• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian

4.4 Analisis Data

4.4.3 Melakukan Penilaian (Assessment) Dan Penetapan Nilai Pajak Terhutang

Tahap ini instansi yang berwenang mengadministrasikan suatu jenis pajak melakukan penilaian kembali terhadap keberdaan subjek dan atau subjek pajak yang telah teridentifikasi. Penilaian kembali ini memiliki tujuan utama yaitu pertama sebagai suatu cara untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang akan diterima dari suatu objek pajak tertentu, dan kedua sebagai suatu cara untuk melakukan penetapan pajak terutang bagi objek pajak yang tidak terdata dengan baik karena subjek pajak belum atau tidak melakukan pembukuan yang baik, misalnya rumah kost yang belum memiliki mesin kas register yang mana pada umumnya hanya kwitansi atau pembukuan biasa. Untuk itu timbul pertanyaan bagaimana cara petugas memperkirakan jumlah pajak terhutang bagi wajib pajak tersebut, sedangkan wajib pajak tersebut tidak melakukan pembukuan yang tepat seperti mesin kas register. Berdasarkan hasil

wawancara, berikut cara pembukuan dari pengelola/penjaga rumah kost tersebut oleh Ibu Eliyah selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar:

“bayarnya ke ibu, dan ditulis tangan di buku kalo orang bersangkutan telah bayar kosan”. (Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB)

Hal yang serupa juga dinyatakan melalui wawancara kepada Bapak Muhamad Yadi selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar, berikut hasil wawancaranya :

“pembukuannya secara manual, ditulis dibuku khusus pembayaran kosan gitu”.

(Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB)

Demikian juga pernyatakaan dari wawancara dengan Bapak Deni selaku penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar, yaitu:

pembukuan masih pakai buku ngak pakai mesin kas seperti di hotel (Sabtu, 27 September pukul 11:05 WIB)

Dari pernyataan-pernyataan diatas, jawaban yang diberikan sama semua. Dan dapat diprediksikan bahwa semua rumah kosan tidak memiliki mesin kas register dan melakukan pembukuan secara manual. Biasanya pembukuan manual/ dengan buku tidak efektif dan dapat hilang atau dirubah dan sebagainya yang dapat hilang atau musnah seperti terbakar atau terkena air. Sedangkan pajak hotel dikenakan atas jumlah pembayaran yang dilakukan kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel/ yang termasuk dalam jenis pajak hotel. Adapun menurut Marihot (2005:246) menyatakan bahwa hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/ istirahat, memperoleh pelayanan, dan/ fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu dikelola, dan dimiliki oleh pertokoan dan perkantoran. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk da klasifikasi apapun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum. Untuk kasus yang semacam ini maka sebelum penetapan nilai pajak terhutang yang harus dibayar oleh subjek pajak dapat dilakukan dengan diperlukannya

assessment oleh fiskus atau petugas pajak. Namun sistem perpajakan yang dipakai adalah Self Assessment yang mana WP menghitung, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terhutang tanpa campur tangan fiskus hal ini guna memberikan kepercayaan yang

sebesar-besarnya bagai wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan pajaknya. Oleh karena itu kejujuran dan kesadaran dari wajib pajak tersebut sangatlah dibutuhkan.

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas tersebut menimbulkan pertanyaan kepada

secondary informan akan berapa jumlah kamar kostan yang ada di dalam satu bangunan/ pemilik tersebut, berikut pernyataan dari Ibu Eliyah Penjaga/ pengelola rumah kost lebih dari 10 kamar:

“semuanya ada 16 kamar, terdiri dari 3 wc diluar, rencananya mau dibongkar semua dan dibikin yang baru. Ibu kesini tu pada tahun 92 berarti udah 22 tahun yang lalu. Harga perkamar saat ini itu Rp. 350.000,- dengan fasilitas lemari, kasur dan meja”.

(Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB)

Adapun pernyataan dari pengelola/ penjaga rumah kost yang lainnya yaitu Bapak Muhamad Yadi menerangkan bahwa:

“ini bangunannya ada dua yang semuanya berjumlah 32 kamar, yang disini itu ada 30 kamar. Tipenya ada tiga, yaitu tipe ekonomi ada 8 kamar dengan ukuran kamar 2x3 yang mana isinya tempat tidur dan meja dengan biaya Rp. 450.000,-/perbulan. Yang kedua tipe akenomi ac yang berjumlah 20 kamar dengan ukuran 3x4 dengan fasilitas tempat tidur dengan biaya perbulan sekitar Rp. 1.100.000,- hingga Rp. 1.500.000,- yang isinya dilengkapi kamar mandi dalam dan lemari. Dan tipe VIP jumlahnya 2 kamar dengan ukuran kamar 4x4 yang isinya seperti tipe ekonomi ac namun ditambah kulkas dan televisi didalamnya lengkap dengan full service seperti alas kasur dan bersih-bersih kamar 2x sehari”.(Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB)

Tidak jauh dari pernyataan dari informan diatas, Bapak Deni juga menerangkan jumlah rumah kost yang dijaganya itu:

“disini ada 30 kamar, 13 kamar biasa dengan Rp.750.000,/-/perbulan, ac dengan wc diluar sebanyak 7 kamar dengan kisaran Rp.1.100.000,/-perbulan, dan ac dengan kamar mandi didalam Rp.1.300.000,-/ perbula”.(Sabtu, 27 September pukul 11:05 WIB)

Dari pernyataan diatas, jumlah kamar kosan yang ada dalam satu bangunan dengan satu nama sangatlah banyak begitu pula dengan harga kamar perbulannya, namun tidak ada satupun diantaranya yang membayar pajak. Hal ini menimbulkan pertanyaan lain di fikiran peneliti, apakah ada faktor lain yang menyebabkan tidak bayar pajak apa bagaimananya. Adapun pernyataan dari para penjaga/ pengelola rumah kos Ibu Eliyah:

“kalo soal itu ibu ngak tau jelas yah yang punyanya di Jakarta, yang ibu tau rumah kosan ini belom bayar pajak. Ya bangunannya juga masih bangunan lama dan kosannya ini rencananya mau dibangun ulang yang ini mau dirobohin. Harganya juga murah dari kosan lain yah, mungkin nanti dibayar pas udah dibikin yang baru. Kalo yang kosong saat ini sekitar 2 kamar dibawah”. (Senin, 22 September 2014 pukul 16:00 WIB)

Untuk lebih meyakinkan lagi peneliti menanyakan hal yang sama dengan penjaga/ pengelola rumah kosan yang lain yaitu Bapak Muhamad Yadi, sebagaimana berikut:

“untuk sekarang mungkin belom yah mbak, kan peraturannya juga masih baru. Ya kalau mau nanya yang jelasnya mungkin bisa nanya ama yang punyanya ajah nanti, tapi ya itu yang punya lagi ngak ada disini mbak”. (Jum’at, 26 September 2014 pukul 18:30 WIB)

Berdasarkan keterangan yang telah disampaikan oleh para penjaga/ pengelola rumah kosan dirasa sudah cukup untuk mewakili para penjaga/ pengelola rumah kosan lainnya yang berada di Kelurahan Kotabumi. Dimana masih banyak yang belum membayar pajaknya kepada pemerintah. Rata-rata pemilik rumah kosan ini kebanyakan orang yang berada di ibu kota Jakarta dan membuka bisnis rumah kosan di wilayah Banten khususnya Kota Cilegon. Hal ini diperkuat dengan data yang peneliti temukan pada dinas terkait yang telah diterangkan pada keterangan sebelumnya.

Ketika peneliti mewawancarai kasi penetapan Bapak Akhmad Khotib, berikut petikan hasil wawancaranya:

“diperkirakan dari tarif kosan-kosan dari jumlah kos-kosan dan rata-rata penghuni. Paling kita per 6 bulan sekali kita melakukan uji lapangan dengan menanyakan ke wajib pajaknya. Kalau ada penghuninya kita tanya, itu juga tergantung yah. Kalau tidak kita tanya pada orang-orang di sekitarnya, apa bayar perbulan, pertiga bulan apa bayar pertahun”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 14:00 WIB)

Tidak jauh berbeda dengan pernyataan informan diatas Bapak Ardiano Setyawan selaku Kasi Pendataan dan Dokumentasi, yaitu:

“menggunakan pembukuan laporan harian dan bulanan yang diberikan sebelumnya kepada wajib pajak. Paling kita tanya dari 10 kamar tersebut berapa penuh dan kosongnya. Kita kasih standar harga perkamar kosan”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB)

Pertanyaan yang sama dilontarkan kepada Ibu Ratu Rahmawati selaku Kasi Penagihan, yang menyatakan bahwa:

“caranya yaitu dengan melihat jumlah kamar yang terisi pada bulan tersebut dikalikan dengan tarif kamar dikalikan dengan tarif pajak hotel”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 30 September 2014 pukul 08:40 WIB)

Begitu juga dengan jawaban yang diberikan oleh Bapak Anwaryanto selaku Kasi Penetapan periode 2011-2014 menyangkut pertanyaan yang sama, yaitu:

“kita tentukan dengan hasil sewa atau uang kontrakan atau penghasilannya. Kita ngak bisa paling kita menerima pengakuannya (wajib pajak) pada saat pas

audit”.(Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Selasa, 23 September 2014 pukul 15:10 WIB)

Berdasarkan pernyataan diatas menerangkan bahwa petugas pajak dapat memperkirakan jumlah pendapatan dan besaran pembayaran pajak oleh wajib pajak tersebut dengan cara menerima pengakuan dari wajib pajak itu sendiri dengan cara jumlah kamar yang terisi pada bulan tersebut dikalikan dengan tarif kamar dikalikan dengan tarif pajak hotel. Untuk hal lainnya petugas pajak akan melakukan audit dan uji lapangan per enam bulannya dan menanyakan kepada penghuni dan masyarakat sekitar.

Dalam meningkatkan penerimaan daerah proses pemutakhiran data sangatlah dibutuhkan. Pemutakhiran data dilakukan untuk mempermudah pengevaluasian terhadap penerimaan pajak dari tahun ke tahun/periode. Selain untuk evaluasi dalam peningkatan penerimaan pajak, pembaharuan data juga mempermudah pencarian data-data yang telah ada sebelumnya sehingga kecilnya kemungkinan duplikat data atau data yang tidak sesuai. Sistem akuntansi yang baik mencakup pengawasan baik itu eksternal audit maupun internal audit dan sistem pelaporannya, sehingga dapat mengungkap informasi mengenai potensi pajak yang sebenarnya serta kelemahan-kelemahan yang masih terdapat dalam sistem perpajakan daerah.

Dari pernyataan tersebut memunculkan sebuah pertanyaan baru mengenai dengan jumlah wajib pajak yang terus berubah apa ada upaya pembaharuan data, berapa jangka waktu pembaharuan data yang dikemukakan oleh bapak Ardiano Setyawan, yaitu::

“kita ada kegiatan pemutahiran data namanya dilakukan per enam bulan sekali. Apakah dulunya ada service-service apa seperti apa ada penambahan-penambahan dari yang sebelumnya. Untuk pemutahiran pajak hotel digabungkan dengan pajak lain. Berbeda dengan pajak restoran karena jumlahnya yang banyak. Untuk pemutahiran data itu dilakukan selama 5 hari dalam saja”. (Wawancara di kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon. Senin, 15 September 2014 pukul 15:00 WIB)

Untuk menjamin tersajinya data terbaru Kasi Pendataan dan Dokumentasi pada Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Cilegon melakukan kegiatan pemutahiran data per enam bulan sekali guna mengaudit kembali data yang terdahulu untuk memastikan apa adanya penambahan data terbaru. Namun pada kenyataannya, peneliti melihat kegiatan pemutahiran tidak begitu membawa perubahan dari data yang sebelumnya. Misalnya belum adanya penambahan akan jumlah wajib pajak hotel maupun dengan objek pajak rumah kost. Hal ini sangat disayangkan mengingat banyaknya rumah kos-kosan yang menjamur di wilayah Kota Cilegon. Yang mana sebelumnya peneliti telah melakukan observasi secara langsung dan

melihat bahwa perkembangan rumah kos-kosan lebih dari sepuluh kamar terutama di Kelurahan Kotabumi cukup pesat. Hal ini mengingat juga kalau wilayah Kelurahan Kotabumi yang berada di kawasan Kecamatan Purwakarta ini sangat strategis dan pemukiman yang lumayan padat. Dengan posisi wilayah berdekatan dengan pintu tol Cilegon Barat dan tempat yang strategis untuk mencapai pusat industry, sekolah dan berada ditengah-tengah antara jantung Kota Cilegon dan pelabuhan Merak.