• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saham Treasur

Dalam dokumen 3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren (Halaman 42-47)

2.9. Penurunan Modal Setoran

2.9.1. Saham Treasur

Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali untuk sementara menjadi saham treasuri. Beberapa alasan perusahaan melakuka penarikan kembali saham sebagai saham terasuri adalah :

1. Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program opsi saham. Dengan penggunaan saham treasuri dalam program opsi saham. Proporsi pemilikan saham yang masih beredar tidak berkurang dibandingakan kalau digunakan saham baru.

2. Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi penggabungan usaha (Suwardjono, 2010:535).

Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah:

1. Penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan laba ditahan.

2. Pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual kembali.

Mengenai hal ini ada dua pendekatan yaitu konsep satu trasaksi atau konsep dua transaksi (Suwardjono, 2010:535).

2.9.1.1. Konsep Satu-Transaksi

Konsep ini juga disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang dibayarkan dianggap seakan–akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Disebut satu transaksi karena pembelian saham terasuri dan penjualannya kembali dianggap sebagai satu transaksi. Artinya, pembelian dan penjualan dianggap sebagai kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan transaksi saham treasuri tersebut (Suwardjono, 2010:535).

Kalau sahan treasuri ini dijual kembali dengan harga diatas kos maka jelaslah bahwa selisihnya akan menambah agio saham atau mengurangi disagio saham. Denga kata lain selisih dibebankan ke modal setoran lain. Dengan cara ini modal saham (yuridis) akan tetap terpelihara seperti semula (Suwardjono, 2010:535).

Namun, bila saham treasuri dijual kembali dengan harga dibawah kos, bagaimanakah kedudukan selisihnya? Sebagai contoh: seksi ekuitas modal pemengang saham dalam neraca suatu perusahaan pada 1 januari 2005 menunjukkan modal saham Rp. 1.000.000 dan agio saham Rp. 200.000. Dalam tahun 2005 perusahaan mempeoleh kembali 25 % sahamnya sebagai saham

treasuri dengan harga Rp. 400.000 dan kemudian saham tersebut diterbitkan kembali dengan harga Rp.340.000 bagaimana perlakuan terhadap selisih rugi Rp. 60.000? Apakah sebagai likuidasi modal setoran atau pembagian deviden? (Suwardjono, 2010:536).

Alternatif pertama adalah memperlakukan seluruh selisih (60.000) sebagai pengembalian modal setoran dan karenanya harus didebet ke premium atau diskon saham sekelas. Jika dalam hal premium atau diskon saham yang sekelas sudah habis maka selisih tersebut akan dibebankan ke laba ditahan. Dasar pemikiran yang medukung perlakuan ini adalah bahwa substansi lebih penting daripada bentuk (konsep dasar substance over from). Substansi transaksi saham treasuri adalah transfer antara pemegang saham yang satu ke yang lain dengan perusahaan sebagai agen dan cacah saham yang beredar tidak berubah. Secara teoritis distribusi modal setoran ke pemegang saham yang tidak mengubah cacah saham yang beredar tidak selayaknya mempengaruhi laba ditahan (Suwardjono, 2010:536).

Alternatif kedua dilandasi oleh tujuan mempertahankan modal saham atau modal yuridis. Jumlah rupiah selisih dipecah secara proposional atas dasar modal saham dan agio saham sebelum penarikan saham treasuri. Kemudian jumlah yang berkaitan dengan agio saham dibebankan ke agio saham tetapi yang berkaitan dengan modal saham dibebankan di laba ditahan. Dengan demikian modal saham (modal yuridis) tetap utuh. Landasan perlakuan ini adalah peraturan hukum yang mengharuskan modal saham dipertahankan keutuhannya (Suwardjono, 2010:536). Contoh pemecahan selisih dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Komponen modal setoran

Jumlah rupiah Pemecahan selisih untuk 25% Perlakuan dibebankan ke: Modal saham Rp. 1000.000,- 250.000/300.000*Rp. 60.000 = Rp. 50.000 Laba ditahan Agio saham RP. 200.000,- 50.000/300.000*Rp. 60.000 = Rp. 10.000 Agio saham Alternatif ketiga membebankan seluruh selisih ke laba ditahan. Alasan perlakuan ini semata – mata kepraktisan dan konservatisma. Alasan teoritisnya

adalah kalau pembelian dan penjualan dianggap sebagai satu transaksi maka esensi selisih tersebut adalah distribusi asset (semacam dividen) kepada beberapa pemegang saham secara selektif. Modal saham harus tetap dipertahankan keutuhannya. Alasan lain karena laba ditahan harus dipandang sebagai penyangga umum bila tujuan tertentu harus dicapai (dalam hal ini misalnya mempertahankan keutuhan modal saham) (Suwardjono, 2010:536).

Seperti telah dibahas Paton dan Littleton, apabila saham terasuri tidak segera dijual maka kos pembelian tersebut tidak dapat dianggap sebagai asset, tetapi akan diklasifikasikan sebagai pengurang ekuitas pemegang saham secara keseluruhan. Biasanya saham treasury merupakan komponen paling bawah dalam rincian seksi ekuitas pemegang saham. Keberatan terhadap penyajian seperti ini adalah penyajian tersebut dapat memberi kesan yang salah tentang besarnya ekuitas pemegang saham khususnya apabila saham treasuri tersebut akhirnya dianggap likuidasi saham atau dijual dengan harga yang jauh di bawah kos (Suwardjono, 2010:537).

2.9.1.2. Konsep Dua-Transaksi

Pemerolehan kembali saham sebagai saham treasuri dianggap sebagai likuidasi ekuitas pemegang saham sedangkan penjualan kembali saham treasuri dianggap sebagai penerbitan saham baru. Konsep ini disebut dengan pendekatan nilai nominal karena harga penarikan atau penjualan kembali ditandingkan dengan nilai nominal. Selisihnya, baik dalam penarikan atau penjualan dikompensasikan ke modal setoran lain seluruhnya atau sebatas porsi modal setoran lain mula-mula dan selisihnya dikompensasikan ke laba ditahan (Suwardjono, 2010:537). Contoh jurnalnya adalah sebagai berikut :

Pada saat penarikan :

Modal saham ……… 250.000 Agio saham ……….. 150.000

Kas ………. 400.000 Pada saat penjualan :

Modal saham ………. 250.000 Agio saham ……… 90.000

Hasil akhir cara diatas akan sama dengan alternatif pertama dalam pendekatan satu-transaksi. Dapat juga transaksi diatas dicatat sebagai berikut:

Pada saat penarikan:

Modal saham ……… 250.000 Agio saham (50.000 mula – mula + 10.000)……….. 60.000 Laba ditahan ……….. 90.000

Kas ………. 400.000 Pada saat penjualan:

Kas...340.000

Modal Saham... 250.000 Agio Saham (jumlah semula) ...50.000 Laba Ditahan... 40.000 Hasil akhir cara diatas akan sama dengan alternatif kedua dalam pendekatan satu- transaksi. Dapat juga transaksi diatas dicatat sebagai berikut:

Pada saat penarikan:

Modal Saham...250.000 Agio Saham (mula-mula)...50.000 Laba Ditahan...100.000

Kas...400.000 Pada saat Penjualan :

Kas...340.000 Modal Saham...250.000 Agio Saham (jumlah semula)... 50.000 Laba Ditahan...40.000

Cara diatas bertujuan untuk mempertahankan keutuhan ekuitas pemegang saham. Laba ditahan akan berkurang sebesar Rp. 60.000 dan jumlah ini sama dengan selisih antara cos pemerolehan (Rp. 400.000) dan harga jual saham (Rp. 340.000), dengan demikian hasil akhir akan sama dengan alternatif ketiga dalam konsep satu transaksi (Suwardjono, 2010:537-538).

Memang dari segi teknis dan konsep sebenarnya tidak ada perbedaan yang cukup material antara konsep satu-transaksi dan konsep dua-transaksi. Perbedaan sebenarnya justru terletak pada tujuan pemerolehan kembali saham tersebut. Kalau tujuannya adalah untuk menjual kembali saham treasuri kepada karyawan atau pihak khusus lainnya, konsep satu transaksi akan lebih relevan. Akan tetapi, bila tujuan pemerolehan kembali adalah untuk membeli saham para pemengang saham yang tidak setuju dengan kebijakan perusahaan atau untuk melikuidasi jenis saham tertentu maka pendekatan dua transaksi akan lebih mengena karena hal terakhir ini cenderung bermakna likuidasi atau memutus hubungan kepemilikan (Suwardjono, 2010:538).

APB Opinion no 6 memberi keleluasaan untuk memilih cara kedua atau ketiga diatas.Pengaruh bersih dari standar ini adalah diperbolehkannya kapitalisasi laba ditahan dalam transaksi pembelian dan penjulan saham treasuri khususnya kalau harga pembelian lebih tinggi dari pada modal setoran mula-mula (Suwardjono, 2010:538).

Dalam dokumen 3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren (Halaman 42-47)

Dokumen terkait