• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1.2 Konsep Pajak Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Brajakusumah dan Solihin, 2004:169). Pendapatan asli daerah merupakan sumber penerimaan yang sangat penting dan harus ditingkatkan untuk dapat membiayai penyelenggaraan/ wewenang pemerintah daerah dalam pembangunan daerahnya untuk dapat mandiri menjalankan pemerintahannya disegala aspek yang ada. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang termasuk kedalam sumber Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, serta lain-lain PAD yang sah. Pada kenyataannya pajak dianggap sebagai salah satu cara

yang paling efektif untuk mendistribusikan beban pemerintah kepada rakyatnya.

Zain (2008:11) mengemukakan pengertian pajak sebagai berikut: Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sector swasta ke sector pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapatkan imbalan yang langsung dan proposional agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.

Adapun pengertian pajak menurut Sumirat (2005:1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Menurut Marihot (2005:7), pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan undang- undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/ balas jasa) langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Pengertian diatas menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan secara paksa. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan ciri-ciri yang terkait tentang pajak, yaitu:

1. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

2. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas Negara, yaitu kas pemerintah pusat atau kas pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak yang dipungut)

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh si pembayar pajak). Tidak adanya hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.

4. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan manifestasi kontra prestasi dari Negara kepada para pembayar pajak.

5. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-undang an pajak dikenakan pajak.

6. Pajak memiliki sifat dapat dipaksakan, artinya wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban pembayaran pembayaran pajak, dapat dikenakan sanksi, baik sanksi pidana maupun denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut Slamet (2009:241), ada beberapa unsur pajak yang disimpulkan oleh Isnanto (2001:16) sebagai berikut ini:

Pertama, pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara dalam arti bahwa yang berhak melakukan pemungutan pajak adalah Negara. Dengan alasan apapun swasta atau partikelir tidak boleh memungut pajak. Kedua, berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dalam arti bahwa walaupun Negara mempunyai hak dan untuk memungut pajak, tetapi dalam pelaksanaanya harus memperoleh persetujuan dari rakyat, yaitu melalui undang-undang. Ketiga, tanpa jasa timbal-balik (prestasi) dari Negara yang dapat langsung ditunjuk, dalam arti bahwa jasa timbal-balik atau kontraprestasi yang diberikan oleh Negara kepada rakyatnya tidak boleh dihubungkan secara langsung

dengan besarnya pajak. Keempat, untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang bersifat umum, dalam arti bahwa pengeluaran-pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum”.

Ditinjau dari lembaga pemungutan pajaknya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat (pajak negara) dan pajak daerah. Pembagian ini di Indonesia dikarenakan hierarki pemerintahan yang berwenang menjalankan pemerintahan dan memungut sumber pendapatan Negara, khusunya pada masa otonom daerarah saat ini. Pajak neagara seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Bea Masuk, Bea Keluar (Pajak Ekspor) dan Cukai. Pada pajak daerah, pemungutan pajak yang dilakukan berupa pajak daerah dan retribusi daerah.

Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerahnya sendiri (daerah Otonom). Menurut Mardiasmo (2009:12), pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Jadi pajak daerah merupakan sumber pendapatan yang cukup memberikan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan asli daerah yang mana setiap daerah dituntut agar dapat meningkatkan sumber pendapatan asli daerahnya agar mampu membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan melakukan pemerataan pembangunan dengan baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan sebagainya. Untuk dapat membiayai dan memajukan daerahnya tersebut, antara lain dapat ditempuhsuatu kebijaksanaan yang mewajibkan setiap orang untuk membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Sumber pendapatan daerah yaitu;

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, meliputi; pajak daerah, retribusi daerah termasuk didalamnya hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLU) daerah, lain-lain PAD yang sah.

2. Dana perimbangan, merupakan dana yang bersumber dari

pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Menurut Undang-Undang Pajak Daerah Nomor 34 Tahun 2000 yang kemudian diubah kedalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis Pajak Propinsi terdiri dari

1. Pajak Kendaraan Bermotor;

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4. Pajak Air Permukaan; dan

5. Pajak Rokok

Jenis Pajak Kabupaten/ Kota terdiri dari 11 jenis pajak, yaitu; Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Reklame; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak Parkir; Pajak Air Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Pajak Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Adapun fungsi pajak menurut Waluyo (2009:6), terbagi atas dua, yaitu: Fungsi Penerimaan (Budgeter) yang mana pajak berfungsi sebagai

sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimaksukkan pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. Yang kedua yaitu Fungsi Mengatur

(Reguler) yang mana pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan, demikian pula terhadap barang mewah. Pada dasarnya objek pajak merupakan manifestasi dari taatbestand (keadaan yang nyata).

Taatbestand adalah keadaan, peristiwa, atau perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dapat dikenakan pajak. Kewajiban pajak dari seseorang terjadi apabila orang/ masyarakat tersebut memenuhi hal tersebut. Penentuan yang menjadi objek pajak daerah saat ini dapat dilihat pada Permen No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah yang merupakan pengganti dari Permen No. 19 Tahun 1997 tentang pajak daerah. Hal ini merupakan penentuan objek pajak daerah secara garis umum, yang mana dilihat pemberlakuan suatu jenis pajak daerah pada suatu propinsi atau kabupaten/ kota ditetapkan dengan peraturan daerah yang mana untuk mengetahui apa saja yang menjadi objek pajak yang harus dilihat, dan apa yang ditetapkan peraturan daerah sebagai objek pajak daerahnya. Dalam hal pemungutan pajak daerah terdapat dua istilah yang berbeda yaitu subjek pajak dan wajib pajak. Subjek pajak adalah orang prbadi atau badan yang dapat dikenakan pajak, sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau

badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak,dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.