• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dan Urgensi Kehalalan Produk

MAQASHID AL-QUR’AN DALAM KEHALALAN PRODUK

E. Konsep dan Urgensi Kehalalan Produk

32 FALSAFAH SAINS HALAL

dari sesuatu yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Halal dan haram juga manifestasi dari baik dan buruk. Sejak awal penciptaannya manusia sudah dibelaki ilmu mana yang baik dan buruk, yang halal dan haram, yang boleh dan tidak boleh. Oleh karena itu, yang halal dan baik pasti merupa-kan petunjuk dari Allah swt, sementara haram dan buruk bisa di-pastikan sebagai akibat mengikuti langkah setan. Mendasar hal ter-sebut, al-Qur’an memerintahkan manusia secara umum dan kaum muslim secara khusus untuk mengkonsumsi makan halal dan baik yang berupakan bagian dari rizki Allah, dan menjauhkan diri dari sesuatu yang diharamkan. Sebab, menerjang larangan Allah Swt.

akan mendatangkan sanksi dan hukuman dari Allah.

Selain dijelaskan al-Qur’an, Nabi secara jelas juga menguat-kan apa yang terdapat dalam al-Qur’an. Nabi secara khusus pernah menjelaskan halal dan haram ketika beliau ditanyai tentang keju, minyak samin, dan jubah yang diolah dari kulit binatang. Nabi Saw.

menyampaikan bahwa, barang yang halal adalah segala hal yang Allah halalkan dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah segala hal yang Allah haramkan dalam Kitab-Nya. Sedangkan apa yang didiam-kan-Nya (tidak disinggung), maka ia termasuk yang dimaafkan kepa-da kalian (HR. Ibnu Majah kepa-dan al-Tirmidzi). Hadis ini mengingatkan kaum muslim bahwa yang halal dan haram itu sesuatu yang sudah disampaikan oleh al-Qur’an, baik secara eksplisit maupun implisit [29]. Secara ekplisit semisal, bangkai dan lainnya. Sedangkan yang implisit adalah narkoba dan sejenisnya. Pengertian tentang keha-raman narkoba didapat dengan cara memberlakukan qiyas untuk menggali hukum dari narkoba dan sejenisnya.

hal dalam realitasnya, produk halal tidak hanya terbatas pada makanan dan minuman semata. Dalam Undang-Undang Jaminan Produk halal dikatakan bahwa Produk Halal merupakan produk yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan Syariat Islam.

Produk halal berarti produk yang memenuhi syarat sebagai makan-an dmakan-an Minummakan-an ymakan-ang halal dimakan-antarmakan-anya adalah[5]:

Pertama, daging hewan yang halal untuk disembelih dengan tata cara yang baku yang terdapat dalam Syariat Islam. Hal ini me-rujuk pada QS. al-Maidah (5): 3.

Kedua, tidak terdapat unsur babi atau unsur-unsur yang mengandung babi. Semisal, gelatin babi, lard (lemak babi), emulsifier babi (E471), kuas dengan bulu babi (bristle), dan lechitine babi.

Pengertian ini didasarkan pada QS. Al-Baqarah (2): 173.

Ketiga, tidak berupa khamar dan semua jenis makanan atau minuman yang tidak ada unsur alkohol dan turunannya, atau bu-kan juga jenis alkohol yang digunabu-kan sebagai bahan yang sengaja dimasukkan. Hal ini didasarkan pada QS. Baqarah (2): 219, al-Maaidah (5): 90.

Keempat, tidak bangkai dan atau darah yang haram dikon-sumsi umat Islam. Hal ini berdasarkan QS. al-Baqarah (2):173. Ter-masuk segala jenis makanan yang didapat/diperoleh secara halal (halal lighairihi).

Ali Mustafa Ya’kub menjelaskan bahwa terdapat 5 (lima) kri-teria dari makanan atau minuman yang dikategorikan halal, yaitu:

pertama, Selain halal, makanan dan minuman tersebut adalah thayyib (baik), yakni sesuatu yang dapat dirasa enak oleh indra atau jiwa, serta tidak menjijikkan dan menyakitkan. Dalam QS. al-Mai-dah: 4, “Mereka bertanya kepadamu, Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah, yang dihalalkan bagimu yang baik-baik”. Ke-dua, tidak memudaratkan (mendatangkan bahaya); ketiga, Tidak terdapat unsur najis di dalamnya; keempat, tidak terdapat unsur

34 FALSAFAH SAINS HALAL

yang memabukkan di dalamnya; dan kelima, Tidak terdapat unsur organ tubuh manusia. Oleh karena itu, produk halal tidak hanya yang dilabeli halal secara syar’i, akan tetapi juga telah mendapatkan sertifikasi halal dari Badan Penyelenggara Produk Halal Kementerian Agama (sekarang), dahulu dilegalkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).[30, p. 11]

Produk halal harus diproses menggunakan cara-cara yang halal. Produk halal biasanya diproses dengan menggunakan bahan baku, bahan tambahan, bahan olahan, serta bahan penolong. Ba-han-bahan itu berasal dari tetumbuhan, hewani, mikroba dan bahan yang diproses melalui cara biologi, kimiawi atau bahkan proses rekayasa genetik. Bahan yang berasal dari tetumbuhan merupakan bahan halal kecuali yang dapat memabukkan dan mendatangkan bahaya apabila dikonsumsi. Bahan yang berasal dari hewan juga halal kecuali hewan yang jelas-jelas diharamkan secara syar’i.

Hewan yang dipergunakan untuk bahan produk harus disembelih terlebih dahulu sesuai dengan syariat Islam dan mematuhi kaidah belas kasihan terhadap hewan. Sementara bahan yang berasal dari proses kimiawi dan mikroba, proses biologi, dan proses rekayasa genetik tidak diperbolehkan atau bahkan diharamkan apabila proses pertumbuhan dan atau pembuatannya tercampur dengan bahan yang diharamkan secara nyata.[5]

Tidak semua produk yang beredar jelas status halal haram-nya, bahkan kebanyakan tidak jelas statusnya. Oleh karena itu, ter-dapat anjuran kepada masyarakat yang mengkonsumsi produk halal yang sudah tersertifikasi dan terlabeli. Hal ini dapat menghindarkan konsumen dari keraguan terhadap status hukumnya. Dengan ada-nya jaminan produk halal memunculkan rasa tenang dan aman oleh masyarakat pengguna produk tersebut. Selain rasa nyaman masya-rakat juga menciptkan kesehatan jiwa konsumen yang tidak lain adalah masyarakat muslim. Dengan konsumsi produk halal ini juga

diharapkan masyarakat bisa sehat secara jasmani dan rohani.

Urgensi keberadaaan produk halal tidak bisa dilepaskan dari keyakinan kaum muslimin dalam mengonsumsi dan memperguna-kan suatu produk tertentu, yang diharusmemperguna-kan mematuhi konsep “ha-lal dan tayyib” yang merupakan kriteria produk yang dianggap ha“ha-lal, sehat dan berkualitas. Mengetahui sebuah produk itu halal atau tidak bisa digali hari hukum Islam dan pengetahuan terhadap kan-dungan produk tersebut. Hukum Islam memberi rambu-rambu pro-duk apa saja yang boleh dikonsumsi dan digunakan, dan propro-duk apa yang haram dikonsumsi. Selain tentang pengetahuan tentang hu-kum Islam, pengetahuan tentang kandungan produk juga sangat bermanfaat untuk mengetahuai kehalalan sebuah produk. Selain itu, mengetahui hukum halal dan haram sebuah produk tidak hanya berkaitan dengan doktrin keagamaan semata, namun juga dibalik-nya terdapat hikmah yang mendasaar berkaitan dengan kesehatan dan kebermanfaatan.[29]

F. Maqashid al-Qur’an dan Syariah dalam Kehalalan Produk