• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui efektivitas penerapan kebijakan new normal di masa pandemi covid 19 pada pilkada serentak tahun 2020 di Kelurahan Gunung Sari Kecamatan Rappocini Kota Makassar

2. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan new normal di masa pandemi covid 19 terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pilkada serentak tahun 2020 di Kelurahan Gunung Sari Kecamatan Rappocini Kota Makassar.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Secara Teoritis

a. Penelitian ini secara teoritis berguna untuk menjadi rujukan dalam pengembangan ilmu sosial dan ilmu politik khususnya dalam ruang lingkup yang diwujudkan melalui partisipasi politik dan kemasyarakatan.

b. Memberikan konsep baru yang dapat dijadikan acuan sebagai bahan pembanding dan pertimbangan bagi penelitian di masa yang akan datang.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai sarana untuk membangun kesadaran bagi masyarakat tentang pentingnya keikutsertaan dalam pilkada.

b. Sebagai suatu strategi untuk meningkatkan kualitas wawasan terhadap masyarakat mengenai partisipasi politik.

c. Dapat menjadi pedoman bagi masyarakat untuk melakukan gerakan perubahan dalam mewujudkan pilkada yang lebih demokratis dan berkualitas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian, Konsep dan Teori 1. Kebijakan New Normal

a. Definisi Kebijakan

Kebijakan dapat didefinisikan sebagai serangkaian rencana program, aktivitas, aksi, keputusan, sikap, untuk bertindak maupun tidak bertindak yang dilakukan oleh para pihak (aktor-aktor), sebagai tahapan untuk penyelesaian masalah yang dihadapi. Penetapan kebijakan merupakan suatu faktor penting bagi organisasi untuk mencapai tujuannya (Iskandar, 2012).

Lebih lanjut, kebijakan memiliki dua aspek (Thoha, 2012), yakni:

a. Kebijakan merupakan praktika sosial, kebijakan bukan event yang tunggal atau terisolir. Dengan demikian, kebijakan merupakan sesuatu yang dihasilkan pemerintah yang dirumuskan berdasarkan dari segala kejadian yang terjadi di masyarakat. Kejadian tersebut ini tumbuh dalam praktika kehidupan kemasyarakatan, dan bukan merupakan peristiwa yang berdiri sendiri, terisolasi, dan asing bagi masyarakat.

b. Kebijakan adalah suatu respon atas peristiwa yang terjadi, baik untuk menciptakan harmoni dari pihak-pihak yang berkonflik, maupun menciptakan insentif atas tindakan bersama bagi para pihak yang

15

mendapatkan perlakuan yang tidak rasional atas usaha bersama tersebut.

Dengan demikian, kebijakan dapat dinyatakan sebagai usaha untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, sekaligus sebagai upaya pemecahan masalah dengan menggunakan sarana-sarana tertentu, dan dalam tahapan waktu tertentu. Kebijakan umumnya bersifat mendasar, karena kebijakan hanya menggariskan pedoman umum sebagai landasan bertindak dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Kebijakan bisa berasal dari seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang memuat serangkaian program/ aktivitas/ tindakan dengan tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti dan dilaksanakan oleh para pelaku (stakeholders) dalam rangka memecahkan suatu permasalahan tertentu (Haerul, Akib, & Hamdan, 2016).

Proses kebijakan dapat dijelaskan sebagai suatu sistem, yang meliputi: input, proses, dan output. Input kebijakan merupakan isu kebijakan atau agenda pemerintah, sedangkan proses kebijakan berwujud perumusan formulasi kebijakan dan pelaksanaan kebijakan.

Isu dan formulasi kebijakan dapat dipahami sebagai proses politik yang dilakukan elit politik dan/ atau kelompok-kelompok penekan. Output dari proses kebijakan adalah kinerja kebijakan (Wahyudi, 2016).

Oleh karena itu, kebijakan tidak bersifat permanen. Kebijakan dibuat sekali untuk rentang waktu tertentu sebagai sebuah solusi atas permasalahan yang ada dan kepentingannya melayani.

b. Konsep Kebijakan publik 1. Definisi Kebijakan publik

Kebijakan publik menurut (Anggara, 2014) adalah keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik, kebijakan publik harus dibuat oleh otoritas politik,yaitu mereka yang menerima mandatdari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang dijalankan oleh birokrasi pemerintah. Pada praktiknya, kebijakan publik merupakan hasil dari proses politik yang dijalankan dalam suatu sistem pemerintahan negara, yang didalamnya terkandung langkah-langkah tatau upaya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah selaku penyelenggara negara. Dalam praktiknya, kebijakan publik tidak terlepas dari peran dan fungsi aparat pemerintah yang disebut birokrasi.

Pada praktik kebijakan publik antara lain mengembangkan mekanisme jaringan aktor (actor networks). Melalui mekanisme jaringan aktor telah tercipta jalur-jalur yang bersifat informal (second track), yang ternyata cukup bermakna dalam mengatasi persoalan-persoalan yang sukar untuk dipecahkan (Taufiqurokhman, 2014).

Kebijakan publik yang responsif berdampak pada terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat secara berlanjut. Kebijakan tidak sekedar charity strategy, yang hanya menyelesaikan masalah secara sesaat, melainkan berusaha menyelesaikan permasalahan sampai ke akamya. Dampak dari suatu kebijakan publik masyarakat yang responsif dapat: (1) meningkatkan taraf hidup masyarakat; (2) mendorong terciptanya partisipasi masyarakat; dan (3) menciptakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri (Prasetyo, 2012).

Secara alamiah yang menjadi fokus pengkajian dalam kebijakan publik adalah kepentingan publik. Dengan demikian dapat diartikan pula bahwa studi ini pada tataran konseptual harus memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan masyarakat, dan berorientasi pada pelayanan kepentingan tersebut (Heliany, 2019).

Kebijakan publik secara mendasar merupakan upaya yang dilandasi pemikiran rasional untuk mencapai suatu tujuan ideal diantaranya adalah untuk mendapatkan keadilan, efisiensi, keamanan, kebebasan serta tujuan-tujuan dari suatu komunitas itu sendiri. Keadilan pada konteks ini diartikan sebagai memperlakukan seolah-olah seperti sama (treating likes alike), sedangkan efisiensi diartikan usaha mendapatkan output terbanyak dari sejumlah input tertentu. Keamanan diartikan pemuasan minimum atas kebutuhan manusia dan kebebasan diartikan sebagai kemampuan untuk

melakukan sesuatu yang diinginkan sepanjang tidak mengganggu individu lain. Poin-poin tersebut seringkali dijadikan sebagai justifikasi dari kebijakan, Selain itu, poin-poin ini juga dipakai sebagai kriteria untuk mengevaluasi program-program publik dalam hal ini poin-poin tersebut berfungsi sebagai standar atas program yang dievaluasi tersebut.

Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik apabila konsep ini diperinci menjadi beberapa kategori, antara lain tuntutan kebijakan, keputusan kebijakan,hasil kebijakan, dan dampak kebijakan. Tujuan Kebijakan publik adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh public sebagai konstituen pemerintah (Anggara, 2014). Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal dan sah karena kebijakan publik dibuat oleh lembaga yang memiliki legitimasi dalam sistem pemerintahan.

Kebijakan publik harus mampu mengakomodasi berbagai kepentingan yang berbeda. Kebijakan publik pun harus mampu mengagregasikan berbagai kepentingan yang lebih luas. Thoha (2012) memberikan penafisiran tentang kebijakan publik sebagai hasil rumusan dari suatu pemerintahan. Dalam pandangan ini, kebijakan publik lebih dipahami sebagai apa yang dikerjakan oleh pemerintah dibandingkan daripada proses hasil yang dibuat.

Mengenai kebijakan publik, lebih lanjut Wahab (2010) menyatakan bahwa:

a. Kebijakan publik lebih merupakan tindakan sadar yang berorientasi pada pencapaian tujuan daripada sebagai perilaku/

tindakan yangdilakukan secara acak dan kebetulan.

b. Kebijakan publik pada hakekatnya terdiri dari tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan memiliki pola tertentu yang mengarah pada pencapaian tujuan tertentu yang dilakukan oleh pemerintah, dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri.

c. Kebijakan publik berkenaan dengan aktivitas/ tindakan yang sengaja dilakukan secara sadar dan terukur oleh pemerintah dalam bidang tertentu.

d. Kebijakan publik dimungkinkan bersifat positif dalam arti merupakan pedoman tindakan pemerintah yang harus dilakukan dalam menghadapi suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

Berdasarkan pendapat tersebut, kebijakan publik dapat didefinsikan sebagai serangkaian kegiatan yang sadar, terarah, dan terukur yang dilakukan oleh pemerintah yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam bidang-bidang tertentu yang mengarah pada tujuan tertentu. Sehingga untuk efektivitas kebijakan publik

diperlukan kegiatan sosialisasi, pelaksanaan dan pengawasan kebijakan.

Perlu ditekankan bahwa sifat kebijakan publik perlu dituangkan pada peraturan-peraturan perundangan yang bersifat memaksa.

Dalam pandangan ini, dapat diasumsikan bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibuat pemerintah yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat, yang dapat diwujudkan berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan dan sebagainya. Kebijakan publik mempunyai sifat mengikat dan harus dipatuhi oleh seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali. Sebelum kebijakan publik tersebut diterbitkan dan dilaksanakan, kebijakan tersebut harus ditetapkan dan disahkan oleh badan/ lembaga yang berwenang.

Peraturan perundang-undangan sebagai produk dari kebijakan publik merupakan komoditas politik yang menyangkut kepentingan publik. Namun demikian, berbagai dinamika yang terjadi dapat membawa konsekuensi bahwa kebijakan publik pun dapat mengalami perbaikan. Oleh karenanya, kebijakan publik pada satu pandangan tertentu, dipersyaratkan bersifat fleksibel, harus bisa diperbaiki, dan disesuaikan dengan perkembangan dinamika pembangunan. Kesesuaian suatu kebijakan publik sangat tergantung kepada penilaian masyarakat.

Pembahasan kebijakan publik tidak bisa lepas dari usaha untuk melaksanakan kebijakan publik tersebut. Pelaksanaan kebijakan

publik merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan dan ditetapkan. Pelaksanaan kebijakan mengacu pada mekanisme, sumberdaya, dan hubungan terkait dengan pelaksanaan program kebijakan. Tanpa pelaksanaannya, kebijakan yang telah ditetapkan akan sia-sia. Oleh karena itu, pelaksanaan kebijakan mempunyai kedudukan yang esensial dalam kebijakan publik.

Berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan, Islamy (2010) mengemukakan pengertian kebijakan publik, sebagai berikut:

a. Kebijakan negara dalam bentuk awalnya berupa ketetapa tindakan-tindakan pemerintah.

b. Kebijakan negara itu tidak cukup hanya dinyatakan, tetapi harus dilaksanakan dalam bentuk yang nyata.

c. Kebijakan negara yang baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dilandasi dengan maksud dan tujuan tertentu.

d. Kebijakan negara harus senantiasa ditujukan bagi pemenuhan kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Pelaksanaan kebijakan merupakan kegiatan lanjutan dari proses perumusan dan penetapan kebijakan. Sehingga pelaksanaan kebijakan dapat dimaknai sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan, baik oleh individu maupun kelompok pemerintah, yang diorientasikan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Implikasi dari pelaksanaan kebijakan merupakan konsekuensi yang muncul sebagai akibat dari

dilaksanakannya kebijakan-kebijakan tersebut. Hasil evaluasi pada pelaksanaan kebijakan dapat menghasilkan dampak yang diharapkan (intended) atau dampak yang tidak diharapkan (spillover negative effect).

Proses pelaksanaan kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif/ pemerintahan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan juga menyangkut jaringan pada kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari para pihak yang terlibat (stakeholders). Kesalahan atau ketidaksempurnaan suatu kebijakan biasanya akan dapat dievaluasi setelah kebijakan itu dilaksanakan, begitu juga keberhasilan pelaksanaan kebijakan dapat dianalisa pada akibat yang ditimbulkan sebagai hasil pelaksanaan kebijakan. Penilaian atas kebijakan dapat mencakup isi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan dampak kebijakan.

Mengenai keberhasilan kebijakan publik, Islamy (2010) menyatakan bahwa suatu kebijakan negara akan efektif apabila dilaksanakan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat, dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota-anggota masyarakat bersesuaian dengan yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. Oleh karena itu, pemerintah perlu

memastikan pelaksanaan kebijakan agar efektif dilakukan melalui rancangan program yang memadai dan strukturasi dari proses pelaksanaannya.

2. Dimensi Pelaksanaan Kebijakan Publik

Pelaksanaan kebijakan dapat diukur/ dievaluasi berdasarkan dimensi-dimensi, yaitu : konsistensi, transparansi, partisipatif, dan efektivitas (Ramdhani & Ramdhani, 2017).

a. Konsistensi

Pelaksanaan kebijakan berlangsung dengan baik apabila pelaksanaan kebijakan dilakukan secara konsisten dengan berpegang teguh pada prosedur dan norma yang berlaku.

b. Transparansi

Transparansi merupakan kebebasan akses atas informasi yang patut diketahui oleh publik dan/ atau pihak-pihak yang berkepentingan. Informasi yang berkenaan dengan pelaksanaan kebijakan publik perlu dilakukan bersifat terbuka, mudah, dan dapat diakses oleh semua pihak yang memerlukan, dan disediakan secara memadai, serta mudah dimengerti.

c. Partisipatif

Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan dan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan. Partisipasi masyarakat disamping menopang percepatan pelaksanaan kebijakan, pada sisi lain akan berdampak pada proses evaluasi/ kontrol atas kinerja

pemerintah dan dapat mampu menimalisir penyalahgunaan wewenang. Partisipasi masyarakat merupakan kunci sukses dari pelaksanaan kebijakan publik karena dalam partisipasi menyangkut aspek pengawasan dan aspirasi. Pengawasan yang dimaksud di sini termasuk pengawasan terhadap pihak eksekutif melalui pihak legislatif Berdasarkan uraian tersebut, pelaksanaan kebijakan sebaiknya bersifat partisipatif, yaitu pelaksanaan kebijakan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, kepentingan, dan harapan masyarakat.

d. Efektivitas

Efektifitas berkenaan dengan pencapaian hasil yang telah ditetapkan, atau pencapaian tujuan dari dilaksanakannya tindakan, yang berhubungan dengan aspek rasionalitas teknis, dan selalu diukur dari unit produk atau layanan. Dalam pelaksanaan kebijakan publik, efektifitas diukur dari keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan pada kebijakan publik.

3. Jenis-Jenis Kebijakan Publik

Menurut James E. Anderson (1970) sebagaimana dikutip Anggara (2014:55-56) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut:

a. Substantive and Procedural Policies

Substantive policy adalah kebijakan dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Misalnya, kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi, dan lain-lain.

Procedural policy adalah kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlibat dalam perumusannya (policy stakeholder). Misalnya undang-undang tentang pendidikan, yang berwenang membuat adalah Departemen Pendidikan Nasional. Akan tetapi, dalam pelaksanaan pembuatannya banyak instansi/ organisasi lain yang terlibat, baik instansi/ organisasi pemerintah maupun organisasi bukan pemerintah, yaitu DPR, Departemen Kehakiman, Departemen Tenaga Kerja, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan Presiden yang mengesahkan Undang-Undang tersebut. Instansi-instansi/ organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy stakeholder.

b. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies

Distributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan /keuntungan kepada individu, kelompok, atau perusahaan. Contoh, kebijakan tentang tax holiday.

Redistributive policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Contoh, kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum.

Regulatory policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/ pelarangan terhadap perbuatan/tindakan. Contoh, kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api.

c. Material Policy

Material Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/ penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya. Contoh, kebijakan pembuatan rumah sederhana.

d. Public Goods and Private Goods Policies

Public goods Policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/ pelayanan oleh pemerintah untuk kepentingan orang banyak. Contoh, kebijakan tentang perlindungan keamanan dan penyediaan jalan umum.

Private goods policy adalah kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barang-barang/ pelayanan oleh pihak swasta untuk kepentingan individu (perseorangan) di pasar bebas dengan imbalan biaya tertentu . Contoh, tempat hiburan, hotel, dan lain-lain.

4. Konsep Kebijakan New normal

Kebijakan new normal merupakan upaya mencari jalan keluar dari permasalahan publik yang ditimbulkan selama pandemi covid-19. New normal sebagai tatanan masyarakat dalam jangka panjang.

Itu karena kalau pun vaksin untuk virus corona sudah ditemukan, untuk memproduksi vaksin dalam jumlah besar dan kemudian melakukan vaksinasi untuk jutaan penduduk pasti akan memerlukan waktu yang lama. Skenario new normal kemudian digunakan sebagai mekanisme pelonggaran aktivitas masyarakat ketika kondisi suatu daerah sudah dianggap aman yaitu dengan cara menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Namun apabila terjadi peningkatan kasus positif covid-19, maka pelonggaran semakin dikurangi hingga taraf tertentu. Bahkan bisa saja dilakukan kebijakan lockdown kembali.

New normal justru akan menjadi bumerang bagi semakin meningkatnya jumlah positif covid-19 jika protokol kesehatan tidak dijalankan secara ketat.

Secara sosial, dibutuhkan tiga prasyarat agar new normal dapat berjalan dengan baik. Pertama, perlunya pemahaman masyarakat tentang covid-19, yaitu pemahaman tentang apa itu virus corona, bagaimana mendeteksi gejalanya secara dini, apa yang dilakukan jika menemukan gejalanya, dan bagaimana agar menghindari tertular virus ini. Kedua, perlunya disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan secara konsisten, termasuk kembali melakukan pembatasan sosial/ stay at home ketika jumlah penderita covid-19 kembali meningkat. Ketiga, perlunya menjalankan norma baru dalam tata pergaulan atau interaksi di masyarakat, yaitu harus memakai masker ketika keluar rumah,

menghindari kontak fisik secara langsung, dan menjaga kebersihan dengan cuci tangan.

New normal merupakan bentuk perubahan yang dipicu oleh krisis dan adaptasi sistem baru yang bias mencegah terjadinya kembali atau mempersiapkan diri menghadapi sebuah situasi krisis.

Tatanan baru masyarakat yang terbentuk sebagai akibat situasi krisis dan pelembagaan sistem manajemen perencanaan yang lebih komprehensif (mulai dari mitigasi sampai dengan sistem pemulihan) adalah gambaran new normal (Wawan & Poppy, 2020).

New normal sebagai bentuk transisi untuk kembali ke kehidupan normal pascapandemi. New normal yang digagas WHO merujuk pada kebutuhan untuk merancang dan melembagakan protokol baru berbasis standar kesehatan yang dibutuhkan dalam masa transisi sebelum aktivitas ekonomi dan sosial berfungsi kembali. Protokol terkait dengan pola hidup dan perilaku yang bisa mencegah covid-19 menjadi prasyarat yang harus dilakukan oleh individu dan diadopsi oleh institusi sosial, politik/pemerintahan, dan ekonomi sebelum menjalankan kembali aktivitas (Mas’udi, W, Winanti, PS., 2020).

New normal dalam kaca mata pemerintah merupakan mekanisme transisi untuk mendorong kembali bergulirnya aktivitas ekonomi dan sosial. Secara operasional, pernyataan Presiden tersebut diikuti dengan penyiapan berbagai protokol aman dari covid-19 yang diperlukan di tempat kerja, lembaga pelayanan publik, institusi

agama, lalu lintas, pariwisata, dan sebagainya. Presiden sendiri secara simbolis melakukan pengecekan langsung persiapan protokol menuju kembali ke pembukaan ekonomi di sejumlah tempat, termasuk mall dan stasiun.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian memaparkan sejumlah alasan penerapan new normal yakni terkait dampak pandemi ini terhadap ekonomi yang dianggap sudah begitu mengkhawatirkan. Sehingga bila tidak segera diterapkan akan ada lebih banyak pekerja yang menjadi korban. Tak hanya itu, meningkatnya pengangguran sekaligus berkorelasi terhadap pergerakan konsumsi dalam negeri, bila dibiarkan konsumsi yang biasanya menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bisa anjlok dan efeknya bisa memicu konflik sosial.

Bila situasi ini dibiarkan, negara tak akan sanggup terusmenerus memberikan bantuan sosial kepada masyarakat mengingat kemampuan keuangan negara juga terbatas (Putra, AC, Fitriani, S., 2020).

Kondisi tersebut di atas telah memenuhi parameter sebagai kegentingan yang memaksa dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, antara lain karena adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara tepat berdasarkan undang-undang, undang-undang yang dibutuhkan belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak

memadainya undang-undang yang saat ini ada, dan kondisi kekosongan hukum yang tidak dapat diatasi secara prosedur biasa yang memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu untuk diselesaikan.

New normal bukanlah terminologi yang baru muncul sebagai respon atas covid-19. Secara umum, istilah ini merujuk pada hadirnya tatanan baru sebagai bentuk respon atau situasi krisis. New normal merupakan bentuk perubahan yang dipicu oleh krisis dan adaptasi sistem baru yang bisa mencegah terjadinya kembali atau mempersiapkan diri menghadapi situasi krisis. Tatanan baru masyarakat yang terbentuk sebagai akibat situasi krisis dan pelembagaan sistem manajemen kebencanaan yang lebih komprehensif (mulai dari mitigasi sampai dengan sistem pemulihan) adalah gambaran new normal (Mas’udi, W, Winanti, PS., 2020).

Keberhasilan pelaksanaan kebijakan new normal sangat dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan. Kepemimpinan menjadi kunci keberhasilan setiap pelaksanaan kebijakan. Dalam hal ini dibutuhkan pemimpin phronesis, menggabungkan etika dan tindakan sehingga orang dapat hidup dengan baik dan bahagia, sering dipandang sebagai kunci kepemimpinan yang efektif karena kita telah memasuki kehidupan new normal, dimana baik pegawai ASN, masyarakat, maupun swasta dihadapkan pada perubahan perilaku lama ke perilaku baru dengan membiasakan mencuci tangan,

menggunakan masker, menjaga jarak, serta menjaga etika saat batuk (Taufik & Warsono, 2020).

Protokol kesehatan menjadi penting dijalankan agar aspek ekonomi dan kesehatan masyarakat dapat berjalan di tengah berlangsungnya pandemi. Oleh karenanya, penyebarluasan informasi tentang protokol kesehatan perlu dilakukan secara luas hingga ke daerah pinggiran. New normal merupakan bentuk perubahan yang dipicu oleh krisis dan adaptasi sistem baru yang bisa mencegah terjadinya kembali atau mempersiapkan diri menghadapi sebuah situasi krisis. Tatanan baru masyarakat yang terbentuk sebagai akibat situasi krisis dan pelembagaan sistem manajemen kebencanaan yang lebih komprehensif (mulai dari mitigasi sampai dengan sistem pemulihan) adalah gambaran new normal. Kenormalan baru digunakan dalam berbagai aktivitas terkait dengan suatu perbedaan yang sebelumnya dianggap tidak normal. Kenormalan baru telah menjadi upaya dalam mempersiapkan aktivitas saat di luar rumah secara optimal. Oleh karena itu, masyarakat harus dapat beradaptasi dalam menjalankan perubahan pola perilaku yang baru. Perubahan tersebut tentunya wajib dilaksanakan secara global dengan melaksanakan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan virus covid-19.

Dalam mempersiapkan new normal pemerintah akan mengambil kebijakan yang lebih inovatif. Solusi dan manfaat yang terukur jelas

dalam tawaran kebijakan pemerintah tersebut. Pemerintah harus membangun hubungan yang baik atau humanis dengan masyarakat meskipun dengan aktivitas antar masyarakat yang tentunya harus less contact.

Angka kasus positif covid-19 di Indonesia semakin hari semakin meningkat, bahaya pandemi tersebut seharusnya dapat menambah rasa sadar kepada masyarakat dalam beraktivitas diluar rumah.

Kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat.

Kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat.

Dokumen terkait