• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyesuaian Periode Lalu

Dalam dokumen 3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren (Halaman 48-55)

2.10. Perubahan Laba Ditahan

2.10.1. Penyesuaian Periode Lalu

Penyesuaian ini sering juga disebut dengan penyesuaian susulan (catch-up adjustment). Penyesuaian periode lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang mempengaruhi operasi periode masa lalu (yang baru ditemukan atau baru dapat diakui dalam periode sekarang) bukan sebagai pengurang atau penambah perhitungan laba tahun sekarang (masuk dalam statment laba/rugi tahun sekarang atau berjalan) tetapi sebagai penyesuai tehadap laba ditahan awal periode sekarang. Perlakukan semacam ini dimaksudkan untuk menjadikan laba ditahan awal periode sekarang menunjukan saldo semestinya seandainya jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam periode yang lalu (Suwardjono, 2010:539).

Sebagai contoh perusahaan yang pada periode lalu dituntut untuk mengganti rugi sejumlah uang tertentu karena dituduh melanggar hak paten perusahaan lain. Sampai akhir periode yang lalu perkara tuntutan ini belum diputuskan pengadilan karena belum dapat dipastikan apakah perusahaan bersalah dan juga tidak ada kepastian tentang jumlah yang akhirnya dibayarkan. Baru dalam periode sekarang dapat dipastikan bahwa perusahaan benar-benar dinyatakan salah dan harus membayar ganti rugi sejumlah tertentu. Jumlah tersebut jelas harus diakui dan merupakan rugi bagi perusahaan. Persoalanya adalah apakah jumlah rugi tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu (laba diatahan awal tahun) atau sebagai pengurang pendapatan tahun sekarang? Dengan kata lain apakah rugi tersebut diakui sebagai penyesuaian terhadap laba bersih periode yang lalu ketika peristiwa yang menyebabkan rugi tersebut terjadi

atau apakah rugi tersebut diakui sebagai elemen penentuan laba periode sekarang ketika peristiwa yang menguatkan atau memastikan terjadi (ketika kepastian tentang status dan jumlah telah diperoleh) (Suwardjono, 2010:539-540).

Beberapa pendapat ada yang mendukung dan ada yang menolak perlakuan rugi tersebut sebagai penyesuaian periode lalu, pihak yang mendukung beragumen sebagai berikut:

1. Laba akan menjadi lebih berarti kalau rugi yang timbul akibat kejadian masa lalu dilaporkan sebagai elemen laba rugi periode yang bersangkutan dan bukan sebagai elemen laba rugi periode sekarang. Memasukkannya sebagai elemen laba rugi periode sekarang akan menimbulkan distorsi pelaporan laba periode sekarang.

2. Pelakuan semacam ini menggambarkan penerapan penandingan pendapatan dan biaya yang tepat (Suwardjono, 2010:540).

Sementara pihak yang menolak penyesuaian periode lalu mengajukan argumen sebagai berikut:

1. Semua pendapatan, untung, biaya, dan rugi yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan pendapatan harus dilaporkan dalam statement laba rugi. Dengan cara ini statment laba rugi selama beberapa periode akan menyajikan riwayat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kalau rugi diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu (penyesuaian akun laba ditahan awal) maka jumlah tersebut tidak akan pernah masuk dalam riwayat laba perusahaan ini berarti daya melaba jangka panjang tidak dapat digambarkan secara lengkap. 2. Pemakai laporan kemungkinan besar tidak akan pernah mengetahui bahwa rugi

tertentu pernah dialami oleh perusahaan kalau jumlah tersebut tidak dimasukkan dalam statement laba rugi. Ini berarti bahwa pemakai kurang mendapat informasi tentang kejadian yang mempengaruhi daya melaba (Suwardjono, 2010:540).

Paton dan Littleton termasuk pihak yang menolak penyesuaian periode lalu dengan argumen bahwa statment laba rugi harus memuat semua perubahan yang bersangkutan dengan pengelolaan asset. Perubahan ini harus secara tegas dibedakan dengan perubahan karena keputusan pendanaan atau transaksi modal.

Dalam hal pemanfaatan asset, tidak perlu dibedakan apakah aset tersebut berupa aset fisis atau bukan. Yang terpenting adalah perubahan asset tersebut berkaitan dengan kegiatan operasi perusahaan (Suwardjono, 2010:541).

FASB menganut gagasan Paton dan Littleton diatas dan menetapkan secara umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan dengan periode lalu harus diperlakukan sebagai komponen statment laba rugi sekarang kecuali syarat-syarat tertentu dipenuhi. Suatu jumlah rupiah baru dapat diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu kalau jumlah rupiah tersebut:

1. Dapat diidentifikasi secara tegas sebagai akibat atau dapat dikaitkan langsung dengan kegiatan-kegiatan bisnis dalam periode tertentu masa lalu.

2. Tidak timbul akibat peristiwa ekonomik yang terjadi setelah tanggal statment keuangan periode yang lalu. Artinya peristiwa yang menimbulkan jumlah rupiah telah terjadi di masa lalu, hanya tidak pasti jumlahnya, atau waktu mengikatnya bagi perusahaan.

3. Sangat bergantung pada ketetapan pihak selain manajemen. Artinya, jumlah dan kepastian mengikatnya tidak berada dibawah pengendalian atau keputusan manajemen.

4. Tidak dapat ditaksir atau diantisipasi secara layak sebelum adanya ketetapan tersebut (Suwardjono, 2010:541).

Terjadinya jumlah rupiah yang memenuhi keempat syarat diatas biasanya jarang sekali sehingga praktis penyesuaian periode lalu tidak pernah dilakukan. Pada umumnya penyesuaian periode lalu berkaitan dengan masalah ketidakpastian dimasa lalu tentang suatu kejadian atau jumlah dalam peristiwa yang sangat khusus (misalnya perkara tuntutan ganti rugi seperti dicontohkan diatas). Ketidakpastian semacam ini dalam akuntansi biasanya digolongkn dalam apa yang disebut dengan kebergantungan rugi. Rugi bergantung dapat diakui dalam perioda timbulnya kemungkinan asalkan dipenuhi kedua kriteria pengakuan tersebut:

1. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statment keuangan menunjukan dengan cukup pasti bahwa pada tanggal laporan keuangan aset perusahaan sudah terpengaruh/berkurang atau kewajiban telah timbul. Secara implisit

harus cukup pasti pula bahwa akan terjadi peristiwa tertentu di masa mendatang yang menegaskan atau menguatkan adanya rugi tersebut

2. Jumlah rupiah pengaruh atau rugi tersebut dapat ditaksir secara layak (Suwardjono, 2010:541).

Secara singkat dapat dikatakan bahwa untuk dapat mengakui rugi bersyarat maka kejadiannya harus cukup pasti dan jumlah rupiahnya dapat ditaksir dengan layak.

Keempat syarat penyesuaian periode lalu merupakan kecualiaan dari ketentuan umum yang menyatakan bahwa semua pos rugi atau laba yang diakui dalam suatu periode (termasuk pengakuan rugi bersyarat) harus merupakan pos dalam penentuan laba periode. Dengan demikian rugi yang berkaitan dengan periode lalu teteapi baru diakui dalam periode sekarang harus tetap dimasukan dalam statment laba rugi bukan sebagai penyesuaian periode lalu (penyesuaian terhadap laba ditahan awal). Tentu saja kalau jumlahnya material, hal tersebut harus dilaporkan secara terpisah dalam statment laba rugi atau perlu ada pengungkapan yang memadai (Suwardjono, 2010:542).

Pertimbangan mengenai apakah suatu jumlah rupiah diperlakukan sebagai penyesuaian periode lalu atau komponen laba rugi periode berjalan tentunya tidak dapat diterpakan untuk penyesuaian yang sifatnya rutin sebagai konsekuensi logis proses auntansi yang menganut asas akrual. Koreksi kesalahan dan pengaruh perubahan akuntansi berikut ini sebenarnya merupakan masalah yang erat kaitannya dengan masalah penyesuaian periode lalu (Suwardjono, 2010:542). 2.10.2. Koreksi Kesalahan

Sistem akuntansi biasanya sudah dirancang dengan cukup cermat sehingga kesalahan dalam pencatatan akan segera dapat dideteksi sehingga dapat dilakukan koreksi. Dalam hal tertentu, kesalahan tidak segera diketahui dan baru ketahuan beberapa waktu atau bahkan beberapa periode setelah statement keuangan disusun dan diterbitkan. APB Opinion nomor 20 paragraf 13 mendefinisikan kesalahan sebagai berikut :

Errors in financial statements result from mathematical mistakes, mistakes in application of accounting principles, or oversight or misue of facts that existed at the time the financial statements were prepared

Jadi, untuk dapat disebut kesalahan, suatu jumlah rupiah harus berasal dari kesalahan hitung, kesalahan aplikasi, atau penerapan prinsip akuntansi, atau kekhilafan atau kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia dalam penyusunan laporan keuangan. APB membedakan antara kesalahan dengan perubahan taksiran atau perubahan akuntansi. Perubahan taksiran muncul dari adanya informasi atau perkembangan baru yang berarti dari tilikan yang lebih baik atau pertimbangan yang lebih mantap. Untuk disebut kesalahan, harus ada unsur kekhilafan atau salah pakai informasi (Suwardjono, 2010:542).

Misalnya saja kesulitan dalam memecah kos menjadi biaya dan bagian yang ditunda pembebanannya pada akhir periode membuka kemungkinan untuk melakukan koreksi di kemudian hari terhadap asset dan laba yang sebelumnya telah dilaporkan. Juga dapat terbukti bahwa setelah beberapa periode ternyata depresiasi telah dibebankan terlalu besar bila dibandingkan dengan kenyataan yang sekarang dialami. Hal ini berarti bahwa nilai buku asset telah dilaporkan terlalu rendah dan perhitungan laba pada masa yang lalu juga menjadi terlalu rendah ditinjau dari segi fakta yang sekarang diperoleh. Demikian juga, kalau terbukti bahwa beban depresiasi telah ditentukan terlalu kecil sehingga depresiasi akumulasian kemungkinan tidak mencapai jumlah rupiah yang dapat menutup kos asset pada saat diberhentikan maka ini berarti bahwa saldo asset telah dilaporkan terlalu besar pula. Yang manapun dari situasi di atas, suatu koreksi diperlukan segera setelah cukup bukti bahwa kesalahan telah terjadi (Suwardjono, 2010:543).

Tidak seperti nasi yang telah menjadi bubur, kalau laba suatu periode telah ditentukan atas dasar fakta yang obyektif pada waktu itu maka tidak berarti bahwa laba tersebut tidak dapat diperbaiki bila terbukti ada kesalahan. Kenyataan bahwa buku besar biaya dan pendapatan pada tahun-tahun yang lalu telah ditutup tidaklah menutup kemungkinan untuk merevisi kembali angka-angka laba yang telah dilaporkan sebelumnya dan untuk melaporkan koreksi yang ternyata diperlukan dengan adanya fakta baru di kemudian hari (Suwardjono, 2010:535).

2.10.2.1. Koreksi Sebagai Penyesuai Laba Ditahan

Menurut pandangan ini penyesuaian yang diperlukan terhadap laba yang pernah dilaporkan harus dilakukan langsung terhadap akun laba ditahan untuk semua kasus kecuali untuk koreksi-koreksi yang jumlahnya tidak terlalu besar (material) sehingga tidak mengganggu pelaporan laba normal. Ini berarti koreksi tidak tampak dalam statment laba rugi (Suwardjono, 2010:543).

Pendekatan ini disarankan dalam APB nomer 20 paragraf 36 yang menyatakan bahwa kesalahan dalam statement keuangan periode sebelumnya harus diperlakukan sebagai penyesuian periode lalu. Laba ditahan awal periode berjalan disesuaikan dengan jumlah rupiah pengaruh kumulatif kesalahan terhadap perhitungan laba periode-periode sebelumnya dan kalau statemen komparatif disajikan, pengaruh retroaktif kesalahan harus ditunjukkan dalam statment keuangan periode-periode yang terpengaruh. Perlakuan semacam ini sebenarnya hanya berlaku untuk kesalahan yang memenuhi ketentuan umum dalam SFAS No. 16 paragraf 1 yang dibahas sebelumnya (Suwardjono, 2010:543).

Metode ini dapat diterima dari sudut pandang neraca saja dan tidak mengganggu kenormalan atau keutuhan (integrity) beberapa statemen laba rugi berikutnya. Di lain pihak, prosedur ini tidak layak karena riwayat laba yang pernah dilaporkan menjadi tidak lengkap dan besar kemungkinan angka laba dapat menyesatkan (Suwardjono, 2010:543).

Pengaruh koreksi dapat ditunjukkan dalam statment laba rugi komprehensif sebagai penambah atau pengurang (modifier) angka laba bersih atau angka manapun yang akhirnya toh akan ditambahkan ke (atau dikurangkan terhadap) laba ditahan. Letak yang tepat penyesuaian koreksi tidaklah merupakan masalah yang penting asalkan ada pengungkapan yang jelas tentang hal tersebut dalam statment laba rugi. Tentu saja tidak dikehendaki untuk memasukkan pengaruh koreksi dalam klasifikasi pendapatan operasi atau biaya operasi berjalan (periode sekarang) karena jumlah rupiah koreksi berkaitan dengan perhitungan laba dalam periode-periode sebelumnya (Suwardjono, 2010:544).

Telah ditekankan berkali-kali bahwa daya melaba jangka panjang adalah informasi yang sangat penting bagi investor. Dengan demikian, akan sangat membantu dalam hal ini untuk memasukkan dalam statemen laba rugi tahunan tidak hanya pengukur hasil (laba) periode berjalan yang setepat-tepatnya tetapi juga pengukur koreksi laba statment terdahulu setepat-tepatnya. Melaporkan koreksi atas dasar fakta yang ditemukan kemudian sama sekali tidak berarti tidak mempercayai atau menghargai perhitungan sebelumnya. Masa datang tidak selalu dapat diprediksi dengan tepat. Oleh karena itu, sebenarnya tidak perlu diadakan revisi akun-akun nominal yang telah ditutup dan juga tidak perlu menyusun kembali lapora keuangan periode-periode yang lalu dengan revisi yang menyeluruh (retroactive restatement). Hal ini dilandasi oleh argument bahwa perhitungan laba bersih tahunan bukanlah harga mati dan penyajian statment laba rugi secara komprehensif (menyajikan laba normal, dan luarbiasa serta koreksi) dan secara serial akan menggambarkan riwayat laba sesuai dengan kenyataan. Perlakuan pengaruh koreksi seperti ini sebenarnya mudah dan logis (Suwardjono, 2010:544).

2.10.2.2. Koreksi Sebagai Penyesuai Modal Setoran Lain

Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang berkaitan dengan penggunaan asset (asset utilization) dalam periode-periode yang lalu dengan alasan apapun hendaknya dipisahkan dengan premium modal saham. Premium modal saham merupakan komponen modal setoran dan kalau pemisahan antara modal setoran dan modal operasi (laba) harus tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk menggunakan modal setoran untuk menyerap koreksi atas laba yang pernah dilaporkan kecuali kalau :

(1) Laba bersih tahun berjalan dan laba ditahan telah habis.

(2) Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapat persetujuan pemegang saham.

(3) Laba ditahan yang diakumulasi setelah penyesuaian modal tersebut diberi tanggal. Artinya, laba ditahan yang dilaporkan kemudian diperoleh dari

operasi setelah penyesuaian tersebut (perusahaan dianggap baru mulai atau fresh start) (Suwardjono, 2010:544).

Jadi, sangatlah tidak tepat memperlakukan koreksi dengan cara menggabungkan semua penyesuaian dalam statment perubahan laba ditahan dan terpisah dengan statment laba rugi. Penyajian seperti itu cenderung mengacaukan antara koreksi laba yang pernah dilaporkan dengan penyesuaian modal pemegang saham yang tidak ada sangkut pautnya dengan proses pemanfaatan asset (Suwardjono, 2010:545).

2.10.2.3. Koreksi sebagai Komponen Statment Laba Rugi

Statemen laba rugi kumulatif (serial komparatif) yang didasarkan atas statment-statment terdahulu harus menunjukkan laba (atau rugi) komprehensif sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal sekarang. Dengan demikian, kalau koreksi langsung dilakukan dalam akun laba ditahan tanpa ada petunjuk atau penjelasan apapun dalam statment laba rugi, beberapa statment laba rugi yang pernah diterbitkan tidak dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Prinsip penyesuaian langsung ke laba ditahan membuka kemungkinan untuk menimbulkan prosedur yang mengaburkan atau menyembunyikan pengaruh rugi atau untung luar biasa dengan akibat timbulnya salah tafsir pada pihak pemegang saham atau pihak lain yang berkepentingan. Statment laba rugi harus menyatakan laba seperti apa adanya termasuk rugi atau untung akibat koreksi. Masalahnya adalah bagaimana melaporkan koreksi dalam statment laba rugi? Hal ini akan dibahas dalam seksi penyajian laba (Suwardjono, 2010:545).

Dalam dokumen 3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren (Halaman 48-55)

Dokumen terkait