• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pembelajar; selalu berfokus belajar untuk mengambil hikmah Menurut kodratnya, manusia telah diciptakan sebagai sebaik-baik

C. Nilai - nilai Karakter Berbasis Al-Fatihah

5. Nilai Pembelajar; selalu berfokus belajar untuk mengambil hikmah Menurut kodratnya, manusia telah diciptakan sebagai sebaik-baik

5. Nilai Pembelajar; selalu berfokus belajar untuk mengambil hikmah Menurut kodratnya, manusia telah diciptakan sebagai sebaik-baik penciptaan. Kehadirannya di muka bumi telah dilengkapi beragam potensi yang dapat menunjang tugas-tugasnya, baik sebagai hamba ataupun Khalifahtu Rabb. Agar potensi manusia dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menopang peran dan fungsinya, maka potensi manusia harus terus diberdayakan secara optimal (Ismail, 2014; Salamet, 2012). Karena itu, proses pengembangan potensi diri manusia sebagai bagian penting dalam melakukan transformasi peran kehidupan. Sehebat apapun peranan manusia dalam mengemban misi pemakmuran bumi, maka manusia akan tetap

94 memberikan ruang berpikir dan beraktualisasi secara proporsional, sehingga akan menambah pengalaman baru dalam mengemban misi kehidupan. Jadi dalam urusan pengembangan potensi diri manusia yang memiliki harga diri, keinginan untuk bangkit, dan integritas diri merupakan bekal untuk perbaikan diri. Seorang pembelajar memiliki kesadaran yang unik dalam pengembangan potensi diri sesuai karakteristik yang dimilikinya yang diselaraskan dengan situasi ataupun tuntutan perkembangan zaman yang paling aktual pada masa sekarang (Isnaini, 2013; Wati, 2013;Thaba, 2009).

Seorang pembelajar, harus memiliki tanggung jawab penuh terhadap pengembangan potensi dirinya secara cerdas, mandiri dan istikamah, senantiasa memiliki kesadaran bahwa tanpa adanya daya kritis dan kreativitas, maka akan dilindas masa depan. Seorang pembelajar, selalu mengedepankan kuriositas yang tinggi agar dapat menjadi seorang pembelajar yang mandiri yang selalu haus akan informasi baru yang bermanfaat bagi dirinya sekaligus sebagai bekal dalam melaksanakan tugas yang diembannya untuk mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan umat manusia. Secara ideal seorang pembelajar, memiliki komitmen yang tinggi dalam melakukan usaha perbaikan yang dilakukan secara berkelanjutan, baik secara individu ataupun sosial kelembagaan. Seorang pembelajar akan selau berusaha untuk menjalani proses pembinaan ataupun pengembangan kompetensi melalui jalur pemrograman studi lanjutan pada jenjang yang lebih tinggi, penataran, seminar, lokakarya, kelompok kerja pendidik, bimbingan profesi, studi banding ataupun kegiatan pengembangan lainnya yang bermanfaat untuk menambah wawasan, pengalaman, ataupun kecakapannya dalam menjalani kehidupan (L. Hakim, 2012; Khalifah, 2016; Gafur, 2018).

Sosok pembelajar selalu berada pada orbit progresif untuk dapat menjaga minat, bakat, dan kemampuannya agar dapat terus berkembang secara efektif, namun demikian menurut faktanya, dalam kaitannya terhadap pengembangan potensi diri, terdapat tiga kategeori yaitu: pertama, manusia yang berada pada orbit regresif. Kelompok ini selalu memandang bahwa masa lalu selalu lebih baik dari masa sekarang. Orang yang ada dalam

95 kelompok ini selalu ingin bernostalgia dengan masa lalunya; kedua, manusia yang memandang bahwa belum saatnya melakukan perubahan. Bahkan lebih ekstrem lagi menganggap bahwa perubahan itu sudah tidak diperlukan lagi karena kondisi sekarang sudah sangat baik. Kelompok ini merasa sangat diuntungkan dengan kondisi yang terjadi saat ini, meskipun kondisi yang sebenarnya amat sangat buruk; dan ketiga, manusia yang berada pada orbit progresif, orang-orang yang selalu berusaha melakukan pembaharuan untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Mereka telah memiliki pikiran maju, namun demikian tidak berarti tidak mau menimba kearifan pengalaman pada masa lalu ataupun suasana pada masa kini (Almasri 2016; Haluty 2008).

Pengembangan potensi diri sebagai pilihan cerdas untuk mengambil tanggung jawab pribadi agar dapat terus belajar dan mengembangkan potensi melalui proses assessment, refleksi, atau dengan mengambil tindakan nyata yang dilakukan secara bertahap. Diantara tindakan tersebut adalah melakukan update ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan aktual atau dengan cara menentukan arah pengembangan potensi yang dibutuhkan di masa depan secara kontinu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menilai minat kekinian, menganalisis catatan harian, menyatakan visi dan misi personal, membuat rencana pengembangan personal, memilih mentor yang dapat membimbing, melibatkan diri dalam organisasi profesional, membaca jurnal-jurnal profesional dan majalah pendidikan agar tetap dapat mengikuti perkembangan kekinian sesuai fokus bidang yang diminati (Sirait et al. 2017;

Siti Anisah 2011).

Demikian juga sebagai sosok pembelajar akan sangat memahami sumber-sumber belajar dan peluang-peluang yang dapat diambil untuk membangun gugus belajar yang berguna bagi masa depanya yang efektif dan efisien. Apabila semua pendidik dapat memosisikan dirinya sebagai pembelajar yang baik, maka aktivitas pembelajaran akan selalu beriring dengan aktivitas pengembangan diri sekaligus dalam upaya menjaga kedekatan dengan Allah Ta‟ala. Sehingga sosok pembelajar akan selalu terpanggil untuk berpartispasi aktif pada beragam kegiatan sosial

96 kemanusiaan, sosial kemasyarakatan, ataupun sosial keagamaan (Khumairo and Anam 2017; Maslihah, Mustofa, and Nurendah 2016). Bukan tidak mungkin kedekatan dengan Allah Ta‟ala akan menjadikan diri belajar untuk menjadi selayaknya orang lapar yang kemudian terdorong untuk makan dan orang yang haus lalu terdorong untuk minum.

Apabila efektivitas belajar telah menjadi kesadaran bersama dan telah membudaya dalam kehidupan masyarakat, maka akan muncul yang namanya

“gugus belajar”. Sedangkan klasifikasi gugus belajar yang lazim terbentuk dalam masyarakat belajar di antaranya yaitu: 1) gugus belajar pendidik sebagai pembelajar; 2) gugus belajar pemimpin sebagai pembelajar; 3) gugus belajar tenaga kependidikan sebagai pembelajar; 4) gugus belajar peserta didik sebagai pembelajar; 5) gugus belajar orangtua sebagai pembelajar; dan 6) gugus belajar stakeholder sebagai pembelajar (Maslihah et al. 2016;

Qomaruddin 2016). Islam memberikan perhatian serius untuk membangun manusia yang memiliki potensi kemanusiaan. Hal ini menjadi landasan yang memunculkan paradigma bahwa pembelajaran humanis yang meletakkan subjek dan objek pendidikan madrasah menjadi manusia pembelajar yang efektif dan bermutu seiring dengan tuntutan masa depan.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat tipe-tipe pembelajar yang paling dominan dalam kehidupan dizaman sekarang, diantaranya adalah: pembelajar enggan, pembelajar santai, dan pembelajar maindit. Setiap tipe mempunyai karakteristik yang berbeda. Tipe pembelajar peserta didik tentunya bervariasi, ada peserta didik termasuk pembelajar enggan, pembelajar santai atau pembelajar maindit (Nurul Wardani 2015; Soerjoatmodjo 2016). Tipe pembelajar enggan mempunyai motto “pernah di sana dan pernah melakukannya”. Adapun perilaku yang ditunjukkan tipe pembelajar ini diantaranya meliputi: a) menolak mempelajari sesuatu yang baru; b) merasa sudah cukup belajar; c) cenderung kokoh bertahan pada pengetahuan yang telah mereka miliki; d) menganggap belajar lebih lanjut hanya sia-sia; e) biasanya senang duduk di bagian belakang; f) suka bercakap-cakap ketika di kelas; g) suka mengedip-ngedipkan mata. Tipe pembelajar santai, mempunyai

97 motto “badai pasti berlalu”, perilaku yang ditunjukkan meliputi: a) mengikuti pembelajaran sekedar untuk memenuhi harapan saat ini; b) melakukan sesuatu dengan standar minimal; c) dapat menikmati aktivitas belajar; d) cenderung agak terpaksa menerima tugas-tugas; e) melakukan sesuatu berdasarkan anjuran orang lain yang memiliki otoritas; f) memanfaatkan kelompok kerja agar dirinya bisa santai; g) mendapatkan keberhasilan bukan karena usaha keras namun melalui memperdayai pihak lain; h) merasa terancam dan bingung dengan semua harapan pihak lain yang selalu berubah.

Tipe pembelajar maindit, biasanya mempunyai motto “selalu mencoba yang baru”. Perilaku yang ditunjukkan meliputi: a) secara sukarela menghadiri berbagai kegiatan pembelajaran; b) membaca buku dan sumber bacaan lain sesuai dengan minat dan bidang keilmuan yang ditekuni; c) proaktif menjadi hubungan dan komunikasi dengan banyak orang mengenai pengalaman keberhasilan dan cara-cara mereka belajar; d) mengamati dan mengantisipasi trend yang terkait dengan bidangnya; e) mempersiapkan diri untuk menyongsong masa depan; dan f) melakukan uji coba dengan gagasan baru.

Sedangkan pada tipe pembelajar seumur hidup selalu akan mengalami tahapan pembelajaran yang menyesuaikan dengan tuntutan situasi dan kondisi yang selalu berkembang.

Makna sikap pembelajar dalam konteks penelitian ini adalah sebagai kesadaraan individu yang memiliki minat, bakat dan kemampuan untuk selalu mengembangkan diri agar dapat berinteraksi secara efektif dan efisien dengan tuntutan kebutuhan dan perkembangan zaman sekarang. Perubahan paradigma pembelajar berpusat pada peserta didik yang memiliki keragaman minat dan potensi serta konsekuensi keaktifan dalam proses pembelajaran (Ari Setyorini 2011; Rozak 2017). Hanya saja peserta didik yang bertipe pembelajar biasanya memiliki kemampuan lebih dalam menunjukkan perilaku aktif kreatif dalam menjalani proses pembelajaran. Biasanya tipe pembelajar selalu mengalami tahapan pembelajaran secara normal, agar semangat pembelajar ini tumbuh dalam diri peserta didik, maka upaya yang dapat dilakukan pendidik diantaranya yaitu; bersedia membangun hubungan

98 positif dengan peserta didik dan memerankan peran yang tepat dalam proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik. Pendidik harus berusaha mengembangkan hubungan dan pola komunikasi interpersonal dengan peserta didik secara normal, sehingga peserta didik akan lebih terbuka dan hal tersebut menjadi peluang bagi pendidik untuk membantu peserta didik dalam menumbuhkan semangat pembelajar dengan optimal.