• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kultur Kalus

Dalam dokumen (utrub rarlr{gar{ TAilAilAN (Halaman 93-129)

Kultur Sel yang Belum Terorganisasikan atau Kultur Jaringan

6.1. Kultur Kalus

Teknik kultur jaringan dimulai dengan mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, jaringan, organ), kemudian menumbuhkannya secara aseptis di atas atau di dalam suatu medium budidaya sehingga bagian-bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri, dalam 1-2 bulan, tergantung dari jenis tumbuhannya, akan terbentuk kalus. Kalus biasanya terjadi pada eksplan di tempat irisan, karena jaringan kalus ini merupakan jaringan yang bertujuan menutup luka. Pembelahan sel-sel pada kalus dipacu oleh hormon endogen dan eksogen auksin dan sitokinin yang ditambahkan pada medium kultur.

Kalus juga dapat timbul karena adanya infeksi dari mikroorganisme tertentu seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan serangga dan nematoda. Kalus yang diakibatkan oleh infeksi Agrobacterium disebut tumor (crown gall). Pembentukan kalus tergantung dari jenis tumbuhan, asal eksplan, umur fisiologi dari tanaman donor dan komposisi medium kultur. Pada kenyataannya sulit untuk memperoleh kalus dari hasil kultur jaringan yang eksplannya diambil dari sembarang bagian jaringan tumbuhan. Kultur kalus bertujuan untuk mendapatkan kalus dari eksplan yang ditumbuhkan di atas medium kultur secara terus menerus.

Kalus telah berhasil diinduksi dari bermacam-macam eksplan. Hal yang perlu mendapat perhatian pada pemilihan eksplan adalah, harus mengandung sel-sel yang aktif membelah. Semua bagian tanaman yang masih muda (kecambah) sangat responsif untuk induksi kalus. Bagian-bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon, koleoptil, umbi akar wortel

Kultur Jaringan Tanaman 85 yang mengandung kambium dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi menghasilkan kalus.

Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan dari bagian-bagian semai (seedling) yang dikecambahkan secara in

vitro. Jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau, seperti

parenkim empulur, mempunyai respon yang lebih baik dibandingkan dengan sel-sel daun yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan, idealnya ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi tetap mempunyai kemampuan yang tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel yang relatif homogen.

Inisiasi pembentukan kalus dimulai dari hasil pembelahan sel yang terus menerus pada jaringan induk yang tidak perlu harus berhubungan langsung dengan medium kultur, pertumbuhan yang tercepat terjadi di daerah perifer. Hal ini disebabkan karena pada daerah tersebut ketersediaan hara dan oksigen lebih baik. Pertumbuhan kalus merupakan hasil interaksi yang sangat komplek antara eksplan, komposisi medium dan kondisi lingkungan selama periode inkubasi. Sel-sel memperlihatkan peningkatan aktivitas sitoplasmik yang ditandai dengan meningkatnya respirasi, dan jaringan kembali ke keadaan meristematik (dediferensiasi).

Selama pertumbuhannya, kalus dapat mengalami

1ignifikasi yang cukup kuat hingga menyebabkan kalus bertekstur keras dan kompak, ada juga yang friabel dan lunak sehingga mudah terpecah-pecah menjadi serpihan-serpihan kecil. Kalus dapat berwarna kekuningan, putih, hijau atau terpigmentasi oleh antosianin. Pigmentasi dapat seragam pada keseluruhan kalus atau sebagian daerah tidak terpigmentasi. Sel-sel pembentuk antosianin dan non-antosianin telah berhasil diisolasi dari kalus wortel.

Induksi kalus dan pertumbuhan kalus yang terus berlangsung (dengan melakukan subkultur), memerlukan gula dan garam-garam mineral pada medium. Selain itu, juga memerlukan

Kultur Jaringan Tanaman 86 zat pengatur tumbuh: (1) auksin (pada kebanyakan monokotil), (2) sitokinin (misalnya, pada gymnospermae), (3) auksin dan sitokinin (pada kebanyakan dikotil dan beberapa spesies monokotil), dan (4) tidak memerlukan zat pengatur tumbuh (misalnya tumor, jaringan yang mengalami habituasi penuh). Zat pengatur tumbuh yang umum dan efektif digunakan untuk induksi kalus (dediferensiasi) adalah 2,4-D, dicamba, atau picloram.

Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung sel-sel yang seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari eksplan tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam tipe sel. Misalnya, sel-sel meristematik (di tengah), sel-sel yang parenchymatous, sel-sel yang mengandung vakuola, sel-sel raksasa, sel-sel seperti tracheid dsb, heterogenitas ini mencerminkan asal dari eksplannya.

Sel-sel yang heterogen dari jaringan kompleks

menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Medium seleksi dapat didasarkan pada berbagai unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam medium. Selain dari eksplannya, sel-sel yang heterogen pada kalus juga dapat disebabkan karena masa kultur yang terlalu lama melalui serangkaian subkultur yang berulang-ulang. Masa kultur yang terlalu lama menyebabkan adanya per-ubahan terhadap kebutuhan zat pengatur tumbuh eksogen. Ketidaktergantungan sel-sel untuk terus membelah tanpa adanya zat pengatur tumbuh eksogen disebut habituasi. Sel-sel dapat mengalami habituasi terhadap auksin maupun sitokinin.

Masa kultur yang terlalu lama juga dapat menyebabkan adanya heterogenitas karyologis, yang dicerminkan dengan adanya perubahan dari siklus sel dan ketidakteraturan pembelahan mitosis

Kultur Jaringan Tanaman 87 selama masa kultur. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa: (1) poliploidi meningkat secara progresif sejalan dengan lamanya kultur kalus, zat pengatur tumbuh 2,4-D dapat meningkatkan frekuensi poliploidi, (2) aneuploidi yang kerapkali berkaitan dengan fragmentasi inti dan abnormalitas dari mitotic

spindle, (3) perubahan struk-tural pada kromosom, misalnya

disentrik, fragmen akrosentrik, ring kromosom, (4) transpo-sisi urutan DNA, (5) amplifikasi gen, jumlah gen untuk sifat tertentu per genom haploid bertambah, dan (6) delesi, yaitu hilangnya suatu gen.

Adanya perubahan-perubahan karyologis ini menyulitkan aplikasi kultur kalus untuk mikropropagasi dan produksi metabolit sekunder, tetapi dapat dimanfaatkan untuk pemuliaan in vitro karena dapat menambah keragaman genetik. Setelah periode waktu tertentu, biasanya 2 minggu sampai 3 bulan, pertumbuhan kalus akan menurun, kalus akan menunjukkan gejala-gejala penuaan seperti nekrosis atau menjadi coklat dan akhirnya mengering. Hal tersebut sebagai akibat dari beberapa faktor berikut: (1) kandungan nutrisi media menyusut, (2) penguapan (evaporasi) yang mengakibatkan agar-agar semakin mengeras sehingga meng-hambat difusi nutrien dan meningkatnya konsentasi dari beberapa komponen medium, (3) sel-sel pada kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat karena terakumulasinya sejumlah senyawa toksik pada medium di sekitar eksplan, dan (4) sel-sel yang terdapat di tengah-tengah massa sel mengalami kekurangan oksigen.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas, kalus harus disubkultur pada medium baru, tergantung dari tujuannya medium baru yang digunakan untuk subkultur dapat sama atau berbeda dengan medium semula. Secara umum dapat dikatakan, tujuan dilakukannya subkultur adalah untuk menjaga kehidupan dengan mempertahankan laju pertumbuhan sel tetap konstan sehingga

Kultur Jaringan Tanaman 88 dapat diperoleh kalus dengan sel-sel yang homogen, untuk memperbanyak kalus dan untuk diferensiasi kalus.

Untuk tujuan diferensiasi, biasanya digunakan medium yang mengandung kombinasi zat pengatur tumbuh dari auksin dan

sitokinin yang berbeda. Pembentukan organ umumnya

membutuhkan zat pengatur tumbuh yang lebih tinggi dari pada yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kalus.

Hal yang perlu diperhatikan pada subkultur adalah massa sel yang akan dipindah harus cukup banyak. Hal ini dapat dilakukan dengan membiarkan kalus tumbuh hingga mencapai diameter 2-3 cm sebelum dipisahkan dari eksplan dan membaginya menjadi 4-8 inokula untuk disubkulturkan pada medium baru. Bila kalus menunjukkan rupa yang heterogen, yang harus dipilih sebagai inokulum adalah kalus yang menunjukkan pertum-buhan tercepat, biasanya yang berwarna agak pucat dan lunak.

Doods dan Roberts (1982) menganjurkan inokulum yang mempunyai diameter 5-10 mm dengan berat sekitar 20-100 mg. Subkultur yang berhasil biasanya dilakukan setiap 28 hari, namun waktu yang tepat tergantung pada kecepatan pertumbuhan kalus. Pertumbuhan kalus diukur dengan menghitung berat basah dan berat kering kalus pada periode waktu tertentu. Laju pertumbuhan kalus, seperti halnya pada kebanyakan organisme sel tunggal, membentuk kurva sigmoid (Gambar 6.1).

Kultur Jaringan Tanaman 89 Gambar 6.1. Kurva pertumbuhan kalus (Dodds dan

Roberts, 1982)

Proses diferensiasi in situ adalah reversible, hal ini ditunjukkan pada kultur in vitro. Eksplan yang berupa sel, jaringan dan organ tanaman pada hakekatnya telah mengalami proses diferensiasi. Dengan menanam bagian-bagian tanaman tersebut di atas medium kultur secara aseptis, terjadilah proses dediferensiasi, yaitu terbentuknya sel-sel parenkimatis yang tidak terdiferensiasi (kalus). Se1-sel tanaman menunjukkan kemampuan yang luar biasa untuk meregenerasikan dirinya menjadi tanaman utuh dari sel-sel yang tidak terdiferensiasi tersebut, prosesnya disebut rediferensiasi. Keadaan menjadi berdiferensiasi kembali untuk membentuk akar, tunas dan embrioid yang kemudian membentuk

Kultur Jaringan Tanaman 90 Pembentukan struktur yang terorganisasikan pada kalus dimulai dengan pembentukan kelompok-kelompok sel yang rapat (meristemoid) dari sel-sel meristematik yang dicirikan dengan ukuran kecil, penuh plasma dan inti menyolok. Meristemoid diharapkan mampu membentuk primordia tunas maupun akar. Prosedur untuk mempelajari teknik dasar induksi kalus dicontohkan pada umbi akar wortel, tahapannya adalah sebagai berikut.

Bahan dan alat:

a. Umbi akar wortel yang segar dan sehat;

b. Medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg.L-1, lihat cara pembuatan medium pada uraian sebelumnya;

c. Petridish steril dengan kertas saring; d. Alkohol 70%;

e. Akuades steril; f. Detergent; g. Clorox, Sunclin; h. Sikat gigi;

i. Skalpel, pisau, pinset;

j. Erlenmeyer 250 ml, beker glass 250 ml; k. Sprayer;

Cara kerja:

a. Persiapan eksplan

Umbi akar wortel dicuci bersih dengan cara disikat permukaannya dengan menggunakan sikat gigi dan detergent. Umbi kemudian dipotong melintang pada bagian tengah setebal kira-kira 1 cm. Masukkan segera 5-8 potong umbi ke dalam beker glass, kemudian segera dibawa ke dalam Laminar air flow cabinet.

Kultur Jaringan Tanaman 91

b. Sterilisasi eksplan

 Bersihkan permukaan meja kerja dengan menyemprotkan alkohol 70% dan melapnya dengan kertas tissue. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan Clorox 10%. Masukkan potongan-potongan umbi ke dalam beker glass steril, tuangkan 100 ml

clorox ke dalam beker glass yang berisi potongan eksplan,

biarkan kira-kira 10 menit, sesekali beker glass digoyang-goyang.

 Dengan pipet steril, pindahkan potongan-potongan eksplan dari larutan clorox ke dalam beker glass kosong yang steril. Bilaslah eksplan dengan akuades steril dua kali masing-masing selama 10 menit.

c. Pemotongan eksplan

 Pindahkan potongan umbi ke dalam petridish yang berisi kertas saring steril, dengan menggunakan skalpel yang tajam, potongan umbi ditipiskan ukurannya menjadi setebal kira-kira 0,5 cm.

 Buatlah potongan umbi menjadi kubus dengan ukuran kira-kira 0,5 x 0,5 cm.

d. Penanaman dan inkubasi

• Dengan pinset steril, masukkan 3 potong eksplan untuk tiap botol kultur yang berisi medium MS + 2,4-D 1 mg.L-1.

• Botol kultur yang telah berisi eksplan segera ditutup, beri label yang menunjukkan: jenis tanaman, medium yang digunakan dan tanggal penanaman.

• Bawa segera ke ruang inkubator, inkubasi dilakukan pada suhu 25°C di tempat terang.

Kultur Jaringan Tanaman 92

e. Pengamatan

• Amati awal terbentuknya kalus, dari bagian mana kalus terbentuk

• Lakukan subkultur pada minggu ke-3 • Amati tekstur, struktur dan warna kalus. • Ukurlah berat basah dan berat kering kalus

Gambar 6.2. Gambar skematis induksi kalus umbi akar wortel 6.2. Kultur Suspensi Sel

Kalus mengandung sel-sel yang lebih homogen dibandingkan dengan sel-sel yang terdapat pada eksplan. Namun demikian, sel-sel pada kalus tidaklah seragam, kalus yang mengandung sel-sel yang tidak homogen mempunyai sel dengan

Kultur Jaringan Tanaman 93 perkembangan yang berbeda-beda (asynchronous). Hal ini disebabkan karena kalus dikulturkan pada medium padat, sehingga hanya bagian dasar dari kalus saja yang kontak dengan medium kultur, akses terhadap nutrien menjadi berbeda. Sinkronisasi dapat dilakukan dengan mengkulturkan kalus yang friabel ke dalam medium cair yang diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu akan terbentuk suspensi sel yang tumbuh aktif.

Kultur suspensi sel merupakan suatu sistem yang ideal untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawaan pada sel dan mempelajari diferensiasi sel. Dari segi praktis, kultur suspensi sel dapat digunakan sebagai sumber protoplas untuk difusikan atau manipulasi genetik, untuk membuat

single cell clone, untuk produksi embrio somatik, sel-sel pada

kultur suspensi sel juga dapat diperlakukan sebagai pabrik untuk memproduksi metabolit sekunder.

Kalus yang friabel dan lunak jika ditransfer ke dalam medium cair dan diinkubasi dengan penggojokan, setelah dua atau tiga minggu, sel-sel akan terpisah dari kalus dan mulai membelah, terdispersi di dalam medium cair membentuk suspensi se1 yang aktif tumbuh. Populasi sel-sel di dalam kultur suspensi sel terdiri dari sel-sel tunggal yang bentuknya bermacam-macam, agregat-agregat (kumpulan) sel yang seragam ukurannya, bagian eksplan (inokulum) yang tersisa dan sel-sel mati, yang kesemuanya terdispersi di dalam medium cair. Medium cair yang digunakan komposisinya sama dengan medium untuk induksi kalus, hanya pada kultur suspensi sel tidak menggunakan agar. Keuntungan dari digunakannya medium cair yang diinkubasikan dengan penggojokan pada kultur suspensi sel adalah:

a. tidak terjadi gradien terhadap nutrisi dan gas

b. semua permukaan sel dapat kontak dengan medium c. aerasi yang lebih baik

Kultur Jaringan Tanaman 94 Kesemuanya membuat pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel menjadi sangat cepat. Derajat dispersi sel-sel di dalam medium cair sangat dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh. Penggunaan auksin dengan konsentrasi tinggi (sampai 10 mM) bersama dengan sitokinin dengan konsentrasi yang lebih rendah (0,1-5 mM) dapat meningkatkan dispersi sel. Inisiasi dari kultur suspensi sel memerlukan kalus sebagai inokulum yang jumlahnya relatif cukup banyak, yaitu sekitar 2-3 gram untuk 100 ml medium. Kalus sebanyak itu dapat menghasilkan suspensi sel dengan densitas awal sekitar 0,5-2,5 x 105 per ml medium.

Kultur suspensi sel akan tumbuh dengan sangat cepat, untuk itu harus dilakukan sub-kultur dengan cara mengendapkan sel-sel pada dasar botol kultur, kemudian dengan hati-hati medium yang ada di atasnya dituang. Endapan sel-sel kemudian dibagi menjadi dua bagian, masing-masing digunakan sebagai inokulum dengan memasukkan ke dalam medium baru yang komposisi dan volumenya sama dengan medium lama. Biasanya subkultur dilakukan secara teratur setiap satu atau dua minggu sekali, yaitu ketika sel berada pada awal fase stationary. Dasar yang digunakan untuk subkultur ini adalah untuk mempertahankan kultur tetap pada fase pertumbuhan logaritmik.

Ada sejumlah metoda yang digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan sel pada kultur suspensi sel, yaitu dengan menghitung:

a. jumlah sel termampat (Packed Cell Volume, PCV) b. jumlah sel

c. berat basah dan berat kering d. total protein

Selain itu, viabilitas sel ditentukan dengan pengecatan FDA, Evan's blue, tetrazolium salt, dan sebagainya. Viabilitas sel menentukan kemampuan sel-sel untuk membelah. Pada semua metoda pengukuran tersebut di atas, cuplikan dari kultur dilakukan

Kultur Jaringan Tanaman 95 pada interval waktu tertentu. Hasil pengukuran yang diplotkan dengan waktu sampling tersebut akan menghasilkan kurva pertumbuhan yang khas, berbentuk sigmoid, yang dicirikan dengan 5 fase pertumbuhan. Pada saat inokulasi, sel-sel pada medium kultur berada dalam tahap persiapan untuk membelah, sel-sel berada pada lag phase. Sel-sel kemudian mengalami fase pertumbuhan eksponensial (exponential growth phase) yang pendek, ditandai dengan laju pembelahan yang maksimal. Kemudian diikuti dengan fase pertumbuhan linier (linear growth

phase), pembelahan sel melambat tetapi laju ekspansi/

pembentangan sel meningkat. Pembelahan dan pembentangan sel menurun selama fase deklarasi progresif (progressive deceleration

phase). Akhirnya sel-sel masuk ke fase tetap (stationary phase).

Selama fase stationary jumlah sel pada kultur kurang lebih konstan karena sel-sel tidak membelah lagi. Siklus ini dapat diulang bilamana pada awal fase stationary sel-selnya disubkultur pada medium segar.

Pada setiap metode pengukuran pertumbuhan, kultur suspensi sel mempunyai kurve pertumbuhan yang berbeda. Pada suatu kultur suspensi sel mungkin saja didapatkan lag phase yang sangat pendek, setelah mencapai fase stationary kemudian menurun sangat drastis, ini menunjukkan adanya sejumlah sel yang mengalami lisis. Pada kultur yang lain setelah fase stationary, kurva naik lagi, ini disebabkan karena sel-selnya membesar.

Metode sederhana untuk mengukur laju pertumbuhan pada kultur suspensi sel dikem-bangkan oleh Dr. Christianson dari Michigan State University. Dasar teknik ini adalah pengukuran volume sel yang terendapkan pada periode waktu tertentu. Sebagai contoh: 50 ml suspensi sel dimasukkan ke dalam gelas ukur atau tabung sentrifugasi yang berskala, sel-sel dibiarkan mengendap sampai tidak ada penambahan volume sel-sel yang mengendap. Waktu pengendapan sel untuk setiap kali pengukuran harus sama,

Kultur Jaringan Tanaman 96 misalnya V30 artinya volume pengendapan sel-sel selama 30 menit. Waktu yang diperlukan untuk mengendapkan sel-sel ini berbeda-beda, tergantung dari tipe kultur suspensinya. Metode ini sangat menguntungkan karena kecepatannya dan tidak ada sampel yang terbuang.

Hal yang perlu diperhatikan pada proses pemeliharaan kultur suspensi sel adalah menyeleksi tipe-tipe sel yang tumbuh dan membelah pada medium cair. Laju pertumbuhan sel yang sangat cepat dapat diseleksi dengan sering melakukan subkultur dengan hanya menggunakan sel-sel tunggal atau agregat-agregat kecil sebagai inokulum. Untuk memisahkan sel-sel dari agregat-agregat besar dan kecil dapat dilakukan dengan menyaring suspensi sel menggunakan nilon filter atau stainless steel filter sebelum disubkultur. Penyaringan ini biasanya hanya dilakukan pada subkultur yang pertama, subkultur yang ke dua dan seterusnya tidak perlu dilakukan penyaringan, teknik penyaringan ini merupakan salah satu usaha sinkroninasi kultur suspensi sel. Kultur sel yang sinkron adalah jika sebagian terbesar dari populasi sel melewati setiap fase dari siklus sel (G1, S, G2 dan M) secara serentak. Untuk mempelajari pembelahan sel dan metabolisme sel pada kultur suspensi sel, sebaiknya digunakan kultur suspensi sel yang sinkron, yang memperlihatkan amplifikasi dari setiap kejadian dari siklus sel dibandingkan dengan kultur yang tidak sinkron. Pada umumnya kultur suspensi sel itu tidak sinkron, sehingga perlu dilakukan sinkronisasi. Ada dua metoda yang dapat digunakan untuk sinkronisasi pada kultur suspensi sel: (1) pelaparan (starvation). Metode ini dikerjakan pertama, dengan

menahan sel-sel pada G1 atau G2 dari siklus sel dengan mengkulturkan sel-sel pada medium starvasi hormon dan nutrien. Proses pelaparan ini akan mengakibatkan sel-sel berada pada fase pertumbuhan yang stasioner. Setelah periode starvasi dilewati, sel-sel kemudian disubkultur dengan

Kultur Jaringan Tanaman 97 medium yang mengandung nutrien penuh dan hormon, sel-sel yang berada pada fase stationary akan membelah bersama-sama. Kultur suspensi sel Ace pseudoplatanus yang ditumbuhkan dengan medium starvasi nitrogen berada pada fase stationary: dapat membelah lebih lanjut setelah disubkultur pada medium segar yang diperkaya. Sel-sel yang berada pada fase stationary tertahan pada fase G1 dari siklus sel, yang kemungkinan disebabkan karena ketiadaan ion nitrat pada medium starvasi. Pada kultur sel A. pseudoplatanus dengan skala besar, derajat sinkronitas dapat dipertahankan lebih dari lima siklus hidup sel, seperti yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah sel pada setiap tahapan sitokinesis yang berurutan. Hal serupa juga terjadi pada kultur sel Vinca rosea yang dikulturkan pada medium starvasi

phosphate selama 4 hari kemudian ditransfer ke dalam

medium yang mengandung phosphate;

(2) penghambatan (inhibition). Penghambat sintesis DNA seperti 5-aminouracil, FUdR, hydroxyurea, thymidine dan aphidi-colin, sering digunakan untuk sinkronisasi kultur sel. Sel-sel

yang diperlakukan dengan bahan-bahan kimia tersebut hanya akan melanjutkan siklus selnya sampai pada fase G1 dan semua sel akan terkumpul pada batas G1/S. Penghilangan inhibitor akan menyebabkan pembelahan sel-sel terjadi secara sinkron. Dengan metoda ini pembelahan sel yang sejalan dibatasi hanya sebanyak satu siklus sel.

Kultur suspensi sel memungkinkan dilakukannya seleksi sel dan membuat klon dari sebuah sel dengan teknik cell plating. Sel disuspensikan di dalam medium cair dengan kerapatan dua kali lipat dari kerapatan akhir yang dibutuhkan untuk cell plating. Suspensi sel kemudian dicampur dengan medium yang mengandung agar-agar yang masih mencair (35°C) dengan perbandingan 1 : 1.

Kultur Jaringan Tanaman 98 Gambar 6.3. Diagram cara pembuatan cell plating (George et

al., 2008)

Suspensi sel yang sudah bercampur medium yang mengandung agar, kemudian segera dituang ke dalam petridish.

Petridish di segel dengan parafilm dan diinkubasi 25°C dalam

kondisi gelap, koloni sel akan tumbuh dari sebutir sel pada permukaan medium agar. Untuk penghitungan efisiensi plating digunakan formula:

Jumlah koloni pada akhir kultur

Plating efficiency (PE) = --- x 100

Jumlah awal sel/plate

Kultur suspensi sel dapat diinisiasi dari kalus. Tahapan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 6.4.

Pembuatan kultur suspensi sel dan sel plating dilaksanakan dengan prosedur:

Kultur Jaringan Tanaman 99 sebelumnya

2. Siapkan medium cair MS dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D 1 mg.L-l di dalam Erlenmeyer 100 ml. Tiap Erlenmeyer berisi 50 ml medium cair

3. Siapkan medium MS padat dengan zat pengatur tumbuh 2,4-D mg.L-l di dalam petridish .

4. Pilihlah kalus yang lunak dan berwarna putih cerah, timbang secara aseptis sebanyak (1-1,5) gram, masukkan kalus ke dalam

Erlenmeyer yang berisi medium MS cair, tutup yang rapat dan

Dalam dokumen (utrub rarlr{gar{ TAilAilAN (Halaman 93-129)