• Tidak ada hasil yang ditemukan

ataupun tatabahasa transformasional dalam sistem analisisnya hanya mampu mengkaji bahasa pada tata bahasa dan semantik tidak sampai pada aspek konteks sosial. Padahal faktor bahasa perlu dikaji dari berbagai perspektif termasuk konteks sosial dan semantik wacana.

Ketiga, dalam tataran konteks bahasa, bahasa juga merupakan struktur semiotik (Halliday 1978: 110). Lebih lanjut Halliday menyatakan bahwa the

(Wacana)Semantik

semiotic structure of a situation type can be represented as a complex of three dimensions: the ungoing social activity, the role relationships involved, and the symbolic or rethorical channel. Dengan demikian, bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi. Semiotik lainnya memiliki unsur lain yaitu bentuk. Arti dalam wacana semantik direalisasikan oleh leksikogramatika sebagai bentuk.

Selanjutnya, leksikogramatika diekspresikan oleh fonologi (bahasa lisan), grafologi (bahasa tulis), dan isyarat (Kress dan Leuwen, 2006).

Pemahaman tentang bahasa semiotik dapat dilihat dalam memahami rambu lampu lalulintas. Ada tiga warna lampu lalulintas, yaitu merah, kuning, dan hijau. Ketiga lampu lalulintas ini memiliki tanda makna. Makna semiotik lampu merah berarti tanda berhenti sekarang. Makna semiotik lampu kuning berarti tanda perlahan dan bersiap untuk melaju. Makna semiotik lampu hijau berarti tanda dipersilahkan melaju sekarang. Kegiatan berbahasa merupakan aktivitas yang mengungkapkan makna melalui bahasa lisan, bahasa tulis, atau bahasa isyarat. Dengan demikian, realisasi ekspresi (expression) lampu merah berarti tanda bahasa berhenti.

Keempat, bahasa merupakan gambaran sikap dari penutur/penulis.

Gambaran sikap ini sejalan dengan teori LSF yang secara sederhana memiliki empat pikiran bahasa, yaitu bahwa penggunaan bahasa adalah fungsional, fungsinya adalah untuk membuat makna, makna-makna tersebut dipengaruhi oleh konteks sosial dan kultural di mana makna-makna tersebut dipertukarkan, dan proses penggunaan bahasa tersebut adalah proses semiotik, proses pembuatan makna dengan memilih (Eggins, 2004: 3).

2.3.3 Apraisal

Dalam LSF, bahasa dipandang sebagai satu sistem yang mengandung makna dan mengungkapkan makna (Haliday 1994: xvii). Oleh sebab itu, bahasa berfungsi memberikan makna dan mengungkapkan makna. Selain itu, bahasa juga membentuk sistem semiotik melalui konteks yang terbagi atas konteks situasi dan konteks budaya. Konteks budaya meliputi sistem sosial dan nilai sosial, termasuk ideologi. Sementara itu, konteks situasi berkaitan dengan intansiasi konteks budaya (Halliday dan Hasan, 1985: 4). Bahasa secara sentral memiliki kekuatan dan merupakan sarana untuk pencapaian suatu kekuasaan, dan juga memiliki suatu ideologi (Fairclough, 1989: 19). Bahasa ditentukan oleh kondisi sosial. Bahasa juga merupakan bagian dari hubungan tersebut (Fairclough, 1989: 21). Lebih lanjut, Fairclough menyatakan bahwa bahasa sebagai bentuk praktik sosial1. Oleh karena itu, penelitian linguistik forensik ini ditinjau dari persfektif sistem evaluasi bahasa.

Melalui sistem evaluasi bahasa, teori evaluasi bahasa dikembangkan melalui tiga kerangka yaitu apraisal, stansial, dan evaluasi2. Rumusan masalah pertama memilih pola bahasa forensik perspektif apraisal dalam menganalisis data teks gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 karena apraisal lebih lengkap cakupannya dibandingkan dengan kedua kerangka kerja evaluasi bahasa lainnya.

Apraisal awal dimulai sejak akhir 1990an. Awalnya sistem ini terdiri atas lima kategori pokok, yaitu modalitas, apresiasi, afek, pertimbangan, dan amplifikasi. Modalitas terdiri atas modalisasi dan modulasi. Apresiasi terdiri atas reaksi, komposisi, dan evaluasi. Afek meliputi kebahagian, keamanan, dan

kepuasan. Pertimbangan mempunyai subkategori sanksi sosial dan penghargaan sosial. Sementara itu, amplifikasi memiliki subkategori pengayaan dan penguatan yang masing-masing terdiri atas beberapa subkategori lagi.

Perkembangan terakhirnya, sistem apraisal dibagi tiga, yaitu pemoisian (engagement), sikap (attitude), dan graduasi (graduation). Sikap berkaitan dengan nilai yang digunakan penutur/penulis mengevaluasi prilaku manusia dan objek dan mengaitkan tanggpan emosional/afektual terhadap peserta dan proses. “Sikap berkaitan dengan pengevaluasian sesuatu, sifat seseorang dan perasaan” (Martin dan Rose, 2003: 22). Evaluasi bisa dipertegas (yang berhubungan dengan graduasi) dan bisa tersurat didalam teks atau bahasa atau tersirat (yang disebut juga dengan apraisal tersurat dan tersirat). Sikap bisa bersifat positif atau negatif.

Apraisal merupakan suatu kerangka (framework) untuk menganalisis bahasa evaluatif (White, 2011). Apraisal merupakan suatu pendekatan untuk mengekplorasi, memerikan, dan menjelaskan cara bahasa digunakan untuk mengevaluasi, menggunakan pendirian, membangun personal tekstual, dan mengatur pemosisian dan hubungan antarpribadi (Martin dan White, 2005).

Apraisal berhubungan dengan sumber-sumber linguistik dimana teks sebagai wadah untuk mengungkapkan, menegosiasikan, dan membangun inter-subjektivitas yang khusus dan akhirnya memosisikan ideologi. Dalam cakupan yang luas, kerangka ini lebih khusus berhubungan dengan bahasa evaluatif, sikap dan emosi, dan dengan seperangkat sumber-sumber yang secara eksplisit memposisikan proposal dan proposisi sebuah teks secara interpersonal. Yakni yang berhubungan dengan makna-makna yang bervariasi dalam istilah persetujuan dengan ujaran-ujaran mereka yang bervariasi dalam suatu kesempatan

secara interpersonal baik dalam ujaran individu maupun sebagai teks terbentang secara kumulatif (White, 2001). Apraisal merupakan pengembangan kerja dalam LSF yang dikembangkan Halliday (1985, 1994), berhubungan dengan makna interpersonal dalam teks negosiasi hubungan sosial dengan mengkomunikasikan emosi, penilaian, dan apresiasi (Halliday dan Mattheissen, 2004).

Apraisal merupakan pendekatan yang menjajaki, memerikan dan menjelaskan bagaimana bahasa digunakan untuk mengevaluasi, menunjukkan sikap mental, menyusun persona tekstual dan mengelola sikap dan hubungan antarpribadi. Apraisal menjajaki bagaimana penutur dan penulis menyampaikan penilaian tentang orang pada umumnya, penulis/penutur lainnya, dan ucapan-ucapannya, objek material, peristiwa dan keadaan, sehingga membentuk aliansi dengan orang-orang yang sama-sama memiliki pandangan ini dan memasang jarak dengan orang-orang yang berpandangan berbeda.

Apraisal menelaah bagaimana sikap, penilaian, dan tanggapan emotif secara jelas tergambar dalam teks dan bagaimana hal ihwal ini mungkin tersirat secara tidak langsung, dipraduga, atau dibayangkan (Siregar, 2005). Sementara itu, Sinar (2008) menyatakan bahwa kerangka apraisal adalah konsep evaluasi untuk mengungkapkan penilaian penutur, baik tersirat maupun tersurat, terhadap pokok pembicaraan, lawan bicara, ataupun dunia yang mungkin berhubungan dengan parameter evaluatif, seperti sikap, pemosisian, yang meliputi di antaranya epistemik, reabilitas, evidensialitas, dan graduasi.

Evaluasi mencakup aspek-aspek stansial atau ungkapan pendirian yang disampaikan oleh penutur tentang sikap, perasaan, penilaian atau tanggung jawab penutur terhadap isi pesan, termasuk hal-ihwal yang ditunjukkan penutur tentang

tanggung jawabnya terhadap kebenaran isi pesan. Sikap melihat bagaimana seseorang mengekspresikan keadaan. Pemosisian mempertimbangkan tentang posisi seseorang. Graduasi menyelidiki bagaimana penggunaan fungsi bahasa menguatkan atau melemahkan sikap dan keterbabitan/pemosisian yang dihubungkan oleh teks.

2.3.3.1 Sikap

Sikap melihat bagaimana seseorang mengekpresikan keadaan. Aspek ini terbagi atas tiga bagian yaitu afek, penilaian, dan apresiasi. gambar 2.3 menggambarkan uraian kajian apraisal sikap sebagai suatu alat yang digunakan dalam menganalisis bahasa evaluatif. Tiga subbagian apraisal sikap yaitu afek, penilaian dan apresiasi memiliki turunan kajian yang bervariasi. Ketiga subbagian ini menunjukkan bagaimanakah sikap penutur atau penulis dalam menyampaikan pesannya kepada para pendengar dan pembaca baik melalui media lisan maupun tulisan. Dari analisis ketiga subsistem akan ditemukan sikap sesungguhnya dari penutur dan penulis pesan.

Gambar 2.3 Tipologi Sikap (Martin dan White, 2005)

a. Afek dalam subkategori sikap

Istilah afek pada umumnya digunakan untuk membicarakan ungkapan emosi dan perasaan.Istilah afek ini lebih umum digunakan dalam pembahasan bahasa emotif. Afek berhubungan dengan sumber daya yang menunjukkan perasaan negatif atau positif: apakah kita merasa senang atau sedih, yakin atau cemas, tertarik atau bosan3.

Apresiasi

komposisi valuasi

dampak

keseimbangan

kompleksitas kepuasan

keamanan kecendrungan

n kebahagian

kualitas Sikap

Penilaian Afek

sanksi

sosial penghargaan

sosial reaksi

verasitas proprietas

tenasitas

kapasitas normalitas

Afek dalam perkembangan sistem apraisal dianggap berperan penting pada subtipe apraisal lainnya seperti penilaian dan apresiasi. Afek merupakan sumber daya untuk mengungkapkan perasaan. Penilaian atau pertimbangan merupakan sumber daya untuk menilai karakter atau watak. Apresiasi merupakan sumber daya untuk menghargai nilai suatu benda.

Gambar 2.4 Afek dalam subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)

Dari segi polaritasnya, afek memiliki dua subkategori lagi yaitu positif dan negatif:

1) Kecenderungan dan ketidakcenderungan. Yang termasuk dalam aspek kecenderungan adalah rasa takut sedangkan yang termasuk aspek ketidakcenderungan adalah keinginan;

2) Kebahagian dan ketidakbahagian. Yang termasuk dalam aspek kebahagiaan adalah ceria dan kasih, sedangkan yang termasuk dalam aspek ketidakbahagiaan adalah sengsara dan antipati atau tidak peduli;

3) Keamanan dan kegelisahan. Yang termasuk dalam aspek keamanan adalah keyakinan dan kepercayaan, sedangkan yang termasuk aspek kegelisahan adalah keresahan dan keheranan;

4) Kepuasan dan ketidakpuasan. Yang termasuk dalam aspek kepuasan adalah minat dan perasaan kagum, sedangkan yang termasuk dalam aspek ketidakpuasan adalah kehampaan dan kejengkelan.

Martin dan White (2005) mengajukan enam pertanyaan sehubungan dengan tipologi afek.

Pertama, apakah perasaan dirujuk oleh budaya sebagai nilai yang positif atau negatif?

Contoh:

(3) Afek positif: Pemohon memiliki hak atas rasa aman Afek negatif: Pemohon merasa resah

Kedua, apakah perasaan direalisasikan sebagai suatu gelora emosi yang termasuk dalam manifestasi paralinguistik dan ekstralinguistik atau semata-mata hanya pengalaman internal sebagai suatu kedaan emotif atau proses mental yang terus menerus?

Contoh:

(4) Gelora perilaku: Pemohon meminta keadilan Proses mental: Pemohon merasa terancam Keadaan mental: Pemohon merasa resah

Ketiga, apakah perasaan dirujuk seperti yang diarahkan atau reaksi pada orang yang mengalami gejala emosi yang spesifik atau sebagai suasana hati yang biasa?

Contoh: reaksi kepada yang lain:

(5) Pemohon merasa resah

Keresahan itu tidak menyenangkan pemohon.

Keempat, bagaimana perasaan digolongkan dari nilai yang lebih rendah sampai dengan skala yang lebih tinggi atau diantara keduanya?

Contoh:

(6) Rendah: Pemohon merasa terancam Sedang: Pemohon tidak nyaman Tinggi: Pemohon merasa tidak adil

Kelima, apakah perasaaan meliputi maksud/tujuan (daripada reaksi) yang berhubungan dengan stimulus yang irialis (daripada realis)? Nilai realis merupakan reaksi terhadap stimulus yang ada atau yang lampau sedangkan irealis berhubungan dengan maksud atau keinginan dalam kaitannya dengan stimulus yang mungkin terjadi.

Contoh:

(7) Realis: Pemohon merasa terancam Irealis: Pemohon tidak nyaman diancam

Tabel 2.1 Afek–irealis (hasrat) (Martin dan White, 2005) Kecendrungan /

Ketidakcenderungan Arus (Perilaku) Watak takut hati-hati

gemetar ketakutan meringkuk

waspada malu-malu gentar hasrat/keinginan menyarankan

meminta menuntut

merindukan

menghendaki/ingin mendambakan

Keenam, variabel terakhir dari tipologi afek mengelompokkan emosi ke dalam tiga perangkat utama yang berhubungan dengan realis yaitu kebahagiaan/

ketidakbahagian, keamanan/ketidakamanan, dan kepuasan/ketidakpuasan.

Variabel kebahagian/ketidakbahagiaan meliputi emosi yang berhubungan dengan masalah suasana hati-kesedihan, kebencian, kebahagiaan, dan cinta. Variabel keamanan/ketidakamanan meliputi emosi yang berhubungan dengan masalah kesejakteraan ekososial-kecemasan, ketakutan, percaya diri dan kepercayaan.

Variabel kepuasan dan ketidakpuasan meliputi emosi yang berhubungan dengan masalah pengejaran tujuan-ennui, ketidaknyamanan, keingintahuan, hormat.

Contoh:

(8) kebahagiaan/ketidakbahagian: Pemohonmerasa bahagia/sedih keamanan/ketidakamanan : Pemohon merasa yakin/cemas kepuasan/ketidakpuasan : Pemohon merasa asyik/jemu

Tabel 2.2 Afek-kebahagian/ketidakbahagiaan (Martin dan White, 2005) Kebahagiaan/

Ketidakbahagiaan Arus (Perilaku) Watak ketidakbahagiaan

Keamanan meliputi perasaan damai dan kecemasan yang berhubungan dengan lingkungan kita, termasuk orang-orang yang berbagi dengan kita. Perasaan di sini berhubungan dengan keibuan di rumah–perasaan terlindungi atau tidak terlindungi dari dunia luar (lihat tabel 2.3).

Tabel 2.3 Afek–keamanan/ketidakamanan (Martin dan White, 2005) Keamanan/

Ketidakamanan Arus (Perilaku) Watak ketidakamanan

Kepuasaan berhubungan dengan perasaan kita terhadap pencapaian dan frustrasi berkaitan dengan aktivitas yang kita lakukan, termasuk peran kita baik sebagai partisipan maupun penonton (lihat tabel 2.4).

Tabel 2.4 Afek–kepuasan/ketidakpuasan (Martin dan White, 2005) Kepuasan/

Ketidakpuasan Arus (Perilaku) Watak ketidakpuasan

Pada kanyataannya pemilihan satu leksikal atau leksikal lainnya selalu terkait dengan pemberian tingkatan dari perasaan yang paling dalam (lihat Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Afek–jenis ketidakbahagiaan (Martin & White, 2005)

Afek Positif Negatif

kecendrungan/

b. Penilaian dalam subkategori Sikap

Istilah penilaian merupakan wilayah makna yang merujuk pada sikap kita terhadap orang lain dan bagaimana mereka berperilaku–karakter mereka.

Penilaian secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu yang berhubungan dengan penghargaan sosial dan yang berorientasi kepada sanksi sosial (Martin dan White 2005)4. Berikut ini merupakan gambaran kerangka apraisal dalam parameter sikap dengan subkategori penilaian.

Gambar 2.5 Penilaian dalam subkategori Sikap (Martin dan White, 2005) Penilaian terbagi lagi atas dua bagian yaitu penghargaan sosial dan sanksi sosial.

Uraian lebih rinci dari gambar 2.5 dapat dilihat pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7 di bawah ini.

Tabel 2.6 Penilaian-penghargaan sosial (Martin dan White, 2005) Penghargaan Sosial Positif Negatif kebiasaan tak tahu letih, tekun, tetap pendirian, dapat

Penilaian penghargaan sosial bermakna positif dan negatif. Penghargaan sosial terdiri atas kebiasaan, kapasitas, dan tenasitas/kegigihan.

Tabel 2.7 Penilaian–sanksi sosial (Martin dan White, 2005)

Sanksi Sosial Positif Negatif

verasitas/kebenaran

Sistem modalisasi digunakan untuk melihat paramater penilaian (Halliday 1985, 1994, Halliday dan Matthiessen, 2004). Normalitas untuk kebiasaan, kapasitas untuk kemampuan, tenasitas untuk kecendrungan/keinginan, verasitas untuk kemungkinan, dan proprietas untuk kewajiban.

Menurut Martin dan White (2005: 54) berawal dari proposisi, urutan realisasi dapat disusun untuk menyatakan kemungkinan, kebiasaan, dan kapasitas yang dimulai dengan hubungan yang kongruen dan meneruskan pada bentuk metaforis menuju pada leksis yang dengan jelas terpilah secara alami.

Martin dan White 2005 lebih lanjut memberikan penjelasan bahwa modalisasi kemungkinan dalam modus dapat dihubungkan dengan leksikalisasi penilaian verasitas.

Demikian juga dengan modalitas kebiasaan dapat dihubungkan dengan penilaian normalitas.

Contoh:

(10) Hakim adil.

Hakim sering adil.

biasanya Hakim adil.

Adil itu biasa bagi Hakim. [penilaian: normalitas]

Sama halnya juga dengan kemampuan dan kapasitas Contoh:

(11) Hakim dapat memutuskan gugatan Hakim mampu memutuskan gugatan.

Hakim cukup kuat memutuskan gugatan.

Hakim cukup sehat, cukup jujur, cukup adil dll.

(penilaian>kapasistas)

Modulasi kecendrungan dapat dihubungkan dengan tenasitas yang dileksikalisasi.

Contoh:

(12) Hakim akan memutuskan gugatan.

Hakim bermaksud memutuskan gugatan.

(penilaian>tenasitas)

Modulasi obligasi dapat dihubungkan dengan penilaian proprietas yang dileksikalisasi.

Contoh:

(13) memutuskan

Hakim harus memutuskan.

Hakim semestinya memutuskan.

Diharap Hakim akan memutuskan.

Dari contoh klausa-klausa di atas terlihat bahwa interpersonal gramatika (modus dan modalitas) dan apraisal dapat terjadi realisasi gramatikal di satu pihak dan

realisasi leksikal di lain pihak. Dengan demikian, ini merupakan gambaran pola kalimat dalam bahasa evaluatif.

c. Apresiasi dalam subkategori sikap

Istilah apresiasi merupakan wilayah makna yang merujuk pada evaluasi kita terhadap benda atau sesuatu, khususnya benda-benda yang kita buat dan penampilan-penampilan yang kita lakukan, termasuk juga fenomena alam. Martin dan White (2005: 56) menyatakan bahwa istilah apresiasi pada umumnya dapat dibagi ke dalam reaksi kita terhadap benda-benda (apakah benda-benda itu menarik perhatian kita, apakah benda-benda itu menyenangkan kita?), komposisi benda-benda tersebut (seimbang atau kompleks), dan nilai benda-benda tersebut (inovatif, otentik, terjadi tepat pada waktu yang tepat, dll). Berikut ini merupakan gambaran parameter apresiasi dalam subkategori sikap.

Gambar 2.6 Apresiasi dalam subkategori sikap (Martin dan White, 2005) Parameter apresiasi terbagi lagi atas:

(1) Dampak. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu reaksi yang berdampak positif dan reaksi yang berdampak negatif;

(2) Kualitas. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu reaksi kualitas positif dan reaksi kualitas negatif;

(3) Keseimbangan. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu keseimbangan positif dan keseimbangan negatif;

(4) Kompleksitas. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu kompleksitas positif dan kompleksitas negatif;

(5) Evaluasi. Aspek ini memiliki dua polaritas yaitu evaluasi positif dan evaluasi negatif. Uraian lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.8 di bawah ini.

Tabel 2.8 Jenis-jenis apresiasi (Martin dan White, 2005)

APRESIASI Positif Negatif

Secara gramatikal, reaksi, komposisi, dan evaluasi berhubungan dengan proses mental-cara kita memandang sesuatu (Martin dan White, 2005 dan Eggins, 2004). Reaksi berhubungan dengan afeksi (emotif-’it’s grabs me’, desiratif-’I want it’). Komposisi berhubungan persepsi (pandangan kita pada urutan); dan valuasi berhubungan dengan kognitif (pendapat yang kita pertimbangkan)5. Dengan demikian, jelaslah bahwa adanya hubungan yang kuat antara variabel apresiasi, reaksi dan afek, termasuk di dalamnya hubungan leksis secara derivasional. Uraian di atas secara sederhana dapat dipetakan sebagai berikut.

Tabel 2.9 Subtipe apresiasi (Martin dan White, 2005)

Apresiasi Tipe proses mental Metafungsi

reaksi afeksi interpersonal

komposisi percepsi tekstual

valuasi kognisi ideasional

2.3.3.2 Pemosisian

Istilah pemosisian berkaitan dengan pemosisian penutur/penulis dalam bahasanya. Pemosisian menggunakan sumber daya bahasa untuk memposisikan suara penutur penutur/penulis berkaitan dengan proposisi dan proposal yang dibawakan bahasa atau teks (Martin dan White, 2005: 92). Sistem ini berkaitan dengan siapa yang membuat evaluasi di dalam teks. Di dalam teks mungkin terdapat sejumlah suara atau suara tunggal saja, yaitu suara penutur/penulis.

Keterlibatan terdiri atas monoglos dan heteroglos. Monoglos berarti tidak menggunakan atau merujuk pada suara orang lain. Klausa Adnan Buyung adalah pengacara tidak menggunakan atau merujuk pada suara orang lain. Berbeda dengan itu, heteroglos berarti menggunakan atau merujuk pada beberapa suara lain. Klausa Mereka mengatakan bahwa Adnan Buyung pengacara merupakan

contoh heteroglos. Klausa Mereka mengatakan menggunakan atau merujuk pada suara orang lain.

Istilah pemosisian secara tradisional diberi label modalitas, polaritas, evidensialitas, intensitifikasi, atribusi, konsesi, konsekuensitas (White, 2003;

Martin dan White, 2005). Kerangka orientasi dari pemosisian ini lebih mengacu pada makna dalam konteks dialog dan juga mengacu pada efek retorik daripada bentuk-bentuk gramatika. Konsekuensinya, hal itu akan membawa suatu perbedaan pilihan lokusi secara leksikal maupun secara gramatikal terhadap teks yang diacu. Peran yang terdapat dalam teks akan membuat suatu proses pembuatan makna di mana si penutur/penulis menegosiasikan hubungan yang terdapat dalam teks.

Martin dan White (2005: 97-8) menjelaskan rambu-rambu dalam penilaian terhadap pemosisian dalam teks sebagai berikut.

Menyangkal: suara tekstual memosisikan dirinya sebagai sesuatu yang ganjil atau penolakan, beberapa posisi yang berlawanan:

Contoh:

(14) Penyangkalan negasi (Kamu tidak perlu melakukan hal itu) Berlawanan konsesi/pengharapan berlawanan

(Meskipun dia makan nasi seharian badannya masih kurus).

Menyatakan: dengan menyajikan proposisi, suara tekstual; menentukan pertentangan, menekan, atau mengatur posisi alternatif:

(concur) naturally…., of course…, obiously, …, admittedly…, etc; beberapa jenis

„retorikal‟ atau pertanyaan yang „utama‟.

(pronounce) I contend…, the truth of the matter is …, there can be no doubt that

…etc.

(mengabsahkan) X has demonstrated that …,; As X has shown….etc.

Menerima: penyajian proposisi secara eksplisit sebagai dasar dalam kesatuannya sendiri, subjektivitas individu, suara otoritas yang menggambarkan proposisi.

Contoh:

(15) It seems, the evidence suggests, apparently, I hear.

Perhaps, probably, maybe, it’s possible, in my view, I suspect that, I believe that, it’s almost certain that…, may/will/must; beberapa jenis „retorikal‟ atau pertanyaan „eksplanatori‟.

Merujuk: dengan merepresentasikan proposisi sebagai dasar dalam subjektivitas suara eksternal, suara tekstual menggambarkan proposisi.

Membenarkan: X berkata …, X percaya…, menurut X, dalam pandangan X.

Menjauhi X menegaskan/menekankan bahwa…, didesas-desuskan bahwa…

Tabel 2.10 Model pemosisian (Sumarsih, 2009)

PEMOSISIAN HETEROGLOS

Modalitas pasti, harus, selalu, wajib,

MONOGLOS Representasi

2.3.3.3 Graduasi

Graduasi berkaitan dengan penggunaan fungsi bahasa menguatkan atau melemahkan sikap dan pemosisian yang dihubungkan oleh teks (Martin dan White, 2005: 136). Sikap sering berkaitan dengan tingkatan. Oleh karena itu, sikap dapat diperkuat dan diperlemah. Gradabilitas juga umumnya merupakan ciri sistem pemosisian. Dalam pemosisian ini makna yang diberi skala akan bervariasi dari sub-sistem ke sub-sistem lainnya. Pemosisian menilai skala untuk tingkat intensitas penutur/penulis (Martin dan White, 2005: 135).

Graduasi terdiri atas forsa dan fokus. Forsa atau daya digunakan untuk memperkuat dan memperlemah tingkat evaluasi. Fokus digunakan untuk mempertajam atau memperlunak kualitas sesuatu yang dibicarakan.

Gambar 2.7 Graduasi dalam apraisal (Martin dan White, 2005)

a. Forsa

Forsa atau daya memiliki dua subkategori yaitu intensifikasi dan kuantifikasi. Forsa meliputi penilaian pada tingkat intensitas dan jumlah (Martin dan White, 2004: 140). Penilaian terhadap intensitas dapat digunakan terhadap kualitas (sedikit bodoh, sangat bodoh), terhadap proses (keributan itu sedikit mengganggu kita, keributan itu sangat mengganggu kita), terhadap modalitas kemungkinan, usualitas, inklinasi dan obligasi (sangat mungkin bahwa).

Istilah intensifikasi digunakan untuk merujuk skala kualitas dan proses.

Sementara itu, istilah kuantifikasi memberikan gambaran pengukuran yang kurang tepat (beberapa meter) dan pengukuran yang kurang tepat terhadap keberadaan atau mas-entitas menurut ciri-ciri seperti ukuran, berat, distribusi atau perkiraan (jumlah yang kecil, jumlah yang besar, gunung yang terdekat, gunung yang jauh).

Tabel 2.11 Aspek forsa dalam subgraduasi (Martin dan White, 2005)

Force Number dalam dua kelas gramatikal yaitu isolasi dan infusi. Isolasi berkaitan dengan penilaian dengan menggunakan realisasi skala tinggi/rendah terhadap suatu kualitas. Infusi berkaitan dengan penilaian dengan menggunakan realisasi skala tinggi/rendah terhadap satu aspek makna dalam istilah tunggal.

Pembagian skala dalam isolasi.

Kualitas skala tinggi/rendah:

[pramodifikasi adjektiva]

A bit miserable, somewhat miserable, relatively miserable, fairly miserable, rather miserable, very miserable, extremely miserable, utterly miserable.

[pramodifikasi adverbia]

Slightly abruptly, somewhat abruptly, fairly abruptly, quite abruptly, rather abruptly, very abruptly.

Skala tinggi/rendah proses verba

[kelompok verba adverbial termodifikasi]

Ini agak membingungkan saya, Ini sedikit membingungkan saya, Ini sangat membingungkan saya.

Skala tinggi/rendah modalitas agak mungkin, sangat mungkin agak sering, sangat sering

Pembagian skala dalam infusi.

Kualitas

puas, senang, bahagia, gembira

(Wanita itu melakukannya) dengan tangkas, cekatan, pandai.

hangat, panas, mengelupas Proses

Ini menggelisahkan saya, ini mengejutkan saya, Ini menakutkan saya.

Modalitas

Mungkin, kemungkinan, pasti, jarang, adakalanya, kadang-kadang, sekali-sekali, terkadang, kadang kala, sering, selalu.

Kedua, kuantifikasi merupakan pemberian skala yang berkaitan dengan jumlah (ukuran, berat, kekuatan, jumlah) yang meliputi waktu dan ruang (seberapa luas yang didistribusikan, seberapa lama berakhirnya) dan perkiraan dalam waktu dan ruang (seberapa dekat, seberapa barunya). Menurut Martin dan White (2004), semantik dari subsistem ini rumit karena pada kenyataannya entitas kuantitas dapat berupa konkrit (ikan besar, banyak ikan, dekat ikan) atau abstrak (masalah besar, banyak masalah, sedikit takut, sukses besar).

b. Fokus

Fokus merupakan bagian graduasi yang berfungsi untuk menguatkan dan melunakkan proposisi.

Contoh:

(16) Menguatkan: ayah sesungguhnya, teman sebenarnya Melunakkan: They sort of play jazz, they are kind of crazy.

Gambar 2.8 Aspek fokus dalam subgraduasi (Martin dan White, 2005)

Gambar 2.8 Aspek fokus dalam subgraduasi (Martin dan White, 2005)

Dokumen terkait