• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebijakan new normal merupakan langkah untuk memulihkan kembali kegiatan masyarakat yang sebelumnya lumpuh karena harus tetap tinggal di rumah. Dengan adanya kebijakan ini harapannya kehidupan ekonomi dan sosial politik tetap stabil saat pandemi covid-19. Sejak diterapkannya new normal secara bertahap per 1 Juni 2020, kehidupan kembali seperti biasa saja.

Semua seperti tak pernah ada apa-apa seperti sebelumnya. Di sisi lain, edukasi masyarakat akan kebijakan ini sangatlah diperlukan. Hal ini penting untuk dilakukan agar masyarakat tidak salah menafsirkan. Masyarakat harus benar-benar paham maksud dari kebijakan new normal bukan keadaan yang sudah terbebas dari pandemi covid 19 sehingga masyarakat beraktivitas seperti sedia kala lagi. New normal merupakan langkah untuk menjalani kehidupan baru dengan tetap berpatokan pada protokol kesehatan. Ini perlu dilakukan agar kebijakan ini benar-benar dapat menjadi langkah dalam menghadapi pandemi, bukan malah memperburuk keadaan akibat kurangnya pemahaman. Edukasi masyarakat terhadap kebijakan new normal akan membuat masyarakat dapat menghadapi bencana pandemi. Pengetahuan yang didapat akan memberikan pemahaman dalam bertindak kala menjalani kehidupan new normal dan hal ini membutuhkan kerja sama dari berbagai pihak.

Pemilihan umum merupakan program pemerintah setiap lima tahun sekali dilaksanakan di seluruh wilayah negara kita. Pemilihan umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Pada saat pemilu itulah, rakyat menjadi pihak yang paling menentukan dalam proses politik dengan berpartisipasi untuk memberikan suara secara langsung.

Pemilu mengungkapkan bentuk realitas dari upaya perwujudan penyelenggaraan suatu sistem pemerintahan yang baik dan berkeadilan.

Melalui pemilihan umum, warga negara berhak berpartisipasi dan menyumbangkan suaranya dalam arah menuju tatanan kesejahteraan hidup yang lebih berkemajuan. Pada konteks yang lebih luas, pemilihan umum tidak hanya dilakukan pada ruang lingkup eksekutif dan legislatif saja, tetapi juga dalam berbagai tingkat pemerintahan baik itu daerah maupun desa. Konsep yang terkandung dalam berbagai literatur demokrasi menunjukkan bahwa rakyat memegang kuasa penuh atas proses berjalannya pemerintahan dalam suatu negara.

Dalam hal ini pemerintahan sebenarnya dapat dikatakan berada dalam kapasitas yang dikendalikan oleh rakyat. Indonesia sudah sejak lama menerapkan sistem pemerintahan demokrasi untuk memberikan kebebasan kepada rakyat dalam mengatur perubahan arah jabatan politik serta memilih kepala daerahnya sendiri. Seluruh rakyat tanpa terkecuali memiliki hak untuk berkontribusi dalam menyalurkan aspirasi yang ingin mereka kritisi. Pemilihan umum dianggap sebagai salah satu solusi perwujudan sistem demokrasi. Akan tetapi, terkadang tidak selamanya pemilihan umum dianggap sebagai

satu-satunya cara yang baik untuk melakukan pergantian kekuasaan politik, hal ini dikarenakan terkadang dalam proses pemilihan umum selalu menuai banyak kecurangan dan dianggap melenceng dari asas pemilu sehingga menurunkan kepercayaan rakyat terhadap demokrasi dan para aktor yang terlibat dalam politik.

Padahal, kepercayaan rakyat sangat dibutuhkan untuk mensukseskan pemilihan umum dan meningkatkan elektabilitas para calon pemangku kekuasaan yang akan berjuang untuk masa depan rakyat. Pemilihan umum tersebut selain dilaksanakan untuk memilih kepala negara juga biasa dilakukan di tiap-tiap daerah untuk memilih kepala daerahnya.

Pilkada sebagai salah satu perwujudan demokrasi lokal. Pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia merupakan amanah langsung dari gerakan reformasi tahun 1998. Sebagai wujud implementasi demokrasi, pilkada dimaksudkan tidak saja untuk memenuhi hasrat mengganti mekanisme lama pemilihan pemimpin dan wakil rakyat gaya otoriterisme, tetapi juga secara filosofis ingin menggapai pelaksanaan nilai-nilai demokrasi yang berkelanjutan, yaitu mengembangkan partisipasi dan responsivitas serta akuntabilitas secara menyeluruh.

Pilkada merupakan suatu wujud nyata dari demokrasi dan menjadi sarana bagi masyarakat dalam menyatakan kedaulatan. Dalam pilkada,masyarakat bebas memberikan hak pilihnya maupun menghadiri kampanye politik tertentu. Wujud dari kontribusi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah merupakan salah satu bagian dari partisipasi politik karena dalam prosesnya,

masyarakat secara sukarela memilih calon kepala daerah sesuai pilihannya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Hal ini sesuai dengan konteks partisipasi politik yang bermakna sebagai kegiatan masyarakat, dimana masyarakat berperan serta secara aktif dalam pemilihan yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kebijakan politik. Semakin banyak masyarakat yang turut berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah, maka semakin baik pula pelaksanaan pemilihan kepala daerah tersebut karena semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan hak suaranya untuk mempengaruhi kebijakan politik.

Partisipasi politik masyarakat harus diikuti dengan kecenderungan pemahaman terhadap masalah politik agar dapat melibatkan diri kedalam pesta demokrasi dengan baik dan mampu memfilter informasi yang benar dan tepat.

Jika tidak, masyarakat akan salah persepsi dan pada akhirnya memilih untuk menjadi golongan putih pada pilkada dan enggan untuk menggunakan hak pilihnya. Partisipasi politik masyarakat menjadi dasar terhadap jalannya suatu ritme pola pemerintahan. Melalui pilkada, masyarakat perlu memiliki kesadaran diri untuk berpartisipasi dan menyumbangkan suaranya dalam arah untuk menuju perwujudan suatu birokrasi pemerintahan daerah yang adil, makmur, dan sejahtera. Dalam pilkada, partisipasi seluruh masyarakat sangat diharapkan sebab hal itu sangat penting dalam mendukung usaha pemenuhan kesejahteraan hidup mereka. Dalam beberapa tahun terakhir, pilkada selalu dilaksanakan dengan penuh antusias dan tepat waktu, namun saat ini ditengah wabah pandemi covid 19 yang masih terus merebak, pilkada dilakukan agak

mengulur waktu dari target yang telah direncanakan dan ditentukan sebelumnya. Meskipun begitu, di tahun 2020, pilkada masih tetap dilaksanakan dalam suatu kebijakan tatanan kenormalan baru (new normal) walaupun dalam kondisi di tengah wabah covid 19. Kebijakan ini tentu memberikan dampak signifikan bagi pelaksanaan tahapan pilkada. Misalnya dalam hal kampanye. Kampanye adalah tahapan pilkada yang paling banyak melibatkan massa. Hal ini tentunya membawa resiko penularan wabah covid-19. Dalam situasi kebijakan new normal, kampanye akan berjalan berdampingan dengan wabah covid 19.

Munculnya pandemi covid 19 yang tak pernah terduga sebelumnya telah merubah tatanan dinamika kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi, pendidikan maupun dalam konteks tatanan pemerintahan atau politik di Indonesia. Beberapa peraturan berubah dan tak sedikit memunculkan aturan kehidupan yang baru. Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya covid 19 mengharuskan pemerintah maupun masyarakat untuk menghadapi tantangan-tantangan yang sebelumnya belum pernah mereka hadapi. Keadaan tersebut mengharuskan seluruh elemen baik itu kalangan pemerintah maupun masyarakat untuk saling berkolaborasi dalam mencegah penyebaran covid 19 yang melanda seluruh daerah. Covid 19 telah menjadi pandemi yang meresahkan seluruh masyarakat tak terkecuali pemerintah itu sendiri.

Dilema pemerintah muncul tatkala pilkada harus dilakukan secepatnya untuk memilih calon kepala daerah yang baru khususnya pemilihan kepala daerah (walikota dan wakil walikota) yang akan dilaksanakan di Kelurahan

Gunung Sari Kecamatan Rappocini Kota Makassar. Hal ini tentu tidak mudah untuk direalisasikan dan perlu pertimbangan yang matang sebelumnya sebab pandemi covid 19 juga bukanlah suatu masalah yang ringan untuk mencari jalan penyelesaiannya. Masalah covid 19 juga akan menjadi polemik yang bisa saja dapat mengganggu partisipasi masyarakat dalam proses pemilihan kepala daerah. Fenomena yang demikian tentu akan berdampak terhadap tinggi rendahnya partisipasi politik masyarakat.

Covid 19 belum sepenuhnya dapat terkendali. Kebijakan memberlakukan new normal saat jumlah kasus covid 19 belum menurun boleh dibilang kebijakan yang salah kaprah. Akhirnya masyarakat malah menganggap keadaan sudah membaik dan melakukan aktivitas secara normal bukan new normal. Sungguh ini seperti new normal yang tak normal karena tidak lagi memperhatikan protokol kesehatan yang didengungkan pemerintah. Hal ini semakin berimbas pada jumlah kasus covid 19 yang setiap harinya semakin mengalami peningkatan khususnya di seluruh titik wilayah Kota Makassar itu sendiri.

Sampai saat ini seluruh wilayah di Kota Makassar masih belum terlepas dari serangan covid 19. Buruknya lagi, Kota Makassar ditetapkan sebagai red zone atau zona merah sebagai daerah dengan tingkat penyebaran covid 19 yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data terbaru jumlah pasien terinfeksi covid 19 di tiap kecamatan yang ada di Kota Makassar yang terakhir di update pada hari Minggu,21 Februari 2021 pukul 23:59 WITA.

Tabel 1.1 Sebaran Covid 19 Kota Makassar memperlihatkan bahwa Kecamatan Rappocini sebagai daerah dengan tingkat kasus covid 19 yang tinggi dikarenakan memiliki jumlah pasien konfirmasi harian covid 19 terbanyak di Kota Makassar yang mencapai 3.792 kasus konfirmasi. Diantara 11 kelurahan yang ada di Kecamatan Rappocini,ada 6 kelurahan yang ada di kecamatan Rappocini yang semuanya sudah masuk ke dalam daftar paparan covid 19 diantaranya kelurahan Ballaparang, Banta-Bantaeng, Buakaba, Gunung Sari, Karunrung, dan Kassi-Kassi. Disisi lain, jumlah terinfeksi covid 19 di Kelurahan Gunung Sari menunjukkan angka

yang semakin bertambah sampai akhir Januari 2021 dilihat dari paparan data per kecamatannya. Sepanjang April 2020, Gunung Sari tercatat sebagai salah satu kelurahan di Kecamatan Rappocini dengan kasus infeksi covid 19 melampaui 5 kelurahan lainnya. Melihat kondisi tersebut, tentu saja memunculkan kekhawatiran terhadap tingkat antusias partisipasi masyarakat dalam proses pilkada. Pasalnya, semakin tinggi tingkat persebaran covid 19 tentu semakin juga bertambah keresahan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Dengan tingkat persebaran covid 19 yang semakin bertambah dan belum sepenuhnya bisa terkendali, masyarakat dituntut untuk memprioritaskan kesehatan dan mencegah diri dari interaksi massa, namun disisi lain kegiatan pilkada tetap harus berjalan dan mendapat jumlah respon partisipasi politik yang maksimal dari masyarakat. Covid 19 menjadikan seluruh elemen masyarakat hanya menjadikan masalah ekonomi dan kesehatan sebagai hal utama yang harus mereka prioritaskan, sehingga hal ini dapat menjadi bumerang bagi penyelenggaraan pilkada itu sendiri dimana prtisipasi politik masyarakat bisa saja mengalami penurunan akibat adanya pandemi covid 19 ini.

Penerapan protokol pencegahan covid 19 dengan ketat dalam masa kebijakan new normal pada pelaksanaan pilkada 2020 di Kelurahan Gunung Sari sesuai instruksi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar dilakukan dengan cara membatasi peserta pada setiap TPS hanya 500 orang, sehingga jumlah TPS mengalami pertambahan, selanjutnya mengadakan pembagian waktu kedatangan pemilih, melakukan penyemprotan disinfektan

di seluruh area tempat pemungutan suara sebelum pemilih datang, seluruh petugas KPPS wajib menggunakan alat pelindung diri,warga wajib diperiksa suhu tubuhnya, memakai masker dan mencuci tangan sebelum menggunakan hak pilihnya, serta petugas tiap TPS menerapkan jaga jarak bagi warga yang ingin menyalurkan hak pilihnya.

Pada pilkada 2020, jumlah pengguna hak pilih mengalami peningkatan jika dibandingkan pada pilkada 2018 sebelum kebijakan new normal di masa pandemi covid 19 diberlakukan. Berikut ini data jumlah pemilih dan pengguna hak pilih pada pilkada 2018:

Tabel 1.2 Data Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih Pilkada 2018 No. Kelurahan Jumlah Pemilih Jumlah Pengguna

Hak Pilih

1. Balla Parang 8.047 4.189

2. Banta Bantaeng 5.707 3.542

3. Bonto Makkio 3.241 2.309

4. Bua Kana 6.679 4.676

5. Gunung Sari 7.125 4.442

6. Karunrung 10.308 5.933

7. Kassi-Kassi 11.129 7.592

8. Mappala 5.565 4.175

9. Minasa Upa 11.513 8.355

10. Rappocini 5.581 3.626

11. Tidung 8.633 4.573

Sumber: https://infopemilu.kpu.go.id/pilkada 2018

Data yang dilansir dari laman resmi KPU Kota Makassar menunjukkan bahwa dari 7.125 pemilih yang terdaftar, hanya 4.442 yang menyalurkan hak pilihnya dalam pilkada 2018. Artinya, ada sekitar 2.683 orang yang tidak ikut serta dalam pilkada atau tidak menggunakan hak pilihnya alias golput. Akan tetapi, jumlah tersebut jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah

golput tahun ini. Hal ini dapat dilihat dari data yang disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 1.3 Data Jumlah Pemilih dan Pengguna Hak Pilih Pilkada 2020 No. Kelurahan Jumlah Pemilih Jumlah Pengguna

Hak Pilih

Sumber: Kantor KPU Kota Makassar

Pada pilkada 2020, total ada sebanyak 10.610 jumlah pemilih yang terdaftar, dan hanya 6.287 orang yang ikut serta menyalurkan hak pilihnya.

Hal ini bisa disimpulkan bahwa sebanyak 4.323 orang memilih untuk golput atau tidak ikut serta dalam pilkada serentak.

Berdasarkan data diatas, meskipun angka golput pada pilkada 2018 lebih rendah dibandingkan pilkada 2020, namun jumlah pengguna hak pilih pada 2020 dikatakan lebih baik karena jumlahnya lebih banyak dibandingkan pilkada 2018. Jumlah pengguna hak pilih pada pilkada 2018 di Kelurahan Gunung Sari hanya sebanyak 4.442 sedangkan pada pilkada 2020 datanya mencapai angka 6.287. Sehingga partisipasi pengguna hak pilih meningkat, seiring dengan adanya pemberlakuan kebijakan new normal dalam pelaksanaan pilkada dilaksanakan dengan protokol pencegahan covid 19 dengan sangat ketat.

Pemberlakuan kebijakan new normal pada pilkada serentak tahun 2020 diinformasikan dan diedukasikan kepada masyarakat melalui media sosial, seperti instagram, facebook, twitter maupun youtube. Oleh karena itu, saat ini media social sangat berperan penting dalam menginformasikan panduan perilaku new normal.

Kebijakan new normal merupakan anjuran yang diberikan pemerintah, individu, maupun kelompok kepada masyarakat umum terkait dengan new normal itu sendiri. Kebijakan new normal ini terkait tentang perlengkapan yang wajib dibawa wajib pilih ke TPS pada pilkada serentak, mengenai protokol kesehatan secara resmi dan mengenai tata cara pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020 dalam kebijakan new normal. Hal ini agar partisipasi politik tetap berjalan dengan baik dan lancar meski berada pada situasi pandemi seperti sekarang ini.

Partisipasi politik masyarakat sebagai salah satu bentuk kewajiban warga negara di dalam negara demokrasi, termasuk juga partisipasi politik masyarakat di Kelurahan Gunung Sari Kecamatan Rappocini. Pandemi covid-19 tidak mempengaruhi proses partisipasi politik masyarakat, justru sebaliknya pandemi covid-19 dimanfaatkan oleh pihak terkait dalam hal ini pemerintah dan partai politik untuk mensosialisasikan segala aktivitas politik dengan penuh ketaatan dan kesadaran dalam melaksanakan kegiatan kampanye dan pemilu dengan menggunakan protokol kesehatan dan media-media lain sehingga kegiatan kampanye dan pemilu dapat berjalan dengan baik, atau dengan kata lain justru partisipasi politik meningkat. Di negara

demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat itu lebih baik, sedangkan tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda yang kurang baik. Dan indikator keberhasilan Pilkada ialah tingginya partisipasi pemilih.

Oleh karena itulah, dalam hal ini muncul rasa ketertarikan untuk meneliti sejauh mana kebijakan new normal di masa pandemi covid 19 dapat menjadi satu-satunya penyebab yang berpotensi mempengaruhi kontribusi dan kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi pada kegiatan pesta demokrasi pilkada serentak dengan mengangkat judul “Pengaruh Kebijakan New normal di Masa Pandemi Covid 19 terhadap Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pilkada Serentak Tahun 2020 di Kelurahan Gunung Sari Kecamatan Rappocini Kota Makassar”.

Dokumen terkait