• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontekstualisasi Nilai-Nilai Al-Fatihah

Berdasarkan beberapa riwayat, surah Al-Fatihah (al-sab‟u al-tiwal) merupakan surah pendek (makiyah) yang merangkum keseluruhan isi kandungan Al-Qur‟an dan paling banyak dibaca oleh kaum muslimin. Karena setiap muslim memiliki kewajiban menegakkan salat maktubah, maka dalam sehari semalam sekurang-kurangnya telah menjalankan tujuh belas rakaat dan pada setiap rakaat membaca surah Al-Fatihah. Artinya, setiap menjalankan salat benar-benar membaca, menghayati, dan menstrukturkan nilai-nilai Al-Fatihah ke dalam pikiran dan kalbu. Apabila pemaknaan dan pendalaman nilai Al-Fatihah itu serius, mendalam, jujur, dan mengedepankan kecerdasan, nilai-nilai Al-Fatihah akan dapat memandu setiap muslim untuk selalu bersikap benar dan baik dalam seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan di luar salat, serta menjadi sinergi yang kuat antara ibadah ritual dan ibadah sosial. Hasilnya akan meyakinkan dan semakin konkret (aktual). Sebab, setiap muslim akan terus memperbaiki daya manfaat dan daya tariknya sepanjang kehidupannya (Aziz 2011; Ismail 2014).

106 Nilai-nilai Al-Fatihah diharapkan menjadi inspirasi, sekaligus sebagai metode baru bagi setiap Muslim untuk melakukan pembacaan ulang dan pemaknaan yang aktual dari Al-Fatihah, sehingga dapat memberikan nuansa baru yang original dan murni untuk memaknai Al-Fatihah secara aktual dalam totalitas kehidupan muslim. Pada tingkatan inilah sebenarnya Al-Fatihah benar-benar diposisikan sebagai guidance untuk pedoman hidup sukses menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat. Pemahaman dan sikap yang benar terhadap substansi ajaran Al-Fatihah sesungguhnya memosisikan seorang muslim pada jalan lurus yang menjamin keselamatan dan kesuksesan menjalani kehidupan.

Apabila sukses itu menjadi bagian penting dalam memaknai Al-Fatihah, maka pada kenyataannya, sukses itu mengharuskan memahami betul tentang arti kesuksesan itu terhadap perbaikan dirinya. Seseorang yang mempunyai motivasi terhadap diri sendiri untuk selalu bisa berpikir ke depan agar tidak tertinggal jauh dengan orang-orang di sekitarnya. Apabila direnungkan secara mendalam, ternyata sukses itu sebenarnya sebagai capaian yang harus dalam genggaman tangan. Sesungguhnya kesuksesan yang didapatkan oleh seseorang tidak pernah terlepas dari sikap kita yang selalu proaktif terhadap setiap langkah yang diambil, selalu proaktif dalam merespons beragam persoalan dalam hidup, selalu proaktif dengan lawan, dan selalu proaktif memberikan motivasi terhadap diri sendiri (Ula 2016; Zein et al. 2017).

Agar dapat menjalani kehidupan dengan selamat dan sukses, seorang muslim harus senantiasa memenuhi unsur-unsur penentu kesuksesan (Ahmad Munawar Ismail 2012; Ismail 2014), di antaranya: 1) memiliki keteguhan hati karena sesungguhnya keteguhan hati dapat dijadikan modal mental spiritual yang mendorong gerak setiap orang untuk mencapai sukses; 2) banyak berzikir kepada Allah Ta‟ala. Dengan berzikir, seorang muslim akan dapat membangun integritas diri dan mengoptimalkan sinergitas potensi untuk mencapai sukses; 3) senantiasa taat kepada Allah Ta‟ala dan Rasul-Nya sebagai pilar utama agar kesuksesan tetap berada pada jalur yang benar dan merupakan manifestasi dari ibadah; 4) menjaga persaudaraan dan persatuan sebagai bentuk kesadaran diri akan pentingnya kekuatan yang dapat menjamin kesungguhan dan

107 kebermanfaatan; 5) sabar menghadapi keadaan, menunjukkan konsistensi akan keimanan yang akan menuntun setiap orang mendapatkan apa yang dicita-citakan; dan 6) ikhlas beramal saleh, sebagai bentuk ketundukan dan harapan kepada zat yang Maha Agung.

Sukses merupakan hasil capaian dari suatu proses, kadangkala berupa harta atau materi, kadang pula sebuah hal yang kita percayai di dalam hati kita.

Istilahnya, kita mendapatkan kepuasan batin. Bukan hanya karena kita mendapatkan materi, tetapi proses yang dijalankan juga merupakan nilai lebih dari apa yang didapatkan saat sekarang ini (Ula 2016; Zein et al. 2017). Untuk mencapai kesuksesan harus dilakukan usaha yang merujuk pada prinsip dasar dalam berusaha: 1) usaha yang dikerjakan tidak bertentangan dengan syariat; 2) usaha didasarkan pada niat dan tujuan baik; 3) usaha dilaksanakan tekun dan bersungguh-sungguh; 4) usaha dikerjakan sesuai dengan hukum Allah Ta‟ala; 5) usaha yang dikerjakan tidak melalaikan ibadah lain; 6) menunaikan kewajiban terhadap harta yang dikuasai; dan 7) usaha dapat mendekatkan posisi hamba pada posisi dekat dengan penciptanya.

Agar penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan strategi baik yang bersifat umum ataupun khusus.

Strategi umum penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan dalam dua tingkatan. Yang pertama, pada tingkat manajemen madrasah. Pada tingkat manajemen memiliki target untuk dapat membangun sistem yang dapat mengerakkan dan mengontrol seluruh komponen yang ada di madrasah agar dapat menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah secara efektif dan efisien. Selanjutnya yang kedua, diterapkan pada tingkat unit-unit kegiatan, targetnya dapat menggerakkan unsur-unsur yang ada pada unit kegiatan agar menerapakan nilai-nilai Al-Fatihah secara efektif dan efisien dapat membina peserta didik memiliki karakter insan saleh.

Adapun strategi umum dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah yang diharapkan dapat membingkai karakter mulia (Nihayati 2017a; Zein et al. 2017) di antaranya adalah: 1) menyusun desain penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; 2) menata jaringan sistem penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; 3) sosialisasi nilai-nilai

108 Al-Fatihah bagi warga madrasah; 4) melaksanakan kegiatan “training jalan sukses Al-Fatihah”; 5) melakukan focus group discussion pendalaman nilai-nilai Al-Fatihah; 6) mengelola pembiasaan hidup dengan nilai-nilai Al-Fatihah; 7) membuat model penerapan nilai-nilai Al-Fatihah melalui pembiasaan yang berkelanjutan; 8) melakukan proses evaluasi diri dalam penerapan nilai-nilai Al-Fatihah; dan 9) membagikan pengalaman yang bermanfaat dalam menerapkan nilai-nilai Al-Fatihah kepada orang lain yang membutuhkannya.

Sebagai bagian penting dalam penyemaian dan pembiasaan pengamalan nilai-nilai Fatihah, perlu adanya strategi khusus penerapan nilai-nilai Al-Fatihah berdasarkan karakteristik nilai yang diterapkan agar dapat membingkai karakter peserta didik yang cerdas, jujur, dan berkarakter mulia (Efendi 2011;

Mohamed Elhadj 2010). Strategi-strategi khusus penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) strategi menerapkan nilai kasih terhadap orang lain, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual; 2) strategi menerapkan nilai tanggung jawab dalam menuntaskan semua tugas ataupun aktivitas, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual; 3) strategi menerapkan nilai syukur atas nikmat yang telah diterimanya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual; 4) strategi dalam menerapkan nilai disiplin dalam menjalankan tugasnya, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual; dan 5) strategi menerapkan nilai pembelajar yang baik dengan fokus mengambil hikmah, baik yang dilakukan secara rutinitas atau insidental sesuai dengan perkembangan situasi yang paling aktual. Strategi umum ataupun strategi khusus penerapan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin, dan pembelajar sebagai nilai-nilai Al-Fatihah memiliki visi membina insan akademis yang unggul, kompetitif dan Islami. Mengoptimalkan proses pengamalan nilai-nilai kasih, tanggung jawab, syukur, disiplin dan pembelajar agar menjadi kebiasaan yang dapat membentuk karakter utama bagi seluruh warga madrasah. Karena

109 dengan karakter utama, akan menjadi bekal yang dapat menjamin berjalannya sistem dan program kegiatan untuk mewujudkan visi dan misi madrasah yang hebat dan bermartabat.

Al-Fatihah memiliki makna universal yang sesuai dengan hakikat penciptaan manusia agar manusia menjadi pengabdi Allah Ta‟ala dengan patuh dan setia serta iman dan takwanya. Al-Fatihah juga memuat materi pendidikan, metode pendidikan, dengan mendasarkan pada pandangan bahwa pendidikan harus dapat memanfaatkan seluruh jagat raya ciptaan Allah Ta‟ala sebagai sarana untuk membawa anak didik mengenal Tuhan dan ciptaan-Nya, serta memperlakukan anak didik sebagai makhluk yang sama kedudukannya dengan dirinya. Al-Qur‟an merupakan pijakan yang paling utama untuk mengkaji kehidupan, di dalamnya termuat nilai-nilai akhlak (karakter), moral, filsafat, budaya, politik, sosial dan pendidikan. Bagi dunia pendidikan Al-Qur‟an dapat memberikan pedoman dalam beretika dan nilai-nilai moral yang sangat penting dalam membentuk karakter insan shalih.

Kontektualisasi nilai-nilai Al-Fatihah dalam dunia pendidikan, dapat memberikan pengalaman yang bermakna untuk meningkatkan kesadaran bagi pendidik ataupun tenaga kependidikan untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap peserta didik. Di samping itu penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat membingkai karakter positif peserta didik. Dengan demikian penerapan nilai-nilai Al-Fatihah dapat dikategorikan sebagai best practice pendidikan. Best practice sebagai pengalaman langsung yang dialami perseorangan ataupun lembaga yang memiliki nilai tambah yang dapat menginspirasi dan melejitkan spirit untuk kemajuan dunia pendidikan, sekaligus sebagai usaha untuk menggali pengalaman yang terbaik untuk mengembangkan dunia pendidikan.