• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut modal. Untuk perseroan, istilah ekuitas (ekuitas pemegang saham atau stockholders’ equity) lebih merefleksi makna yang ingin dikandungnya. Istilah modal sering digunakan pula sebagai padan kata equity walaupun modal lebih dekat maknanya dengan istilah capital. Karena ekuitas mengandung unsur pemilikan (ownership), untuk organisasi nonprofit ekuitas disebut sebagai aset bersih (net assets) untuk menghindari kesan adanya pemilikan (Suwardjono, 2010:513).

Karena konsep kesatuan usaha yang memisahkan antara manajemen dan pemilikan, informasi tentang ekuitas pemegang saham menjadi sangat penting karena hal tersebut menunjukan hubungan antara perusahaan (perseroan) dengan pemegang saham. Dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan. Kalau dipandang dari sudut kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham merupakan “utang” perseroan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas pemegang saham dapat juga dipandang sebagai gambaran hubungan yuridis antar perseroan dan pemegang saham. Dengan kedudukannya yang demikian persoalannya adalah bagaimana melaporkan atau menyajikan informasi elemen ini agar hubungan tanggung jawab yuridis dapat dipertahankan (Suwardjono, 2010:513).

(2)

sendiri terdiri atas dua komponen penting yaitu modal setoran (paid-in atau contributed capital) dan laba ditahan (retained earnings). Sebagai pasangan modal setoran, laba ditahan dapat disebut sebagai modal bentukan atau ciptaan (earned capital) (Suwardjono, 2010:513).

Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil judul makalah mengenai ekuitas.

1.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam pembuatan makalah ini adalah: 1. Apa pengertian ekuitas ?

2. Apa itu teori ekuitas, teori proprietary, teori entitas, teori ekuitas residual, teori enterprise, teori dana, dan posisi FASB akan teori-teori tersebut ?

3. Apa saja komponen ekuitas pemegang saham ? 4. Apa tujuan penyajian ekuitas ?

5. Apa perbedaan modal setoran dan laba ditahan ?

6. Apa pengertian modal yuridis dan besarnya modal yuridis ? 7. Apa pengertian modal setoran lain ?

8. Bagaimana perubahan modal setoran, pemesanan saham, obligasi terkonversi, saham prioritas terkonversi, dividen saham, karakteristik dividen saham, kapitalisasi atas dasar nilai nominal, kapitalisasi atas dasar harga saham, hak beli saham, opsi saham, opsi saham non imbalan, opsi saham Imbalan dan waran ?

9. Bagaimana penurunan modal setoran, saham treasuri, konsep satu-transaksi, dan konsep dua-transaksi ?

(3)

11. Bagaimana penyajian modal pemegang saham, urutan penyerapan rugi, dan urutan menerima distribusi aset ?

12. Bagaimana perincian laba ditahan, perincian atas dasar sumber, dan perincian atas dasar tujuan penggunaan ?

13. Apa itu laba komprehensif, laba kinerja sekarang, laba semua-termasuk, alasan mendasar, konsep pemanfaatan asset, dan konsep aset kapital ?

14. Bagaimana penyajian laba komprehensif ? .

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengertian ekuitas.

2. Untuk mengetahui teori ekuitas, teori proprietary, teori entitas, teori ekuitas residual, teori enterprise, teori dana, dan posisi FASB akan teori-teori tersebut.

3. Untuk mengetahui komponen ekuitas pemegang saham. 4. Untuk mengetahui tujuan penyajian ekuitas.

5. Untuk mengetahui perbedaan modal setoran dan laba ditahan.

6. Untuk mengetahui pengertian modal yuridis dan besarnya modal yuridis. 7. Untuk mengetahui pengertian modal setoran lain.

8. Untuk mengetahui perubahan modal setoran, pemesanan saham, obligasi terkonversi, saham prioritas terkonversi, dividen saham, karakteristik dividen saham, kapitalisasi atas dasar nilai nominal, kapitalisasi atas dasar harga saham, hak beli saham, opsi saham, opsi saham non imbalan, opsi saham Imbalan dan waran.

9. Untuk mengetahui penurunan modal setoran, saham treasuri, konsep satu-transaksi, dan konsep dua-transaksi.

(4)

sekarang dan prospektif, aplikasi dalam standar, kuasi-reorganisasi, pengaruh defisit terhadap kreditor.

11. Untuk mengetahui penyajian modal pemegang saham, urutan penyerapan rugi, dan urutan menerima distribusi aset.

12. Untuk mengetahui perincian laba ditahan, perincian atas dasar sumber, dan perincian atas dasar tujuan penggunaan.

13. Untuk mengetahui laba komprehensif, laba kinerja sekarang, laba semua-termasuk, alasan mendasar, konsep pemanfaatan asset, dan konsep aset kapital.

14. Untuk mengetahui penyajian laba komprehensif.

1.4. Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Makalah ini diharapkan menjadi bahan rujukan bagi penulis lain ketika akan membuat makalah dengan judul yang sama.

b. Kegunaan Praktis

(5)

BAB II

EKUITAS

2.1. Pengertian Ekuitas

FASB Statment of Financial Accounting Concepts No.6 mendefinisikan ekuitas sebagai “hak sisa terhadap aktiva suatu entitas setelah dikurangi hutang’. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa dua karakteristik ekuitas adalah sebagai berikut:

1. Ekuitas sama dengan aktiva neto, yaitu selisih antara aktiva perusahaan dengan hutang perusahaan.

2. Ekuitas dapat bertambah atau berkurang karena kenaikan atau penurunan aktiva neto yang berasal dari sumber bukan pemilik (pendapatan dan biaya) maupun investasi oleh pemilik atau distribusi kepada pemilik (Chariri & Gozali, 2001:231)

Pengertian ekuitas menurut Rudianto adalah kewajiban perusahaan kepada pemegang saham (pemilik) perusahaan. Ekuitas merupakan salah satu unsur dari laporan posisi keuangan perusahaan yang menunjukan salah satu sumber aset yang dimiliki sebuah badan usaha, yaitu dari pemilik perusahaan dan dari akumulasi laba yang diperoleh selama beberapa tahun. Secara umum antara satu entitas lainnya akan memiliki komposisi ekuitas yang tidak jauh berbeda, yang berdeda hanyalah jumlahnya. Ekuitas yang dimiliki sebuah entitas umumnya terdiri dari:

1. Modal saham 2. Laba Ditahan

(6)

Menurut Horngren, ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva yang tersisa setelah dikurangi kewajiban (Horngren, 1997:48). Sedangkan menurut Reeve dkk Ekuitas pemilik adalah hak pemilik terhadap aset perusahaan (Reeve dkk, 2011: G6).

Menurut Sofyan Syafri Harahap Equity adalah suatu hak yang tersisa atas aktiva suatu lembaga (entity) setelah dikurangi kewajibannya. Dalam perusahaan, equity adalah modal pemilik. Definisi ini cenderung mengaut proprietory theory (Harahap, 2012:213).

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002) pasal 49, Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukan bahwa ekuitas bukan kewajiban. Ini berarti juga bahwa ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomi masa mendatang (Suwardjono, 2010:514).

Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar kriteria berikut:

A. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim

Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam perusahaan. Ada 2 karaktersitik yang melekat pada hak kreditur, yaitu

1. Penyelesaian klaim mereka pada tanggal tertentu melalui transfer asset. 2. Prioritas diatas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal

likuidasi. Jadi intinya:

Klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan pada tanggal

tertentu.

Klaim pemegang saham merupakan jumlah residual dan tidak harus diselesaikan atau dilunasi pada tanggal tertentu (Suwardjono, 2010:514). B. Hak penggunaan aset dalam operasi

(7)

Kreditor tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset

perusahaan. Mereka juga tidak memiliki hak dalam pengambilan keputusan operasi perusahaan secara langsung.

Pemilik mempunyai akses, hak dan autoritas untuk menjalankan perusahaan dan menggunakan atau mengendalikan aset (Suwardjono, 2010:514).

C. Substansi ekonomik perjanjian

Substansi ekonomik perjanjian antara kreditor dengan perusahaan berbeda dengan antara pemegang saham dan perusahaan dalam hal resiko terhadap rugi. Perbedaanya adalah:

Kreditor diprioritaskan dalam penuntasan kewajibannya sehingga resiko mereka lebih kecil dibanding pemegang saham

Pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan operasi

perusahaan.

Oleh karena itu hak kreditur berbeda dengan hak pemegang saham: Kreditor berhak atas pelunasan.

Pemegang saham berhak atas pembagian laba (residual).

Jadi secara substansi ekonomi dapat disimpulkan bahwa:

Kreditor menanggung risiko lebih kecil dan dengan demikian mendapat

imbalan tetap berupa bunga dan pokok pinjaman.

Pemegang saham menanggung risoko lebih besar sehingga berhak atas

kembalian (rate of return) yang bervariasi melalui pembagian laba (participatiom in profits) (Suwardjono, 2010:515).

2.2. Teori Ekuitas

(8)

tergantung pada sudut pandang yang digunakan yaitu siapa yang dianggap paling berkepentingan terhadap laporan keuangan. Oleh karena itu, teori ini membahas pihak yang dianggap paling dominan dan menjadi sudut pandang dalam pelaporan keuangan. Pemakaian sudut pandang yang berbeda dapat menghasilkan format pelaporan yang berbeda pula (Ghozali & Cahriri, 2007:272).

2.2.1 Teori Proprietary

Pada awalnya teori ini muncul sebagai perwujudan dari sistem pembukuan berpasangan. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada pemilik. Jadi dalam akuntansi, tujuan perusahaan, jenis modal, makna rekening, dan lain-lain semuanya dilihat dari sudut pandang pemilik. Dengan demikian tujuan perusahaan adalah meningkatkan kemakmuran pemilik (Ghozali & Cahriri, 2007:272). Persamaan akuntansi yang digunakan:

Aktiva-hutang = modal

Aktiva merupakan kekayaan pemilik, sementara hutang merupakan kewajiban pemilik. Kepemilikan dianggap sebagai nilai bersih dari perusahaan untuk pemilik. Ketika usaha baru dimulai, nilai ini sama dengan investasi pemilik. Selama berjalannya usaha maka nilai perusahaan sama dengan investasi awal ditambah akumulasi laba bersih setelah dikurangi prive untuk pemilik. Jadi teori proprietary manganut wealth concept (Ghozali & Cahriri, 2007:272).

Teori Proprietary sangat cocok diterapkan untuk organisasi perusahaan perseorangan dan firma oleh karena dalam bentuk organisasi ini ada hubungan personal antara manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Hal ini disebabkan laba bersih atau net income ditambahkan setiap periode ke rekening modal pemilik walaupun perhitungan laba bersih tidak mengukur kenaikan bersih perusahaan (Ghozali & Cahriri, 2007:272).

(9)

semua item yang mempengaruhi pemilik selama periode itu kecuali pengambilan dividen dan transaksi modal (Ghozali & Cahriri, 2007:273).

Teori Proprietary banyak mempengaruhi praktek-praktek akuntansi maupun terminologi akuntansi perusahaan perseroan terbatas. Sebagai misal, laba bersih suatu perusahaan sering dianggap sebagai laba bersih bagi pemilik. Lebih jauh lagi laporan keuangan harus menunjukan pada earning per share atau book value per share. Pengertian laba bersih bagi pemilik dapat diinterpretasikan sebagai sisa laba berish yang dialokasikan kepada modal pemilik dan book value per share menurut pendekatan entitas (Ghozali & Cahriri, 2007:273).

Oleh karena sudut pandang yang digunakan adalah pemilik, maka pengukuran dengan menggunakan current value dipandang lebih relevan dibandingkan historical cost (Ghozali & Cahriri, 2007:273).

2.2.2. Teori Entitas (Kesatuan Usaha)

Teori entitas muncul untuk mengatasi kelemahan yang melekat pada teori proprietary. Kenyataan menunjukan bahwa perkembangan kegiatan usaha menyebabkan perusahaan menjadi unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari identitas pemilik. Hal ini berarti terdapat pemisahan antara kepentingan pribadi pemilik dengan kepentingan perusahaan. Dengan demikian transaksi/kejadian yang dicatat dan dipertanggungjawabkan adalah transaksi yang melibatkan perusahaan. Perusahaan dianggap bertindak atas nama dan kepentingannya sendiri terpisah dari pemilik (Ghozali & Cahriri, 2007:274). Teori entitas didasarkan atas persamaan akuntansi:

Aktiva = Hutang + Modal

(10)

demikian, hak pemegang saham untuk menerima dividen dan bagian aktiva jika dilikuidasi adalah hak sebagai pemegang saham bukan hak sebagai pemilik aktiva khusus (Ghozali & Cahriri, 2007:274).

Teori entitas cocok diterapkan untuk organisasi yang berbentuk perseroan terbatas (corporate), tetapi juga relevan untuk perusahaan lain yang memiliki eksistensi yang terpisah dari individu pemilik. Teori ini sangat relevan untuk penyususnan laporan keuangan konsolidasi, walaupun dalam kaitan ini entitas ekonomi lebih relevan sebagai entitas akuntansi dibandingkan entitas legalnya (Ghozali & Cahriri, 2007:275).

Perbedaan antara teori proprietary dan teori entitas menimbulkan perbedaan dalam melakukan penilaian aktiva. Dengan teori proprietary, aktiva harus dinilai dengan nilai sekarang oleh karena ekuitas pemilik dianggap sebagai kekayaan bersih. Dengan teori entitas perusahaan tidak berhubungan dengan nilai sekarang oleh karena penekanannya adalah akuntabilitas cost kepada pemilik atau pemegang saham lainnya. Dengan demikian dasar pengukuran yang relevan adalah historical cost (Ghozali & Cahriri, 2007:275).

2.2.3. Teori Ekuitas Residual

Seorang teoritis akuntansi William paton (1962) menyatakan bahwa ekuitas residual merupakan salah satu jenis ekuitas dalam kerangka teori entitas. Dalam pandangan teori entitas, pemegang saham memiliki ekuitas di perusahaan seperti pemegang ekuitas lainnya, tetapi pemegang saham tidak dianggap sebagai pemilik. Paton menekankan pada hubungan khusus residual equity holders. Perubahan dalam penilaian aktiva, perubahan dalam laba bersih dan laba ditahan, dan perubahan di dalam hak pemegang ekuitas lainnya semua tercermin di dalam residual equity pemegang saham biasa. Walaupun ekuitas kreditur, pemegang saham preferen, dan pemegang saham biasa harus dikelompokan secara terpisah dan semuanya merupakan ekuitas dalam konsep teori ekuitas (Ghozali & Cahriri, 2007:277)

(11)

Aktiva-Ekuitas Khusus= Ekuitas Residual

Ekuitas khusus meliputi klaim kreditur dan ekuitas pemegang saham preferen. Namun demikiam pada kasus khusus dimana kerugian begitu besar sehingga perusahaan mengalami kebangkrutan, ekuitas pemegang saham biasa dapat hilang dan pemegang saham preferen atau pemegang obligasi menjadi pemegang ekuitas residual. Tujuan pendekatan ekuitas residual adalah memberikan informasi yang lebih baik kepada pemegang saham biasa dalam rangka pengambilan keputusan investasi. Dalam perusahaan going concern, nilai sekarang dari modal saham biasa tergantung dari ekspektasi dividen di masa datang. Dividen di masa datang tergantung dari ekspektasi total penerimaan dikurangi kewajiban kontraktual, pembayaran kepada pemegang ekuitas khusus (Ghozali & Cahriri, 2007:278).

Pemegang saham biasa umunya dianggap memiliki ekuitas residual di dalam laba perusahaan dan di dalam aktiva bersih pada saat likuidasi. Oleh karena laporan keuangan umunya disusun tidak dalam rangka likuidasi, maka informasi yang disajikan dalam kaitannya dengan ekuitas residual harus berguana untuk memprediksi dividen masa datang bagi pemegang saham biasa. Laporan laba rugi dan laporan laba ditahan harus menunjukan laba yang tersedia bagi pemegang ekuitas residual setelah semua kewajiban dipenuhi, termasuk dividen kepada pemegang saham preferen. Ekuitas pemegang saham biasa di neraca harus dipisahkan dari ekuitas pemegang saham preferen dan pemegang ekuitas khusus lainnya. Laporan aliran kas harus juga menunjukan kas yang tersedia bagi perusahaan untuk pembayaran deviden saham biasa dan tujuan lainnya (Ghozali & Cahriri, 2007:278).

2.2.4. Teori Enterprise

(12)

sebagai lembaga sosial yang diopersikan dalam rangka memberikan manfaat bagi banyak pihak yang berkepentingan. Dalam arti luas, pihak-pihak yang berkepentingan meliputi pemegang saham, kreditur, pegawai, konsumen, pemerintah, dan masyarakat secara umum. Jadi bentuk luas dari teori enterprise dapat dipandang sebagai teori akuntansi sosial (Ghozali & Cahriri, 2007:278).

Konsep ini cocok diterapkan untuk perusahaan skala besar dan modern dan memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan pengaruh dari tindakannya kepada beberapa kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Dari aspek akuntansi hal ini berarti tanggungjawab pelaporan keuangan tidak hanya kepada pemegang saham dan kreditur semata, tetapi lebih luas kepada semua kelompok lain yang berkepentingan dan masyarakat keseluruhan. Perusahaan berskala besar tidak beroperasi semata untuk kepentingan pemegang saham saja, tetapi untuk semua pihak yang berkepentingan. Pegawai lewat serikat buruh menggunakan data akuntansi untuk mengajukan klaim kenaikan gaji. Konsumen dan badan regulasi lainnya berkepntingan terhadap kewajaran perubahan harga dan pemerintah berkepntingan terhadap pengaruh perubahan harga terhadap keadaan ekonomi makro, konsep income yang paling relevan dengan teori enterprise adalah laporan keuangan nilai tambah yaitu laporan keuangan yang menunjukan kontribusi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan di dalam menghasilkan nilai tambah perusahaan (Ghozali & Cahriri, 2007:279).

2.2.5. Teori Dana (Fund)

Teori dana mengabaikan asumsi hubungan personal dalam teori proprietary dan asumsi personifikasi perusahaan sebagai unit ekonomi dan legal secara artifisial dalam teori entitas. Menurut teori dana, unit aktivitas operasi merupakan dasar akuntansi. Unit aktivitas operasi ini disebut dana yang meliputi sekelompok aktiva dan kewajiban dan restriksi atau batasan-batasan yang menggambarkan fungsi atau aktivitas ekonomi (Ghozali & Cahriri, 2007:279). Teori dana berdasarkan pada persamaan akuntansi sbb:

(13)

Aktiva menggambarkan jasa prospektif kepada dana atau unit operasi. Hutang merupakan restriksi aktiva khusus atau umum dari dana. Modal yang diinvestasikan mencerminkan restriksi legal atau financial untuk menggunakan aktiva (Ghozali & Cahriri, 2007:279)

Konsep teori dana banyak digunakan di sektor pemerintahan dan lembaga nir laba. Di dalam pemerintahan dana yang umunya digunakan meliputi dana umum (general fund), dana pendapatan khusus (special revenue fund), dana proyek (capital project fund), dana pelunasan hutang jangka panjang (debt service fund). Setiap dana ini mempunyai restriksi penggunaan yang diatur dalam undang-undang atau peraturan pemerintah lainnya. Masing-masing dana dipertanggungjawabkan sendiri-sendiri sehingga masing-masing memiliki pembukuan debit kredit sendiri dan memiliki neraca dalam laporan perubahan saldo dana (Gozali & Chariri, 2007:279).

2.2.6. Posisi FASB

Financial Accounting Standard Board (FASB) sangat jelas mengadopsi teori ekuitas residual ketika berhubungan dengan ekuitas pemilik yang menyatakan hak residual pada aktiva suatu entitas yang tersisa setelah dikurangi hutang. Pandangan ini sejalan dengan tujuan akuntansi yang dinyatakan oleh FASB yaitu menyediakan informasi khususnya kepada investor, atau lebih khusus, kepada pemegang saham biasa (Gozali & Chariri, 2007:280).

FASB juga mengakui bahwa pendekatan ini menimbulkan masalah jika berkaitan dengan hybrid securities atau saham yang memiliki karakteristik ganda yaitu sebagain hutang dan sebagian saham seperti pada hutang obligasi yang dikonversi. Persoalannya adalah bagaimana memisahkan dan mengungkapkan saham yang memiliki dua karakteristik ini (Gozali & Chariri, 2007:280).

2.3. Komponen Ekuitas Pemegang Saham

(14)

modal yuridis (legal capital) dan modal setoran tambahan (additional paid-in capital), dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik (misalnya saham treasuri atau modal sumbangan) (Suwardjono, 2010:515). Gambar 2.1 melukiskan komponen modal ekuitas pemegang saham dan pos-pos yang mempengaruhinya (sumber perubahan).

Gambar 2.1

(15)

Sumber: Suwardjono, 2010:515

(16)

Dalam berbagai literatur:

Modal setoran disebut juga invested capital, original capital, atau bahkan

original investment.

Modal yuridis (legal capital) sering disebut sebagai formal capital, restricted capital, stated capital, atau capital stock.

Modal setoran lain sering disebut secara spesifik sebagai paid in surplus,

unrestricted capital, paid in capital in excess of capital stock, capital in excess of Par (stated value) capital surplus, atau stock premium (Suwardjono, 2010:516).

Sedangkan Menurut (Harahap:2012) dalam perusahaan perseroan, nilai modal ini merupakan modal pemiliknya sendiri. Sementara itu, dalam perusahaan perseroan perlu dibedakan antara modal setor dengan modal karena pendapatan (retained earning). Dividen hanya dibayar dari laba ditahan bukan dari modal setor. Modal setor atau contributet capital dapat dibagi menjadi: modal statuter (legal capital) dan modal lainnya. Modal statuter adalah jumlah batas kewajiban pemilik. Modal statuter ini dinilai sebesar harga pari atau harga nominal. Disamping modal statuter ini, ada lagi modal lainnya seperti agio saham, modal donasi, modal dari pengeluaran kembali treasury stock, stock option, dan sebagainya. Di indonesia mungkin juga harus dimasukan kenaikan modal akibat revaluasi (Harahap, 2012: 213-214). Berikut ini penjelas beberapa akun/komponen yang terdapat dalam modal:

1. Laba Ditahan

Laba ditahan terdiri dari laba tahunan, penyesuaian atau koreksi tahun sebelumnya, dan besaran dividen. Komponen berikutnya dari modal saham ini adalah laba rugi yang belum direalisasi. Dalam bebrapa hal perubahan aset perusahaan tidak dilaporkan di laba rugi, tetapi langsung dilaporkan di neraca, misalnya rugi dari perubahan surat berharga jangka panjang, laba rugi dari transaksi luar negeri dalam mata uang asing (Harahap, 2012:214).

2. Cadangan (Reserve)

(17)

sesuatu yang disimpan untuk maksud tertentu. Dalam akuntansi sering juga dianggap sebagai pos penilaian atau taksiran kewajiaban, misalnya cadangan piutang ragu-ragu, cadangan penghapusan, cadangan utang pajak, dan lain sebagainya. Pengertian dalam akuntansi yang sebaiknya, cadangan merupakan laba ditahan yang ditetapkan untuk maksud tertentu, jadi tidak boleh digunakan untuk tujuan lain. Atau bisa juga istilah cadangan ini digunakan untuk menjelaskan dana tertentu yang dicadangkan dan diperuntukan bagi maksud tertentu. Misalnya cadangan untuk membayar obligasi, cadangan dana untuk membeli aktiva tetap, dan sebagainya. Kalau ini yang dimaksud, maka cadangan ini harus dimasukan ke dalam pos harta dan dikelompokan sebagai aktiva tidak lancar. Fungsinya seperti kas atau bank yang dibatasi penggunaanya untuk maksud tertentu (Harahap, 2012:214).

3. Pengakuan dan Penilaian Modal

Transaksi modal dapat dibagi dua, transaksi modal dan transaksi yang berkaitan dengan laba. Transaksi golongan pertama menyangkut transaksi langsung dari pemilik dengan perusahaan, misalnya pembayaran atau pengambilan modal. Golongan kedua mnyangkut transaksi yang berkaitan dengan laba, misalnya transaksi laba rugi, koreksi tahun lalu dan sebagainya. Penilaian terhadap transaksi modal ini sama dengan penilaian terhadap pada harta dan kewajiban yaitu berdasarkan harga pasar pada saat terjadinya transaksi. Dalam hal ini pencatatan modal saham harus dipisahkan nilai parinya dengan nilai jualnya. Laba ditahan dicatat sebagai akumulasi laba dari tahun-tahun sebelumnya (Harahap, 2012:214).

Dalam Ghozali dan Chariri (2007) dijelaskan bahwa ekuitas pemegang saham terdiri dari Modal Setoran, Laba Ditahan, dan Penyesuaian Modal Belum Terealisasi. Modal Seroran mencangkup modal yuridis dan modal setoran lainya. Modal yuridis yang dihitung berdasarkan nilai nominal saham menunjukan aktiva neto yang tidak dapat didistribusikan ke pemegang saham. Kelebihan nilai diatas nilai nominal diakui sebagai agio saham (Ghozali & Chariri, 2007:271).

(18)

laba ditahan, maka dapat dikatan bahwa ada hubungan saling terkait atau artikulasi antara laporan laba rugi dan neraca (Ghozali dan Chariri, 2007:272).

2.4. Tujuan Penyajian Ekuitas

Pada umunya tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah: 1. Menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efisiensi dan

kepengurusan manajemen.

2. Menyediakan informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya.

3. Menyediakan informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para pemegang saham dan pihak lainnya (Suwardjono, 2010:516).

Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah:

1. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya

2. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengembalian modal setoran kepada pemegang saham.

3. Priritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya (urutan proteksi) (Suwardjono, 2010:516).

2.5. Pembedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan

Ditinjau dari sumber, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham, yaitu:

1. Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham

2. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen 3. Jumlah rupiah yang timbul akibat apresiasi/revaluasi aset fisis tertentu 4. Jumlah rupiah donasi dari pihak non pemegang saham

5. Sumber lainnya (Suwardjono, 2010:517).

(19)

seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas asset, maka laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran (seluruh hak pemegang saham atas aset = Laba ditahan + modal setoran) (Suwardjono, 2010:517).

Pembedaan anatara dua bagian elemen ekuitas pemegang saham sangat penting.

Dari segi administrasi keuangan

Laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran, meskipun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham (ekuitas pemegang saham = modal setoran + laba ditahan).

Pembedaan dari segi Yuridis

Modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen (Suwardjono, 2010:517).

(20)

Transaksi operasi adalah perubahan aset akibat penggunaan aset untuk tujuan

produktif (for productive effect).

Transaski modal adalah perubahan aset dalam rangka pemerolehan dana (for financial effect) (Suwardjono, 2010:517-518).

2.6. Modal Yuridis

Modal setoran dibedakan menjadi modal yuridis dan modal setoran lain (agio/premium modal saham). Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain. Bentuk ketentuan ini adalah bahwa saham harus mempnuyai nilai nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk menunjukan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah rupiah minimal yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis (legal capital) (Suwardjono, 2010:518).

Ada juga aturan yang menetapkan bahwa saham tidak dapat dijual dibawah nilai tertentu yang menjadi batas nilai yuridis sehingga tidak dikenal adanya diskon modal saham. Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan investasinya. Jadi walaupun secara akuntansi yang menganut konsep kesatuan usaha, pemisahan ini tidak mempunyai makna ekonomik yang cukup berarti, secara yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting dan harus diungkapkan dalam pelaporan keuangan (Suwardjono, 2010:518).

(21)

2.6.1. Besarnya Modal Yuridis

Dalam hal saham bernilai nominal (par stock), modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal saham menunjukan jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan nilai nominal per saham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor/dibayarkan melebihi modal yuridis tersebut (Suwardjono, 2010:518).

Modal saham ini juga merupakan batas tanggungjawab pemegang saham dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian kekayaaan atas dasar modal yang disetor (kecuali ada sisa untuk itu). Sebalinya, dalam hal hasil penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh utang perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari modal atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham bertindak sebagai direksi (Suwardjono, 2010:519).

2.7. Modal Setoran Lain

Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham, sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat untuk pemerataan distribusi pemilikan dari pada untuk menunjukan nilai saham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanpa nilai nominal (non par stock). Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai nominal yaitu (1) untuk menghindari utang bersyarat dalam hal saham terjual dibawah harga nominal dan (2) tidak ada hubungan antara nilai nominal dengan harga pasar saham (Suwardjono, 2010:519).

(22)

jumlah rupiah yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan likuidasi modal. Yang lebih tidak menguntungkan lagi bagi kreditor dan pihak berkepentingan lainnya adalah bahwa saham tanpa nilai nominal dijual dengan harga yang sangat rendah semata-mata untuk tujuan penggeseran pemilikan atau mempengaruhi harga saham. Oleh karena itu beberapa negara memberlakukan ketentuan bahwa perseroan menyatakan nilai saham minimum yang disebut dengan nilai nyataan (stated value). Saham tidak dapat diterbitkan kalau dijual dengan harga dibawah nilai nyataan. Nilai nyataan akan berfungsi sebagai modal yuridis (Suwardjono, 2010:519).

Walaupun praktik akuntansi dalam kenyataanya memecah modal setoran menjadi modal saham dan modal setoran lain, modal saham sebenarnya tidak harus menunjukan modal yuridis karena modal saham dapat berbeda jumlahnya dengan modal yuridis. Berapapun besaranya modal yuridis, modal ini harus dipisahkan dengan yang lain. Pemisahan semacam ini semata-mata merupakan tradisi dan dipengaruhi oleh konsep yang disebut trust-fund theory yang pada prinsipnya menyatakan bahwa harus ada batas jumlah rupiah maksimum yang dapat didistribusikan secara yuridis kepada pemegang saham dalam kondisi perusahaan berjalan normal kecuali dalam hal perusahaan dilikuidasi. Jumlah maksimum ini tidak harus sama dengan modal saham (Suwardjono, 2010:519).

(23)

sumber ekonomik perusahaan, kemampuan memperoleh laba, dan kebijakan keuangan perusahaan daripada pada modal yuridis (Suwardjono, 2010:520).

Pendapat ini sejalan dengan gagaasan Paton & Littleton yang menyatakan bahwa modal saham dan modal setoran lain merupakan komponen yang harus dianggap sebagai satu kesatuan dan jumlah rupiahnya harus ditotal untuk menunjukkan modal setoran total. Akan tetapi, harus dibedakan dengan tegas antara modal setoran dengan laba ditahan. Selanjutnya ditegaskan bahwa secara ekonomik bukanlah modal yuridis yang menjadi batas perlindungan tetapi justru laba ditahanlah yang merupakan penyangga umum (general purpose buffer) untuk segala kemungkinan rugi dan hal-hal bersyarat lainnya (Suwardjono, 2010:520).

Pasal 42 Undang-undang No 1 Tahun 1995 menetapkan bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini sebenarnya dimaksudkan untuk menentukan modal yuridis. Nilai nominal merupakan jumlah rupiah minimal yang harus disetor investor sehingga membentuk modal yuridis (Suwardjono, 2010:520).

Paton dan Littelon (1970) menegaskan bahwa perseroan merupakan kesatuan usaha maupun kesatuan hukum. Sifat ganda ini menjadikan akuntansi mempunyai fungsi ganda yaitu menyajikan data ekonomik sekaligus mencerminkan aspek yuridis yang sebenarnya. Fungsi ganda ini menimbulkan masalah pelaporan ekuitas pemegang saham karena konsep kesatuan usaha dan konsep hukum sangat berbeda. Dari segi hukum ada tendensi untuk memandang ekuitas pemegang saham sebagai jumlah rupiah tertentu yang menjadi batas penarikan kembali dana yang ditanamkan oleh pemegang saham tanpa memeperhatikan setoran yang sesungguhnya. Dari segi akuntansi yang menganut substansi dari pada bentuk, memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh jumlah yang secara ekonomik tertanam di perusahaan termasuk laba ditahan (Suwardjono, 2010:520).

(24)

kadang-kadang (insidental). Akan tetapi, hal ini tidak berarti mengurangi arti penting laporan dari sudut pandang yuridis. Dengan demikian, modal saham yuridis (legal capital) dapat saja disajikan sebagai suatu rincian dibawah judul “modal setoran total”. Oleh karena itu, neraca akan menjadi kurang informatif kalau komponen-komponen modal setoran dipisahkan tetapi tidak ditunjukan totalnya (Suwardjono, 2010:520-521).

Dengan dasar pemikiran diatas, transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid. Ini berarti bahwa modal tidak dapat digunakan sebagai sumber laba ditahan. Demikian juga, tidak sebagainpundari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukan sebagai modal setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal yang dibahas dibawah ini (Suwardjono, 2010:521).

2.8. Perubahan Modal Setoran

Tansaksi, kejadian, atau keadaan dapat menyebabkan perubahan dalam modal setoran, modal setoran lain, dan laba ditahan baik secara individual maupun bersamaan. Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah:

a. Pemesanan saham (stock subscriptions)

b. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar (convertible bonds) c. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar (convertible stock) d. Dividen saham (stock dividends)

(25)

2.8.1. Pemesanan Saham

Pada umumnya, pada saat perseroan didirikan atau pada saat melakukan penawaran publik perdana (initial public offering atau IPO), perusahaan telah menetapkan apa yang disebut modal dasar (authorized capital stocks). Dengan autorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Sertifikat saham yang telah dicetak ini akan menjadi apa yang disebut saham dalam portepel (unissued stock). Bila saham telah terjual dan pembeli telah membayar penuh kesepakatannya, sertifikat saham diserahkan kepada pembeli, sehingga secara fisis saham dalam portepel akan berkurang. Atas dasar konsep kesatuan usaha, jumlah rupiah yang diterima perusahaan (kas atau aset lainnya) akan menimbulkan atau diimbangi dengan modal setoran (Suwardjono, 2010:521-522).

Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham perusahaan harus memesan (to subscribe) lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut dipenuhi: 1. Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan merupakan klaim yuridis

bagi perusahaan terhadap pemesan dan tidak dapat dibatalkan.

2. Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda yang cukup pasti dan tidak terlalu lama (Suwardjono, 2010:522).

(26)

Syarat (2) diperlukan agar hak-kewajiban tak bersyarat tidak berlaku sehingga kontrak tidak bersifat eksekutori. Jadi, bila tidak ada kepastian tentang pelaksanaan transaksi penerbitan maka pemesanan tersebut jelas tidak dapat diakui sebagai modal setoran. Dengan kata lain, kalau ada kesanggupan yang sah untuk menginvestaskan dana ke perusahaan dari pihak pemesan dan ada jaminan yang cukup pasti bahwa pemesan akan menyetorkan jumlah rupiah pemesanannya pada saat yang dijanjikan maka sebenarnya ada cukup alasan untuk mengakui pemesanan tersebut sebagai modal setoran walaupun tidak secara penuh (dicatat sebagai modal saham pesanan atau (capital stocks subscribed). Dalam pelaporan, piutang pesanan saham dikontrakan terhadap modal saham pesanan untuk melanjutkan modal setoran yang sesungguhnya. Selisihnya dengan sendirinya merupakan jumlah rupiah yang benar-benar telah disetor (Suwardjono, 2010:522).

2.8.2. Obligasi Terkonversi

Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut digunakan (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoretisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan (Suwardjono, 2010:523). Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:

1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada saat penukaran.

(27)

sebagai investor dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik sehingga tidak dapat menimbulakan untung atau rugi (Suwardjono, 2010:523).

Alasan yang lain adalah bahwa pada saat obligasi diterbitkan, semua penerimaan kas diperlakukan sebagai utang. Artinya, tidak dipisahkan jumlah rupiah yang melekat pada obligasi sebagai obligasi biasa dan pada hak tukar. Hak tukar dianggap melekat pada obligasi sehingga tidak dapat diukur secara pasti nilainya. Karena hak tukar tidak dapat diukur dengan pasti, nilai buku obligasi murni juga tidak dapat diukur dengan pasti, sehingga laba atau rugi tidak dapat ditentukan kalau harga pasar obligasi dapat ditentukan. Jadi, kepraktisan dan objektivitas pengukuran tidak menghendaki pengakuan untung dan rugi (Suwardjono, 2010:523).

Pendekatan kedua memperlakukan selisih antara harga pasar obligasi atau saham dengan nilai buku obligasi sebagai untung atau rugi. Cara ini dilandasi oleh konsep kesatuan pemilik (proprietary concept). Perubahan dalam penilaian obligasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap modal pemegang saham. Akan tetapi, karena harga pasar obligasi merefleksi pula nilai hak tukar, nilai hak tukar harus ditaksir dan dikeluarkan dari nilai pasar obligasi. Nilai pasar obligasi murni ini kemudian ditandingkan dengan nilai buku obligasi untuk menentukan laba atau rugi yang tepat. Secara konseptual, pengakuan laba atau rugi tidak valid karena konversi ini merupakan transaksi modal bukan operasi. Secara teoretis, transaksi modal tidak menimbulkan pendapatan, laba, atau rugi (Suwardjono, 2010:523-524).

2.8.3. Saham Prioritas Terkonversi

(28)

sebagai modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa jumlah rupiah ini bukan merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi premium/diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi kejanggalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas atau istimewa (Suwardjono, 2010:524).

Pendekatan kedua juga dapat diterapkan. Kalau ada selisih antara harga pasar baik saham biasa maupun saham prioritas, selisih tersebut harus dikompensasi ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas perusahaan yang terpisah atau independen. Ini berarti harga pasar saham biasa yang diperhitungkan dianggap tidak merefleksi hak yang melekat pada laba ditahan. Laba ditahan dianggap sebagai penyangga bila ada selisih harga antara dua sekuritas yang dipertukarkan. Cara ini juga dilandasi oleh pendekatan dua transaksi (two transaction approach) yaitu konversi dianggap sebagai transaksi penebusan kembali saham prioritas (sehingga sebagian dari harga penebusan yang melebihi nilai buku dianggap sebagai distribusi laba ditahan) dan transaksi penjualan saham biasa baru dengan harga pasar yang berlaku. Karena hak tukar melekat pada saham prioritas pada waktu diterbikan, perlakuan konversi sebagai satu transaksi (one transaction approach) seperti pendekatan pertama akan lebih logis (Suwardjono, 2010:524).

(29)

tidak sejenis (dissimilar) yang menggunakan harga pasar sebagai dasar penentuan cost-nya (Suwardjono, 2010:524).

2.8.4. Dividen Saham

Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham (stock split). Pemecahan saham adalah penurunan nominal (atau nilai nyataan/stated value) per saham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya merupakan pecahan dari nilai nominal saham semula. Bila perusahaan mendistribusi dividen saham 20% tanpa disertai kapitalisasi, perusahaan sebenarnya telah menurunkan nominal per saham menjadi 100/120 dari nilai nominal semula (Suwardjono, 2010:525).

Pembagian dividen saham tanpa kapitalisasi laba ditahan sama saja dengan mempertahankan klasifikasi ekuitas atas dasar sumber. Karena tidak ada kapitalisasi laba ditahan, masalah penilaian tidak timbul. Dari sudut pandang perusahaan, yang terjadi adalah saham beredar menjadi lebih banyak tanpa ada perubahan rupiah modal setoran dan laba ditahan sehingga nominal per lembar saham akan turun. Perusahaan tidak perlu melakukan penjurnalan apapun dan cukup mengungkapkan informasi dalam penjelasan atas statement keuangan (Suwardjono, 2010:525).

Bila reklasifikasi ekuitas yang menjadi tujuan pembagian dividen saham dan nominal per saham dipertahankan, tambahnya saham yang beredar bukan lagi merupakan pemecahan nominal saham tetapi benar-benar meruakan dividen saham. Pembagian dividen saham ini akan menimbulkan masalah penilaian untuk kapitalisasai laba ditahan dan masalah pengungkapan yang memadai. Penilaian untuk menentukan kapitalisasi laba ditahan dapat menggunakan dasar nominal saham atau harga pasar saham atau dasar lainnya bergantung pada karakteristik atau tujuan pembagian dividen saham (Suwardjono, 2010:525).

(30)

Bagi pemegang saham, dividen saham bukan merupakan pendapatan atau laba. Berbagai teori atau argumen diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya (Suwardjono, 2010:525).

Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima karena ada transfer kemakmuran (wealth) ke pemegang saham (Suwardjono, 2010:525).

Bila dividen saham dipandang sebagai pendapatan in natura karena menaikkan nilai investasi, pendapatan tersebut belum terrealisasi bila belum dijual oleh penerimanya. Investasi naik karena dividen saham dapat dijual atau kalau tidak dijual penerima berhak menerima dividen tunai di masa datang atas saham tersebut (Suwardjono, 2010:525).

Argumen lain didasarkan atas konsep kesatuan usaha. Dengan konsep ini, laba ditahan dipandang sebagai bagian dari modal pemegang saham. Kalau perusahaan memperoleh laba maka modal pemegang saham juga akan naik dengan jumlah yang sama. Ini berarti kemakmuran pemegang saham juga naik (biasanya ditandai dengan naiknya harga saham di pasar modal) (Suwardjono, 2010:525).

(31)

Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba pemilik. Oleh karena itu, dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya.sehingga tidak ada tambahan kemakmuran. Dividen sahan juga bukan merupakan laba tetapi sekedar reklasifikasi ekuitas (Suwardjono, 2010:526).

Karena sudut pandang akuntansi adalah kesatuan usaha, apakah dividen saham merupakan pendapatan bagi pemegang saham sebenarnya bukan masalah yang relevan. Yang relevan bagi perusahaan adalah apakah dividen saham dipandang sebagai reklarifikasi ekuitas dan bila demikian bagaimana kapitalisasi diukur. Kapitalisasi dapat didasarkan atas (1) nilai nominal atau nilai nyataan dividen yang dibagi, (2) nilai pasar dividen yang dibagi/diterbitkan, dan (3) modal setoran per saham sebelum dividen saham (Suwardjono, 2010:526).

2.8.4.2. Kapitalisasi Atas Dasar Nilai Nominal

Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah untuk menunjukkan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen saham haruslah hanya sebesar nilai nominal atau nyataannya. Jumlah ini sebesarnya merupakan jumlah minimal yang harus dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan yuridis (Suwardjono, 2010:526).

Alasan pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah dividen saham bukan merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar harga pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut merupakan pendapatan yang di reinvestasi kedalam perusahaan. Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah bahwa harga pasar menggambarkan harga seluruh ekuitas pemegang saham (modal setoran dan laba ditahan). Jadi sangat tidak logis mentransfer jumlah yang merefleksi elemen modal setoran dan laba ditahan ke modal setoran itu sendiri (Suwardjono, 2010:526).

(32)

Modal saham yuridis baru ditunjukkan dalam catatan kaki sementara di neraca ditunjukkan bagian laba ditahan yang dikapitalisasi (Suwardjono, 2010:527).

2.8.4.3. Kapitalisasi Atas Dasar Harga Saham

Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai dividen keduanya dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh karena itu, dividen saham dapat dipandang sebagai pengganti dividen kas karena dividen saham mempunyai nilai. Paling tidak, pemegang saham dapat menjual saham tersebut kalau dividen kas yang diharapkan dan investasi semula tidak berubah. Nilai tersebut diukur atas dasar harga saham. Dengan demikian, harga pasar merupakan dasar yang tepat untuk menentukan kapitalisasi. Berbagai dasar pikiran mendukung hal ini (Suwardjono, 2010:527).

A. Laba ditahan pada dasarnya adalah reinvestasi dari pemegang saham tanpa tindakan pernyataan resmi. Dividen saham merupakan sarana untuk menyatakan kebersediaan pemegang saham secara resmi untuk menanamkan modal (dengan dividen saham sebagai bukti) dalam perusahaan. Jumlah yang ditanamkan tentunya adalah sebesar harga pasar saham dimata pemegang saham karena pemegang saham dapat menjual dividen saham untuk mendapatkan kas.

B. Transaksi dividen saham dapat dianggap terdiri atas dua transaksi yaitu pembagian dividen kas dan penerbitan saham baru dengan harga sebesar dividen kas tersebut. Oleh karena itu, dividen saham akan mengurangi laba ditahan sebesar harga pasar saham dan reinvestasi akan menyebabkan modal setoran naik dengan jumlah yang sama.

C. Dari kacamata perusahaan, jumlah rupiah dividen saham adalah cost kesempatan penjualan saham baru ke pasar modal. Artinya besarnya kapitalisasi adalah sebesar jumlah rupiah seandainya saham baru dijual di pasar dan tidak dibagikan sebagai dividen saham.

(33)

didistribusi lagi baik dalam bentuk dividen saham atau kas (Suwardjono, 2010:527).

Kritik terhadap argumen ini adalah bahwa keduanya didasarkan pada keadaan yang memang tidak terjadi. Lebih dari itu, kalau persentasi dividen saham cukup tinggi, harga saham akan cukup terpengaruh sehingga kapitalisasi harus dibatasi hanya sejumlah modal yuridis (nominal saham). Masalahnya adalah seberapa banyak dividen saham dianggap cukup besar. Seperti pedoman umum penggunaan metoda ekuitas, pembagian dividen saham diatas 20% dianggap cukup berpengaruh (substantial influence) terhadap harga saham sehingga kapitalisasi dibatasi hanya sebesar nilai nominal (Suwardjono, 2010:527).

Kritik lainnya adalah kalau memang dividen saham bukan merupakan pendapatan bagi penerimanya, tidak layaknya untuk memperlakukan sebagai pendapatan karena akan menciptakan ilusi yang keliru bagi pemegang saham (Suwardjono, 2010:528).

Alasan lain yang menolak penggunaan harga pasar saham adalah alasan pendukung penggunaan nilai yuridis. Harga pasar sebenarnya mereflesi ekuitas pemegang saham total dalam perusahaan yaitu modal setoran plus laba ditahan. Jadi sangat tidak logis mentransfer jumlah yang merefleksi elemen modal setoran dan laba ditahan ke modal setoran itu sendiri. Bahkan untuk mempertahankan keutuhan modal yuridis, kapitalisasi tidak diperlukan dan informasi mengenai dividen saham cukup dilaporkan melalui catatan kaki atau pengungkapan lainnya (Suwardjono, 2010:528).

Pendekatan dua transaksi menjadi valid kalau pemegang saham mempunyai opsi untuk menerima dividen kas atau menerima jumlah yang sama dalam bentuk sejumlah saham yang dihitung atas dasar harga pasar saham (Suwardjono, 2010:528).

2.8.5. Hak Beli Saham

(34)

Pada umumnya hak beli saham umurnya tidak lama dan harga beli saham dengan hak beli tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan. Oleh karena itu, hak beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul pendapat bahwa hak beli tersebut dikapitalisasi. Harga pasar hak beli saham ini adalah sebesar selisih harga pasar saham dengan harga yang harus dibayar pemegang saham yang mempunyai hak beli saham (Suwardjono, 2010:528).

Bila deviden saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham juga dapat dikapitalisasi karena hak beli saham dapat dianggap sebagai deviden saham dengan nilai sebesar harga pasar hak beli saham. Jumlah ini dikapitalisasi ke modal setoran lain. Argumen ini dibantah dengan alasan bahwa kapitalisasi hak beli saham menjadi modal setoran adalah tidak logis karena tidak ada sumber ekonomik yang disetorkan oleh pemegang saham dan tidak ada saham baru yang diterbitkan (Suwardjono, 2010:528).

2.8.6. Opsi Saham

Opsi merupakan instrumen yang digolongkan sebagai sekuritas turunan saham atau derivatif saham. Opsi disebut turunan karena harus ada sekuritas yang melandasi atau menjadi basis. Secara umum opsi dapat diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual kepada investor lain. Terdapat dua macam opsi yaitu call dan put. Opsi call memberi hak kepada pemegang saham untuk membeli sejumlah saham dengan harga tertentu setiap saat sebelum hak tesebut habis pada tanggal tertentu. Sedangkan opsi put memberi hak kepada pemegang saham untuk menjual sejumlah saham dengan harga tertentu setiap saat sebelum hak tersebut habis pada tanggal tertentu. Opsi dijual oleh penerbit dengan harga tertentu (Suwardjono, 2010:529).

(35)

yang bersangkutan atau harga yang ditawarkan kepada pihak lain. Kebijakan semacam ini sering disebut dengan program opsi saham karyawan (emlpoyee stock option plan atau ESOP). Opsi saham ini biasanya di gunakan sebagai sarana untuk meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan mereka pemilik perusahaan dan untuk menambah penghasilan karyawan (sebagai kompensasi tambahan). Banyaknya saham yang dapat dibeli dan harga opsi dapat ditentukan pada saat hak opsi diberikan atau bergantung pada beberapa kejadian di masa mendatang seperti pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham (Suwardjono, 2010:529).

Dalam hal opsi saham karyawan, ada kalanya harga pengambilan begitu rendahnya dibanding harga pasar sehingga selisihnya dapat dipandang sebagai kompensasi atau imbalan jasa karyawan (Suwardjono, 2010:529).

2.8.6.1. Opsi Saham Non Imbalan

Ada kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk tujuan meningkatkan kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status karyawan sebagai pemilik perusahaan dan membantu perusahaan menambah dana. Program opsi saham yang memang tidak dimaksudkan untuk menambah penghasilan karyawan tidak dapat dikatagorikan sebagai kompensasi tambahan sehingga harus diakui sebagai biaya. Namun pendapat umum menyatakan bahwa opsi saham pada dasarnya mengandung unsur kompensasi tambahan kepada karyawan. Manfaat yang diperoleh karyawan yang mengambil opsi, atau membeli saham, dengan harga opsi yang lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan merupakan elemen kompensasi seandainya elemen tersebut dapat diakui sebagai biaya dalam menghitung laba baik dalam periode opsi saham diberikan atau dalam periode manfaat tersebut telah terealisasi atau dinikmati karyawan (Suwardjono, 2010:529).

(36)

1. Hampir seluruh karyawan penuh (full time) yang memenuhi kualifikasi jabatan terbatas boleh berpartisipasi dalam program opsi saham

2. Karyawan mempuyai hak membeli saham dalam jumlah yang sama atau atas dasr persentase tertentu dari gaji atau upah

3. Jangka waktu opsi tidak terlalu lama

4. Harga saham tidak terlalu rendah dibandingkan dengan harga pasar saham atau harga yang ditawarkan kepada pihak lain (Suwardjono, 2010:529-530).

Harus diasumsi pula bahwa pemberian hak opsi tersebut tidak mempunyai konsekuensi bagi karyawan untuk melaksanakan kewajiban atau pekerjaan tambahan. Pada umumnya kalau opsi saham tersebut non imbalan, harga saham atau harga pengambilan ditentukan sama dengan harga saham pada saat opsi diberikan. Dengan demikian pada saat tersebut karyawan dianggap tidak menerima manfaat atau penghasilan tambahan karena karyawan akan membayar jumlah yang sama dengan jumlah yang harus dibayar oleh non karyawan untuk saham bersangkutan di pasar saham (Suwardjono, 2010:530).

Kalau ternyata karyawan memperoleh manfaat karena harga saham lebih rendah dari harga pasar pada saat opsi diambil maka manfaat tersebut dapat dipandang sebagai untung akibat spekulasi karyawan dan bukan sebagai penghasilan tambahan untuk jasa yang diberikan karyawan. Pada saat opsi saham ditawarkan tidak ada tambahan modal setoran. Pada saat opsi saham diambil modal setoran akan bertambah sebesar harga saham. Pada saat itu seakan-akan perusahaan menjual dan menerbitkan saham baru (Suwardjono, 2010:530).

2.8.6.2. Opsi Saham Imbalan

(37)

mendatang, kompensasi yang diperhitungkan dan diakui sebagai biaya biasanya adalah selisih harga pengambilan dan harga pasar pada tanggal pengukuran (measurement date). Tanggal pengukuran alteratif ini akan ditentukan berdasarkan tanggal yang informasi berikut diketahui lebih dulu :

1. Banyaknya saham yang dapat dibeli oleh karyawan. 2. Harga pengambilan .

Tidak brarti bahwa karyawan harus mengambil opsi pada tanggal tersebut (Suwardjono, 2010:530).

Alasan pengukuran biaya pada saat opsi ditawarkan atau pada tanggal alternatif adalah :

a) Pada tanggal tersebut kompensasi dapat diukur dengan cukup pasti baik bagi perusahaan maupun karyawan.

b) Harga pada tanggal tersebut dapat dianggap merupakan harga kesepakatan bagi kedua belah pihak sehingga jumlah rupiahnya objektif.

c) Selesih harga pada tanggal penawaran opsi tetap dapat dianggap sebagai kos untuk mencapai tujuan penerbitan opsi.

d) Keputusan untuk mengambil opsi saham ada ditangan karyawan sehingga perubahan harga saham bukan merupkan cos perusahaan (Suwardjono, 2010:530-531).

Dalam program opsi saham imbalan, begitu opsi diambil perusahaan menerima kas atau aset lainnya dan potensi jasa karyawan. Potensi jasa karyawan ini bersifat seperti gaji dibayar dimuka sehigga merupakan aset perusahaan. Secara umum jurnal untuk mencatat transaksi opsi saham adalah sebagai berikut (Suwardjono, 2010:531):

Kas (atau aset lain)……….Rp XXXX Potensi jasa karyawan ………...Rp XXXXX

(38)

Secara teoritis kos potensi jasa karyawan harus disebar menjadi biaya ke periode – periode yang menikmati jasa tersebut. Secara intuitif kos potensi jasa ini adalah selisih antara harga saham dan harga pengambilan pada tanggal pengukuran. Akan tetapi secara teoritis terdapat berbagai alternatif pengukuran dan tanggal pengakuannya beserta argumen yang melandasi. Pembahasan mendalam mengenai hal ini adalah diluar konteks pembahasan modal setoran ini (Suwardjono, 2010:531).

2.8.7. Waran

Perusahaan dapat juga menjual hak beli saham (rights) kepada non pemegang saham dengan menjual kupon pembelian saham atau waran. Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisikan waran sebagai berikut:

Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu (pasal 03).

Pemegang waran dapat membeli sejumlah saham dengan mengembalikan waran tersebut dan membayar sejumlah uang kas tertentu. Waran berbeda dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek yaitu :

1. Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham (call dan put) diterbitkan oleh investor (baik individual maupun institusional).

2. Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama (dapat tahunan) dari pada jangka waktu opsi hak beli saham.

3. Waran dijual atau diterbitkan kepada umum (bukan kepada pemegang saham atau karyawan perusahaan) dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli 4. Saham dijual dengan harga tertentu atau tunai (tidak gratis).

5. Harga pembelian saham total (harga waran plus tambahan kas) pada saat pengambilan opsi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran ditawarkan

(39)

7. Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang (obligasi) (Suwardjono, 2010:531-532).

Karena terdapat aliran masuk dana, jumlah rupiah yang diterima dari penjualan kupon saham dapat diakui dan dikategorikan sebagai modal setoran baik sebagai modal saham atau modal setoran lain (agio saham) (Suwardjono, 2010:532).

Persoalan teoritis timbul bila waran dijual sebagai bonus atau “pemanis” (sweetener) penjualan surat berharga lain misalnya obligasi atau saham prioritas. Sebagai contoh setiap pembelian 10 lembar obligasi atau 1 lot saham prioritas akan mendapat 1 waran. Persoalannya apakah jumlah uang yang diterima perusahaan dialokasi seluruhnya ke obligasi atau saham prioritas bersangkutan atau sebagian dialokasikan ke waran sebagai setoran saham biasa. Keputusan tentang hal ini akan mempengaruhi klasifikasi model setoran (Suwardjono, 2010:532).

Pedukung pemisahan beragumen bahwa sekuritas dan waran mempunyai nilai terpisah karena terjadinya nilai bersal dari sumber yang berbeda. Nilai pasar obligasi atau saham prioritas terbentuk dari kekuatan pasar yang berkaitan dengan tingkat bunga. Nilai pasar waran terbentuk dari presepsi investor tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa datang. Sementara itu, penentang alokasi berdasarkan argumennya pada objektivitas penentuan nilai karena pada ummnya harga pasar masing – masing sekuritas tersebut tidak tersedia dipasar. Jadi dapat dikataka pula bahwa argumen untuk menolak alokasi adalah kepraktisan (Suwardjono, 2010:532).

(40)

Kalau suatu sekuritas (obligasi atau saham prioritas) di terbitkan dengan waran lepas, pemegang waran pada dasaranya mempunyai dua macam sekuritas. Tindakan yang bersangkutan dengan salah satu jenis sekuritas adalah independen terhadap tindakan yang berkaitan dengan sekuritas yang lain. Oleh karena itu perlakuan yang masuk akal adalah mengalokasi kos untuk menentukan harga masing – masing sekuritas. Hal yang sama juga berlaku pada penerbit. Kalu kupon saham bersifat melekat, maka obligasi atau saham prioritas akan mempunyai sifat seperti sekuritas terkonveksi. Berkaitan dengan masalah diatas maka PSAK No 41 telah menetapkan perlakuan akuntansi untuk berbagai jenis waran sebagai berikut.

Jumlah rupiah hasil peneribitan sekuritas (utang atau ekuitas) yang disertai waran lepas dialokasikan ke sekuritas dan waran atas dasar nilai wajar masing-masing komponen pada saat penerbitannya. Jumlah rupiah yang melekat pada waran dilaporkan sebagai modal setoran lainnya dan jumlah rupiah yang melekatpada sekuritas dilaporkan sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 15).

Apabila waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi ke modal saham dan agio saham (bila ada). Apabila waran tidak diambil sampai masa opsi berakhir, jumlah rupiah tercatat waran tetap diperlakukan sebagai modal setoran lain (pasal 16).

Seluruh jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang atau ekuitas) yang disertai waran lekat diakui seluruhnya sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 17).

Penerbitan waran bebas diperlakukan sebagai modal setoran lain sebesar jumlah rupiah hasil penerbitan tersebut. Bila waran bebas diterbitkan secara cuma-cuma, tidak diberlakukan penaksiran nilai waran untuk diakui sebagai modal setoran lain (pasal 18-19) (Suwardjono, 2010:533).

2.9. Penurunan Modal Setoran

(41)

yang bersifat menaikan modal setoran daripada yang menurunkan modal setoran. Alasannya adalah begitu modal disetor dan tertanam dalam perusahaan maka modal tersebut akan menjadi investasi permanen dalam perusahaan. Kalaupun pemegang saham mau melepas investasinya, maka pemegang saham akan menjualnya ke pasar saham sehingga apa yang dilakukan pemegang saham tidak mempegaruhi operasi ataupun posisi keuanagn perusahaan (Suwardjono, 2010:533).

Modal setoran tidak akan berkurang kecuali adanya pembayaran atau pembagian deviden yang dapat dikatagorikan sebagai deviden likuidasi atau penarikan kembali saham yang beredar secara permanen. Paton dan Littleton (1970) sangat menegaskan bahwa perubahan karena transaksi modal harus dibedakan secara tegas dengan perubahan karea transaksi operasi. Oleh karena itu semua transaksi yag berkaitan denagn penarikan kembali saham atau likuidasi modal tidak ada kaitannya dengan untung atau rugi. Dengan kata lain, untung atu rugi tidak timbul dari transaksi penarikan kembali saham (Suwardjono, 2010:533-534).

Dengan dasar pemikiran ditas, “untung” atau “rugi” yang berasal dari transaksi saham perseroan sendiri setelah tanggal penerbitan harus dikatkan dengan ekuitas pemegang saham khususnya laba ditahan bukan sebagai elemen statments laba rugi (Suwardjono, 2010:534).

(42)

tersebut pada hakikatnya mempunyai karakteristik seperti kontribusi modal dalam bentuk donasi atau pembebasan utang (Suwardjono, 2010:534).

Pembelian kembali saham beredar oleh perseroan sebenarnya bermakna penarikan aset yang diinvestasikan oleh pemegang saham yang bersangkutan. Akibatnya struktur modal berubah sesuai dengan jumlah aset yang ditarik kembali tersebut. Akan tetapi karena perlakuan akhir terhadap saham yang ditebus kembali tersebut mungkin tidak pasti maka perlu dibuat ketentuan tentang perlakuan sementara terhadap saham yang ditarik kembali tersebut (Suwardjono, 2010:534).

Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa ditinjau dari segi penilaian pasar (market valuation) terhadap perusahaan, tidak ada alasan untuk menganggap bahwa baik perseroan (mewakili mereka yang masih memegang saham) maupun pemegang saham yang mengembalikan haknya ( yang menyerahkan sahamnya) memperoleh laba efektif, atau menderita rugi efektif dalam transaksi modal tersebut. Kalau harga yang dibayarkan untuk tiap saham yang ditarik kembali lebih rendah dari pada kos saham pada saat penarikan kembali tersebut, maka dapat dianggap bahwa penilaian pasar terhadap perusahaan secara keseluruhan (atas dasar nilai likuidasi pada saat itu) adalah lebih rendah dari pada jumlah rupiah yang tercatat untuk aset seperti kas, piutang dan kos aset lainnya. Demikian pula kalau harga yang dibayarkan untuk saham yang ditarik kembali lebih tinggi dari pada nilai bukunya ini berarti bahwa penilaian pasar pada saat itu memperhitungkan adanya apresiasi aset yang tercatat maupun aset tak berwujud lainnya yang tidak tercatat. Hal ini bukan berarti bahwa akuntansi perseroan yang mendasarkan diri pada kos historis adalah keliru atau tidak sesuai dengan kenyataan. Yang perlu ditekankan adalah bahwa penilaian pasar tidak menjadi aalasan kuat untuk merevisi ekuitas modal pemegang saham tanpa adanya transaksi modal (Suwardjono, 2010:534-535).

2.9.1. Saham Treasuri

(43)

1. Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program opsi saham. Dengan penggunaan saham treasuri dalam program opsi saham. Proporsi pemilikan saham yang masih beredar tidak berkurang dibandingakan kalau digunakan saham baru.

2. Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi penggabungan usaha (Suwardjono, 2010:535).

Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah:

1. Penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan laba ditahan.

2. Pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual kembali.

Mengenai hal ini ada dua pendekatan yaitu konsep satu trasaksi atau konsep dua transaksi (Suwardjono, 2010:535).

2.9.1.1. Konsep Satu-Transaksi

Konsep ini juga disebut dengan metode kos karena jumlah rupiah total yang dibayarkan dianggap seakan–akan merupakan kos pembelian saham treasuri. Disebut satu transaksi karena pembelian saham terasuri dan penjualannya kembali dianggap sebagai satu transaksi. Artinya, pembelian dan penjualan dianggap sebagai kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan transaksi saham treasuri tersebut (Suwardjono, 2010:535).

Kalau sahan treasuri ini dijual kembali dengan harga diatas kos maka jelaslah bahwa selisihnya akan menambah agio saham atau mengurangi disagio saham. Denga kata lain selisih dibebankan ke modal setoran lain. Dengan cara ini modal saham (yuridis) akan tetap terpelihara seperti semula (Suwardjono, 2010:535).

(44)

treasuri dengan harga Rp. 400.000 dan kemudian saham tersebut diterbitkan kembali dengan harga Rp.340.000 bagaimana perlakuan terhadap selisih rugi Rp. 60.000? Apakah sebagai likuidasi modal setoran atau pembagian deviden? (Suwardjono, 2010:536).

Alternatif pertama adalah memperlakukan seluruh selisih (60.000) sebagai pengembalian modal setoran dan karenanya harus didebet ke premium atau diskon saham sekelas. Jika dalam hal premium atau diskon saham yang sekelas sudah habis maka selisih tersebut akan dibebankan ke laba ditahan. Dasar pemikiran yang medukung perlakuan ini adalah bahwa substansi lebih penting daripada bentuk (konsep dasar substance over from). Substansi transaksi saham treasuri adalah transfer antara pemegang saham yang satu ke yang lain dengan perusahaan sebagai agen dan cacah saham yang beredar tidak berubah. Secara teoritis distribusi modal setoran ke pemegang saham yang tidak mengubah cacah saham yang beredar tidak selayaknya mempengaruhi laba ditahan (Suwardjono, 2010:536).

Alternatif kedua dilandasi oleh tujuan mempertahankan modal saham atau modal yuridis. Jumlah rupiah selisih dipecah secara proposional atas dasar modal saham dan agio saham sebelum penarikan saham treasuri. Kemudian jumlah yang berkaitan dengan agio saham dibebankan ke agio saham tetapi yang berkaitan dengan modal saham dibebankan di laba ditahan. Dengan demikian modal saham (modal yuridis) tetap utuh. Landasan perlakuan ini adalah peraturan hukum yang mengharuskan modal saham dipertahankan keutuhannya (Suwardjono, 2010:536). Contoh pemecahan selisih dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Salah sate pajak yang relatif dapat diandalkan oleh pemerintah adalah mengenai izin mendirikan bangunan yang termasuk ke dalam Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),

Sebagai olahraga dengan sifat kompetitifnya mampu menonjolkan pengunggulan nasionalisme yang lebih besar dari ikatan suatu identitas tertentu, prasan kebanggaan nasional

PERKEMBANGAN RISET DAN TEKNOLOGI DI BIDANG INDUSTRI KE-19 Pusat Studi Ilmu Teknik UGM Jl. Teknika Utara, Barek, Kampus UGM, Yogyakarta

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis secara simultan bahwa penerapan teknologi informasi dan kinerja individual berpengaruh terhadap efektivitas penggunaan SIA pada

pembelajaran yang benar dari guru akan membantu siswa dalam belajar IPA lebih baik lagi,. dengan menerapkan pendekatan/strategi pembelajaran yang efektif, memanfaatkan

This program concentration is provided for students who want to expand their understanding of concepts, principles,. techniques, and methods of

Goal dari CSR adalah kakak damping diharap mampu mengembalikan adik asuh ke sekolah dan mendapatkan pelayanan yang baik disekolah, tetapi permasalahan lain selain

Soal ini memiliki tingkat kesukaran yang cukup bagus dan berada dalam interval penerimaan untuk soal. yang