• Tidak ada hasil yang ditemukan

Toraja memiliki banyak tradisi unik yang ada di Sulawei Selatan, bahkan tradisi tersebut tersohor sampai keluar negeri. Toraja populer karena praktik barunya yang diturunkan dari nenek moyang terdahulunya. Toraja memiliki 2 kabupaten yaitu Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara.

Kabupaten Tana Toraja adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia ibu kotanya adalah Makassar. Kabupaten Tana Toraja ibu kotanya berada di kecamatan Makale sedangkan Kabupaten Toraja Utara ibukotanya adalah Rantepao. Marga Toraja yang menempati daerah perbukitan. Tana Toraja dan Toraja Utara merupakan salah satu objek wisata unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Berbicara tentang kebudayaan berarti kita berbicara tentang adat atau cara hidup masyarakat. Kebudayaan merupakan ide-ide atau pikiran yang mengarah pada latihan manusia dan menghasilkan suatu karya (kebudayaan fisik) sehingga manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.

Salah satu bentuk kebudayaan yang unik dapat kita lihat pada bentuk kebudayaan masyarakat Toraja. Masyarakat Toraja adalah masyarakat yang memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda dari daerah-daerah lainnya.

Mereka memiliki kearifan lokal yang telah dipertahankan sejak dahulu sampai sekarang yang tetap ada pada kebudayaan mereka.

Pencatatan penghargaan yang luar biasa terlebih lagi, penghargaan dunia terhadap Toraja juga merupakan salah satu kekhawatiran pemerintah

Indonesia dalam menjaga dan melindungi warisan ini., oleh sebab itu Kawasan Tana Toraja dan sekitarnya dimasukkan ke dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Mandat PP No. 50/2011 tentang RIPPARNA (Sedarmayanti, 2014:21).

Pengelolaan objek wisata Toraja yang berbasis Kearifan Lokal menjadikan objek wisata di Toraja sangat banyak dikunjungi para wisatawan.

Salah satu objek wisata yang sangat kental dengan kearifan lokal adalah Objek Wisata Ke’te Kesu. Ke’te Kesu berada di Desa Bonoran, Toraja, Sulawesi Selatan, Indonesia. Berada di sekitar 4 kilometer dari kota Rantepaao.

Upacara adat sering diadakan oleh masyarakat sekitar di kota ini, khususnya pawai upacara kematian atau yang biasa disebut "rambu solo".

Karena budaya khusus tidak dimiliki oleh kota yang berbeda, maka Ke'te Kesu ditetapkan sebagai warisan social atau cagar budaya oleh UNESCO. Berita ini benar-benar meyakinkan untuk potensi industri perjalanan di Tana Toraja, menurut wilayah lokal di seluruh dunia. (sumber www.arsy.co.id)

Di wilayah Ke'te Kesu terdapat barisan Tongkonan yang saling berhadapan. Tongkonan sendiri merupakan rumah adat Toraja yang berfungsi sebagai tempat penimbunan alang sura atau kandang kuda padi. Tongkonan di Ke'Te memiliki ukiran dan ukiran yang sangat bagus. Di depannya ada tanduk banteng yang diperkenalkan sebagai penanda posisi sosial dari pemilik properti.

Tongkonan di Ke'te kesu merupakan warisan yang diturunkan dari satu zaman ke zaman lainnya. Tongkonan-tongkonan tersebut diperkirakan berusia 300 tahun. Masih banyak lagi hal menarik lainnya terkait Ke'te Kesu. Selain itu,

3

Ke'te Kesu tidak diragukan lagi merupakan warisan Toraja yang luar biasa.

Ke'te Kesu memiliki banyak cerita tentang budaya Toraja.

Otoritas publik, daerah dan asosiasi swasta di Toraja proses kemajuan industri perjalanan adalah pendekatan yang sangat penting untuk memberikan yayasan dan administrasi publik. Salah satu jenis asosiasi adalah memutuskan pengangkutan tol. Dimana pembalasan tersebut berasal dari beberapa objek wisata, baik wisata reguler, wisata sosial maupun industri wisata agro yang banyak dikunjungi wisatawan. Kita dapat menyadari bahwa komitmen bidang industri perjalanan untuk perbaikan dasar, ini mempengaruhi bekerja pada ekonomi dan bantuan pemerintah individu seperti usaha kecil.

Kemudian akibat dari penerimaan bea tujuan liburan tidak seluruhnya disimpan ke pemerintah terdekat, mengingat adanya pembagian khusus akibat tuntutan bea masuk yang diatur dalam Peraturan Bupati No 56 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga, adapun teknnis pebagian retribusi yaitu :

Tabel 1.1 Teknis Pembagian Retribusi Objek Wisata

NO Pengelolah Objek Wisata Pembagian Hasil

1 Yayasan (Akte Notaris)

60% untuk Yayasan 40% untuk Pemda

2 Non Yayasan (Keluarga/Petani)

50% untuk Objek Wisata 40% untuk Pemda Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Toraja Utara

Industri travel saat ini sudah menjadi kebutuhan vital bagi perekonomian suatu negara (Ika Kristianti dan Meity Bala,2019). Pariwisata yang ada di Tana Toraja merupakan sector pemasukan yang sangat besar untuk pengakuan di

wilayah Tana Toraja. Industri perjalanan yang normal, sosial dan tercatat adalah aksi di kawasan industri perjalanan dengan pintu terbuka yang luar biasa untuk Kabupaten Tana Toraja di mana Tana Toraja adalah wilayah dengan pengunjung lokal maupun internasional yang cukup banyak. Dimana dalam rangka adanya pembangunan daerah sector pariwisata juga memengang peranan yang cukup penting konklusif dan siap untuk meningkatkan bidang kemajuan lainnya dengan mantap.

Dalam mencatat gaji dan biaya, masalah yang signifikan adalah cara organisasi memandang dan mengukur gaji dan biaya dalam periode tertentu.

Pengakuan pendapatan dan biaya adalah titik di mana pertukaran harus dianggap sebagai pendapatan dan biaya organisasi. Sedangkan ekspansi pay and cost adalah seberapa besar pendapatan dan biaya yang harus dirasakan dari setiap pertukaran yang terjadi dalam periode tertentu.

Dalam memahami dan memperkirakan pendapatan dan biaya, organisasi harus memanfaatkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No 23, dengan tujuan agar pengakuan dan perkiraan pendapatan dan biaya tidak terjadi kesalahan. Standar Akuntansi Keuangan adalah perjanjian untuk mencatat aset moneter, kewajiban, modal, hasil, biaya, dan perkembangannya sebagai laporan anggaran. Menurut PSAK No.23 Pengakuan dalam organisasi bantuan dirasakan ketika administrasi dibebankan, dan biaya dirasakan ketika tanggung jawab dirasakan tanpa pengakuan.

Untuk mencapai tujuan dan fokus penggunaan anggaran daerah, diperlukan suatu kerangka pembukuan yang dapat membantu pemerintah negara bagian terdekat dalam menangani sumber informasi keuangan mereka.

Kehadiran kerangka kerja pembukuan yang memuaskan memungkinkan

5

pemegang buku pemerintah terdekat untuk memberikan data keuangan kepada masing-masing bahkan dari para eksekutif. Kerangka tersebut dapat dimanfaatkan oleh pengurus untuk merencanakan dan mengendalikan kegiatan penanganan Obyek Wisata Ke'te Kesu Kabupaten Toraja Utara.

Dalam mendapatkan uang, kerangka dan sistem harus sesuai dengan pedoman yang ada. Kerangka kerja dan teknik pembukuan pada umumnya direncanakan untuk memberikan data dewan untuk kontrol tanpa henti dalam menaklukkan kesalahan representasi dan latihan kontrol.

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang lebih jauh terkait objek wisata berbasis kearifan lokal yang ada di Toraja dengan judul “Potensi Objek Wisata Ke’te Kesu Sebagai Salah Satu Unsur Pendapatan Asli Daerah”

Dokumen terkait