• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

PENGATURAN PEMBELIAN KEMBALI SAHAM (BUYBACK)

B. Motivasi pelaksanaan buyback dalam aspek pasar modal

1. Latar Belakang Pelaksanaan Tindakan Buyback

Pada dasarnya buyback saham merupakan bentuk tanggung jawab dari Perseroan yang dilakukan oleh Perseroan dengan tujuan untuk memberikan perlindungan atas modal dan kekayaan perseroan.36

Buyback saham dapat dilakukan oleh Perseroan apabila terjadi suatu keadaan dimana terdapat sejumlah saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan, namun saham tersebut dalam status idle. Artinya tidak dimiliki atau dibeli oleh siapapun untuk jangka waktu tertentu. Kemudian, untuk mengamankan modal dan kekayaan Perseroan, maka saham tersebut akhirnya dibeli kembali oleh perseroan. karena apabila tidak dibeli kembali oleh perseroan, maka harus dilakukan koreksi atau penurunan dari total nonimal modal disetor dan modal ditempatkan perseroan.37

35

Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal No XI.E1

36

37

Seperti yang disebutkan diatas salah satu tujuan dilaksanakannya tindakan buyback adalah sebagian salah satu bentuk tugas dan tanggung jawab perseroan untuk melindungi kekayaan dan modal perseroan. Undang Undang Perseroan terbatas baik UU No 1 tahun 1995 dan UU No 40 tahun 2007 memasukkan ketentuan tentang pembelian kembali saham dalam bagian tentang perlindungan modal dan kekayaan perseroan, dari hal tersebut sudah dapat dilihat bahwa salah satu tujuan tindakan buyback adalah untuk melindungi harta dan kekayaan perseroan.

Selain itu tindakan buyback juga ditenggarai untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh perseroan dari setiap saham atau EPS (earning per share) bagi sebuah perusahaan, laba adalah komponen yang sangat penting. Nilai (angka) laba bersih per lembar atau Earnings Per Share (EPS) selalu diperhatikan oleh para investor dan analis saham. Karena saham yang EPS-nya bertumbuh secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan dikelola dengan baik serta memiliki competitive advantage.

Oleh karenanya tidak mengherankan jika manajemen memiliki insentif besar untuk mengelola EPS, dan salah satu cara pengelolaan EPS adalah dengan pembelian kembali saham yang beredar (share buyback). Misalnya beberapa waktu lalu, sebuah perusahaan telekomunikasi dikabarkan akan melakukan buyback senilai Rp 3 triliun untuk meningkatkan pertumbuhan Earnings Per Share nya. Langkah pembelian kembali saham ini (buyback) selalu berimplikasi

mendongkrak nilai EPS dan bagi si pemegang saham, apakah dampak dari earnings management melalui tindakan buyback ini38

2. Buyback Dan EPS (Earning Per Share)/Laba Per Lembar Saham .

Para pakar ekonomi dan finansial memberikan beberapa teori yang menjelaskan motivasi dari tindakan buyback ini. Beberapa tujuan dari langkah buyback diantaranya adalah memberikan sinyal ke pasar bahwa harga saham undervalued, mengubah struktur modal serta mengurangi free cash flow yang dapat disalahgunakan oleh manajemen. Namun, dalam prakteknya, motif yang sering diajukan manajemen saat melakukan buyback adalah untuk mendongkrak EPS39

Basic EPS merupakan laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham biasa dibagi jumlah saham biasa yang beredar. Laba bersih dihasilkan selama periode fiskal, misalnya satu tahun, namun jumlah saham yang beredar pada EPS atau Earning Per share merupakan angka yang menunjukkan laba bersih perusahaan yang diterima setiap saham. Ada 2 cara yang paling umum untuk menghitung EPS, yakni: basic EPS dan fully diluted EPS. Untuk teknik basic EPS, di pakai jika perusahaan hanya mempunyai saham biasa. Sedangkan teknik fully diluted EPS digunakan jika perusahaan mamakai instrumen pendanaan yang dapat dikonversikan menjadi saham biasa. Contohnya obligasi konversi, opsi saham dan waran.

38

Governance terakhir kali diakses 22 Januari 2009

39

periode tersebut akan fluktuatif jika perusahaan menerbitkan saham beberapa kali atau melakukan langkah buyback. Oleh karenanya, jumlah saham yang beredar harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (time weighted average share outstanding).

Sebagai contoh: Emiten A memperoleh laba bersih sebesar Rp 125 miliar sepanjang tahun 2008, mempunyai 100 juta lembar saham diawal tahun 2008 dan menerbitkan 50 juta lembar saham baru pada tangal 30 Juni 2008. Rata-rata tertimbang saham beredar selama tahun 2008 adalah 125 juta dari (100 juta x 1) + (50 juta x 0.5) EPS tahun 2008 adalah sebesar Rp 1.000 (dari Rp 125 miliar dibagi 125 juta). Untuk perhitungan fully diluted EPS lebih rumit karena mengasumsikan bahwa instrumen konversi telah ditukar menjadi saham biasa.

Buyback mempengaruhi nilai EPS, baik melalui labar bersih atau jumlah saham beredar. Dampak buyback pada jumlah saham beredar tergantung timing buyback-nya. Misalnya saat emiten A melakukan buyback 10 juta saham pada awal periode, maka saham yang beredar pada periode tersebut akan berkurang sebanyak 10 juta saham. Jika tindakan buyback dilakukan pada pertengahan periode, maka langkah ini hanya akan mengurangi saham beredar sebanyak 5 juta lembar.

Tindakan buyback yang mengurangi jumlah saham beredar tidak secara otomatis menurunkan EPS, karena buyback juga mempengaruhi laba bersih. Perlu diingat bahwa tindakan buyback memerlukan dana tunai yang berasal dari internal perusahaan atau utang baru. Laba bersih akan berkurang sejumlah imbal hasil (return) yang semestinya dihasilkan oleh kas yang digunakan untuk buyback atau akan berkurang dengan sejumlah bunga utang.

Buyback hanya akan menaikkan EPS jika return yang hilang atau pembayaran bunga lebih kecil dari earning-to price ratio (yakni, EPS dibagi harga saham) saat buyback dilakukan. Karena itu, harga buyback yang terlalu tinggi akan mengecilkan earning-to-price ratio sehingga EPS justru turun dengan adanya pembelian kembali saham (buyback). Dan jika buyback dilakukan mendekati akhir periode fiskal atau jika return yang hilang adalah return yang baru bisa dinikmati pada periode yang akan datang, dampak buyback terhadap laba bersih sangat kecil. Dengan demikian, EPS tahun ini akan meningkat akibat berkurangnya saham beredar. Dampak penuh dari buyback ini baru akan terasa pada periode-periode fiskal berikutnya. Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah buyback tidak selalu berimplikasi menaikan nilai EPS. 23.704 kasus buyback di Amerika Serikat menunjukkan bahwa hanya 11% kasus buyback yang berhasil meningkatkan EPS secara nyata. Seandainya-pun EPS berhasil dinaikkan, dampak dari return yang hilang–karena berkurangnya dana untuk investasi dapat memperburuk besaran EPS pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, investor harus berhati-hati dalam menilai pencapaian BPS melalui buyback. Reward berupa price premium bagi perusahaan yang melampaui target BPS-nya dengan menggunakan buyback adalah 60% lebih rendah dibandingkan dengan tidak menggunakan buyback.

Aksi manajemen perusahaan mengelola laba dapat merugikan pemegang saham. Seorang manajer terkadang memiliki wawasan yang lebih pendek dari investor. Karena kinerjanya dievaluasi setiap tahun, manajer cenderung lebih fokus pada pencapaian target tahunan, misalnya EPS. Manajer juga sensitif

terhadap menurunnya harga saham perusahan dan sedapat mungkin berusaha untuk menahannya. Buyback menawarkan solusi cepat (jangka pendek) untuk kedua hal tersebut. Tetapi, dapat saja langkah ini menjadi solusi jangka pendek dengan biaya jangka panjang.Kas untuk buyback sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk melakukan investasi baru yang menciptakan nilai tambah.40

Pembelian saham kembali merupakan salah satu cara yang memungkinkan untuk menggunakan keuntungan yang ditahan. Ketika sebuah perseroan membeli kembali saham saham yang telah dilepasnya ke publik akan mengurangi saham yang di pegang oleh publik. Hal ini berpengaruh terhadap jumlah keuntungan yang yang akan diterima oleh perseroan,sebab sekalipun jumlah laba yang diterima oleh perseroan jumlahnya samaakan tetapi karena pemegang saham yang membaginya sudah berkurang maka. Laba tersebut dapat ditahan oleh Keuntungan perseroan biasanya digunakan untuk dua fungsi. Sebagian keuntungan dipergunakan untuk dibayar kembali kepada kepada pemegang saham dalam bentuk dividen. Sebahagian lagi tetap dipegang oleh perseroan dan digunakan untuk diinvestasikan untuk kelanjutan dan masa depan perseroan. Keuntungan yang tersisa yang tidak dibagikan sebagai deviden ini memungkinkan perseroan untuk melakukan ekspansi bisnis,yang seterusnya akan mengakibatkan peningkatan deviden yang akan dibagikan untuk tahun berikutnya. Akan tetapi banyak juga perseroan yang mengalami kerugian dengan keuntungan yang ditanamkan kembali sebagai modal,sehingga tidak dapat memperoleh laba dari keuntungan yang diinvestasikan tersebut.

40

perseroan untuk melakukan pengembangan usahanya. Pembelian saham kembali terlebih dalam kondisi harga sedang turun atau sedang dalam kondisi pasar yang tertekan dapat memberikan pendapatan yang kompepetitif dari penanaman modal yang dilakukan oleh perseroan.

Satu alasan yang menyebabkan perseroan lebih memilih untuk menjaga kondisi pendapatan yang substansial dibandingkan dengan membagikannya kepada para pemegang saham,sekalipun mereka tidak dapat menginvestasikan keuntungan mereka,karena adalah hal yang memalukan bagi perseroan untuk dipaksa mengurangi jumlah keuntungan