• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PEMIKIRAN

3.2. Kerangka Pemikiran Teoritis 1. Teori Perdagangan Internasional

3.1.3. Konsep Dayasaing

Dayasaing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Simanjuntak dalam Kuraisin, 2006). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur suatu komoditas adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi dalam pengusahaan komoditas tersebut. Keuntungan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Sementara itu, efisiensi pengusahaan komoditas dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan

komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep dayasaing dengan pendekatan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif digunakan untuk memberikan masukan dalam perencanaan dan pengembangan usahatani.

1.Keunggulan Komparatif

Konsep keunggulan komparatif seringkali digunakan untuk menerangkan spesialisasi suatu negara dalam memproduksi suatu barang dan jasa. Selain itu konsep ini juga dapat digunakan untuk wilayah yang lebih kecil seperti propinsi.

Perdagangan antar dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (memiliki keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi sebuah komoditas, namun kurang efisien dibanding (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditas lainnya maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara masing-masing negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut. Melalui proses ini maka sumberdaya di kedua negara dapat digunakan dengan cara yang paling efisien (Smith dalam Salvatore, 1997). Sayangnya teori keunggulan absolut ini hanya dapat menjelaskan sedikit saja dari perdagangan internasional pada saat ini.

Pada tahun 1817, David Ricardo menyempurnakan teori keunggulan absolut dengan teori keunggulan komparatif melalui buku yang berjudul ”Principles of Political Economy and Taxation”. Dalam buku tersebut berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage). Hukum tersebut menyatakan bahwa meskipun suatu negara kurang efisien disbanding (memiliki kerugian absolut terhadap) negara lain dalam

memproduksi kedua komoditas, namun masih terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Negara pertama harus melakukan spesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil (komoditas dengan keunggulan komparatif) dan mengimpor komoditas yang memiliki kerugian absolut lebih besar (memiliki kerugian komparatif), (Salvatore, 1997).

Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah asumsi yang disederhanakan, yaitu: (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditas, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori nilai tenaga kerja. Asumsi satu sampai enam dapat diterima, namun asumsi tujuh (teori nilai tenaga kerja) tidak berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif karena teori nilai tenaga kerja ini menyatakan bahwa nilai atau harga sebuah komoditas tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk membuat komoditas. Pernyataan ini membawa implikasi bahwa (1) setiap tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi, atau tenaga kerja digunakan dalam proporsi yang tetap dan sama jumlahnya dalam membuat semua komoditas, (2) tenaga kerja bersifat homogen.

Teori nilai tenaga kerja ini merupakan kelemahan dari model Ricardian, karena (1) tenaga kerja bukan merupakan satu-satunya faktor produksi, penggunaannya juga tidak dilakukan dalam proporsi yang tetap dan dalam jumlah yang sama pada semua komoditas, (2) tenaga kerja tidak bersifat homogen, karena

mereka berbeda-beda dalam pendidikan, produktivitas, dan upah yang diterimanya. Keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo hanya berdasarkan pada penggunaan dan produktivitas tenaga kerja tanpa menjelaskan alasan timbulnya perbedaan produktivitas tenaga kerja di antara berbagai negara. Teori ini juga tidak menjelaskan mengenai pengaruh perdagangan internasional terhadap pendapatan yang diperoleh faktor produksi, sehingga konsep keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo disempurnakan oleh Heckscher dan Ohlin pada tahun 1933.

Heckscher dan Ohlin melakukan perbaikan terhadap hukum keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Teori Heckscher-Ohlin atau teori kelimpahan faktor dapat diekspresikan ke dalam dua buah teorama yang saling berhubungan, yaitu teorama Heckscher-Ohlin serta teorama penyamaan harga faktor. Menurut teorama Heckscher-Ohlin, sebuah negara akan mengekspor komoditas yang padat faktor produksi yang ketersediaannya di negara tersebut melimpah dan murah, sedangkan di sisi lain ia akan mengimpor komoditas yang padat dengan faktor produksi yang langka dan mahal. Menurut teorama penyamaan harga faktor produksi atau teorama Heckscher-Ohlin-Samuelson, perdagangan internasional cenderung menyamakan harga-harga baik itu secara relatif maupun secara absolut dari berbagai faktor produksi yang homogen atau sejenis diantara negara-negara yang terlibat dalam hubungan dagang. Pada intinya teori perdagangan Heckscher-Ohlin menjelaskan bahwa perdagangan internasional berlangsung atas dasar keunggulan komparatif yang berbeda dari masing-masing negara. Teori ini juga menyinggung mengenai dampak-dampak perdagangan internasional terhadap harga atau tingkat pendapatan dari

masing-masing faktor produksi. Secara umum model Heckscher-Ohlin masih dapat dianggap sebagai model baku dalam perdagangan internasional. (Salvatore, 1997). 2.Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif (Competitive Advantage) merupakan alat untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Pada awalnya konsep keunggulan kompetitif dikembangkan oleh Porter pada tahun 1980 dengan bertitik tolak dari kenyataan-kenyataan perdagangan internasional yang ada. Menurut Porter dalam Halwani (2002) diketahui bahwa tidak ditemukan korelasi positif antara keunggulan keberlimpahan sumberdaya alam dan banyaknya tenaga kerja di suatu negara untuk dijadikan keunggulan bersaing dalam perdagangan internasional. Keunggulan kompetitif dibuat dan dipertahankan melalui suatu proses internal yang tinggi. Perbedaan dalam struktur ekonomi nasional, nilai, kebudayaan, kelembagaan, dan sejarah menentukan keberhasilan kompetitif.

Keunggulan kompetitif suatu negara ditentukan oleh empat faktor yang harus dimiliki suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebut adalah kondisi faktor sumberdaya (factor condition), kondisi permintaan (demand condition), industri terkait dan industri pendukung (related and supporting industry), persaingan, struktur, dan strategi perusahaan (firm strategy, structure, and rivalry). Keempat faktor penentu tersebut didukung oleh faktor eksternal yang terdiri dari peran pemerintah (government) dan terdapatnya kesempatan (chance events). Secara bersama-sama faktor-faktor ini membentuk suatu sistem yang berguna dalam peningkatan keunggulan dayasaing, sistem tersebut dikenal dengan “The National Diamond”. Gambarnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. The Complete System of National Competitive Advantage

Sumber : Porter, 1998

Keterangan : Garis ( ), menunjukkan hubungan antar atribut utama

Garis ( ), menunjukkan hubungan antara atriibut tambahan terhadap atribut utama.

Setiap faktor yang terdapat pada Teori Berlian Porter memiliki atribut-atribut penting yang mampu menjelaskan secara detail faktor yang ada.

1.Kondisi Faktor Sumberdaya

Sumberdaya yang dimiliki suatu bangsa merupakan salah satu faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor sumberdaya tersebut terbagi dalam lima kelompok yaitu sumberdaya fisik atau alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur.

a. Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing industri nasional meliputi biaya, kualitas, ukuran lahan, aksesibilitas, ketersediaan air, mineral, dan energi, sumberdaya pertanian, sumberdaya perkebunan, sumberdaya perikanan dan kelautan, sumberdaya peternakan, serta sumberdaya

Industri Terkait dan

Industri Pendukung Pemerintah Peran Kondisi Permintaan Kondisi Faktor

Sumberdaya

Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan Kesempatan

alam lainnya baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga dengan kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografi, dan lain-lain.

b.Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, tingkat upah yang berlaku, dan etika kerja.

c. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Sumberdaya IPTEK yang mempengaruhi dayasaing nasional mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa, ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

d. Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya yang tersedia, jenis pembiayaan atau sumber modal, aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, peraturan keuangan, peraturan moneter dan fiskal untuk mengetahui tingkat tabungan masyarakat, serta kondisi moneter dan fiskal.

e. Sumberdaya Infrastruktur

Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional dapat dilihat dari ketersediaan jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastruktur yang

mempengaruhi dayasaing, seperti sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, sistem pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik, dan sebagainya. 2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing secara global. Mutu persaingan memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya dengan memberi tanggapan terhadap persaingan yang terjadi. Tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional adalah :

a. Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik permintaan domestik meliputi :

(1). Struktur Segmen Permintaan

Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu dayasaing industri nasional. Pada sebagian besar industri, permintaan yang ada telah tersegmentasi atau dipersempit menjadi beberapa bagian yang lebih spesifik. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan segmen permintaan yang sempit.

(2). Pengalaman dan Selera Pembeli yang Tinggi

Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, fitur-fitur pada produk, dan pelayanan.

(3). Antisipasi Kebutuhan Pembeli

Antisipasi terhadap kebutuhan pembeli dari perusahaan dalam negeri merupakan suatu nilai tambah dalam memperoleh keunggulan dayasaing. b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat terlaksana jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi, dan peningkatan produktivitas.

c. Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong peningkatan dayasaing industri nasional karena pembeli tersebut dapat membawa produk domestik ke luar negeri (ke negaranya). Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong dan meningkatkan dayasaing produk negara yang dikunjunginya tersebut.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung

Keberadaan industri terkait dan industri pendukung mempengaruhi dayasaing secara global. Diantara industri yang terkait dengan industri utama tersebut adalah industri hulu dan industri hilir. Industri hulu yang memiliki

dayasaing global akan mampu memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu, dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan industri utama. Begitu juga dengan industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir akan dapat menarik industri hulu untuk memiliki dayasaing global.

4. Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi terhadap produk yang dihasilkannya. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan motor penggerak dalam memberikan tekanan antar perusahaan untuk berkompetisi dan melakukan inovasi dalam rangka meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan yang telah teruji mampu bersaing ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan yang belum memiliki dayasaing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah.

Struktur perusahaan maupun struktur industri menentukan dayasaing dengan cara melakukan perbaikan dan inovasi. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki dorongan untuk melakukan perbaikan serta inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Di sisi lain, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan baik domestik maupun internasional. Selain itu hal ini juga berpengaruh pada strategi yang dijalankan oleh perusahaan dalam rangka

memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan. 5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu dayasaingnya. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator agar perusahaan dan industri senantiasa meningkatkan dayasaingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing global melalui kebijakan yang memperlemah atau memperkuat faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan bersaing secara langsung. Peran pemerintah dalam upaya peningkatan dayasaing adalah memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor dayasaing sehingga bisa didayagunakan secara aktif dan efisien.

Pemerintah dapat mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh keempat variabel utama. Variabel kondisi faktor sumberdaya dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan pedidikan, dan lain sebagainya. Dalam membentuk kondisi permintaan domestik, peran pemerintah seringkali sulit untuk dijelaskan. Pemerintah juga bertugas menetapkan standar produk lokal melalui departemen-departemen yang ada. Pemerintah juga seringkali menjadi pembeli utama seperti pembelian alat telekomunikasi atau penerbangan untuk keperluan negara. Bahkan pemerintah dapat juga menjadi penjual utama atau memegang kekuasaan atas produk-produk vital yang menyangkut kepentingan rakyat banyak. Pada industri pendukung dan industri terkait pemerintah dapat membentuk polanya seperti melakukan pengawasan terhadap media periklanan dan membuat regulasi dari pelayanan pendukung. Selain itu, pemerintah juga dapat

mempengaruhi persaingan, struktur, dan strategi perusahaan melalui regulasi pasar modal, kebijakan pajak, dan perundang-undangan.

6. Peran Kesempatan

Kesempatan mempunyai dampak yang asimetris atau hanya berlaku satu arah terhadap keempat faktor utama. Peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun pemerintah namun tetap mempengaruhi tingkat dayasaing. Beberapa hal yang dianggap keberutungan merupakan peran kesempatan, seperti adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut akibat perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang. Selain itu terjadinya peningkatan permintaan produk industri yang lebih besar dari pasokannya merupakan kondisi yang menguntungkan bagi peningkatan dayasaing.