• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Landasan Teoritis

Dalam dokumen 349204647 Buku Panca Balikrama pdf (Halaman 56-71)

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEOR

3.3. Beberapa Landasan Teoritis

Beberapa landasan teori yang digunakan sebagai penedekatan dalam tulisan ini :

1. Teori Fungsionalisme Struktural

Dalam sosiologi terdapat berbagai logika teori (pendekatan) yang dikembangkan untuk memahami berbagai fenomena sosial keagamaan. Diantara pendekatan itu ada yang sering dipergunakan ialah :

(a) fungsionalisme Struktural , (b) pertukaran, (c) Interaksionalisme simbolik konflik, (d) teori penyadaran, (f) ketergantungan. (Maman Kh, dkk, 2006:128). Dalam penelitian ini dipergunakan teori fungsionalisme Struktural.

Teori fungsionalisme Struktural dengan bangun teorinya secara umum adalah : memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri dari bagian bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Pada dasarnya masyarakat merupakan

sebuah sistem, dimana dalam masyarakat terdapat elemen-elemen atau institusi seperti institusi Ekonomi, politik, Hukum, Agama, pendidikan, keluarga, kebudayaan, adat istiadat, dll, dimana masing - masing sistem ini memiliki fungsi.

Teori ini menekankan institusi pada fungsi dan posisi dalam struktur, bukan perindividu.

Fungsionalisme sebagai salah satu pendekatan teori yang digunakan dalam penelitian disertasi ini, telah dikembangkan oleh Emile Durkheim, dengan salah satu pemikirannya adalah : fakta sosial atau realisasi sosial akan membentuk perilaku individu. (Maman Kh, dkk, 2006 : 128)

Kemudian Max Weber, menganalisis pengaruh agama Protestan terhadap prilaku ekonomi, khususnya dalam mendorong tumbuhnya kapitalisme. selain itu, ritus keagamaan dipahami sebagai pranata sosial yang dipelihara oleh para pemeluk dalam sebuah komunitas sosial.

Kemudian Talcott Parsons sebagai salah satu tokoh fungsional menekankan pada keserasian, keteraturan dan keseimbangan dalam sebuah sistem sosial. Menurutnya dalam suatu sistem sosial, terdapat nilai nilai dan norma yang menjadi patokan dan rujukan tingkah laku bagi setiap komunitas. Nilai-nilai disepakati bersama. Dengan adanya nilai-nilai yang menjadi patokan bersama, maka dalam masyrakat akan terjadi keteraturan. Nilai tersebut harus senantiasa dipertahankan agar masyarakat tetap berada dalam keteraturan dan keserasian. Dengan demikian fungsionalime Parsons menghendaki agar individu memelihara nilai- nilai bersama. (Maman Kh,dkk, 2006 : 129)

Dalam menjaga keseimbangan, keteraturan masyarakat, mempertahankan keserasian, selanjutnya Parsons mengembangkan teori ini dengan konsep AGIL terdiri : (Raho, 2007 : 54)

1). A : adaptasi (Adaptation) : Supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mempu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya.

2). G : Goal (Goal attainment) Pencapaian Tujuan : sebuah sistem harus mampu menentukan tujuannya dan berusaha mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu.

3). I : Integrasi (Integration) : Masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen-komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal .

4). L : Latency (Pattern Maintenance) atau pemeliharaan pola pola yang sudah ada : Setiap masyarakat harus mempertahankan, memperbaiki, dan memperbaharui baik motivasi individu maupun pola pola budaya, relegi yang menciptakan dan mempertahankan motivasi-motivasi itu.

Demi kelangsungan hidupnya maka masyarakat harus melaksanakan fungsi-fungsi tersebut.

Kemudian Robert K. Merton mengembangkan teori fungsional Parsons. Menurutnya, bila masyarakat merasa puas dengan nilai-nilai yang ada, masyarakat akan menghargai. Nilai yang menjadi patokan bersama merupakan faktor yang dapat mendorong integrasi sosial. Karena itu Merton berpendapat pentingnya nilai dan norma.

Dalam melihat struktur perilaku ekonomi, Merton mengatakan, bahwa beberapa gejala sosial keagamaan dapat dijelaskan dengan pendekatan fungsional. Perilaku ekonomi yang terdapat dalam sebuah komunitas dapat dijelaskan dengan faktor agama. Nilai nilai agama yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas merupakan pranata sosial yang akan berpengaruh terhadap realitas dan perilaku ekonomi. Dari sisi lain muncul

pertanyaan sejauh mana prilaku ekonomi sebuah komunitas dipengaruhi oleh ketaatan beragama. Atau dengan kata lain apakah aktivitas keagamaan berimplikasi terhadap kehidupan sosial –ekonomi suatu masyarakat. (Maman Kh, 2006 : 130)

Selanjutnya Merton mengembangkan teorinya untuk menganalisis nilai-nilai yang bisa dikembangkan menjadi pegangan bersama, untuk mengindari terjadinya disintegrasi sosial dalam suatu masyarakat, baik pada tataran mikro maupun tataran makro.

Dalam istilah Merton disebut ”perekat Sosial”. Teori ini dipakai dasar untuk menjawab pertanyaan yaitu Mengapa Karya Agung Panca Bali Krama dilaksanakan secara berkesinambungan dan bagaimana implikasinya terhadap kehidupan sosial- ekonomi masyarakat.

2. Teori Manajemen

1). Pengertian Manajemen

Pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi sosial, tentu memiliki sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Sasaran dan tujuan yang ditetapkan akan dapat dicapai, dengan menggunakan tenaga manusia, dan sumber lainnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan pengelolaan (management), agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Para ahli seperti, Mannulang, R.Terry, Soewarno, dan John F.Mee, Saragih, memberikan pengertian manajemen sebagai berikut :

Manajemen itu adalah : (1) suatu proses, (2) sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas, (3) sebagai suatu seni (art) dan sebagai ilmu. (Mannulang, 2001: 2)

Selanjutnya George R.Terry, (1961) dalam bukunya Principles of Management ”menyatakan bahwa manajemen sebagai berikut :

Management is a distinct process consisting of planning, organizing, Actuating, and controlling, utiliting in each both science and art, and followed in order to accomplish predetermined objectives.

(Manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu dan seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya). (Soewarno, 1980 : 20)

Menurut John F.Mee, Management is art of securing maximum result with minimum of effort so as to secure maximum prosperity and happeness for both employ and give the public the best possible service. (Manajemen adalah seni untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang minimal demikian pula mencapai kesejatraan dan kebahagiaan maksimal baik bagi pimpinan maupun para pekerja serta memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada Masyarakat). (Saragih, 1982)

Dalam mencapai tujuan manajemen dipergunakan, man, money, matrial, machine, methode dan market. (Saragih, 1982)

Berdasarkan pengertian dari beberapa konsep dan teori manajemen tersebut, dapat dikatakan, bahwa di dalam ruang lingkup manajemen, sesungguhnya : ada tujuan yang ingin dicapai dari suatu aktivitas, ada proses memimpin, ada cara memanage, ada orang- orang, ada ilmu dan seni, ada sarana yang terdiri dari uang (money), bahan (matrial), alat (machine), dan metoda (methode), dan pasar (market), serta memberi pelayanan kepada masyarakat di dalam mencapai kesejatraan masyarakat.

2). Manajemen Dalam Perspektif Hindu

Manajemen dalam perspektif Hindu dikemukan Gorda, (1996) seperti dikutip Suaspanya (2005 : 36), menguraikan bahwa menajemen dalam perspetif Hindu dapat dikaji dari nilai-nilai yang terkandung dalam ayat-ayat suci Hindu.

Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan duniawi dan sorgawi atau moksa. Dalam mencapai hal ini diperlukan dasar pondasi yang kuat yaitu Dharma (Moral, Etika dan spiritual keagamaan ), tanpa itu kehidupan manusia penuh dengan kebrutalan.

Dalam mencapai tujuan tersebut , pada kehidupan masyarakat Bali tidak dapat dilepaskan dari nilai budayanya. Lebih jauh nilai budaya masyarakat Bali, mengandung makna nilai nilai budaya dan ajaran suci Tattwam Asi, Trikaya Parisuda,Yama Brata, Niyama Brata yang menjadi kesatuan dan melekat pada kehidupannya..

Manajemen Hindu berorientasi pada Prajaniti (Tuhan), Praja (Sumber Daya Manusia) dan Kamandhuk (Sumber daya alam), digunakan secara harmoni dalam memenuhi keinginan manusia seperti dharma (kebenaran), artha (kekayaan), dan kama (keinginan nafsu), untuk mencapai tujuan kehidupan sepiritual moksa (pembebasan). Untuk memproleh dan mencapai hal tersebut, agar sesuai dengan prinsip agama Hindu maka, kitab suci Hindu seperti Rig Weda, Bhagavad-gita, dan Sarasamuccaya menyatakan dalam sloka masing - masing.

Sloka Rig.Weda I.41.6 berbunyi :

Sa Ratnam Martyo Vasu Visvam Tokam Uta Tmana Accha Gacchaty Astrtah.

Yang artinya :

Dengan mudah ia dapat memproleh harta benda dunia. Ia juga dihadiahi

dengan keturunan seperti dirinya.

Selanjutnya dalam Bhagavad-Gita III.10 berbunyi :

Saha-yajnah prajah srsta purovaca prajapatih anena prasavisyadhvam esa vo ‘stv ista-kama-dhuk

Yang maksudnya, pada awal ciptaan, penguasa semua mahluk mengirim generasi generasi manusia dan dewa, beserta korban-korban suci untuk visnu dan memberkahi mereka dengan bersabda : Berbahagialah engkau dengan yajna (korban suci) ini sebab pelaksanaannya akan menganugerahkan segala sesuatu yang dapat diinginkan untuk hidup secara bahagia dan mencapai pembebasan.

Sloka Sarassamuccaya 268, berbunyi :

dharmaccarthacca kamacca tritayam jivite phalam, etat trayamavaptavyamadharmaparivarjitam. Telu kta phalaning urip ngaranya, awaknya telu,

dharma,artha, kama, nahan awaknya teluhaywe takaslatan adharma.

maksudnya :

Tigalah yang merupakan pahala hidup ini, wujudnya yang tiga itu, yaitu dharma, artha, kama, itulah perwujudan ketiga itu, jangalah yang tiga ini dicemari adharma.

Sarassamuscaya, 270 /271 berbunyi :

yanna dharmaya narthaya na kamaya na cantaye vyartham tajjanminam janma maranayaiva kevalam.

sloka 271 :

arthamstyajata patresubhajadhvam kamajan gunan,... Ikang wwang tan paniddhaken dharma , artha , kama , moksah, hemana hanahana aparthaka huripnya, ngaranikan mangkana , umingu cariranya panganening mrtyu ika . Matangnyang tinggalakena ikang artha ,dana kena ri sang patra.

yang maksudnya : Orang yang tidak berhasil melakukan dharma,artha dan kama dan moksah, sayang benar ia ada, tetapi tiada berguna hidupnya orang demikian dinamai orang yang hanya mementingkan memelihara wadagnya, yang kemudian dicaplok oleh maut. oleh karena itu tinggalkan artha itu, sedekahkan kepada sang patra (orang yang patut diberi sedekah).

Dalam mencapai tujuan tersebut maka, nilai nilai kehidupan masyarakat Bali yang yang mengandung ajaran suci tersebut menjadi landasan dalam memanage setiap langkah pelaksanaan kehidupan tersebut.

3). Manajemen Klasik

Dalam kamus bahasa Inggris, Classic/klasik berati sama dengan tua, atau kuno. Klasik indentik dengan tradisi atau tradition (bhs.Inggris), artinya adat istiadat. Traditional (bhs Inggris) sama menurut adat, turun temurun. (Wojowasito dan Poerwadarminta, 2007 : 25, 241). Manajemen klasik atau Manajemen tradisional sama dengan manajemen berdasarkan tradisi. adalah setiap proses kegiatan pengelolaan dilakukan menurut tradisi yang dilaksanakan secara turun menurun didalam mencapai tujuan disuatu tempat tertentu (wilayah).

Ciri-ciri manajemen tradisional seperti : 1) cara melakukan tidak rumit simpel, 2) menggunakan alat sederhana, 3) dan model

pelaksanaan sangat simpel, 4) proses pelaksanaan dilakukan secara turun temurun menurut adat kebiasaan, 5) target tujuan nya minim, tidak berlebihan apa adanya sesuai kemampuan. Kiranya itu model ciri-ciri yang dimiliki manajemen klasik atau tradisional dahulu kala. Prinsip prinsip dasar yang dijadikan landasan dalam pelaksanaan manajemen tersebut adalah ajaran agama Hindu, seperti Trikaya parisuda, Satya (kebenaran), Susila (Etika), Dana (sedekah), seperti yang disebutkan dalam Sarasamuccaya 73-78, 128-135, 156-167.

Mentaati ajaran karmapala (hasil perbuatan) dan ajaran karma yoga, yaitu bhakti pada Tuhan Yang Maha Kuasa (Ida Sanghyang Widhi) menjadi ciri khas manajemen tradisional dalam melakukan tugas kewajiban. Ini tersirat dalam Bhagavad-gita, sloka III.8 dan sloka III.9 dan sloka III.30 tentang kewajiban untuk bekerja dan berkarma.

Sloka Bhagavadgita , III.8 berbunyi :

niyatam kuru karma tvam karma jyayo hy akarmanah sarira-yatrapi ca tena prasiddhyed akarmanah

Yang artinya sebagai berikut :

Lakukan tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan, sebab melakukan hal demikian lebih baik daripada tidak bekerja.Seseorang bahkan tidak dapat memelihara badan jasmaninya tanpa bekerja.

Bhagavad-gita, sloka III.9 berbunyi :

yajnarthat karmano ’ nyatra lako’ yam karma bandhanah tad-artham karma kaunteya mukta-sangah samacara

Yang artinya sebagai berikut :

Pekerjaan yang dilakukan sebagai korban suci untuk visnu harus dilakukan. Kalau tidak, pekerjaan mengakibatkan ikatan di dunia material ini. Karena itu, lakukanlah tugas kewajibanmu yang telah ditetapkan guna memuaskan Beliau, wahai putera kunti. Dengan cara demikian engkau akan selalu tetap bebas dari ikatan.

Berkaitan dengan hukum karmaphala seperti tersebut didalam Bhagavad-gita III.23 dan 24 sebagai :

Yadi hyaham na warteyam jatu karmany atandritah Mama warimanuwartante Manusyah partha sarwasah

Bhagavadgita III.23 Utsideyur ime loka na

Kuryam karma ced aham Sankarsya ca karta syam Upahanyam imah prajah

Bhagavadgita III.24

Dari sloka tersebut kurang lebih, memberikan makna dan arti, bahwa ” Sebab itu aku selalu bekerja tanpa henti- hentinya.Jika orang tidak akan mengikuti jalan-KU itu dalam segala bidang apapun juga dunia ini akan hancur, jika Aku tidak bekerja, Aku jadi pencipta kekacauan ini dan memusnahkan semua manusia.

Bekerja tanpa pamerih adalah sebagai wujud bhakti kepada Tuhan dan ciptanya seperti disebut dalam Bhagavadgita III.30

Mayi sarvani karmani sannyasyaddhyatma-cetase nirasir nirmamo bhutva yudhyasva vigata-jvarah

Artinya kurang lebih, (oh Arjuna), karena itu dengan menyerahkan segala pekerjaanmu kepada-KU, dengan pengetahuan sepenuhnya tentang-KU, bebas dari keinginan untuk keuntungan, tanpa tuntunan hak milik, dan bebas dari sifat malas, bertempurlah.

Dalam hal mencari artha, tersirat dalam weda smrti pada Manava dharmsastra IV.3 tentang mencari nafkah untuk kehidupan, tidak menyusahkan orang lain atau tidak tercela. Dalam Menava Dharmasastra IV.3 disebutkan :

yatramatra prasiddhyartham svaih karmabhir agarhitaih aklesena sariyasya

kurvita dhanasamcayam. Yang artinya :

Untuk tujuan mendapatkan sekedar nafkah guna menunjang hidupnya, hendaknya ia mengumpulkan keperluannya dengan menjalankan usaha yang tidak tercela sesuai dengan swakarmanya tanpa membuat dirinya terlalu payah tidak menentu.

3. Teori Biaya dan Teori Sumber dan Penggunaan Dana 1). Teori Biaya

Secara ekonomis, setiap dilaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan akan memerlukan pengorbanan nilai ekonomis (asset). Pengorbanan nilai ekonomis tersebut, bisa dalam bentuk, waktu, tenaga, matrial, maupun uang atau dana. Nilai ekonomi yang

dikorbankan untuk tujuan aktivitas, atau mendapatkan sesuatu itulah disebut dengan biaya.

Biaya suatu aktivitas dapat dihitung, secara matematis. Secara prinsip biaya yang dikeluarkan untuk suatu aktivitas adalah biaya yang melekat atau terkait dengan adanya aktivitas. Besar kecilnya suatu biaya suatu aktivitas, akan tergantung pada besar kecilnya suatu aktivitas/kegiatan. Secara umum, makin besar kegiatan suatu aktivitas makin besar biaya yang dikeluarkan untuk menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut. Demikian sebaliknya semakin kecil kegiatan aktivitas, maka biaya yang dikeluarkan semakin kecil.

Dalam penentuan besarnya biaya digunakan teori Cost Accounting (Matz & Ussry).

Secara konsep Cost menurut Matz & Ussry, Cost is foregoing, measured in monetry terms, incurred or potentially to be incurred to achieve a specific objective. (Matz, Ussry, 1976 : 41 )

Selanjutnya Menurut Board Accounting Principles for Business Enterprises, menyatakan, Cost is defined as, An Exchange price, a foregoing, a sacrifice made to secure benefit. (Matz, Ussry,1976 : 42)

Supriyono, menyatakan bahwa biaya (Expenses) adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memproleh penghasilan (revenue) dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilkan. (Supriyono, 1999 : 16)

Teori Cost Accounting (Akuntansi Biaya), memberikan diskripsi bagaimana menghitung biaya biaya yang terjadi, baik secara biaya perunit (Uni Cost) maupun biaya keseluruhan (Total Cost) dalam suatu aktivitas.

Total Cost sering diperhitungkan dengan menjumlahkan unsur-unsur biaya yang terkait dengan aktivitas yang dibiayai. Secara

umum teori ini menguraikan, semakin besar kegiatan semakin besar biaya total atau sebaliknya semakin kecil aktivitas semakin kecil biaya. Di zaman sekarang hampir semua diukur dengan uang. Biaya yang diperlukan dalam melakukan yadnya, makin lama semakin besar jumlah biaya dikeluarkan, karena harga bahan bahan upacara semakin mahal ketika ada upacara.

Mempertimbangkan nilai suatu biaya untuk suatu kegiatan amatlah penting. Pengambilan kebijakan yang mengkaitkan biaya dengan yadnya perlu dilakukan, agar tidak terjadi pemborosan. Biaya dapat digolongkan sesuai dengan objek atau pusat biaya yang dibiayai. Penggolongan biaya atas dasar objek, dapat dibagi menjadi : 1) Biaya langsung (direct cost), 2) Biaya Tidak langsung (indirect cost). (Supriyono, 1999:31 )

Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang terjadi atau manfaatnya dapat diidentifikasikan kepada obyek atau pusat biaya tertentu. Sedangkan biaya tidak langsung(indirect cost ) adalah : biaya yang terjadi atau manfaatnya tidak dapat diidentifikasi pada obyek atau pusat biaya tertentu, atau biaya yang manfaatnya dinikmati oleh beberapa obyek atau pusat biaya.

Biaya langsung, terdiri dari biaya material dan upah/biaya tenaga kerja langsung. Sedangkan biaya tidak langsung adalah selain biaya langsung, yang disebut dengan biaya over head.

2). Teori Sumber dan Penggunaan Dana

Teori ini sering disebut dengan “Statement of sources and

application of fund (laporan sumber dan penggunaan dana). (Riyanto, 1981: 279).

Teori ini menekankan bahwa, dengan cara bagaimana dana yang terbatas dapat digunakan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan. Teori ini memfokuskan analisis pada jawaban-

jawaban atas pertanyaan awal, berapa besarnya biaya, berapa biaya diperlukan dalam membiayai aktivitas, kemudian bagaimana dan dari mana dana diperoleh.

Tujuan teori sumber dan penggunaan dana adalah : (1) agar asal –usul dana dapat diketahui, dan dana dapat

digunakan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang diinginkan. (2) secara praktis, masyarakat mulai melihat

pentingnya nilai uang dimasa depan dari apa yang dilaksanakan, (3) memudahkan melihat pos-pos pengeluaran yang tidak efisien dan

atau sebaliknya.

Dana dalam pengertian ini ádalah dana dalam pengertian sempit yaitu “Kas“ (Cash) dalam arti luas ”Modal kerja “(Working capital ).

Dalam analisis ini, yang disebut sebagai sumber dana, adalah setiap penambahan kas, sedangkan sebagai penggunaan dana adalah setiap pembayaran transaksi yang dapat mengurangi kas. Sumber dan penggunaan dana dapat dianalisis dari beberapa aspek yang sesuai dengan aktivitas yang dilakukan.

Dalam rangka mengendalikan dana yang digunakan, dapat diterapkan budget (anggaran ). Budget merupakan bentuk rencana keuangan, sebagai alat manajemen untuk perencanaan maupun pengendalian.

R.Soemita, menyatakan bahwa budget adalah suatu usaha yang terus menerus untuk memerinci apa yang harus dilakukan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cara yang sebaik mungkin. ”Budget dapat memberikan pedoman yang berharga, baik kepada para pelaksana tingkat tinggi maupun tingkat menengah.

Budget kas menunjukkan jumlah uang yang dibutuhkan, sesuai dengan waktu yang dibutuhkan. (Soemita, 1981 : 104-107)

Lebih jauh tentang budget Kas seperti disampaikan Lukman Syamsuddin, budget kas adalah suatu alat yang dapat

dipergunakan oleh manajer keuangan untuk meramalkan atau memperkirakan kebutuhan-kebutuhan dana jangka pendek dan untuk mengetahui kelebihan/kekurangan uang kas selama periode budget. (Syamsuddin, 2009:132 )

Teori ini dipakai untuk melengkapi teori manajemen, dalam mengenalisis berapa besarnya biaya Karya Agung Panca Balikrama, dari mana sumber dana diperoleh dan bagaimana pengelolaan dana tersebut .

4. Teori Perilaku

Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha antara lain faktor manusia, modal, mesin (peralatan), material, metode. Diantara faktor tersebut manusia merupakan faktor sentral, karena manusialah sebagai penggerak dari faktor lainnya. Manusia memiliki jiwa, naluri, kemampuan pengetahuan enterprenerur, sikap prilaku. Keberhasilan suatu usaha dominan ditentukan oleh faktor manusia.

Sebagai pelaku usaha, manusia memegang kendali dari usahanya. Maju mundurnya usaha mereka ditentukan dan tergantung dari bagaimana sikap mereka dalam berusaha, apakah mereka dapat menangkap peluang yang ada, apakah mereka dapat bersaing, apakah mereka mampu mengelola usahanya sekaligus mampu mengembangkannya. Banyak faktor yang dapat mendorong, menopang suatu usaha yang dilakukan.

Sikap perilaku berusaha dimiliki oleh setiap orang; masalahnya apakah seseorang mampu mengelola dan mengembangkan sikap tersebut, tergantung pada setiap individu masing - masing. Perilaku (kb) berarti tingkah laku,tanggapan seseorang terhadap lingkungan. (Yuniar:473).

Sikap perilaku berusaha yang dimiliki setiap orang antara lain seperti, Jujur, berpikir, berkata dan berbuat yang benar, pintar membaca peluang, memiliki pengetahuan yang memadai,memiliki naluri bisnis secara ekonomis.

Dalam ajaran Hindu, Tri Kaya Parisuda menjadi salah satu dasar yang membentuk , prilaku seseorang. Tri Kaya Parisuda berasal dari kata ”tri ”yang berarti Tiga, dan kata ”Kaya” berarti perilaku atau perbuatan, dan Parisuda ” yang berarti baik, bersih, suci atau disucikan. Dengan demikian Tri kaya parisuda berarti tiga perilaku manusia dalam membentuk pikiran, perkataan dan perbuatan yang harus disucikan.(Mudera,1992 :65). Inilah yang patut dijaga setiap pelaku usaha. Aktivitas-aktivitas ekonomi dapat memberikan implikasi terhadap sikap perilaku berusaha suatu masyarakat.

Dalam dokumen 349204647 Buku Panca Balikrama pdf (Halaman 56-71)