• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kuasi-reorganisas

Dalam dokumen 3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren (Halaman 61-66)

2.10. Perubahan Laba Ditahan

2.10.4. Kuasi-reorganisas

Kuasi organisasi biasanya dilakukan dalam hal terjadinya suatu defisit. PSAK No. 51 Pasal 9 mendeskripsikan pengertian kuasi-reorganisasi sebagai berikut:

Kuasi-reorganisasi adalah reorganisasi, tanpa melalui reorganisasi secara hukum yang dilakukan dengan menilai kembali akun-akun aktiva dan kewajiban pada nilai wajar dan mengeliminasi saldo defisit.

Selanjutnya ditegaskan bahwa kuasi-reorganisasi merupakan prosedur akuntansi yang mengatur perusahaan untuk merestrukturisasi ekuitasnya dengan menghilangkan defisit dan menilai kembali seluruh asset dan kewajbannya, tanpa melalui reorganisasi secara hukum. Dengan mekanisme ini, diharapkan perusahaan dapat meneruskan usahanya secara lebih baik seperti baru mulai (fresh start) dengan modal yuridis baru tanpa dibebani defisit (Suwardjono, 2010:550).

Paton dan Littleton (1970) menyebutkan bahwa kalau terjadi defisit, tidak perlu segera diserap oleh modal setoran. Defisit dapat dianggap sebagai kontra jumlah modal setoran dengan harapan operasi perusahaan di masa mendatang dapat menutup atau menghilangkan defisit tersebut. Akan tetapi, kalau defisit tersebut berkelanjutan dan perusahaan terus mendapat rugi, tidak ada jalan lain kecuali mengadakan kuasi-reorganisasi agar secara yuridis perusahaan dianggap sehat dan dapat membagi dividen. Proses kuasi-reorganisasi biasanya terdiri atas langkah-langkah berikut :

1. Aset dan kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau nilai wajar pada saat reorganisasi.

2. Modal setoran lain atau agio saham (paid in capital in excess of par) harus ditentukan jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup defisit. Bila sudah cukup besar maka defisit dapat langsung dikompensasi dengan agio modal saham ini. Kalau tidak cukup, nominal saham atau nilai yuridis saham harus diturunkan atau dimintakan kesediaan dari pemegang saham untuk menutup defisit dengan mendonasikan sebagian modal sahamnya (ini berarti sebagian modal saham dilikuidasi tanpa kompensasi apapun kepada pemegang saham). 3. Saldo debit laba ditahan (defisit) dieliminasi dengan cara mendebit

agio/premium modal saham (Suwardjono, 2010:550).

Setelah kuasi-reorganisasi, laba ditahan tentunya akan bersaldo nol dan mungkin masih terdapat sisa agio modal saham. Statment keuangan untuk tahun terjadinya kuasi-reorganisasi harus mengungkapkan rincian jumlah yang membentuk struktur modal yang baru (misalnya hasil penilaian kembali asset dan kewajiban, agio/premium yang diciptakan, dan besarnya defisit yang diserap). Laba ditahan sebelum reorganisasi tidak dapat diteruskan lagi dan laba ditahan dalam neraca setelah reorganisasi harus diberi tanggal. Artinya, harus ditunjukkan bahwa kalau terjadi laba ditahan maka laba ditahan tersebut terbentuk setelah tanggal reorganisasi. Pengungkapan ini harus dilakukan sampai informasi tersebut tidak cukup signifikan untuk diungkapkan. Accounting Research Buletin (ARB) No. 46 Paragraf 2 menyebutkan bahwa pemberian tanggal tersebut harus berlangsung paling tidak 10 tahun kecuali keadaan menjustifikasi untuk mengungkapkan hal tersebut kurang dari waktu tersebut (Suwardjono, 2010:551).

Dewan Standar Akuntansi menegaskan bahwa kuasi-reorganisasi bukan sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi keuangan yang lebih baik tetapi juga cara untuk menyelamatkan perusahaan yang terbebani defisit yang material padahal perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik. Kalau prospek memang tidak baik, defisit merupakan kegagalan perusahaan dan kepailitan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu Dewan Standar Akuntansi menetapkan

syarat-syarat perusahaan yang dapat melakukan kuasi-reorganisasi yaitu (PSAK No. 51, Pasal 11):

(a) Perusahaan mengalami defisit dalam jumlah yang material.

(b) Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang baik pada saat kuasi-reorganisasi dilakukan.

(c) Perusahaan tidak sedang menghadapi permohonan kepailitan. (d) Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku.

(e) Saldo ekuitas sesudah kuasi-reorganisasi harus positif (Suwardjono, 2010:551).

2.10.4.1. Pengaruh Defisit terhadap Kreditor

Setiap defisit akan mengurangi batas perlindungan (margin of protection) yang sebelumnya dinikmati oleh kreditor perseroan dan tingkat pengurangan ini akan menjadi makin berpengaruh kalau defisit semakin besar. Kalau laba ditahan jumlahnya cukup untuk menyerap rugi tertentu maka tidak akan timbul defisit ditinjau dari segi neraca meskipun posisi kreditor menjadi kurang terjamin dibandingkan dengan posisi sebelum terjadinya rugi. Kalau rugi melebihi laba ditahan jaminan kreditor mula-mula yang berupa ekuitas pemegang saham menjadi berkurang. Kalau sebagian ekuitas pemegang saham telah disisihkan sebagai agio saham cukup untuk menyerap sisa rugi, maka jaminan penyangga bagi kreditor akan terpengaruh juga. Kalau modal saham yuridis harus dikurangi untuk membentuk agio yang cukup untuk menyerap defisit maka jelaslah ada pengerutan elemen jaminan penyangga total mula-mula (original margin) yang menjadi dasar utama kepercayaan kreditor dalam menanamkan dananya (Suwardjono, 2010:551-552).

Proses pengurangan modal saham yuridis untuk menyerap defisit akan mendekatkan posisi perusahaan pada garis batas yang menandai timbulnya hak kreditor yaitu hak yang berkaitan dengan kesulitan keuangan (insolvency) debitor. Arti pentingnya proses kuasi-reorganisasi akan sangat berpengaruh terhadap kreditor bilamana ada petunjuk bahwa defisit secara berangsur-angsur menjadikan jaminan penyangga bagi kreditor habis. Itulah sebabnya Dewan Standar

Akuntansi menetapkan bahwa hanya perusahaan yang prospeknya baik dapat melakukan kuasi-reorganisasi (Suwardjono, 2010:552).

Yang jelas kuasi-reorganisasi tidak akan dilakukan kalau laba ditahan masih dapat menyerap defisit. Bila kuasi-reorganisasi dilakukan padahal masih terdapat laba ditahan, kuasi-reorganisasi semacam ini dapat menimbulkan distribusi asset sebagai dividen padahal sebenarnya asset tersebut merupakan jaminan bagi kreditor untuk pinjaman yang ditanamkan. Dengan kata lain, perusahaan mengumumkan deviden dengan membebankannya terhadap modal pemegang saham yang menjadi batas perlindungan kreditor (Suwardjono, 2010:552).

Kuasi-reorganisasi yang memenuhi syarat tidak dengan sendirinya merugikan kreditor. Seperti juga pemegang saham, kreditor akan lebih dirugikan oleh adanya rugi daripada oleh fleksibilitas penyesuaian modal. Akan tetapi, dengan cara pengungkapan yang bagaimanapun, membiarkan laba ditahan tetap utuh sementara rugi diserap dengan modal setoran merupakan perlakuan yang menyesatkan bagi semua pihak yang berkepentingan (Suwardjono, 2010:552). 2.11. Penyajian Modal Pemegang Saham

Urutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan dilikuidasi. Dalam terjadi defisit, urutan penyajian menggambarkan urutan penyerapan rugi (sequence of charges) sedangkan dalam kondisi likuidasi urutan penyajian menggambarkan urutan perlindungan yuridis (legal sequence of protection) bagi para penyedia dana dalam hal terjadi likuidasi. Jadi, berbagai hak atas asset disajikan atas dasar urutan siapa dahulu yang memikul rugi dalam hal terjadi defisit dan siapa dahulu menerima distribusi asset dalam hal terjadi likuidasi (Suwardjono, 2010:552). 2.11.1. Urutan Penyerapan Rugi

Secara umum yang telah dikorbankan (expired) menjadi biaya akan diserap melalui aliran pendapatan kotor. Hal ini berkaitan pada umumnya dengan

pengakuan biaya atas dasar konsumsi manfaat (consumption of benefit) dalam kondisi operasi normal. Dalam hal terjadi pengorbanan kos akibat hilangnya manfaat menjadi rugi, rugi tersebut akan diserap dahulu melalui laba bersih dan hanya dalam keadaan yang sangat khusus maka kos tersebut dapat diserapkan oleh kelompok modal pemegang saham. Jadi, urutan penyerapan biaya, rugi, dan rugi luar biasa (sequence of charges) dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Pendapatan kotor. Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan debit/beban (charges) yang berasal dari transaksi nonpemilik.

2. Laba bersih. Hal ini akan terjadi pendapatan kotor tidak cukup untuk menutup semua kos terhabiskan (expired cost) baik yang berasal dari konsumsi manfaat maupun hilangnya manfaat (misalnya rugi luar biasa). Bila digunakan pendekatan laba komprehensif, laba bersih akan menjadi laba komprehensif. 3. Laba ditahan. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila laba bersih periode

berjalan tidak cukup untuk menyerap suatu rugi tertentu atau rugi luar biasa. 4. Premium modal saham. Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi kalau

laba ditahan dan laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu rugi. Dengan kata lain, modal saham harus tetap dijaga keutuhannya sampai premium modal saham benar-benar telah habis.

5. Modal saham. Bila keutuhan modal yuridis telah terpengaruh secara substansial, kebijakan untuk melakukan kuasi-reorganisasi atau bahkan likuidasi perusahaan mungkin diperlukan (Suwardjono, 2010:553).

Urutan penyerapan rugi seperti diatas sebenarnya merupakan asumsi atau tradisi semata-mata walaupun hal tersebut dapat dikuatkan dalam bentuk standar akuntansi. Hal ini didasarkan pada pikiran bahwa berbagai dana yang ditanamkan menjadi aset perusahaan akan lebur menjadi begitu lumatnya menjadi satu kesatuan aset. Jika demikian, rugi timbul akibat keseluruhan kegiatan yang didanai dari berbagai sumber. Oleh karena itu, sebenarnya tidak mungkin lagi menyatakan bahwa rugi berkaitan dengan sumber dana tertentu (laba bersih, laba ditahan, atau modal) (Suwardjono, 2010:553).

Walaupun demikian, atas dasar sifat pendanaan (financing dan operasi perusahaan serta penekanan konsep kontinuitas, cukup valid untuk menganggap

bahwa dalam kelompok modal pemegang saham, modal saham atau yuridis adalah bagian terakhir (residual) dalam kaitannya dengan penyerapan rugi (Suwardjono, 2010:553).

Penempatan laba bersih di atas laba ditahan untuk menyerap rugi dilandasi oleh alasan untuk mencegah kecenderungan manajemen untuk melaporkan rugi secara terpisah dari statment laba-rugi dan langsung membebankan ke kelompok modal pemegang saham. Alasan tersebut juga menjadi argumen untuk memunculkan konsep laba komprehensif. Dengan konsep ini, semua rugi dalam bentuk dan jenis apapun dimasukkan dalam statment laba-rugi tahun terjadinya atau tahun dapat diakuinya rugi tersebut (Suwardjono, 2010:554).

Urutan penyerapan rugi seperti diatas juga dapat diapndang sebagai urutan menikmati untung. Dengan demikian, semua untung luar biasa (selain yang timbul akibat transaksi saham perusahaan) harus dimasukkan sebagai unsur dalam mengukur laba bersih sebelum dipindahkan ke laba ditahan. Kalau laba luar biasa langsung ditambahkan ke laba ditahan dikhawatirkan bahwa pengaruhnya terhadap laba akan terlewatkan. Oleh karena itu, tidak selayaknyalah kalau untung langsung ditambahkan ke laba ditahan atau premium modal saham tanpa melalui statment laba-rugi (Suwardjono, 2010:554).

Dalam dokumen 3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren (Halaman 61-66)

Dokumen terkait