• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAWASAN TAMAN NASIONAL

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

VII. RELASI KEKUASAAN ANTAR PIHAK DAN PENGARUHNYA TERHADAP WUJUD FISIK KAWASAN

7.1. Konversi TNBBS Menjadi Permukiman dan Kebun Kop

Seperti telah diutarakan bahwa penambahan jumlah penduduk secara langsung berdampak pada semakin luasnya perambahan dalam kawasan TNBBS. Terbatasnya lahan usaha tani di dalam kawasan bududaya (berdasarkan data dari Bappeda, kawasan budidaya di Kabupaten Lampung Barat hanya sekitar 23,28 % dan sisanya nerupakan kawasan lindung yang terdiri atas TNBBS dan hutan lindung). Berdasarkan data citra landsat tahun 200-2003, areal yang telah dikonversi menjadi kebun kopi dan komoditi lain mencapai sekitar 28% dari luas keseluruhan TNBBS atau 89.224 Ha. Dari total keseluruhan areal kawasan yang telah dirambah oleh masyarakat dan digunakan untuk kegiatan pertanian, 17 % (55.402 ha) berupa kebun aktif dan 11 % (33.822) kebun tidak aktif, yaitu kebun yang ditinggalkan tetapi pada saat musim panen terkadang masih diambil hasilnya. Kemudian dari total luas kebun yang aktif, 82% (45.657 ha) di dominasi oleh kebun kopi yang ditumpangsarikan dengan lada, kayu, manis, cengkeh, nilam dan tanaman tahunan; 6% berupa kebun damar campur dengan tanaman tahunan, dan 12 % berupa perambahan baru (tanaman muda kopi dan coklat serta ladang padi). Bahkan hampir seluruh areal TNBBS yang berada di sekitar Gunung Sekincau (Resort Sekincau) sudah berubah fungsi menjadi kebun kopi. Diperkirakan pada saat ini, ada sekitar 26.292 KK yang merambah kawasan TNBBS di wilayah Resort Sekincau1).

WWF menyatakan bahwa perambahan yang sekarang terjadi merupakan hasil dari kegiatan perambahan lama sebelum kawasan ditetapkan menjadi taman nasional (< tahun 1982) dan pada era 1982-2000. Sedangkan untuk kegiatan perambahan di atas tahun 2000, digolongkan ke dalam perambahan baru. TNBBS mengungkapkan adanya tiga tipe utama perambahan yaitu perambah musiman , perambah tepi, dan pemukim tetap. Kelompok perambah musiman merupakan perambah yang hanya datang pada saat musim panen kopi

1)

87

saja, dan biasanya merupakan penduduk yang berasal dari luar kecamatan. Kelompok perambah tepi merupakan petani yang bertempat tinggal di dekat kawasan atau di perbatasan taman nasional dan memiliki lahan didalam kawasan. Biasanya perambah ini merupakan kelompok perambah yang “datang pagi pulang sore”. Kelompok pemukim tetap adalah kelompok masyarakat yang memiliki kebun sekaligus tinggal menetap di dalam kawasan. Tabel 19 memperlihatkan luas perambahan dan jumlah perambah TNBBS di Kabupaten Lampung Barat sampai dengan tahun 2008.

Tabel 19. Jumlah Perambah dan Luas Perambahan di Wilayah Resort Sekincau Nama Daerah Jumlah Perambah (KK) Luas (Ha)

Pematang Langgar 886 2.014 Rata Agung 1.599 3.345 Simpang Lunik 1600 2.980 Talang Pemancar 740 1.705 Sekincau 13.093 26.524 Suoh 6.343 8.440 Way Nipah 1.356 2.833

Sumber : Diolah dari berbagai data sekunder

Untuk lebih jelasnya, peta sebaran perambahan kawasan di Kabupaten Lampung Barat dapat dilihat pada Gambar 15. Pada gambar tersebut tampak bahwa Sekincau merupakan wilayah perambahan terluas yang ada di kawasan TNBBS. Luasnya perambahan di Sekincau merupakan proses panjang penguasaan lahan kawasan oleh masyarakat sejak sebelum kawasan tersebut ditetapkan menjadi taman nasional.

Berdasarkan Gambar 16, terlihat bahwa konversi lahan menjadi areal kebun kopi yang terluas terjadi pada tahun sebelum 1972 yaitu seluas 4.230 ha, kemudian terjadi penurunan luasan perambahan baru sehingga hanya sekitar 257 hektar. Hal ini karena intensifnya pengendalian yang dilakukan oleh Balai TNBBS melalui penindakan secara represif terhadap kegiatan perambahan yang dilakukan masyarakat. Tetapi kemudian pada tahun 1997-2000 terjadi penambahan luas perambahan sekitar 1133 hektar. Berdasarkan diskusi dengan

88

staf Balai TNBBS, maka diperkirakan pada saat itu masyarakat membuka lahan kembali karena tuntutan kebutuhan ekonomi.

Perambahan di TNBBS saat ini diperkirakan sudah mencapai 28 persen dari 365.000 Ha luas total kawasan, dengan 39 persen areal yang dirambah itu telah menjadi 'bekas' kebun atau bekas bukaan yang sudah ditinggalkan. Namun 61 persen areal rambahan lainnya, merupakan kebun aktif. Kebun yang telah ditinggalkan, pada umumnya sudah bercampur dengan semak belukar dan kadang-kadang petani masih datang untuk mengambil hasilnya saat panen. Sedangkan bekas bukaan yang ditinggalkan begitu saja banyak yang menjadi semak belukar dan alang-alang. Kebanyakan kebun aktif pada areal rambahan di TNBBS itu dijadikan kebun kopi atau tumpang sari dengan tanaman lain, seperti lada, kayu manis, cengkeh, nilam, damar, atau kakao. Ditemukan fakta, sampai kini perambahan di lokasi tersebut masih terus berlangsung dan belum dapat dihentikan.

Sumber : Balai TNBBS Tahun 2008

89

Sumber : Balai TNBBS (data diolah)

Gambar 16. Perkembangan Luasan Perambahan <1972-2002

Kegiatan perambahan yang terjadi di TNBBS tentu saja berdampak langsung pada kondisi fisik lansekap kawasan TNBBS. Terhitung sejak ditetapkan menjadi kawasan taman nasional pada tahun 1982 sampai dengan tahun 2005, telah terjadi perubahan lansekap kawasan dengan laju deforestasi + 1.000 hektar per tahun. Melalui Gambar 17, Gambar 18, dan Gambar 19 dapat dilihat riwayat perubahan penutupan lahan di TNBBS. Hasil interpretasi citra spot tahun 2005, maka komposisi kawasan TNBBS akibat adanya kegiatan perambahan adalah tutupan hutan alam 243.898 Ha, hutan sekunder 13.252 Ha, deforestasi aktif dengan tanaman dominan kopi 57.089 Ha, kebun damar 5.958 Ha, kebun yang ditinggalkan (semak belukar) campur dengan tanaman tahunan 4.258 Ha dan lahan pertanian berupa kebun dan sawah 1.256 Ha.

Proses perubahan ekosistem hutan alam menjadi ekosistem buatan manusia melalui kegiatan perambahan terjadi melalui beberapa tahapan

90

kegiatan. Karena komoditi kopi merupakan komoditi unggulan di Propinsi Lampung, khususnya di Kabupaten Lampung Barat, maka tahap pertama adalah bahwa lahan hasil perambahan dibuka untuk kegiatan pertanian tanaman kopi, kalau pun ada yang mengkonversi hutan alam menjadi semak belukar pada dasarnya itu merupakan awal kegiatan dalam membentuk kebun campuran. Tahap kedua, kebun campuran dan semak belukar yang tidak sesuai untuk tanaman kopi biasanya digunakan untuk menanam komoditi lain seperti cengkeh, nilam atau diubah menjadi sawah atau ladang. Tahap ketiga, apabila hutan alam yang dikonversi gagal menjadi kebun kopi, hutan campuran, sawah atau ladang, biasanya ditinggalkan menjadi lahan terbuka atau belukar. Lahan terbuka atau belukar juga terbentuk karena adanya kebakaran hutan secara alami.

Alihfungsi kawasan hutan di TNBBS yang berlangsung dalam dua dekade terakhir pada dasarnya dapat dipandang sebagai wujud fisik dari relasi kekuasaan balai taman nasional dengan masyarakat. Pada sub bab selanjutnya berikut ini dipaparkan telaahan atas relasi kekuasaan yang dimaksud.

7.2. Pandangan dan Sikap Balai Besar TNBBS Terhadap Permukiman dan