• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DISERTASI. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DISERTASI. Oleh"

Copied!
334
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DISERTASI

Oleh

ERNAWATI BR SURBAKTI NIM: 158107002

PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(2)

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar doktor dalam Program Doktor Linguistik pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara di bawah pimpinan Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum. untuk dipertahankan di hadapan

sidang Terbuka Senat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ERNAWATI BR SURBAKTI NIM: 158107002

PROGRAM DOKTOR (S3) LINGUISTIK

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Pemimpin Sidang:

Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. (Rektor USU) Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. (USU Medan) Anggota : Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP (USU Medan)

Dr. Suriyadi, M.Hum. (Polmed Medan) Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. (USU Medan) Dr. Mulyadi, M.Hum. (USU Medan) Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. (USU Medan) Dr. Sawirman, M.Hum. (UNAND Padang)

(5)
(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

KAJIAN LINGUISTIK FORENSIK TERHADAP GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

Penelitian ini menganalisis pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan UU ITE perspektif apraisal, makna semiotik forensik, dan mendeskripsikan faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE. Metode penelitian yang digunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan dan analisis data model interaktif.

Pola bahasa teks UU ITE Sikap ^ Pemosisian ^ Graduasi, sidang pengadilan Graduasi ^ Sikap ^ Pemosisian, dan teks putusan dengan pola Pemosisian ^ Graduasi ^ Sikap. Aspek linguistik forensik terkait dengan rekaman percakapan terdapat bukti linguistik yang menyatakan percakapan tersebut berisi permufakatan. Dari hubungan ontologis dan epistemik pola bahasa dan aspek linguistik forensik pada pasal 5 ayat (1), (2), dan pasal 44 huruf b, alat bukti tidak sah karena tidak sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Makna semiotik forensik pasal 5 dan pasal 44 huruf b merujuk kepada alat bukti dan perluasan alat bukti.

Faktor penyebab pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam UU ITE (1) sikap sebagai payung hukum bagi masyarakat, materi muatan UU ITE, dan bentuk-bentuk pelanggaran yang terdapat dalam regulasi pemanfaatan teknologi informasi (2) modalitas merupakan sikap penulis terhadap sesuatu yang dijelaskan mengenai materi muatan dan bentuk-bentuk pelanggaran hukum dan menunjukkan pendirian, menjelaskan nilai, dan norma aturan hukum yang berlaku di Indonesia (3) waktu digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana.

Faktor penyebab sidang pengadilan karena (1) graduasi digunakan sebagai pengukuran ketentuan pidana dan rujukan terhadap undang-undang (2) sikap sebagai penilaian keadaan emosi pemohon yang merasa terancam (3) apresiasi merupakan sarana untuk menjadikan fakta yang membisu menjadi berbicara kepada hakim di sidang pengadilan melalui argumentasi yang disampaikan pemohon, ahli, dan saksi (4) afek sarana pemohon menyampaikan dasar hukum dan meminta perlindungan dari ketidakamanan dan ketidaksenangan dari masalah yang sedang terjadi (5) penyangkalan menggambarkan penutur di sidang pengadilan memposiskan dirinya sebagai posisi berlawanan atau penolakan terhadap beberapa pasal.

Faktor penyebab pola bahasa dalam putusan (1) pemosisian, karena majelis hakim MK memposisikan, menyesuaikan, dan menegosiasikan kekuatan proposisi dan pernyataan masing-masing dalam memutuskan gugatan sebagai lembaga konstitusi yang menjalankan fungsinya untuk mewujudkan negara hukum yang demokratis (2) waktu menguraikan ketentuan pidana dan pengukuran (3) teks berisi usul, permintaan, sanggahan, protes terhadap beberapa pasal. Faktor makna semiotik forensik karena bentuk fisik rekaman suara percakapan pemohon dihasilkan atau diperoleh dari proses penyadapan yang tidak sah atau tidak dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Kata kunci: apraisal, linguistik forensik, semiotik, UU ITE.

(9)

OF THE INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS LAW This study analyzed the language patterns and forensic linguistic aspects in the lawsuit of ITE Law on an appraisal perspective, the meanings of forensic semiotics, and to describes the causing factors of the language patterns and the meaning of forensic semiotics on the lawsuit of the ITE Law. The research used qualitative method with interactive model of data analyze and collecting techniques.

Language pattern of the text of the ITE Law Attitude ^ Engagement ^ Graduation, in the court Graduation ^ Attitude ^ Engagement and the decision texts with patterns Engagement ^ Graduation ^ Attitude. The aspects of forensic linguistics related to conversation recordings have linguistic evidences that state the conversation contains consensus. From the ontological and epistemic relationships of language patterns and forensic linguistics aspects in article 5 section (1), (2), and article 44 letter b, the evidence is invalid because it is not applicable with the procedure of law in Indonesia. The meaning of forensic semiotics in article 5 and article 44 letter b refers to evidence and the expansion of evidence.

Factors that cause language patterns and forensic semiotic meanings in ITE Law are (1) attitude as a legal protection for society, material content of the ITE Law, and forms of violations contained in the regulation of information technology utilization (2) modality is the author's attitude towards something explained content material and forms of violation of law and showing establishment, explaining the value, and norms of the applicable law in Indonesia (3) time is used as a measure of criminal provisions.

Factors that cause the court because of (1) graduation is used as a measure of criminal provisions and references to laws (2) attitude as an assessment of the emotional state of the applicant who feels threatened (3) appreciation is a means to make silent facts to be able to speak to the judge in court through arguments submitted by the applicant, expert, and witness (4) affect as means of the applicant to convey the cause of action and to request protection from insecurity and displeasure of the problem (5) denial is to describe speakers in the court that position as opposing positions or against several articles.

Factors that cause language patterns in text decisions are (1) engagement, because the Constitutional Court judges position, adjust, and negotiate the power of propositions and their respective statements in deciding a claim as a constitutional institution that carries out its functions to realize a democratic legal state (2) time outlining criminal provisions and measurement (3) text containing suggestions, requests, objections, protests against several articles. The meaning factors of forensic semiotic because of the physical form of voice recordings of the applicant's conversation had been produced or obtained from the illegal tapping process or not with the applicable legal procedures in Indonesia.

(10)

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat, hidayah, dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan disertasi dengan judul “Kajian Linguistik Forensik terhadap Gugatan Undang- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik” sebagai syarat dalam menyelesaikan studi S3 di Program Doktor Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Banyak dukungan dan perhatian yang penulis dapatkan selama pendidikan dan penelitian disertasi ini berlangsung, sehingga hambatan yang ada dapat dilalui dan dihadapi dengan penuh rasa sabar. Oleh karena itu, dengan penuh kerendahan hati, penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada pihak-pihak yang terkait.

Pertama, penulis berterima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S., sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP., sebagai Ketua Program Studi Linguistik dan Bapak Dr. Mulyadi, M. Hum. sebagai Sekretaris Program Studi S3 Linguistik yang telah memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan dukungan yang luar biasa kepada penulis agar disertasi ini segera diselesaikan.

Selanjutnya, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP dan Bapak Dr. Suriyadi, M. Hum. sebagai promotor dan ko-

(11)

menyelesaikan disertasi ini. Semoga jasa ibu dan bapak dibalas oleh Allah SWT sebagai amal ibadah yang tidak akan pernah pupus.

Ungkapan terima kasih dan rasa hormat disampaikan kepada Bapak Prof.

Dr. Robert Sibarani, M.S., Bapak Dr. Mulyadi, M. Hum., Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. dan Bapak Dr. Sawirman, M. Hum., sebagai dewan penguji yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran, saran, dan arahan sehingga telah menginspirasi dan menambah wawasan saya untuk menyempurnakan disertasi ini.

Ucapan terima kasih ditujukan kepada Bapak Sekretaris Jenderal, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang telah memberi kesempatan kepada penulis dalam pengumpulan data gugatan UU ITE. Terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Aswanto, S.H. M.Si. DFM., sebagai salah satu hakim MKRI, Bapak Dr. Wiryanto, S.H., M. Hum., sebagai Plt. Kepala Pusat P4TIK dan Bapak Dr. Fajar yang telah membantu penulis melakukan pengumpulan data untuk penyusunan disertasi ini.

Terima kasih kepada dosen pengajar di Program Studi S3 Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Amrin Saragih, Ph.D., Bapak Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A., Bapak Rustam Effendi, M.A., Ph.D., Bapak Prof. Dr. Bahren Umar Siregar, Bapak Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Ibu Dr. Dwi Widayati, M. Hum., Ibu Dr. Nurlela, M. Hum., Bapak Dr. Muhizar Muchtar, Dr. Gustianingsih, M. Hum. serta dosen pengajar lainnya yang memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, serta membuka wawasan dan cakrawala berpikir ilmiah. Terima kasih Bapak Susanto, Ph.D. yang

(12)

disertasi.

Penulis berterima kasih kepada Bapak Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe, Bapak Wadir I, Bapak Wadir II, Bapak Wadir III, Bapak Wadir IV, dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil PNL yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penghargaan, rasa hormat, dan terima kasih yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada ketiga orangtua tercinta Alm. Bapak K.

Surbakti, Almh. Mamak B. Br. Sembiring dan Bunda Dra. Rohana BY, S.H. yang telah membesarkan, mendidik, dan mendoakan dengan segala kasih sayangnya bersama kedelapan orang saudaraku Ngarihken Surbakti, Ngaturi Surbakti, Ngakurken Surbakti, Rosmena Surbakti, Baik Surbakti, Sedia Surbakti, Nuraini Surbakti, dan Majuh Surbakti. Penyemangat kakak ipar Fitriani dan ponakan tersayang Serlina Tarigan, S.Pd., Surabina Tarigan, Sri Indahna Tarigan, Aditya Surbakti, dan Armansyah Surbakti terima kasih untuk semua cinta dan kasih sayang.

Terima kasih sahabat terbaik Lia Khalisa, M. Si, Iting Rasmita Dewi Ginting, S.Pd., dan Mastopan, S.Pt., terima kasih untuk semua waktu, bantuan, semangat, dan motivasinya selama ini. Teman-teman angkatan 2015, 2014, dan administrasi Prodi Linguistik Kakak Nila Sakura, Kakak Karyani, dan Adinda Tirta Arizka Nasution terima kasih telah banyak membantu dan melancarkan administrasi penulis selama mengikuti studi di Prodi Lingustik.

(13)

Allah SWT. Aamiin ya rabbal alamin.

Medan, 17 Januari 2019 Penulis,

Ernawati Br Surbakti

(14)

Nama : Ernawati Br Surbakti Tempat/Tanggal Lahir : Langkat, 06 Januari 1980

NIP : 198001062006042001

Agama : Islam

Jabatan Fungsional : Lektor

Perguruan Tinggi : Politeknik Negeri Lhokseumawe Alamat Kantor : Jalan Banda Aceh-Medan Km. 280,3

Buketrata, Mesjid Punteut, Blang Mangat Kota Lhokseumawe, Aceh 24301.

Telepon Kantor : (0645) 42670

Alamat Rumah : Jalan Sei. Bangkatan/Gg. Patok No. 196 Kelurahan Tanah Seribu,

Kecamatan Binjai Selatan, Sumatera Utara 20726 Alamat email : ernawati@pnl.ac.id Pendidikan:

Tahun Pendidikan

1986 s.d.1992 : SD Negeri No. 057198, Kab. Langkat.

1992 s.d. 1995 : SMP Swasta Nasional, Kab. Langkat.

1995 s.d.1998 : SMU Negeri 2 Binjai

1998 s.d.2002 : S1 Sastra Indonesia, Universitas Negeri Medan 2011 s.d. 2013 : S2 Linguistik, Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

2015 s.d. 2019 : S3 Linguistik, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

(15)

2018

2017

2016

2015

:

:

:

:

Engagement and Graduation in Text of the Law on Electronic Information and

Transaction

Visual Metafuction of Multimodal Text Nabelken Gelar of Karonese Culture Ekoleksikal dalam Tradisi Rembah ku Lau Budaya Karo Sebagai Salah Satu Pemeliharaan Ekosistem

Tindak Tutur Permintaan Maaf dalam Bahasa Karo

Karya Ilmiah:

Jurnal

Tahun Jurnal

2018

2014

2014 2014

:

:

: :

The Appraisal Attitude in Decision Text No.

20/PUU-XIV/2016 on Information and Electronic Transactions Laws: Study of Forensic Linguistics

Nilai Budaya dalam Leksikon Erpangir ku Lau Tradisi Suku Karo: Kajian Antropolinguistik Kekerabatan Bahasa Karo, Minang, dan

Melayu: Kajian Linguistik Historis Komparatif Genre dan Metafungsi Bahasa pada Khutbah Idul Adha Oleh Dr. Tgk. H. Rusli Hasbi, Lc.

MA di Lapangan Hiraq, Lhokseumawe

(16)

ABSTRAK………...

ABSTRACT………..

UCAPAN TERIMA KASIH………..

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………...

DAFTAR ISI………...

DAFTAR TABEL………...………

DAFTAR GAMBAR………...

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN……….

DAFTAR LAMPIRAN………...

BAB I PENDAHULUAN………...

1.1 Latar Belakang………...

1.2 Rumusan Masalah……….

1.3 Batasan Masalah.………...

1.4 Tujuan Penelitian………...

1.5 Manfaat Penelitian………

1.5.1 Manfaat Teoretis………..

1.5.2 Manfaat Praktis………

BAB II KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN

TEORI...………...

2.1 Konsep……...………...

2.2 Kajian Pustaka...

2.3 Landasan Teori...

2.3.1 Linguistik Forensik………...……….

2.3.2 Linguistik Sistemik Fungsional……….

2.3.3 Apraisal.……..………...

2.3.3.1 Sikap.……….………...

2.3.3.2 Pemosisian……….

2.3.3.3 Graduasi……….

2.3.3 Semiotik ……...

BAB III METODE PENELITIAN…….………...

3.1 Pendekatan Penelitian………...……...

3.2 Lokasi Penelitian……….

3.3 Data dan Sumber Data………....

3.4 Metode Penelitian………...………

3.4.1 Pengumpulan Data……….

3.4.2 Analisis Data…….……….

3.4.3 Penyajian Hasil Analisis Data………

3.5 Pengecekan Keabsahan Penelitian…………...………...

BAB IV PAPARAN DATA………...

4.1 Pengantar...

4.2 Paparan Data...

ii i iii

1 1 7 7 7 8 8 8

10 10 13 24 24 32 37 40 53 56 59 64 64 67 67 71 71 74 78 80 84 84 84

(17)

4.2.1.2 Data Sidang Pengadilan………

4.2.1.3 Data Putusan No. 20/PUU-XIV/2016………...

4.2.2 Data Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE………..

BAB V POLA BAHASA DAN ASPEK LINGUISTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

5.1 Pengantar...

5.2 Pola Bahasa dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik………...……….

5.2.1 Pola Bahasa dalam Teks UU ITE………..

5.2.1.1 Sikap dalam Teks UU ITE………...

5.2.1.2 Pemosisian dalam Teks UU ITE………

5.2.1.3 Graduasi dalam Teks UU ITE………....

5.2.2 Pola Bahasa dalam Proses Sidang Pengadilan Perkara

No.20/PUU-XIV/2016………...

5.2.2.1 Pola Bahasa dalam Sidang Panel Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP I).………

5.2.2.2 Pola Bahasa dalam Sidang Panel Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP II).………..

5.2.2.3 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP III).……….

5.2.2.4 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP IV).………

5.2.2.5 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP V).………..

5.2.2.6 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP VI).………

5.2.2.7 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP VII).………...

5.2.2.8 Pola Bahasa dalam Sidang Pleno Perkara

No.20/PUU-XIV/2016 (SP VIII).………..

5.2.3 Pola Bahasa dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016……….

5.2.3.1 Pola Sikap Bahasa dalam Teks Putusan

No.20/PUU-XIV/2016………...

5.2.3.2 Pola Pemosisian Bahasa dalam Teks Putusan

No.20/PUU-XIV/2016………...

5.2.3.3 Pola Graduasi Bahasa dalam Teks Putusan

No.20/PUU-XIV/2016………..

5.3 Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik………

5.4 Hubungan Ontologis dan Epistemik Pola Bahasa dan Aspek

Linguistik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik………...

111 88 115

118 118

118 123 124 137 140 143 148 162 169 179 186 195 202 209 218

219 227 229 233

239

(18)

6.1 Pengantar...

6.2 Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik……….……….

6.2.1 Identifikasi dan Interpretasi Makna Forensik pada Pasal 5 Ayat (1), (2), dan Pasal 44 Huruf (b)………..

6.2.2 Deskripsi dalam Sidang Pegadilan……….

6.2.3 Deskripsi dalam Rekaman Percakapan “Papa Minta Saham”…...

6.3 Hubungan Ontologis dan Epistemik Semiotik Forensik dalam

Gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektroik…………

BAB VII FAKTOR PENYEBAB POLA BAHASA DAN MAKNA SEMIOTIK FORENSIK DALAM GUGATAN UNDANG- UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK ...

7.1 Pengantar...

7.2 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Teks UU ITE, Sidang

Pengadilan, Putusan No.20/PUU-XIV/2016...

7.2.1 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Teks UU ITE...

7.2.2 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Proses Sidang Pengadilan...

7.2.3 Faktor Penyebab Pola Bahasa dalam Putusan

No.20/PUU-XIV/2016………...

7.3 Perbandingan Bahasa dalam Teks UU ITE, Proses Sidang

Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016………

7.3.1 Perbandingan Sikap dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016………..

7.3.2 Perbandingan Pemosisian dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016………..

7.3.3 Perbandingan Graduasi dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016………..

7.3.4 Perbandingan Polaritas Sikap Polaritas Sikap Teks UU ITE dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016……….

7.3.5 Perbandingan Polaritas Sikap Proses Sidang Pengadilan……….

7.3.6 Perbandingan Putusan No.20/PUU-XIV/2016 dan Pembacaan Putusan pada SP VIII……….

7.4 Faktor Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE …………...

BAB VIII TEMUAN PENELITIAN……….

8.1 Pengantar…………..………..

8.2 Temuan Penelitian….………...

8.2.1 Temuan Teoretis………

8.2.1.1 Pola Bahasa Teks UU ITE………

8.2.1.2 Pola Bahasa Proses Sidang Pengadilan……….

8.2.1.3 Pola Bahasa Putusan Perkara No.20/PUU-XIV/2016...

8.2.1.4 Aspek Linguistik Forensik dalam Gugatan UU ITE…….

8.2.1.5 Makna Semiotik Forensik dalam Gugatan UU ITE……..

243 243 243 253 258 259

263 263

264 264 266 269 271 271 272 273 274 276

279 280

282 282 282 282 283 284 285 287 288

(19)

4.2.3 Temuan Empiris………...

BAB IX SIMPULAN DAN SARAN...

9.1 Simpulan...

9.2 Saran...

DAFTAR PUSTAKA………..

LAMPIRAN ………

291 293 293 297 299 306

(20)

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27 4.28 4.29 4.30 4.31

Afek-Irealis (hasrat) (Martin dan White, 2005)……….

Afek-Kebahagiaan/Ketidakbahagiaan (Martin dan White, 2005)..

Afek-Keamanan/Ketidakamanan (Martin dan White, 2005)…..

Afek-Kepuasan/Ketidakpuasan (Martin dan White, 2005)…….

Afek-Jenis Ketidakbahagiaan (Martin dan White, 2005)………

Penilaian-Penghargaan Sosial (Martin dan White, 2005)……..

Penilaian-Sanksi Sosial (Martin dan White, 2005)………

Jenis-jenis Apresiasi (Martin dan White, 2005)……….

Sub-tipe Apresiasi (Martin dan White, 2005)……….

Model Pemosisian ………..

Aspek Forsa dalam Subgraduasi (Martin dan White, 2005)…..

Model Graduasi ………...………...

Pembagian Tanda………

Sikap dalam Teks UU ITE………..

Sumber Penilaian dalam Teks UU ITE………...

Sumber Afek dalam Teks UU ITE ……….

Sumber Apresiasi dalam Teks UU ITE ……….

Sumber Pemosisian dalam Teks UU ITE ………...

Sumber Graduasi dalam teks UU ITE ………...

Tema Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016……..

Distribusi Data Sikap Sidang Pengdilan………

Distribusi Data Pemosisian Sidang Pengdilan………

Distribusi Data Graduasi Sidang Pengdilan………

Sumber Penilaian SP I ………

Sumber Apresiasi dalam SP I ……….

Sumber Afek SP I ………

Sumber Pemosisian SP I ………

Sumber Graduasi SP I ………

Sumber Penilaian SP II ………...

Sumber Apresiasi SP II ……….….

Sumber Afek SP II ……….

Sumber Pemosisian SP II ……….

Sumber Graduasi SP II ………...

Sumber Apresiasi SP III ………

Sumber Penilaian SP III ……….

Sumber Afek SP III ………

Sumber Pemosisian SP III ……….……….

Sumber Graduasi SP III ………..

Sumber Penilaian SP IV ……….

Sumber Apresiasi SP IV ……….

Sumber Afek SP IV ………

Sumber Pemosisian SP IV ……….

Sumber Graduasi SP IV ……….

Sumber Penilaian SP V ………..

44 45 46 46 47 48 49 52 53 55 57 59 62 85 86 86 87 87 88 90 91 91 92 93 94 94 95 95 96 96 96 97 97 98 98 99 99 99 101 101 101 102 102 103

(21)

4.35 4.36 4.37 4.38 4.39 4.40 4.41 4.42 4.43 4.44 4.45 4.46 4.47 4.48 4.49 4.50 4.51 4.52 4.53 4.54 4.55 4.56 4.57 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6

5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 5.17 5.18 5.19

Sumber Graduasi SP V ………..

Sumber Penilaian SP VI ……….

Sumber Apresiasi SP VI ……….……

Sumber Afek SP VI ………

Sumber Pemosisian SP VI ……….….

Sumber Graduasi SP VI………..

Sumber Penilaian SP VII ………...

Sumber Apresiasi SP VII ………...

Sumber Afek SP VII ………..

Sumber Pemosisian SP VII ………

Sumber Graduasi SP VII ………

Sumber Penilaian SP VIII ………..

Sumber Apresiasi SP VIII ………..

Sumber Afek SP VIII ……….

Sumber Pemosisian SP VIII ………...

Sumber Graduasi SP VIII ………..

Sumber Sikap dalam putusan No.20/PUU-XIV/2016 …………

Sumber Afek dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016……

Sumber Penilaian dalam teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016...

Sumber Apresiasi dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016..

Sumber Pemosisian dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016…

Sumber Graduasi pada Putusan No.20/PUU-XIV/2016……….

Pasal yang digugat dalam Perkara No.20/PUU-XIV/2016…….

Penilaian dalam Teks UU ITE……….

Afek dalam Teks UU ITE ………..

Apresiasi dalam Teks UU ITE ………...

Model Pemosisian dalam Teks UU ITE……….

Model Graduasi dalam Teks UU ITE……….

Sikap Bahasa Forensik Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016………

Pemosisian dalam Sidang Pengadilan Perkara

No.20/PUU-XIV/2016………

Graduasi Sidang Pengadilan Perkara No.20/PUU-XIV/2016…

Penilaian dalam SP I ………...

Apresiasi dalam SP I ………..

Afek dalam SP I ……….

Model Pemosisian SP I ………...

Model Graduasi SP I ………..

Penilaian dalam SP II ………

Apresiasi dalam SP II ………

Afek dalam SP II ………

Model Pemosisian SP II ……….

Model Graduasi teks SP II ………..

Penilaian dalam SP III ………

105 105 106 106 106 107 107 108 108 108 109 110 110 110 111 111 113 113 113 114 114 115 116 129 132 136 139 141

145 146 147 150 153 154 157 159 162 163 164 166 167 170

(22)

5.24 5.25 5.26 5.27 5.28 5.29 5.30 5.31 5.32 5.33 5.34 5.35 5.36 5.37 5.38 5.39 5.40 5.41 5.42 5.43 5.44 5.45 5.46 5.47 5.48 5.49 5.50 5.51 5.52 5.53 6.1

Penilaian dalam SP IV………...

Apresiasi dalam SP IV ………..

Afek dalam SP IV ……….

Model Pemosisian SP IV ………

Model Graduasi SP IV ………...

Penilaian dalam SP V ……….

Apresiasi dalam SP V ……….

Afek dalam SP V ………

Model Pemosisian SP V ……….

Model Graduasi SP V ……….

Penilaian dalam SP VI ………...

Apresiasi dalam SP VI ………..

Afek dalam SP VI ………..

Model Pemosisian SP VI ………

Model Graduasi SP VI ………...

Penilaian dalam SP VII ………..

Apresiasi dalam SP VII ………...

Afek dalam SP VII ………

Model Pemosisian dalam SP VII ………

Model Graduasi SP VII ……….

Penilaian dalam SP VIII ……….

Apresiasi dalam SP VIII ……….

Afek dalam SP VIII ………

Model Pemosisian SP VIII ……….

Model Graduasi SP VIII ……….

Afek dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016………..

Penilaian dalam Teks Putusan No.20/PUU- XIV/2016 ……….

Apresiasi Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016 ………

Model Pemosisian dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016 Model Graduasi pada Putusan No.20/PUU-XIV/2016………...

Makna Semiotik dalam Pasal 5 ayat (1), (2), dan 44 huruf b…..

179 180 181 183 185 187 188 189 191 193 196 197 198 199 200 203 204 205 206 207 209 210 211 213 214 219 223 225 227 230 246

(23)

7.3 7.4 7.5 7.6

Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016………

Perbandingan Graduasi dalam Teks UU ITE, Proses Sidang Pengadilan, dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016………

Polaritas Sikap UU ITE dan Putusan No.20/PUU-XIV/2016….

Perbandingan Polaritas Sikap Sidang Pengadilan………...

Polaritas Sikap Putusan No.20/PUU-XIV/2016 dan SP VIII…..

271 272 273 276 277

(24)

No. Judul Hal.

2.1 2.2

2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 3.1 3.2 4.1 4.2 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14 5.15 5.16 5.17 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7

Ruang Lingkup Cakupan Kajian Linguistik Forensik………….

Stratifikasi Pemakaian Bahasa (Adaptasi dari Halliday dan Matthiessen, 2004)………..………

Tipologi Sikap (Martin dan White, 2005)...………

Afek dalam Subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)…….

Penilaian dalam Subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)..

Apresiasi dalam Subkategori Sikap (Martin dan White, 2005)..

Graduasi dalam Apraisal (Martin dan White, 2005)…………..

Aspek Fokus dalam Subgraduasi (Martin dan White 2005)…...

Tipologi Tanda………

Komponen Analisis Data Model Interaktif……….

Alur Pikir……….

Majelis Hakim MKRI ……….

Keterangan Sidang Pengadilan………

Jaringan Sistem (Network Sistem) Gugatan UU ITE…………..

Sikap dalam Gugatan UU ITE……….

Pemosisisian dalam Gugatan UU ITE……….

Graduasi dalam Gugatan UU ITE………...

Jaringan Sistem (Network Sistem) UU ITE…………...………..

Tipologi Sikap dalam teks UU ITE ………

Jaringan Sistem (Network Sistem) Sidang Pengadilan…………

Tipologi Sikap Panel (SP I) ………...

Tipologi Sikap Sidang Panel (SP II) ………..

Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP III) ……….

Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP IV) ……….

Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP V) ………..

Tipolog Sidang Pleno (SP VI)……….

Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP VII) ...

Tipologi Sikap Sidang Pleno (SP VIII) ………..

Jaringan Sistem (Network Sistem) Putusan

No.20/PUU-XIV/2016………

Tipologi Sikap Dalam Teks Putusan No.20/PUU-XIV/2016….

Triadik pasal 5 ayat (1) ………...

Triadik pasal 5 ayat (2) ………...

Triadik pasal 44 huruf b ……….

Hakim MKRI………...

Kuasa Hukum Pemohon……….……….

Kesaksian Ahli………

Saksi dari Pemerintah………..

27 35 41 42 48 51 56 59 61 65 82 89 93 119 120 121 122 123 126 144 148 161 169 178 186 195 202 209 216 218 243 244 245 251 253 254 254

(25)

^ = (1) diikuti oleh (2) dikodekan oleh

> = sumber/inti/superior

= hubungan/mengacu pada ՙ ՚ = makna/terjemahan

“ ” = penegasan bentuk atau bermakna khusus

/ = konstituen opsional

= = sama dengan

( ) = (1) pengapit nomor data/klausa

(2) pengapit keterangan tambahan/keterangan sistem appraisal

[ ] = pengapit pasal

R = Representament

O = Objek

I = Interpretant

2. Singkatan 2.1 Data

DT = Data Teks

DL = Data Lapangan

SP = Sidang Pengadilan

DRP = Data Rekaman Percakapan

2.2 Teks

APH = Aparat Penegak Hukum

CCTV = Closed Circuit Television (Televisi signal yang bersifat tertutup)

DPR RI = Dewan Permusawaratan Rakyat Republik Indonesia

HAM = Hak Azasi Manusia

ICCPR = International Covenant on Civil and Political Rights Sebuah perjanjian multilateral yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB berdasarkan resolusi 2200A (XXI ) pada tanggal 16 Desember 1966

KUHAP = Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana MKRI = Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

MK = Mahkamah Konstitusi

MEM = Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral PTPK = Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

P = Putusan

P-1 = Alat bukti surat/tulisan yang diberi tanda P-1 s.d. P-15

PP = Putusan Perkara

PAN = Pendayagunaan Aparatur Negara

PUU = Peraturan Undang-Undang

PBB = Perserikatan Bangsa-Bangsa

(26)

UU HAP = Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UU KPK = Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi UU Tipikor = Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi

2.3 Teori dan konsep

LSF = Linguistik Sistemik Fungsional

LF = Linguistik Forensik

(27)

Lampiran 1 Izin Penelitian dari Program Studi Linguistik………….. 304 Lampiran 2 Izin Penelitian dari Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia (Kepaniteraan dan Sekretaris Jenderal)……… 305

(28)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai salah satu alat mendeskripsikan dan mendokumentasikan hukum mengatur hak dan kewajiban kita sebagai warga negara. Nilai penting bahasa dalam penegakan hukum, setidaknya, dapat dilihat melalui dua alasan berikut: (1) hukum atau norma-norma hukum tidak mungkin dapat hidup tanpa adanya upaya untuk mengartikulasikan atau mendeskripsikannya dengan menggunakan bahasa, dan (2) bahasa adalah alat utama yang digunakan untuk mendokumentasikan hukum (Bachari, 2017).

Dokumen hukum salah satunya adalah Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE dalam penerapannya menjadi dinamika pro dan kontra terhadap beberapa pasal. Beberapa pasal dalam teks UU ITE Nomor 11 tersebut dianggap krusial, misalnya pasal 27 ayat 3 tentang pencemaran nama baik. Terlihat jelas bahwa pasal tentang penghinaan, pencemaran nama baik, berita kebencian, permusuhan, ancaman menakut-nakuti ini cukup mendominasi pada daftar perbuatan yang dilarang menurut UU ITE diperbaharui1.

Pemahaman dan sosialisasi undang-undang nomor 11 tahun 2008 kepada masyarakat yang diakibatkan adanya perubahan sosial, belum cukup efektif.

Sebagaimana terlihat dari masih maraknya pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan teknologi informasi (Sidik, 2013).

Dalam konsiderans fungsi UU ITE terdiri atas (a) bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap

(29)

terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat; (b) bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan informasi dan transaksi elektronik di tingkat nasional sehingga pembangunan teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa; (c) bahwa perkembangan dan kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru; (d) bahwa penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional; (e) bahwa pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat; (f) bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan teknologi informasi dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia; (g) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana, dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik2.

Sekaitan dengan fungsi UU ITE di atas, UU ITE mengandung

„pemanfaatan teknologi informasi‟ dan „hubungan sosial‟ dengan masyarakat

(30)

untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik. Namun, dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai sistem elektronik.

Masalah dalam penelitian ini mengenai linguistik forensik bahasa evaluatif gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016 yang memiliki polaritas dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Penggunaan bahasa dalam gugatan UU ITE terdiri atas teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No.

20/PUU-XIV/2016 memiliki makna leksis positif dan negatif. Penggunaan bahasa sebagai wujud isi dalam gugatan UU ITE dan sebagai wujud hubungan sosial dengan masyarakat.

Dari pengorganisasian isi dan hubungan sosial terwujud realisasi tekstual yang memiliki makna positif dan negatif dari pilihan leksis yang ditulis pada teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Sebagai contoh pada teks UU ITE Bab II bagian asas dan tujuan, pasal 4 antara lain:

(1) Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi Informasi.

(DT UU ITE 2008)

Dari teks UU ITE tersebut terdapat leksis positif mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan perdagangan, meningkatkan efektivitas, membuka kesempatan, memajukan pemikiran, pemanfaatan teknologi informasi, dan rasa

(31)

aman. Leksis tersebut merupakan leksis positif. Jika ditinjau dari segi apraisal leksis positif di atas merupakan apresiasi dan metafora.

Dalam penelitian ini dibahas pola bahasa dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dari perspektif apraisal.

Aspek linguistik forensik dari rekaman percakapan “papa minta saham” dan gugatan UU ITE. Dari cakupan struktur teks UU ITE, proses sidang pengadilan, putusan No. 20/PUU-XIV/2016, dan rekaman percakapan diperoleh pola bahasa, aspek linguistik forensik, makna semiotik forensik, dan faktor penyebab yang mempengaruhi pola bahasa dan makna semiotik forensik gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016.

Sekaitan dengan kasus timbulnya dugaan terjadinya permufakatan jahat dan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang melibatkan pemohon. Maka, pemohon menggugat beberapa pasal dalam UU ITE kepada MKRI. Secara linguistik forensik beberapa pasal tersebut merupakan bahasa evaluatif seperti analisis berikut ini.

Pasal 5

(2) [1] Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. (DT UU ITE 2008) (graduasi>fokus>tajam)

Leksis sah pada pasal 5 ayat (1) memiliki sumber untuk mempertajam.

secara apraisal sah merupakan sumber graduasi yang berfungsi untuk menguatkan frasa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya. Sah secara hukum tidak melanggar hukum acara yang berlaku di Indonesia.

(32)

Untuk mengungkap pola bahasa dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 dibutuhkan suatu alat untuk menentukan makna kata-kata tersebut. Apraisal digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi apakah bahasa forensik teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016 mengungkap sikap negatif atau positif 3.

Bahasa merupakan keberagaman yang menarik dikaji dengan menggunakan linguistik forensik dalam perspektif apraisal sehingga dengan struktur teks UU ITE, tema proses sidang pengadilan, putusan No. 20/PUU- XIV/2016, dan rekaman percakapan akan memiliki ciri khas dan pola sikap, pemosisian, dan graduasi. Apraisal dapat digunakan untuk mengekplorasi, memerikan, dan menjelaskan cara bahasa digunakan untuk mengevaluasi, menggunakan pendirian, membangun personal tekstual, dan mengatur pemosisian dan hubungan antarpribadi (Martin and White 2005).

Dari hasil penelitian ini diketahui pola bahasa, aspek linguistik forensik, dan makna semiotik forensik. Penelitian ini tidak hanya sekedar mengungkapkan sistem fungsi bahasa dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, putusan No.

20/PUU-XIV/2016, dan rekaman percakapan tetapi juga secara tidak langsung mengungkapkan sistem sosial dan budaya yang terugkap dari gugatan UU ITE.

Dalam penerapannya, seharusnya UU ITE sudah diuji dan disosialisasi berulangkali dari semua aspek khususnya bahasa agar tidak multitafsir.

Masyarakat kecil akan terkena sanksi dan masyarakat yang memiliki kekuasaan dapat menggugatnya. Hal ini juga dapat mengakibatkan supremasi hukum yang tidak jelas. Dari proses sidang pengadilan gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-

(33)

XIV/2016 sebagian pasal digugat dan dikabulkan. Sehingga data ini menarik untuk diteliti dengan linguistik forensik. Selain itu, ada yang perlu dipahami bahwa salah satu bentuk kejahatan yang paling berbahaya adalah kejahatan yang dilegalkan dalam kebijakan-kebijakan resmi. Pada umumnya modus lingual yang dikembangkan untuk memenuhi objektif kejahatan level ini adalah menggunakan kata-kata kunci tertentu yang sengaja dibiaskan sehingga bersifat multi- interpretasi (Sawirman dkk, 2015: 71).

Linguistik forensik membahas penggunaan bahasa dalam bidang hukum, yang mencakup identifikasi penutur atau penulis asli sebuah dokumen, interpretasi produk hukum, kesaksian ahli bahasa, bagaimana bahasa dipergunakan dalam proses hukum (peradilan) sejak polisi memeriksa terdakwa dan saksi sampai bahasa oleh hakim, jaksa, dan penasehat hukum dalam ruang sidang pengadilan (Purnomo, 2011).

Setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda terhadap produk hukum sehingga muncullah proses hukum (peradilan). Selain interpretasi dalam proses sidang pengadilan, penelitian ini juga dapat mengungkap nilai dan makna yang terkandung dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, putusan No. 20/PUU- XIV/2016, dan rekaman percakapan. Dengan dikabulkannya gugatan UU ITE perkara No. 20/PUU-XIV/2016, menandakan bahwa UU ITE menjadi layak untuk dievaluasi bahasanya dengan menggunakan linguistik forensik perspektif apraisal dan makna semiotik seperti rumusan penelitian berikut ini.

(34)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dari perspektif apraisal?;

2. Bagaimanakah makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik?;

3. Mengapa terbentuk pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik?.

1.3 Batasan Masalah

Agar penelitian ini fokus dan tidak meluas, penelitian ini dibatasi pada gugatan UU ITE. Gugatan UU ITE dalam penelitian ini terkait dengan kasus timbulnya dugaan terjadinya permufakatan jahat dan pencatutan nama presiden dan wakil presiden dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia yang melibatkan pemohon (SN).

1.4 Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah

1. Menganalisis pola bahasa dan aspek linguistik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik perspektif apraisal;

2. Menganalisis makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik;

(35)

3. Mendeskripsikan faktor penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1.5.1 Manfaat Teoretis

Temuan penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan informasi.

Bahan masukan yang relevan dalam hal penelitian tentang pola bahasa, aspek linguistik forensik perspektif apraisal, makna semiotik forensik, dan faktor penyebabnya. Berdasarkan tujuan penelitian di atas, sebuah interpretasi tentang sosial, budaya, dan realisasi linguistik forensik dapat diketahui. Secara khusus, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber untuk analisis linguistik forensik perspektif apraisal serta nilai dan makna terhadap teks undang-undang di Indonesia. Analisis linguistik forensik perspektif apraisal ini direalisasikan dalam penggunaan linguistik forensik dan sebagai pedoman untuk mengevaluasi penggunaan bahasa dalam teks perundang-undangan di Indonesia.

1.5.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini memberikan kontribusi terhadap UU ITE. Temuan jaringan sistem dan pola bahasa dapat digunakan sebagai evaluasi bahasa dalam teks UU ITE. Pemilihan leksis dalam teks UU ITE diharapkan lebih tegas dan jelas. Hasil penelitian ini juga bermanfaat dalam pemahaman linguistik forensik perspektif apraisal sikap, pemosisian, dan graduasi dalam teks UU ITE, proses sidang pengadilan, dan putusan No. 20/PUU-XIV/2016. Makna semiotik dalam

(36)

gugatan UU ITE bermanfaat menghindarkan pemahaman multitafsir bahasa terhadap undang-undang.

Catatan Akhir:

1 Pasal ini telah dipermasalahkan juga oleh Dewan pers bahkan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (Sidik, Suyanto. 2013).

2 Republik Indonesia. 2008. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

3 Kerangka kerja apraisal merupakan suatu sistem yang menunjukkan hubungan semantik wacana yang diperoleh dari suatu konteks media, baik media lisan maupun media tulis. Sumber interpersonal berhubungan dengan sikap otorisasi, evaluasi sosial, dan posisi, baik pada pembaca maupun pada ragam otorisasinya (White 2002).

(37)

BAB II

KONSEP, KAJIAN PUSTAKA, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Konsep

Konsep dasar yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini perlu diuraikan. Konsep dasar itu kemudian dijadikan sebagai definisi operasional yang merepresentasikan cakupan pembahasan. Penelitian ini dirancang berupa abstraksi dan sintesis antara teori dan permasalahan penelitian. Penelitian ini bertumpu pada pola bahasa perspektif apraisal, aspek linguistik forensik, makna semiotik forensik, dan faktor penyebab terbentuknya pola bahasa dan makna semiotik forensik dalam gugatan UU ITE.

2.1.1 Teks, konteks, dan wacana

Istilah teks dan konteks erat kaitannya dengan kajian wacana. Teks sebagai bahasa yang fungsional, bahasa yang melakukan tugas tertentu dalam konteks tertentu, yang berbeda dengan kata-kata atau kalimat-kalimat yang berdiri sendiri (Halliday dan Hasan, 1985: 10). Teks juga adalah unit dari pengguna bahasa (Halliday dan Hasan 1976: 1). Teks itu dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional dalam konteks sosial (Halliday, 1994). Semua teks merupakan penggunaan bahasa yang dihasilkan dengan maksud untuk menunjukkan sesuatu untuk beberapa tujuan. Teks merupakan suatu proses yang dapat dimengeri, tidak terbuka bagi persepsi yang langsung, dari menegosiasikan sebuah pesan. Teks kemudian akan menjadi penanda maknanya sendiri, apapun konteks atau tujuan dari produknya (Widdowson, 2007: 6-8).

(38)

Bahasa, khususnya, bahasa evaluatif di dalam teks sangat tergantung pada konteks. Jalan menuju pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks.

Teks terdiri atas makna-makna walaupun teks terdiri atas kata-kata dan kalimat.

Teks pada dasarnya merupakan satuan makna. Teks harus dipandang dari dua sudut yang bersamaan yaitu sebagai produk dan sebagai proses karena sifatnya sebagai satuan makna. Sebagai produk, teks merupakan luaran, sesuatu yang dapat direkam dan dipelajari karena mempunyai susunan tertentu teks dan dapat dideskripsikan dengan peristilahan yang sistematik. Teks juga merupakan suatu proses dalam pengertian bahwa teks terbentuk melalui proses pemilihan makna terus menerus (Halliday dan Hasan, 1985: 5).

Konteks merupakan teks yang menyertai teks tersebut (Halliday dan Hasan, 1985: 5). Konteks juga merupakan faktor kunci di dalam pemilihan bahasa (Fowler dan Kress, 1979: 30). Bahasa hanya dapat dipahami dengan melihat cara bahasa itu digunakan dalam konteks tertentu, baik budaya maupun situasionalnya (Halliday dan Hasan, 1985: 5). Penulis atau penutur bahasa menggunakan konfigurasi sumber-sumber linguistik di dalam konteks tertentu. Sebagai dimensi yang berpengaruh kuat dari konteks situasi langsung dari suatu peristiwa bahasa pada cara bahasa itu digunakan (Eggins, 1994, 2004). Dengan demikian, konteks afek pilihan bahasa yang dibuat oleh seorang penutur atau penulis tergantung pada setting yang diberikan. Penelitian Iedema (1997) menunjukkan bahwa dalam setting institusional, partisipan masih memiliki pilihan bahasa yang dapat mereka buat yang akan berhubungan dengan afek yang mereka miliki dengan partisipan lainnya di dalam setting tersebut. Dengan kata lain, partisipan menggunakan

(39)

bahasa dengan cara yang hampir ditentukan, namun mereka memiliki fleksibilitas ketika membangun hubungan interpersonal dengan partisipan lainnya.

Istilah wacana, menurut Kress membahas hal-hal yang berorientasi sosial, sedangkan istilah teks digunakan apabila orientasi pembahasan terhadap materi bentuk dan struktur bahasa. Dari konteks tempat teks digunakan, istilah teks mengacu pada bahasa yang digunakan daripada bahasa sebagai sistem yang belum diterapkan. Wacana merupakan fenomena sosial. Wacana bukan saja laras bahasa tetapi lebih luas lagi jangkauannya sampai kepada bentuk-bentuk interpretasi, interaksi, dll. Wacana terdiri atas partispan-partisipan yang terlibat jenis situasi- situasi di dalamnya teks berperan, sistem-sistem sosial, dan struktur-struktur yang merangkul mengapa teks bermakna demikian (Sinar, 2003:7).

2.1.2 Pola bahasa, aspek linguistik forensik, dan semiotik forensik

Pola (pattern) adalah (1) pengaturan atau susunan unsur-unsur bahasa yang sistematis menurut keteraturan dalam bahasa; (2) sistem bahasa secara keseluruhan; (3) subsistem dalam bahasa (Kridalaksana, 2008: 196-197). Pola bahasa dalam gugatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik perkara No. 20/PUU-XIV/2016 adalah susunan unsur-unsur yang berkaitan dengan sistem apraisal.

Aspek lingustik forensik adalah pemunculan atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagai pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang linguistik forensik. Sudut pandang linguistik forensik mengacu kepada apraisal. Kerangka apraisal terdiri dari tiga subsistem yang beroperasi secara paralel (Martin dan White, 2005: 35).

(40)

Kevelson memberikan suatu definisi tentang semiotik “semiotik, suatu metode tentang penelitian ke dalam proses penelitian….” Kevelson menganggap bahwa penelitian selalu dialogik, yaitu proses komunikasi atau pertukaran pesan dengan melalui tanda atau sistem tanda. Hukum adalah salah satu sistem tanda itu, seperti institusi sosial lain seperti bahasa, ekonomi, politik, keluarga dan lain-lain (Kevelson, 1988:3). Pandangan Kevelson sejalan dengan Charles S. Peirce

“Hukum berfungsi sebagai sistem, prototipe untuk keseluruhan teori tentang tanda” (Peirce,1991: 3).

2.2 Kajian Pustaka

Penelitian ini merujuk beberapa artikel penelitian dan disertasi yang berhubungan dengan linguistik forensik, apraisal, semiotik, dan undang-undang.

Beberapa kajian pustaka yang relevan dengan penelitian ini memberikan kontribusi kepada penelitian ini.

Udina (2016) menyimpulkan perkembangan linguistik hukum atau linguistik forensik, sebagaimana diketahui, adalah contoh nyata perkembangan integratif sains modern. Linguistik menjadi terlibat dalam berbagai penelitian aktivitas manusia, hukum menjadi bidang penggunaan bahasa tertentu. Linguistik hukum melacak hubungan erat antara bahasa dan hukum yang baik oleh para ahli bahasa dan ahli hukum.

Institusionalisasi linguistik forensik yang ditandai dengan pembentukan International Forensic Linguists Association menghasilkan interaksi yang lebih erat antara ahli bahasa dan pengacara dan telah membangkitkan minat yang besar dalam pendidikan. Banyak universitas di dunia beralih ke masalah bahasa dan

(41)

hukum, memperkenalkan program dan kursus yang berbeda. Spesialis hukum dan ahli bahasa di banyak negara bekerja sama dalam isu-isu yang sangat penting untuk pengembangan sistem hukum dan komunikasi dalam lingkup hukum.

Pendidik bahasa asing di sekolah hukum, merancang kursus LSP dengan mempertimbangkan bahasa dan hubungan hukum. Pendekatan interdisipliner untuk belajar memberikan cara belajar bahasa yang lebih efektif, memperkenalkan siswa dengan masalah nyata pengembangan bahasa hukum dan komunikasi dalam pengaturan profesional.

Bahasa dan hukum adalah bidang studi interdisipliner yang menarik bagi ahli bahasa, spesialis hukum dan pendidik. Mengajar LSP membutuhkan konteks khusus yang mengungkap berbagai fitur penggunaan bahasa profesional. Dari sudut pandang ini bahasa dan hukum memberikan wawasan tentang perkembangan bahasa hukum dan fungsi dan kekuatan spesifiknya.

Perkembangan teknologi komputer memberikan pendekatan baru dalam metodologi pembelajaran bahasa. Penggunaan e-textbook Forensic English telah digunakan untuk mengembangkan kemampuan berbicara yang reseptif dan produktif, kemampuan berbicara argumentatif, membaca dan menulis, meningkatkan kompetensi multimedia dan semiotik.

Kontribusi artikel adalah mengenai pemahaman perkembangan linguistik hukum atau linguistik forensik. Linguistik hukum melacak hubungan erat antara bahasa dan hukum yang baik oleh para ahli bahasa dan ahli hukum. Perbedaan artikel dengan penelitian ini adalah pada objek kajian dan teori yang digunakan.

Persamaannya adalah sama-sama menganalisis linguistik forensik.

(42)

Breeze (2016) memaparkan dalam tulisannya bahwa semua komunitas profesional terlibat dalam praktik diskursif menarik pengetahuan ke bentuk komunikasi sesuai dengan jenis tindakan profesional tertentu (Bhatia, 2004).

Seorang profesional yang handal mampu mengoperasikan secara terlatih, mengelola wilayah sumber daya linguistik untuk memperoleh ujung komunikatif yang khusus. Pilihan bahasa yang tersedia dalam situasi tertentu terpaksa secara sosial yang dikenal dengan kecocokan, pada level wacana yang berhubungan dan register, dan dari konsensus profesional apa yang berterima, pada level nilai dan sikap.

Dalam kasus ketetapan internasional yang bertentangan, para analis wacana fokus pada material di wilayah publik, seperti penghargaan (Giner, 2009;

Martinez, 2009) tetapi sedikit riset yang terpublikasi pada bahasa yang digunakan dibalik pintu tertutup pengadilan arbitrasi. Opini sepakat dan tidak setuju merupakan teks yang muncul dari konflik seorang arbitrator dengan mayoritas, untuk mempertahankan jejak wacana dari proses arbiterasi.

Artikel ini menyimpulkan analisis apraisal yang dilakukan di sini membawa sejumlah rangkaian nilai yang membentuk kemungkinan diskursif arbiterasi. Ekspresi affect jarang dan sering, tetapi kadang-kadang digunakan untuk efek retoris tertentu. Judgement cenderung menjadi pusat nili-nilai kunci normalitas, verasitas, dan proprietas. Dua yang disebut terakhir menjadi indexed baik dalam sense negatif maupun positif. Apresiasi fokus pada valuasi penting atau signifikan, tetapi juga terpusat pada aspek komposisi, seperti kejelasan serta argumen logis yang muncul menjadi nilai-nilai kunci dalam wacana arbitrasi.

(43)

Ekstrapolasi dari studi adjectiva dan adverbia, menegaskan bahwa sistem nilai arbitrasi yang mendasarinya adalah suatu argumen kualitas yang jelas dan konsistensinya juga kemampuannya untuk membujuk. Normalitas atau kewajaran sebuah nilai, sejauh ini artinya mengikuti standar cara memahami legislasi atau melaksanakan prosedur. Proprietas penting dalam artian melakukan hal dengan wajar, mengikuti proses yang tepat, bertindak dan berdebat dengan cara yang dianggap benar, dalam profesi tersebut. Verasitas dianggap sebagai sebuah nilai kunci, karena kebanyakan proses legal penting membangun sebuah kebenaran dan meragukan tentang masalah fakta akan merusak keseluruhan kasus.

Dipandang dari sudut wewenang, jelas bahwa para arbitrator berharap memposisikan diri mereka sebagai perwakilan kejujuran, kebenaran, dan kewajaran. Sebagai perlawanan ketidakpastian, kebohongan, dan praktik yang sesat dan tidak wajar. Terlebih lagi, para arbitrator juga menempati suatu posisi wacana yang kuat sebagai arbiter kepentingan. Memberikan peringkat pada isu yang berkenaan dengan signifikan ataupun kekurangannya.

Kontribusi artikel ini terhadap penelitian ini pada analisis apraisal yang dilakukan berfungsi sebagai contoh investigasi perselisihan di sidang pengadilan UU ITE. Perbedaan artikel dengan penelitian ini terletak pada penyajian data.

Artikel menyajikan bukti studi kontrastif yang didesain untuk mengukur kesamaan dan kontras antara bahasa arbitrasi dan juga litigasi. Penelitian ini menyajikan bukti gugatan UU ITE dari rekaman percakapan dan seluruh proses sidang pengadilan. Kajian ini sama-sama menggunakan apraisal sebagai kerangka kerja. Analisis ini menerapkan linguistik forensik pada kasus gugatan UU ITE sedangkan Breeze menerapkan analisis wacana dalam arbitrasi internasional.

(44)

Suriyadi (2015) mengkaji apraisal bahasa evaluatif dari teks editorial surat kabar di Medan dengan menerapkan teori LSF. Penelitian tersebut bertujuan untuk (1) mendeskripsikan pola apraisal sikap dalam teks editorial surat kabar di Medan, (2) mendeskripsikan pola apraisal pemosisian dalam teks editorial surat kabar di Medan, (3) mendeskripsikan pola apraisal graduasi dalam teks editorial surat kabar di Medan, dan (4) mendeskripsikan mengapa apraisal dipolakan dengan cara seperti itu dalam teks editorial surat kabar di Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut metode deskriptif analitis. Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak program konkordansi Simple Concordance Program (SCP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kecenderungan pola penggunaan leksis apraisal sikap negatif ditunjukkan dalam unsur afek, unsur penilaian, dan unsur apresiasi yang negatif oleh para penulis teks editorial surat kabar di Medan. Ini menunjukkan bahwa para penulis teks editorial surat kabar di Medan cenderung menceritakan peristiwa sensitif atau masalah yang menimbulkan keprihatinan terhadap peristiwa yang terjadi pada masyarakat, (2) kecenderungan pola penggunaan leksis apraisal pemosisian negatif oleh para penulis teks editorial surat kabar dengan mewartakan cerita tentang peristiwa negatif atau pengingkaran terhadap peristiwa yang diwartakan kepada masyarakat atau para pembaca setia surat kabar tersebut, (3) kecenderungan pola penggunaan leksis apraisal graduasi yang negatif oleh para penulis teks editorial surat kabar dengan mewartakan dominasi penggunaan leksis metafora dalam peristiwa yang terjadi di masyarakat, dan (4) kecenderungan penggunaan pola apraisal dalam teks editorial surat kabar di Medan adalah Graduasi ^ Pemosisian ^ Sikap.

(45)

Penelitian Suriyadi memberi kontribusi kepada penelitian ini dari segi teori dan analisis. Perbedaannya dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu (1) data yang akan dianalisis adalah data linguistik forensik teks perundang-undangan yaitu gugatan UU ITE, (2) pendekatan yang digunakan linguistik forensik.

Metode pengumpulan data penelitian dengan rekaman suara dan proses sidang pengadilan di lapangan.

Correa (2013) menyimpulkan hukum tidak dapat dibayangkan tanpa bahasa: tanpa bahasa tidak akan ada hukum, tidak ada persidangan, dan dalam beberapa kasus, tidak ada bukti. Meskipun bidang linguistik forensik masih dalam tahap awal, kontribusinya pada sistem peradilan pidana tetap signifikan.

Dari beberapa kasus hukum yang paling terkenal dan dibahas menguraikan perpotongan antara linguistik terapan (terutama pragmatik, analisis wacana, dan sosiolinguistik) dan bidang yang muncul dalam tiga bidang yang saling terkait: (1) bahasa sebagai media komunikasi antara penegak hukum dan tersangka/saksi atau sebagai media argumentasi hukum di ruang sidang, (2) bahasa hukum (isu kejelasan, interpretasi dan konstruksi bahasa hukum), dan (3) kejahatan bahasa dan bukti linguistik (penggunaan, validitas, dan reliabilitas di ruang sidang).

Dari kajian tersebut menunjukkan bagaimana linguistik terapan dapat berkontribusi, tidak hanya untuk kodifikasi hukum yang lebih dimengerti, tetapi juga untuk pemeliharaan hak-hak dari populasi yang rentan bahasa. Seperti disiplin yang muncul lainnya, linguistik forensik menghadirkan banyak keterbatasan yang tidak boleh diabaikan.

Pertama, bukti linguistik saja sering tidak cukup untuk menghukum atau membebaskan seseorang, meskipun itu mungkin berkontribusi pada bukti yang

(46)

lebih besar. Kedua, sementara analisis linguistik menjadi semakin akurat dengan bantuan teknologi, ini masih belum 100% sempurna dan masih tunduk pada interpretasi. Akhirnya, ketidakmungkinan manipulasi eksperimental di ruang sidang membuat beberapa asumsi tentang apa yang terjadi di sana sulit untuk ditunjukkan. Meskipun hal ini mungkin terjadi, yang perlu jelas bahwa ketika para ahli bahasa berfungsi sebagai saksi ahli, tujuan mereka adalah untuk membantu hakim dalam memahami bukti dengan menyoroti isu-isu yang mungkin tidak jelas sebaliknya.

Kontribusi artikel Correa bagi penelitian ini memberi gambaran umum persimpangan antara linguistik forensik dan bidang linguistik terapan lainnya (terutama sosiolinguistik, pragmatik, dan analisis wacana) di tiga bidang yang saling terkait: bukti linguistik, bahasa dan hukum, dan bahasa selama prosedur hukum dan diskursus ruang sidang. Perbedaan kajian ini adalah pada objek undang-undang. Objek kajian Correa interaksi prosedur hukum dan diskursus ruang sidang. Persamaan kajian ini pada subbab rumusan masalah kedua membahas interaksi dalam ruang sidang.

Wolcher (2006) menyimpulkan apa yg dimaksud dengan objek hukum adalah identitasnya atau esensi yang ditentukan oleh modus eksistensinya atau cara memanifestasikan dirinya dalam waktu sebagai fenomena hidup. Dengan demikian, setiap upaya yang serius berpikir tentang lembaga manusia yang kita sebut "hukum" memerlukan filosofi bagaimana hukum bahasa (statuta, preseden, kontrak, dll) yg terkait dengan peristiwa hukum seperti interpretasi dan penegakan hukum.

(47)

Artikel ini dimulai dengan menggambarkan filosofi filsafat; kemudian mengembangkan enam ide yang jelas membangun perbedaan antara aturan implisit yang membentuk sistem bahasa (sebuah "permainan bahasa" tertanam dalam "bentuk kehidupan") dan pernyataan yang dibuat, dengan cara aturan dalam sistem. Wolcher kemudian menyatakan bahwa fenomena terakhir sebenarnya hal utama dari bentuk hukum kehidupan. Dua bagian yang mengikuti diskusi ini membongkar perbedaan yang ditemukan dalam filsafat bahasa antara magis dan pandangan logis dari bahasa. Pandangan ajaib membayangkan bahwa bahasa hukum harus selalu "berarti" sesuatu. Pandangan ini mengarah ke dalam pemikiran ketidakjelasan, kebingungan, dan kadang-kadang bahkan ke absurditas.

Sebaliknya, pandangan logis dari bahasa mencoba untuk mengidentifikasi teknik deskriptif yang berbeda (metode perbandingan dan metode aplikasi) bahwa orang- orang menggunakan berbagai bentuk kehidupan dan berusaha kejelasan filosofis tentang "teori" atau "penjelasan" dari banyak cara bahasa hukum benar-benar digunakan oleh pengacara dan hakim.

Akhirnya, artikel ini berusaha untuk menunjukkan bahwa kejelasan bukanlah milik tanda-tanda linguistik seperti itu, melainkan merupakan fungsi dari perbedaan antara bentuk kehidupan yang konstitusi dan kontinuitas diproduksi oleh sejarah dalam arti terbesar dari kata. Hal ini juga menyampaikan bahwa permintaan untuk kejelasan dalam bahasa hukum pada akhirnya permintaan untuk masuk ke dalam bentuk yang kuat secara politik kehidupan yang dihuni oleh pengacara, hakim, dan anggota legislatif.

Kontribusi artikel ini dalam hal gambaran bagaimana bahasa hukum bekerja. Perbedaan artikel ini dengan kajian yang akan dilakukan adalah dalam

(48)

hal teori yang digunakan dan persamaannya adalah sama-sama menginterpretasi bagaimana bahasa hukum bekerja.

Susanto (2005) menjelaskan semiotika hukum berada dalam proses menentukan bentuk kajiannya, yaitu banyak istilah baru dan kompleks yang diperkenalkan dengan kegunaan dan definisi yang berbeda. Sementara sudut pandang lainnya mencoba menyatukan elemen-elemen analisis semiotik dalam analisis hukum.

Pada bagian keempat tentang semiotika hukum sebagai pendekatan kritis menyimpulkan hasil kajiannya suatu pendekatan semiotik kritis hanya awal untuk memberikan pengaruh dalam sosiologi hukum. Beberapa konsep penting mulai muncul. Telah dijelaskan bahwa beberapa sistem koordinat linguistik benar-benar eksis. Untuk berkomunikasi secara bermakna seseorang harus menempatkan dirinya dalam wacana yang relevan. Kata-kata menyampaikan ideologi yang dikandungnya. Jadi penggunaan wacana tertentu terikat oleh sifat-sifat bentuk linguistik.

Kajian tersebut juga secara singkat telah menyatakan bahwa untuk memahami proses linguistik yang lebih baik, seseorang harus dapat mengkonseptualisasi suatu domain dimana proses itu dihasilkan, bidang produk linguistik dan suatu domain dimana proses itu bersirkulasi disebut dengan bidang sirkulasi linguistik. Telah dijelaskan adanya ketegangan antara wacana-wacana pluralis di satu sisi dan sistem koordinat linguistik yuridis disisi lain. Dapat diindikasikan bahwa, hegemoni dan reifikasi dapat terjadi oleh penggunaan terus menerus wacana sistem koordinasi linguistik yuridis. Pendekatan semiotik kritis menyatakan bahwa formalitas represif merupakan sifat hukum dalam mode

Gambar

Gambar 2.1 Ruang lingkup cakupan kajian linguistik forensik
Gambar 2.2 Stratifikasi Pemakaian Bahasa  (Adaptasi dari Halliday dan Matthiessen, 2004)
Gambar  2.3 Tipologi Sikap  (Martin dan White, 2005)
Tabel 2.1 Afek–irealis (hasrat) (Martin dan White, 2005)  Kecendrungan /
+7

Referensi

Dokumen terkait

We evaluated the performance of our model by conducting experiments on real-world data and experiments with real data in Shanghai (China) proved that our method could discover

Penelitian ini penting dilakukan karena adanya wacana 2019 ganti presiden berawal dari penggunaan media sosial yang kian menyemarakkan aktivitas politik masyarakat sehingga

Hak guna-usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun atau 35 tahun untuk

Hasil ELISA deteksi virus PYMoV menggunakan antiserum BSV pada benih lada Sukabumi menunjukkan nilai absorban yang negatif untuk semua sampel, sedangkan

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen, memiliki variabel bebas yakni ukuran lebar cotton combed 1cm, 1,5cm dan 2cm. Variabel terikat yakni hasil jadi

Setelah membaca dan mengoreksi skripsi saudara Umniyyah Jalalah, NIM: 07210032, Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN)

If poker is your game it is a little different, most games depend on luck and all you really need to know if the basics, but poker is totally different because you are playing

Penelitian ini berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Membaca Intensif melalui Strategi Pembelajaran Inkuiri (SPI) siswa kelas VII SMP Negeri 4 Ujungbatu.Adapun masalah