman’s Rho dalam melihat hubungan antar variabel serta menggunakan Wilcoxon guna menguji perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaan penelitian. Uji statistik yang dilakukan akan menghasilkan gambaran yang dapat dianalisis serta diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan.

Uji korelasi Spearman’s Rho digunakan untuk melihat hubungan yang nyata antar variabel ataupun antar indikator dengan data berbentuk ordinal. Uji korelasi Spearman’s Rho digunakan untuk menentukan hubungan antara kedua variabel (variable dependent dan variabel independent) yang ada dalam penelitian ini, yaitu menguji hubungan antara kondisi perubahan struktur agraria terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat Dusun Borong Untia.

Koefisien korelasi adalah alat analisis korelasi yang digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan dan arah hubungan, sedangkan signifikansi untuk mengetahui hubungan yang terjadi berarti atau tidak. Untuk mengetahui keeratan hubungan maka dapat dilihat pada besarnya koefisien korelasi dengan pedoman yaitu jika koefisien semakin mendekati 1 atau -1 maka hubungan erat atau kuat, sedangkan jika koefisien semakin mendekati 0 maka hubungan lemah. Untuk mengetahui arah hubungan maka dapat melihat tanda nilai koefisien yaitu positif atau negatif, jika variabel X positif maka variabel Y juga positif, begitupun sebaliknya. Namun, jika variabel X negatif maka variabel Y bisa positif, sama halnya dengan sebaliknya. Sedangkan untuk mengetahui hubungannya berarti atau tidak maka akan dilakukan pengujian signifikansi (Priyatno 2013).

Selain itu, hal lain juga dapat dilihat untuk mengetahui hasil korelasi antar variabel (Sufren dan Natanael 2014), yakni :

1. Jika terdapat bintang dua (**) di sebelah nilai koefisien korelasi menunjukkan korelasi tersebut signifikan dengan taraf signifikansi sebesar 0.01 (p < 0.01).

2. Jika terdapat bintang satu (*) di sebelah nilai koefisien korelasi menunjukkan korelasi tersebut signifikan dengan taraf signifkansi sebesar 0.05 (p < 0.05).

3. Jika tidak terdapat tanda bintang, artinya korelasi tersebut sama sekali tidak signifikan (p > 0.05).

(51)

Untuk uji statistik selanjutnya menggunakan uji Wilcoxon. Uji Wilcoxon dapat dilakukan pada subyek yang diuji pada kondisi sebelum dan setelah proses, atau subyek berpasangan ataupun serupa. Dalam penelitian ini Uji Wilcoxon digunakan untuk melihat perubahan struktur kesejahteraan masyarakat baik secara subyektif maupun obyektif pada masa sebelum dan saat adanya perusahaan semen yang menyebabkan perubahan struktur agraria pada masyarakat.

Uji wilcoxon adalah uji perbedaan dua kali pengukuran untuk statistik non-parametik atau untuk data tidak terdistribusi normal. Berdasarkan hasil penghitungan maka akan terlihat pada output SPSS Statistik Deskriptif Pra dan

Under yang dapat dibaca pada nilai rata-rata, simpangan baku, skor minimum, skor maksimum data pra dan under. Dari hasil Output SPSS Perbandingan Mean Rank Data Sebelum dan Setelah akan memperlihatkan hasil perbandingan.

(52)
(53)
(54)
(55)

KAWASAN „ADUAN‟ MASYARAKAT LOKAL TERHADAP

PABRIK SEMEN TONASA

Bab ini menjelaskan mengenai gambaran lokasi penelitian, karakteristik responden, serta profil organisasi yang terdapat pada desa kawasan industri semen yang menjadi unit analisa peneliti. Organisasi yang dimaksud adalah organisasi desa berupa forum desa yang mendampingi masyarakat untuk perencanaan dan pengajuan dana ke perusahaan dalam rangka pengembangan desa dengan maksud wujud pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) yang menjadi lokasi penelitian.

Letak Geografis dan Kondisi lingkungan Desa Biringere

Desa Biringere merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Desa ini berbatasan dengan beberapa desa lain di sekitarnya yaitu Desa Mangilu di sebelah Utara, Kelurahan Bontoa di sebelah Selatan, Desa Taraweang pada sebelah Barat, serta di sebelah Timur berbatasan langsung dengan Desa Mangilu yang juga merupakan desa pertama sebelum terjadi pemekaran pada tahun 1991. Suhu udara di Desa Biringere rata-rata 290C-340C dengan ketinggian sekitar 100 meter di atas permukaan laut (mdpl). Desa Biringere berjarak sekitar 10 km dari pusat pemerintah kecamatan yang terletak di wilayah Desa Samalewa. Perjalanan ke ibukota kecamatan dapat ditempuh dengan menggunakan transportasi umum yang biasa beroperasi di daerah ini, yaitu bentor (becak-motor). Bentor di daerah ini tidak memiliki waktu beroperasi yang menetap namun sangat banyak di pagi hari, yakni waktu berangkat anak sekolah serta waktu kerja pegawai (sekitar pukul 06.00 WITA-09.00 WITA). Pada malam hari sudah tidak ada kendaraan umum yang beroperasi karena sejak pukul 17.00 WITA kondisi desa sudah sepi dan sangat gelap sehingga hampir seluruh masyarakat desa memiliki kendaraan pribadi terutama sepeda motor. Desa Biringere berjarak sangat jauh dengan ibu kota kabupaten yaitu dengan jarak 13 Km yang dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi berupa sepeda motor dan lebih jauh lagi jika akan menuju ke ibu kota propinsi yakni menempuh jarak 60 Km dengan waktu sekitar 1 sampai 2 jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan pribadi.

(56)

Dusun Boronguntia dan Dusun Pallattae (kawasan perumahan pegawai PT Semen Tonasa). Desa ini merupakan lokasi aktivitas PT Semen Tonasa beroperasi serta desa yang paling dekat dengan aktivitas proses produksi. Jarak antar dusun sekitar 500 m sedangkan jarak desa dengan pabrik proses produksi sekitar 5 km, dan telah memiliki jalan penghubung antar desa yang dapat diakses dengan berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan pribadi baik sepeda, motor, maupun mobil. Desa Biringere merupakan desa dengan kondisi jalan desa yang mendatar namun juga masih terdapat beberapa jalan yang berbukit dikarenakan kondisi desa yang berada di antara kawasan pegunungan dan sungai yang mengelilinginya sepanjang 3.9 km.

Dusun Borong Untia berada di kawasan Desa Biringere dengan kondisi tanah pemukiman yang di diami adalah tanah adat tanpa sertifikat seluas 3294 Ha, sedangkan tanah pribadi yang masyarakat miliki sudah dijualkan kepada pihak perusahaan sejak puluhan tahun silam oleh nenek terdahulu, yakni sampai saat ini telah mencapai 44.78 Ha lahan yang digunakan oleh perusahaan untuk melangsungkan kegiatan industri. Sehingga tanah pribadi masyarakat terdahulu yang telah dijualkan kepada perusahaan berupa tanah sawah dengan irigasi setengah teknis sebanyak 7.1 Ha dan tanah sawah dengan irigasi tada hujan sebanyak 20.8 Ha. (Monografi Desa 2015)

Kondisi Sosial Budaya

(57)

Tabel 1 Jumlah penduduk Desa Biringere berdasarkan kelompok umur tahun 2014-2015

Kelompok umur

Tahun 2014 Tahun 2015

Jumlah Persentase Jumlah Persentase

(N) (%) (n) (%)

0-3 235 5.93 242 6.10

>3-5 229 5.78 229 5.77

>5-6 176 4.44 176 4.43

>6-12 643 1.23 643 16.20

>12-15 301 7.60 301 7.58

>15-18 311 7.85 311 7.83

>18-60 1939 48.95 1941 48.89

>60 127 3.21 127 3.20

Total 3961 100.00 3970 100.00

Sumber : Data sekunder 2014 dan data primer 2015 diolah

Berdasarkan Tabel 1, pertambahan jumlah penduduk dalam kurun waktu satu tahun diakibatkan oleh adanya kelahiran serta pendatang, namun juga terdapat penduduk yang pindah tetapi jumlah kelahiran dan pendatang lebih besar bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang pindah sehingga jumlah penduduk mengalami peningkatan. Selain itu, penambahan penduduk dari pendatang juga berasal dari penduduk yang bermukim pada perumahan perusahaan namun berada pada kawasan desa, sehingga penambahan penduduk dari pendatanglah yang menyebabkan jumlah penduduk desa dapat bertambah bisa tiap bulan ataupun tahunan, namun untuk Dusun Boronguntia 98 persen merupakan penduduk asli, dan 2 persen adalah pendatang yang berasal dari desa sebelah atau menempati rumah yang menjadi warisan dari orang tua. Terlihat bahwa jumlah penduduk yang mengalami penambahan berada pada rentang usia lebih dari 18 sampai 60 tahun dan pada usia ini merupakan usia produktif serta rentang usia produktif bagi pegawai perusahaan yang berada pada kawasan perumahan.

(58)

Gambar 2 Jumlah penduduk Desa Biringere menurut jenis kelamin tahun 2014 Sumber : Data sekunder desa 2015 diolah

Gambar 3 Jumlah penduduk Desa Biringere menurut jenis kelamin tahun 2015 Sumber : Data sekunder desa 2015 diolah

Pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk terbanyak didominasi oleh laki-laki, hal ini membuktikan bahwa dengan adanya perusahaan jumlah penduduk laki-laki (Gambar 3) menyebabkan penambahan penduduk di desa dan mereka sebagian besar adalah pekerja dan pegawai swasta perusahaan baik di lapang maupun di kantor Semen Tonasa. Selain itu, penduduk berdasarkan jenis kelamin ini menunjukkan bahwa mereka adalah warga negara Indonesia.

Mayoritas penduduk di Desa Biringere memiliki latar belakang pendidikan terakhir SD sampai SMP tahun 2014 serta mata pencaharian penduduk didominasi oleh buruh yakni buruh tani, harian, dan pabrik (proyek).

49,95%

50,05% Laki-Laki

Perempuan

49,70% 50,30%

Laki-Laki

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran
Tabel 1  Jumlah penduduk Desa Biringere berdasarkan kelompok umur tahun 2014-2015
Gambar 2  Jumlah penduduk Desa Biringere menurut jenis kelamin tahun 2014
Tabel 2  Jumlah penduduk Desa Biringere menurut tingkat pendidikan tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambarajah di atas, pic solfa yang paling tinggi ialah ... Susun semula solfa di atas secara menaik

[r]

Ekstraksi minyak kelapa sawit dilakukan dengan beberapa tahap yaitu sebagai berikut: Labu alas bulat untuk sokletasi sebagai penampung minyak sawit hasil ekstrak

3 Klien bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Sertifikat TUV Rheinland Indonesia digunakan dalam pasar dengan cara yang mana pernyataan hanya dibuat

Dengan adanya perubahan pada status, tujuan, dan tugas Bank Indonesia maka Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1967 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

Johnson (sajrone Al-Fayyadl, 2005:80) ngandharake yen tujuwane dhekonstruksi, yaiku ngangkat oposisi- osposisi hierarkis kang implisit sajrone teks. Mula yen sawijining

Dalam kerja praktek ini, penulis bertujuan untuk memahami dan mengetahui bagian-bagian serta ca pemeliharaan dari baterai dan peralatan pendukung suplai DC yang terpasang pada

Permasalahan utama yang akan diangkat di sini adalah menyediakan sebuah cara pendeteksian error yang paling sesuai untuk digunakan pada transmisi byte – byte