• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pura Pesimpangan

Dalam dokumen 349204647 Buku Panca Balikrama pdf (Halaman 93-96)

BAB IV DESA BESAKIH

PURA BESAKIH

1. Pura Pesimpangan

Pura Persimpangan merupakan salah satu diantara 18 komplek pura Besakih, sebagai pura tempat persinggahan sementara (pesimpangan) Ida Bhatara Turun Kabeh saat dilakukan upacara mekiyis (melasti) ke Tegal Suci, Toya Sah dekat Desa Muncan dan pantai Watu Kelotok Selatan kota Semara Pura Kabupaten Klungkung. Pura ini diempon dan menjadi tanggungjawab Kabupaten Jembrana.

Pura ini terletak disebelah Timur jalan dekat Pura Dalem Puri, ditengah ladang, memiliki beberapa bangunan suci :

1). Gedong Sekepat

2). Bebaturan, diatasnya terdapat batu besar 3). Bebaturan

4). Pyasan 5). Candi Bentar 2. Pura Dalem Puri

Pura Dalem Puri adalah pura sebagai Stahana Bathara Siwa atau Uma Dewi dengan wujud Batari Durga, dengan fungsi sebagai mepralina (mengembalikan roh ketempat asalnya) segala ciptaannya. Pura ini terletak di Desa Kedungdung dijalur sebelah kiri jalan menuju pura Besakih, kira-kira satu km dari Pura Penataran Agung Besakih.Puraini diempon dan menjadi tanggungjawab Kabupaten Badung. Di Pura ini dilaksanakan upacara Usaba Dalem Puri, Sasih Kawolu, nemu kajeng.

Pada pelaksanaan Panca Balikrama di Pura ini dilaksanakan upacara Pemarisudha dan Upacara Pengelebar sebagai salah satu rangkaian upacara Panca Balikrama Tahun 2009.

Pelinggih dan Bangunan suci yang terdapat didalam pura ini : 1). Gedong

2). Bale Papelik 2 buah, menghadap ke Barat

3). Bebaturan linggih Ibu Pertiwi/Saptapatala denganbatu gepeng besar 4). Balai pesandekan 2 buah

5). Bale Pawedan, sebagai tempat pemujaan oleh Sulinggih 6). Candi Bentar

7). Bebaturan

8). Gedong lingga Batara Prajapati 9). Bale Gong

10). Wantilan

11). Tegal Penangsaran

Bangunan dan pelinggih tersebut letaknya terbagi dalam nista,madia dan utama Mandala seperti pada lampiran Gambar

3. Pura Manik Mas

Pura Manik Mas terletak disebelah kiri jalan menuju Pura Penataran Agung Besakih yang jaraknya 750 m dari pura ini, dekat Bale Desa Besakih dan di sampingnya ada sekolah Dasar Besakih, merupakan Sthana dan Kahyangan Ida Ratu Mas Malilit, sebagai tempat persembahyangan pendahuluan sebelum ke Pura Basukian dan Penataran Agung. Pada Tilem Sasih Keenem dilaksanakan upacara Caru Penyaag di Pura ini yang diempon Kabupaten Jembrana.

Pelinggih dan Bangunan suci yang utama didalam pura ini adalah Gedong penyimpenan bertiang empat beratap ijuk. Yang dipuja di Pura Manik Mas ini juga sebagai pencipta Magma Api yang maha besar di perut bumi.

Menurut Kutipan Rgveda II.2.3 : Tam deva budhne rjah

sudamsasam divas-prtivyor aratim nyerire. Rgveda III.27.9 : bhutanam garbhama dadhe.

(Maksudnya : Tuhan Yang Maha Esa menggunakan api sebagai dasar menciptakan langit dan bumi. Api sebagai sumber pengembangan generasi bagi semua mahluk. )

(Wiana, 2009 : 158-159 )

Areal pura terdiri dari dua bagian, pertama areal jaba sisi, dan kedua, areal jeroan sebagai Utama Mandala, dikelilingi tembok penyengker dari batu hitam, atap pelinggih menggunakan Ijuk, dan wantilan di Jaba Tengah beratap Genteng. Menurut Gusti Mangku Alit Pura ini selesai direnovasi sekitar tahun 2008 sebelum karya Panca Balikrama 2009.

Bangunan suci terdapat dalam areal Utama Mandala pura : (1) Padmasana linggih (stana) Ida Sangyang Widhi

(2) Genah Tirta

(3) Gedong bertiang, linggih Bhatara Mas Melilit (4) Bebaturan linggih Sanghyang Sapta Petala (5) Piyasan

(6) Gedong Penyimpenan, bertiang beratap ijuk, Linggih Bhatara Giri Putri

(7). Bale Panggungan (8) Bale Pawedan (9) Candi Bentar

(10) Wantilan beratap genteng terletak di jaba Tengah

Di Jaba sisi terdapat Pohon beringin yang sudah berumur puluhan tahun 4. Pura Bangun Sakti

Pura ini terletak disebelah kanan jalan menuju Pura Penataran Agung, sebagai sthana Sanghyang Anantabhoga, dan ada kaitannya dengan peristiwa manik Angkeran yang memotong ekor Naga Basuki. Sanghyang Anantabhoga adalah lambing kulit bumi, sebagai sumber hidup dan tumbuhnya sandang pangan serta perlengkapananya. Ananta artinya tidak habis-habisnya, bhoga artinya pangan. menilik arti ini berarti antabhoga berate “ kekuatan hidup. (Putra: 12).

Lebih lanjut Kata bangun Cakti berasal dari suku kata, Bangun dan Cakti, dimana bangun berati tumbuh, dan Cakti berarti kekuatan yang gaib, kekuatan yang tumbuh. Hal ini dikaitkan dengan lontar Pamancangah, kisah Manik Angkeran yang dibunuh oleh Naga Basukih, dan Mpu Sidhimantra memohon untuk dihidupkan kembali oleh Sang Naga Basukih. Setelah beliau hidup kembali maka Manik angkeran mengabdi di Besakih, kemudian diperingati dengan mendirikan pura Bangun Sakti. Pura ini berfungsi sebagai pemujaan keselamatan binatang dan tumbuh tumbuhan. (Widia,1980:32).

Dalam Lontar Babad Gunung agung sebagaimana diuraikan oleh Wiana, (2009), manusia diingatkan menjaga siklus alam agar selalu ajeg untuk dapat memberikan kehidupan pada segala isinya, dengan membangun pura Bangun Sakti sebagai sebagai pelinggih Sanghyang Anantabhoga sebagai manifestasi Tuhan menuntun manusia menjaga kesuburan bumi. Tiap sasih keenem (6) dilaksanakan Caru penyaag. Pura ini diempon oleh Kabupaten Gianyar.

Pura ini terdiri dari dua areal, areal jaba sisi (nista mandala) dan jeroan sebagai Utama Mandala. Pelinggih dan Bangunan suci hampir semuanya bangunan beratap ijuk terdiri :

(1) Bale Pepelik bertiang 2

(2) Gedong, Pelinggih Sanghyang Ananta Boga (3) Bebaturan, Dasar saptapetala diatasnya berisi batu. (4). Bale bertiang enem beratap ijuk.

(5). Bale Pawedan bertiang empat beratap ijuk (6). Bale Punia, bertiang empat beratap ijuk. 5. Pura Ulun Kulkul

Pura Ulun Kulkul adalah Pura sebagai Sthana Priyangan Bhatara Mahadewa, terletak disebalah kiri jalan menuju Pura Penataran Agung, lokasinya setelah pura Manik Mas, disebelah Barat Pura Penataran Agung Besakih.

Pura Ulun kulkul dalam pengider-ider Pura Catur Dala memiliki arti bagi masyarakat Bali sejak dulu, untuk mohon taksu bila membuat kentongan (kulkul) di Bali. Oleh sebab itu sebagai ciri khas pura ini, terdapat Kentongan Besar (kulkul gede) di areal jeroan setelah memasuki candi bentar.

Pada zaman dahulu seperti dikutip Soebandi (1981 :81) setiap desa di Bali yang membuat kentongan, pada saat melaspas, mohon tirta di pura Ulun Kulkul dengan maksud dan tujuan supaya kulkulnya metaksu dan ditaati oleh anggota masyarakat desa bersangkutan.

Begitu pentingnya suara dari kulkul bagi masyarakat untuk memberikan suara aba-aba dan tanda, peringatan, bagi masyrakat dalam melakukan kegiatan, bahkan tanda bahaya dapat disimak dari suara kulkul kentongan, dengan ciri suara kulkul bulus (suara tanpa hentinya). Fungsi Kulkul sesungguhnya sebagai sarana untuk memohon adanya suasana yang rukun, aman dan damai.

Di pura yang diempon oleh Kabupaten Gianyar, setiap tilem sasih Ketiga dilaksanakan upacara pengurip bumi, dan setiap sasih keenem juga dilaksanakan caru penyaag. Upacara pengurip bumi dilakukan sebagai suatu

peringatan agar manusia tidak merusak lapisan bumi tersebut, disamping merupakan sumber akan kehidupan alam, juga sumber bahaya, jika lapisan ini mengalami kerusakan, sehingga manusia harus menjaga keberadaanya sebaik baiknya. Bumi ini kebawah memiliki 7 (tujuh ) lapisan yang disebut Sapta Patala, dimana lapisan ini berfungsi dengan baik maka kehidupan di permukaan bumi ini akan berlangsung dengan baik. Di pura ini juga dilakukan upacara aci Sarin Tahun. Aci ini merupakan persembahan hasil-hasil pertanian secara simbolis. (Wiana, 2009:140-143).

Areal Pura ini terdiri atas tiga yaitu areal Jaba pura (nista mandala), Jaba Tengah (Madya Mandala), dan jeroan sebagai utamaning mandala. Di masing masing areal tersebut terdapat beberpa pelinggih dan bangunan suci yang utama, Gedong beratap ijuk sebagai linggih Bhatara Mahadewa, dan Bale Kukul Pejenengan dan bangunan suci lainnya secara lengkap seperti dalam lampiran .

Dalam dokumen 349204647 Buku Panca Balikrama pdf (Halaman 93-96)