• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi CPUE dengan Kondisi Hidro-oseanografi Selatan Jawa Korelasi antara kondisi oseanografis di Selatan Jawa, dilakukan antara

DAFTAR LAMPIRAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rumpon ( Fish Aggregating Device ) dan Kondisi Hydro-oseanografi di Area Fishing Ground

4.1.5 Korelasi CPUE dengan Kondisi Hidro-oseanografi Selatan Jawa Korelasi antara kondisi oseanografis di Selatan Jawa, dilakukan antara

0 50000 1E5 1.5E5 2E5 2.5E5 3E5 3.5E5 (a) (b)

Gambar 17 Spektrum densitas energi CPUE periode tahun 2005-2010; (a) metode FFT; (b) metode Wavelet.

4.1.5 Korelasi CPUE dengan Kondisi Hidro-oseanografi Selatan Jawa Korelasi antara kondisi oseanografis di Selatan Jawa, dilakukan antara sebaran temporal suhu permukaan laut, klorofil-a dengan CPUE. Sedangkan hubungan antara suhu menegak dan konsentrasi DO tidak dilakukan, karena dari hasil penelitian ini tidak diperoleh hasil tangkapan berdasarkan kedalaman dari perairan di fishing ground. Korelasi antara suhu permukaan laut,

konsentrasi-a dengan CPUE total dilakukan dengan analisis spektral dan deret waktu digunakan untuk menentukan periode fluktuasi dan nilai puncak densitas energi dari fluktuasi sebaran suhu, klrorofil-a dan CPU, sehingga dapat dilihat pola korelasinya. Gambaran mengenai pola fluktuasi antara variabel tersebut di sajikan pada Gambar 18.

Gambar 18 Sebaran temporal suhu permukaan laut (SST), klorofil-a, dan CPUE tahun 2005-2010.

Dari Gambar 18, diperoleh gambaran bahwa berdasarkan analisis spektral dan deret waktu di atas menunjukkan bahwa antara SST, klorofil-a dan CPUE mengalami fluktuasi yang sama. Fluktuasi terjadi setiap periode 12 bulan dan setiap 6 bulan ada periode puncak dan bawah. Kejadian dari fluktuasi tersebut memiliki pola yang sama dari tahun 2005 hingga tahun 2010. Periode yang nyata dari ke tiga variabel tersebut terjadi pada waktu yang relatif bersamaan, yaitu pada bulan Januari 2005 hingga 2006, SST secara gradual naik, pola ini diikuti dengan naiknya konsentrasi klorofil-a, puncaknya pada sekitar bulan Maret, selanjutnya menurun secara gradual hingga bulan Juli. Pada bulan Juli terjadi limit bawah dan mengikuti deret waktu menaik kembali hingga bulan Oktober, dan perlahan menurun kembali pada bulan Februari tahun 2006. Sebaliknya untuk CPUE pada saat SST naik, CPUE Madidihang menurun. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa CPUE dan klorofil-a berkorelasi negatif dengan SST, sedangkan konsentrasi klorofil-a dengan CPUE berkorelasi positif. Hal ini akan lebih jelas pada pengujian

korelasi silang antara CPUE dengan sebaran klorofil-a, CPUE dengan SST, dan SST dengan klorofil-a.

Fluktuasi dari ketiga variabel tersebut seiring dengan pola musim musim yang terjadi di perairan selatan Jawa, khususnya di Jawa Timur. Angin muson tenggara (Juni-Agustus) membawa udara kering dan dingin dari Benua Australia menyebabkan suhu permukaan laut di selatan Jawa Timur cenderung lebih dingin dibandingkan pada musim angin muson barat laut, serta terjadinya upwelling di selatan Jawa Timur yang membawa massa air lapisan bawah yang lebih dingin ke permukaan. Pada saat terjadinyta upwelling tersebut, banyak unsur hara yang terbawa ke permukaan perairan, sehingga biomassa fitoplankton, konsentrasi klorofil-a meningkat. Sebaliknya pada saat angin muson barat laut (Desember-Februari) udara hangat dan lembab dari Benua Asia menyebabkan suhu permukaan laut di selatan Jawa lebih hangat. Selain itu, massa air Arus Pantai Jawa (APJ) yang bergerak ke timur membawa massa air hangat dari bagian tropis di barat Samudera Hindia. Dengan demikian, sebaran konsentrasi klorofil-a di selatan Jawa Timur berkaitan dengan proses upwelling dan downwelling. Pada saat upwelling di musim timur konsentrasinya cenderung meningkat dan sebaliknya menurun pada saat downwelling di musim barat, sehingga dalam periode satu tahun akan meningkat pada pertengahan tahun dan selanjutnya menurun pada awal tahun. Sebaran temporal CPUE menunjukkan pola yang serupa dengan pola konsentrasi klorofil-a di selatan Jawa walaupun berbeda intensitasnya. Hal ini diduga berkaitan dengan tingginya kelimpahan ikan kecil yang merupakan mangsa Madidihang di rumpon sebagai fishing ground. Dengan demikian, secara umum variasi tahunan suhu permukaan, klorofil-a dan CPUE adalah mengikuti pola angin muson, yaitu pada musim timur dimana suhu permukaan laut menurun dan konsentrasi klorofil-a meningkat, jumlah hasil tangkapan (CPUE) Madidihang juga meningkat, dan sebaliknya pada musim barat dimana suhu permukaan laut meningkat dan konsentrasi klorofil-a menurun, jumlah hasil tangkapan (CPUE) Madidihang menurun.

4.1.5 .1 Korelasi Silang CPUE dengan Suhu Permukaan Laut

Dalam melakukan korelasi silang, parameter suhu permukaan laut dijadikan variabel bebas (x) dan CPUE dianggap variabel tak-bebas (y). Hasil analisis korelasi silang disajikan pada Gambar 19.

Gambar 19 Hasil korelasi silang antara suhu permukaan laut dan CPUE di selatan Jawa periode 2005-2010 menggunakan metode Wavelet. Dari Gambar 19 dapat dilihat bahwa koherensi antara SST dengan CPUE Madidihang, fluktuasi suhu permukaan laut dan CPUE berkorelasi pada periode 12 bulan pada waktu antara bulan Maret 2006 sampai dengan Maret 2010. Nilai koherensi pada periode 12 bulan adalah 0.76. Beda fase antara kedua fluktuasi adalah tan-1 2.59. Hal ini berarti bahwa fluktuasi suhu permukaan laut mendahului fluktuasi CPUE Madidihang pada periode satu tahunan dengan beda fase 69 hari. Hasil korelasi silang antara suhu permukaan laut dan klorofil-a dengan CPUE Madidihang di perairan selatan Jawa disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil korelasi silang suhu permukaan laut dan klorofil-a di perairan selatan Jawa 2005-2010 Korelasi silang Periode fluktuasi (bulan) Koherensi Beda fase (/tan) hari

Suhu permukan laut dan CPUE 12 0.76 2.59 69

Klorofil-a dan CPUE 12 0.72 -0.51 27

4.1.5 .2 Korelasi Silang Klorofil-a dengan CPUE

Berdasarkan hasil analisis spektoral dan deret ukur sebagaimana di uraikan sebelumnya, bahwa konsentrasi klorofil-a berkorelasi positif dengan CPUE Madidihang di perairan selatan Jawa timur pada tahun 2005 hingga tahun 2010. Hasil analisis tesebut, dipertegas oleh hasil korelasi silangnya yang memiliki nilai sebesar 0.72 dan fluktuasinya berkorelasi pada periode 12 bulan dengan beda fase antara kedua fluktuasi tersebut adalah tan-1 -0.51 (Tabel 10). Hal ini berarti bahwa fluktuasi CPUE sebagai variabel terikat (y) mendahului fluktuasi klorofil-a (x) dengan beda fase 27 hari. Artinya fluktuasi CPUE ikan tuna mendahului sekitar 27 hari sebelum terjadinya fluktuasi konsentrasi klorofil-a. Hasil korelasi klorofil-a dan CPUE di perairan selatan Jawa disajikan pada Gambar 20.

Gambar 20 Hasil korelasi silang antara klorofil-a dengan CPUE di selatan Jawa periode 2005-2010 menggunakan metode Wavelet.

Untuk menegaskan adanya pola hubungan yang positif antara CPUE dengan konsentrasi klorofil-a, maka dilakukan regresi sederhana antara ke dua parameter tersebut. Hasil regresi sederhana antara SST dan klorofil-a dengan CPUE tersaji pada dan antara klorofil-a dengan CPUE pada Gambar 21.

Dari Gambar 21 menunjukkan bahwa meningkatnya suhu permukaan laut pada suhu tertentu, akan diperoleh hasil tangkapan (CPUE) yang makin rendah (r=-0.21). Penurunan tersebut mengikuti persamaan garis dari hasil regresi sederhana antara suhu permukaan laut dengan CPUE Madidihang di perairan Selatan Jawa, adalah CPUE= 1185-26.09SST. Sebaliknya untuk konsentrasi klorofil-a, pada saat konsentrasi klorofil-a meningkat, maka akan

diikuti oleh peningkatan hasil tangkapan (r=0.56), peningkatan yang diperoleh akan mengikuti persamaan matematik CPUE = 457.17+21.99 Chl .

Korelasi antara suhu permukaan laut dan CPUE di selatan Jawa periode 2005-2010 cpue = 1185.0 - 26.09 * SST Correlation: r = -.2123 24 25 26 27 28 29 30 SST 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 cp ue 95% confidence

Korelasi antara klorofil-a dan CPUE di selatan Jawa periode 2005-2010 cpue = 457.17 + 21.999 * chlo Correlation: r = .05536 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 chlo 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 cp ue 95% confidence

Gambar 21 Hubungan antara suhu permukaan laut dengan CPUE

Madidihang (a) dan klorofil-a dengan CPUE (b) di selatan Jawa periode 2005-2010.

Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana dan korelasi silang antara kedua parameter tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan hasil tangkapan (CPUE) Madidihang di fishing ground akan meningkat 21 hari kemudian, setelah terjadinya puncak kelimpahan klorofil-a, sedangkan koherensi CPUE dengan suhu permukaan laut, adalah hasil tangkapan akan meningkat setelah 69 hari berakhirnya puncak fluktuasi suhu permukaan laut di perairan selatan Jawa, khususnya di wilayah Jawa Timur dengan titik koordinat 110-114° BT dan 9-11° LS. Meningkatnya klorofil-a merupakan indikator melimpahnya fitoplankton di perairan yang menjadi makanan zooplankton yang merupakan makanan ikan kecil lainnya, seperti udang, teri, lemuru dan ikan lainnya. Ikan teri dan udang tersebut merupakan makanan yang paling disukai oleh Madidihang, terutama pada fase juvenil. Fase juvenil menghabiskan sebagian besar hidupnya di lapisan campuran dengan kisaran suhu 24º-30ºC (Conand dan Richards 1982).

4.2 Aspek Produksi, Biologi Madidihang dan Kaitannya dengan Kondisi