• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluso (2003) mengartikan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu (the ability to derive benefits from things). Definisi ini lebih luas dari pengertian klasik tentang properti, yang didefinisikan sebagai – hak untuk memperoleh manfaat dari sesuatu (“the right to benefit from things”). Akses dalam definisi Peluso mengandung makna “sekumpulan kekuasaan” (“a

bundle of powers”) berbeda dengan properti yang memandang akses

sebagai“sekumpulan hak” (“a bundle of rights”). Kekuasaan, menurut Peluso, terdiri atas elemen-elemen material, budaya dan ekonomi-politik yang berhimpun sedemikian rupa membentuk “bundel kekuasaan” (bundle of powers) dan “jaring kekuasaan” (web of powers) yang kemudian menjadi penentu akses ke sumber daya. Implikasi dari definisi Peluso ini adalah bahwa kekuasaan yang inheren terkandung di dalam dan dipertukarkan melalui berbagai mekanisme, proses dan relasi sosial akan mempengaruhi kemampuan seseorang atau institusi untuk memperoleh manfaat dari sumber daya. Mengingat elemen-elemen material, budaya, ekonomi dan politik tidak statis, maka kekuasaan dan akses yang terbentuk ke sumberdaya juga berubah-ubah menurut ruang dan waktu. Dengan kata lain individu dan institusi mempunyai posisi yang berbeda-beda dalam relasinya dengan sumberdaya pada ruang dan waktu yang berbeda.

Individu dan institusi yang menguasai akses terhadap sumberdaya, berusaha untuk selalu memelihara posisi dan keberadaannya agar tetap memiliki kontrol dalam mengakses sumberdaya tersebut. Analisis akses akan membantu kita untuk memahami mengapa beberapa individu atau institusi mengambil manfaat dari sumberdaya, baik memiliki hak atau pun tidak memiliki hak dalam mengakses sumberdaya tersebut. Hal ini merupakan perbedaan yang mendasar antara analisis akses dan properti. Jika dalam studi properti ditelaah relasi properti utamanya yang berkenaan dengan klaim atas hak, maka dalam studi tentang akses ditelaah relasi kekuasaan untuk memperoleh manfaat dari sumber daya, namun tidak terbatas pada relasi properti.

22

2.6.1. Teori Akses: Meletakkan Hak Milik pada Tempatnya

Salah satu penulis memberikan pandangan bahwa hak milik merupakan hak yang berdasarkan atas wewenang dan sanksi hukum; pandangan lain menyatakan bahwa hak merupakan sesuatu yang muncul secara alamiah (hak alamiah). Meskipun kedua pandangan tersebut sepintas tampak bertentangan namun pada dasarnya keduanya saling mendukung dan berkorelasi membentuk suatu doktrin yang disebut dengan hak milik

Apa itu hak milik (property right)? 1849 (Proudhon 1993:13)

Lebih dari 150 tahun setelah istilah ini dikemukakan, Proudhon mulai untuk mempertanyakan bagaimana melakukan analisa terhadap hak milik. Di dalam teori akses, terdapat perbedaan batasan dari property itu sendiri., dimana terdapat beberapa perbedaan kunci antara kedua terminology tersebut.. Kita menggambarkan akses sebagai kemampuan untuk memperoleh manfaat dari sesuatu. Macpherson (1978) dalam Peluso (2003) mengidentifikasi bahwa hak milik merupakan "... suatu hak dimana seseorang dapat mempergunakan sumberdaya atau mengambil manfaat dari sumberdaya tersebut…”. Suatu hak dapat dilaksanakan jika diakui dan didukung oleh masyarakat, hukum, dan adat kebiasaan. Istilah "manfaat" secara umum memiliki makna yang sama baik pada definisi hak milik dan akses. Teori hak milik dan akses sama-sama membahas bagaimana hubungan para aktor/individu dalam memperoleh manfaat dari sumberdaya serta posisi/kedudukan mereka terhadap sumberdaya tersebut. Manfaat dari sumberdaya sangatlah penting bagi individu, institusi, dan masyarakat dalam mempertahankan hidup dan untuk itu mereka saling berinteraksi satu sama lain membentuk kerjasama atau bahkan kompetisi di dalam upaya mendapatkan sumberdaya yang bersangkutan.

Perbedaan mendasar antara akses dan hak milik adalah pada istilah "kemampuan (ability)" dan "hak (right)". Kemampuan menggambarkan suatu kekuasaan, yang bermakna: 1) kapasitas para aktor dalam menguasai dan mempengaruhi orang lain, dan 2) kekuasaan tidak hanya dipandang sebagai kemampuan dalam memberikan pengaruh terhadap orang lain. Kekuasaan pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dan selalu muncul sebagai konsekuensi dari proses interaksi sosial, dimana satu sama lain berusaha untuk saling

23

mempengaruhi. Peraturan yang terbentuk dari kekuasaan dapat meyakinkan orang untuk bertindak sesuai dengan aturan tanpa adanya paksaan (Foucault 1978a, 1979 dalam Peluso 2003).

Akses adalah segala sesuatu yang mungkin digunakan oleh individu dalam memperoleh manfaat dari sumbedaya. Hak milik secara umum didapat dari pengakuan social ataupun diperoleh dari pengakuan yang bersumber peraturan dan kesepakatan yang telah diketahui besama baik dalam bentuk hokum, perjanjian, ataupun adat kebiasaan. Pemilik hak menikmati keberadaannya dalam tingkatan sosial yang memilki kemampuan untuk mengakses sumberdaya. Hak biasanya selalu berasosiasi dengan hukum, kebiasaan, dan konvensi tetapi tidaklah selalu sepadan keberadaannya. Akses secara tidak langsung dapat merupakan aktivitas yang dilakukan oleh individu walaupun tidak sesuai dengan hak miliknya dan atau norma sosial serta kesepakatan yang ada.

Hampir sebagian besar literatur yang berkembang dalam lingkup hak milik bersama dan penguasaan sumberdaya menunjukkan bahwa hukum (baik lisan atau tulisan, resmi atau tidak resmi) tidak sepenuhnya menggambarkan secara jelas semua bentuk dan jalan yang digunakan individu, institusi, atau organisasi dalam mengakses sumberdaya dalam kondisi yang kompleks dan jaring kekuasaan yang tumpang tindih diantara para aktor tersebut.

Dalam beberapa dimensi akses, akan dibahas secara mendalam atau melihat secara lebih luas studi mengenai hak kepemilikan (property). Hak milik dalam sebagian besar literatur cenderung dihubungkan pada istilah “kepemilikan”, tetapi hal tersebut telah berubah secara drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan istilah “relasi hak milik” dan “penguasaan” hanya mengkaji hubungan sumberdaya kepemilikan dan kendali hukum yang dijalankan oleh institusi sosial terkadang memiliki posisi lebih besar peranannya dibandingkan hak kepemilikan yang diatur oleh hukum negara. Membahas konsep hak milik dan penguasaan untuk menempatkan hak milik dalam akses merupakan satu set dari gabungan faktor dalam aras yang luas didalam institusi, hubungan sosial politik dan ekonomi, dan membentuk jaring yang kompleks dan tak beraturan dalam membentuk aliran manfaat sumberdaya. Beberapa kegiatan

24

dalam mengakses sumberdaya terkadang tidak sah atau tidak terlegitimasi hukum yang berlaku (ilegal). Karenanya, analisis akses harus memperhatikan hak milik secara holistik, termasuk tindakan ilegal, hubungan hasil, hubungan kepentingan, dan sejarah terjadinya akses itu sendiri (Peluso, 2003).

Berdasarkan uraian di atas maka teori akses dapat digunakan untuk: 1) mengidentifikasi dan memetakan aliran manfaat dari sumberdaya; 2) mengidentifikasi mekanisme para aktor berbeda dalam mengendalikan dan memelihara aliran manfaat beserta distribusi dari sumberdaya yang diakses; dan 3) menganalisis hubungan kekuasaan yang mendasari mekanisme akses yang melibatkan para aktor dalam memperoleh manfaat dari sumberdaya. Analisa akses terhadap sumberdaya pada awalnya membutuhkan identifikasi manfaat yang diperoleh dari sumberdaya yang diakses (Peluso, 2003).

2.6.2. Mekanisme Akses

Di dalam mekanisme akses, terdapat dua kategori dasar perilaku dan tindakan individu dalam memperoleh manfaat dari sumberdaya, yaitu 1) mekanisme akses secara legal berdasarkan hak kepemilikannya (berkesesuaian dengan hokum, kesepakatan, ataupun norma socsal), dan 2) mekanisme akses secara ilegal atau tidak sah.

a. Akses yang Berdasar Atas Hak Milik (Legal Access)

Legal akses terbentuk ketika kemampuan para aktor dalam mengakses manfaat atas sumberdaya berkesesuaian dengan peraturan, kesepakatan, dan adat kebiasaan yang pada saat ini disebut sebagai milik (property) (MacPherson, 1978 dalam Peluso, 2003). Hak tersebut dimiliki oleh para pemegang hak yang dilegitimasi oleh komunitas sosial, pemerintah dan bentuk konvensi lainnya yang muncul dalam kerangka pengakuan hak/klaim. Hukum dasar dari hak milik ini memberikan akses kepada individu untuk melakukan apapun dalam memanfaatkan sumberdaya, sampai memindahtangankan sumberdaya tersebut kepada orang lain. Hanya saja, bentuk legal akses yang berdasarkan pada aturan sosial atau kesepakatan biasanya tidak secara kuat mengikat dan memaksa para aktor untuk mengikuti mekanisme yang legal dalam memperoleh manfaat dari sumberdaya.

25

Namun terkadang kebijakan atau peraturan yang ada tidak secara jelas menggambarkan batasan kekuaaan para aktor dalam mengakses sumberdaya, sehingga pada akhirnya akan bermuara pada konflik. Sebagai contoh,hal ini dapat ditemukan dalam bentuk pengelolaan sumberdaya secara bersama dimana batasan hak dan akses tidak jelas. Atas nama desentralisasi atau partisipasi, pendekatan manajemenen kolaborasi yang didasarkan pada pelibatan masyarakat di dalam pengelolaan sumberdaya ternyata tidak berhasil mengakomodir hak penduduk local di sekitar hutan dalam mengakses sumberdaya hutan (Sundar dan Baviskar 2001 dalam Peluso, 2003). Sehingga peraturan yang legal yang mengatur akses pada akhirnya tidak memberikan hak masyarakat lokal dan menjadikan sumberdaya negara dalam hal ini hutan menjadi close access bagi masyarakat atau masyarakat dipaksa untuk tunduk pada aturan yang telah ditetapkan.

b. Akses Ilegal (Illegal Access)

Ilegal akses merupakan suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu dalam memperoleh manfaat dari sumberdaya yang bertentangan dengan peraruran ataupun kesepakatan yang telah ditentukan. Illegal akses biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, tidak sesuai dengan kaidah atau dilakukan secara terpaksa karena terbatasnya ruang dalam mengakses sumberdaya. Tujuannya adalah untuk mengendalikan, memelihara dan mengontrol akses terhadap sumberdaya. Ilegal akses terbentuk dari berbagai macam sumber misalnya karena adanya paksaan terhadap suatu kelompok masyarakat dan membatasi mereka dalam mengakses sumberdaya, biasanya bila tidak dikendalikan akan menimbulkan konflik dan berujung pada kekerasan, karena masing-masing pihak berusaha untuk mempertahankan keberadaannya dalam mengakses sumberdaya (Peluso, 2003).