• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III SUPERSTRUKTUR DALAM LAPORAN UTAMA PADA

3.3 Story

3.3.1 Proses Peristiwa

3.3.1.2 Latar

Secara umum latar pada wacana berita digunakan untuk memberi konteks agar suatu peristiwa lebih jelas ketika disampaikan kepada khalayak (Eriyanto, 2001, 233). Beragam peristiwa tentu saja memiliki latar belakang sehingga pemberitaan bisa tersiarkan dengan jelas. Maka dari itu, latar menjadi penyangga kuat dari peristiwa yang hendak ditampilkan ke khalayak. Berikut contoh dan penggunaan subkategori proses peristiwa, yakni bagian latar pada wacana laporan utama majalah Tempo edisi Januari–Juni tahun 2016 sesuai penentuan tema.

(23) Jejak Suap di Hang Lekir V

Penggeledahan dilakukan beberapa jam setelah KPK menangkap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan perantara suap Doddy Aryanto Supeno. Suap ditengarai terkait dengan pengaturan perkara Grup Lippo di pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung. Keduanya ditangkap di basement Hotel The Acacia, Jakarta, ketika baru selesai melakukan transaksi dan hendak kembali ke mobil masing-masing. Di tangan Edy ditemukan paper bag bergambar motif batik berisi uang suap Rp 50 juta. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. (P6)

Menurut Agus Rahardjo, duit suap untuk Edy Nasution diduga bermotif pengaturan peninjauan kembali perkara perdata di Mahkamah Agung. Duit itu bagian dari komitmen Rp 500 juta untuk Edy. Selain menyerahkan Rp 50 juta, Doddy sudah memberikan Rp 100 juta untuk Edy pada Desember tahun lalu di Hotel The Acacia. “Dibelakangnya ada kasus besar yang kerap disebut gunung es,” ujar Agus. (P7)

Seorang sumber di KPK mengatakan perkara itu, salah satunya, terkait dengan pendaftaran peninjauan kembali PT First Media atas putusan Pengadilan Arbitrase Singapura yang memenangkan Grup Astro. Lippo melalui First Media harus membayar ganti rugi kepada Astro Group US$ 230 juta dan Rp 6 miliar. First Media menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai Mahkamah Agung, tapi ditolak. “Putusan arbitrase bersifat final; tapi karena ada dugaan permainan, PK bisa lolos sampai MA,” katanya. (P8)

Tim KPK menggeledah kantor Paramount, yang dicurigai menjadi tempat pertemuan Nurhadi, Eddy Sindoro, Edy Nasution, dan Doddy untuk merancang “pengamanan” perkara itu. Nurhadi juga terdeteksi beberapa

kali bertemu dengan Eddy Sindoro di kantor Paramount dalam tiga bulan terakhir. Selain dengan Eddy, kata petugas KPK, Nurhadi kerap bertemu dengan para petinggi Grup Lippo di beberapa tempat di Serpong. (P10) Agus Rahardjo memastikan akan mengusut orang yang memerintah Doddy. “Dia itu perantara, nanti pasti ditelusuri siapa di belakangnya,” ujarnya. Saut Situmorang memberi sinyal ada keterlibatan konglomerat dalam kasus itu. “Tapi nanti saja, lagi ditelusuri.” (P11)

Kendati namanya tercatat dalam struktur Grup Paramount, KPK meyakini Doddy elite perusahaan mitra dekat Grup Lippo ini. Di Lippo, Doddy tercatat sebagai direktur di anak perusahaan, PT Kreasi Dunia Keluarga. Salah satu komisaris perusahaan ini Eddy Sindoro, yang juga chairman Paramount. Eddy punya sejarah panjang sebagai petinggi Grup Lippo. Ia, misalnya, pernah menjadi Presiden Direktur Bank Lippo. (P12)

Jejak Nurhadi, menurut seorang penegak hukum di KPK, terpantau dua pekan sebelum penangkapan Edy dan Doddy. Dari pemantauan yang dilakukan, Doddy diketahui pernah menenteng tas, yang diduga berisi uang, masuk ke rumah Nurhadi pada 12 April lalu. Belakangan, ada tas yang ditemukan di kamarnya yang mirip dengan yang dibawa Doddy. Tujuan pemberian uang itu sebagai upeti pengamanan sejumlah perkara di Mahkamah Agung. Adapun Edy, menurut sejumlah sumber, disebut-sebut menjadi salah satu orang kepercayaan Nurhadi. (P13)

Radar KPK sebenarnya sudah lama memantau gerak-gerik Nurhadi. Setahun terakhir, menurut seorang penegak hukum, banyak laporan tentang dugaan Nurhadi ikut mengintervensi penanganan perkara di Mahkamah Agung. Pada Oktober 2015, Komisi membuat surat perintah penyelidikan Nurhadi. (P17)

Seorang pegawai KPK mengatakan sedikitnya ada empat kali upaya penangkapan Nurhadi yang gagal. Upaya penangkapan terakhir terjadi pada 12 April lalu. Ketika itu, belasan penyidik KPK mengepung kediaman Nurhadi karena mendapat informasi Doddy masuk ke rumah itu sambil menenteng tas yang diduga berisi uang. Namun operasi ini gagal karena, setelah perantara suap itu masuk, belasan orang berseragam polisi yang berjaga langsung menutup pintu pagar rumah. “Risiko gagalnya lebih besar, jadi tim sebaiknya mundur,” ujarnya. Brigadir Jenderal Agus Rianto membantah kabar bahwa polisi menghalangi tugas KPK. (P18)

(Aprianto, Anton. dkk, “Jejak Suap di Hang Lekir V”. Majalah Tempo, 8 Mei 2016: hlm 35-37)

Dalam contoh wacana berita (23), wacana berita tersebut mengandung latar mengenai korupsi. Wacana berita tersebut secara bertahap memberitakan kasus dugaan suap Edy Nasution, Panitera Pengadilan Negeri Jakarta yang menyeret

Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung (MA). Nurhadi diduga telah menerima suap untuk mengamankan sejumlah perkara di MA. Pemeriksaan panitera MA itu dilakukan KPK dengan menggeledah dan menyisir rumah terduga suap tersebut. Ketika itu, nama Nurhadi terindikasi menerima suap setelah KPK menangkap panitera Sekretraris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan perantara suap Doddy Aryanto Supeno terkait sengketa Grup Lippo. Sebagaimana dapat ditunjukkan pada latar (P6), “Penggeledahan dilakukan beberapa jam setelah KPK menangkap Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution dan perantara suap Doddy Aryanto Supeno. Suap ditengarai terkait dengan pengaturan perkara Grup Lippo di pengadilan negeri sampai Mahkamah Agung. Keduanya ditangkap di basement Hotel The Acacia, Jakarta, ketika baru selesai melakukan transaksi dan hendak kembali ke mobil masing-masing. Di tangan Edy ditemukan paper bag bergambar motif batik berisi uang suap Rp 50 juta. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.”

Sehubungan dengan temuan KPK atas uang suap tersebut disinyalir menjadi “pengamanan” untuk sejumlah perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung. Seperti yang dibuktikan dalam contoh kutipan latar (P7 dan P8), bagan (P7), “Menurut Agus Rahardjo, duit suap untuk Edy Nasution diduga bermotif pengaturan peninjauan kembali perkara perdata di Mahkamah Agung. Duit itu bagian dari komitmen Rp 500 juta untuk Edy. Selain menyerahkan Rp 50 juta, Doddy sudah memberikan Rp 100 juta untuk Edy pada Desember tahun lalu di Hotel The Acacia. “Dibelakangnya ada kasus besar yang kerap disebut gunung es,” ujar Agus.” Bagan (P8), “Seorang sumber di KPK mengatakan perkara itu,

salah satunya, terkait dengan pendaftaran peninjauan kembali PT First Media atas putusan Pengadilan Arbitrase Singapura yang memenangkan Grup Astro. Lippo melalui First Media harus membayar ganti rugi kepada Astro Group US$ 230 juta dan Rp 6 miliar. First Media menggugat ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sampai Mahkamah Agung, tapi ditolak. “Putusan arbitrase bersifat final; tapi karena ada dugaan permainan, PK bisa lolos sampai MA,” katanya.”

Keberlanjutan tim penyidik KPK dalam mengusut kasus suap tersebut dilakukan dengan menggeledah tempat pertemuan para pelaku. Tempat itu diyakini menjadi ruang para pelaku untuk merancang dan menyusun strategi dalam melindungi sejumlah perkara. Seperti pada contoh kutipan uraian latar (P10), “Tim KPK menggeledah kantor Paramount, yang dicurigai menjadi tempat pertemuan Nurhadi, Eddy Sindoro, Edy Nasution, dan Doddy untuk merancang “pengamanan” perkara itu. Nurhadi juga terdeteksi beberapa kali bertemu dengan Eddy Sindoro di kantor Paramount dalam tiga bulan terakhir. Selain dengan Eddy, kata petugas KPK, Nurhadi kerap bertemu dengan para petinggi Grup Lippo di beberapa tempat di Serpong.” Pada bagian latar selanjutnya diuraikan bahwa pihak KPK masih terus menelusuri jejak para pelaku dan oknum-oknum lain di balik perkara suap tersebut. Menurut pihak KPK, ada keterlibatan pengusaha besar dalam kasus suap ini, seperti ditampilkan dalam (P11 dan P12). Bagan (P11), “Agus Rahardjo memastikan akan mengusut orang yang memerintah Doddy. “Dia itu perantara, nanti pasti ditelusuri siapa di belakangnya,” ujarnya. Saut Situmorang memberi sinyal ada keterlibatan konglomerat dalam kasus itu. “Tapi nanti saja, lagi ditelusuri.” Bagan (P12), “Kendati namanya tercatat dalam struktur Grup

Paramount, KPK meyakini Doddy elite perusahaan mitra dekat Grup Lippo ini. Di Lippo, Doddy tercatat sebagai direktur di anak perusahaan, PT Kreasi Dunia Keluarga. Salah satu komisaris perusahaan ini Eddy Sindoro, yang juga chairman Paramount. Eddy punya sejarah panjang sebagai petinggi Grup Lippo. Ia, misalnya, pernah menjadi Presiden Direktur Bank Lippo.”

Sementara itu, pada uraian latar berikutnya dipaparkan penelusuran jejak keterlibatan dugaan suap Nurhadi sesungguhnya telah cukup lama termonitor oleh KPK sebelum penangkapan Edy dan Doddy. Namun, upaya pemeriksaan panitera MA itu beberapa kali tersendat karena adanya perlindungan oleh pihak kepolisian. Sebagaimana diterangkan pada contoh kutipan latar (P13, P17, dan P18), bagan (P13), “Jejak Nurhadi, menurut seorang penegak hukum di KPK, terpantau dua pekan sebelum penangkapan Edy dan Doddy. Dari pemantauan yang dilakukan, Doddy diketahui pernah menenteng tas, yang diduga berisi uang, masuk ke rumah Nurhadi pada 12 April lalu. Belakangan, ada tas yang ditemukan di kamarnya yang mirip dengan yang dibawa Doddy. Tujuan pemberian uang itu sebagai upeti pengamanan sejumlah perkara di Mahkamah Agung. Adapun Edy, menurut sejumlah sumber, disebut-sebut menjadi salah satu orang kepercayaan Nurhadi.” Bagan (P17), “Radar KPK sebenarnya sudah lama memantau gerak-gerik Nurhadi. Setahun terakhir, menurut seorang penegak hukum, banyak laporan tentang dugaan Nurhadi ikut mengintervensi penanganan perkara di Mahkamah Agung. Pada Oktober 2015, Komisi membuat surat perintah penyelidikan Nurhadi.” Bagan (P18), “Seorang pegawai KPK mengatakan sedikitnya ada empat kali upaya penangkapan Nurhadi yang gagal. Upaya penangkapan terakhir terjadi

pada 12 April lalu. Ketika itu, belasan penyidik KPK mengepung kediaman Nurhadi karena mendapat informasi Doddy masuk ke rumah itu sambil menenteng tas yang diduga berisi uang. Namun operasi ini gagal karena, setelah perantara suap itu masuk, belasan orang berseragam polisi yang berjaga langsung menutup pintu pagar rumah. “Risiko gagalnya lebih besar, jadi tim sebaiknya mundur,” ujarnya. Brigadir Jenderal Agus Rianto membantah kabar bahwa polisi menghalangi tugas KPK.” Berdasarkan contoh wacana (23) latar mengenai korupsi ditandai dengan dugaan kasus suap.

(24) Jejak Lelaki Bertopi Nike

Afif adalah satu dari lima pelaku peledakan bom dan granat di kafe Strabucks di Menara Cakrawala serta pos polisi di depan pusat belanja Sarinah. Tujuh orang, lima di antaranya pelaku, tewas dan 24 luka-luka dalam peristiwa tersebut. Aksi Afif bersama seorang pelaku lain ketika melakukan penembakan brutal terhadap tiga polisi di tengah kerumunan orang terekam jelas dalam kamera fotografer Tempo, Aditia Noviansyah. (P3)

Pada 2010, Kurnia ditangkap Detasemen Khusus 88 Kepolisian karena merakit bom bersama kawanannya yang dikenal sebagai Kelompok Cibiru. Polisi meyakini daya ledak bom rakitan Kurnia lebih dahsyat dibandingkan dengan bom Bali yang menewaskan 202 manusia pada 2002. Kurnia divonis enam tahun penjara. (P5)

Dia bebas dari penjara setelah mendapat remisi dan mengajukan permohonan pembebasan bersyarat. Sarjanan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung itu menjalani hukuman selama 3 tahun 8 bulan. Kurnia mengatakan, sejak di Cipinang, Afif telah menunjukkan ideologi keras. “Saya tidak sepaham dengan Afif, yang mudah mengkafirkan orang hanya karena beda pendapat,” ujar Kurnia. (P6)

Afif alias Sunakim alias Nakim bin Jenab adalah satu dari 71 orang yang ditangkap polisi karena melakukan pelatihan militer di Gunung Bun, Jalin Jantho, Aceh Besar, pada 2010. Menurut Kurnia, Sunakim berasal dari kelompok Pamulang dan baru bebas pada Agustus tahun lalu. Tokoh tersohor di kelompok Pamulang adalah Dulmatin, yang punya segudang nama alias, di antaranya Mansyur dan Joko Pitono. Ia berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Dulmatin ditembak mati di Jakarta pada Maret 2010. (P7)

Perkara terorisme di Jalin Jantho ini juga yang menjadikan Amir Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Ba’asyir, dihukum 15 tahun penjara karena terbukti mendanai kegiatan itu. Dalam kasus yang sama, dihukum pula Sulaiman Aman Abdurrahman alias Oman atau Aman selama Sembilan tahun penjara. Pengadilan membuktikan Aman ikut mendanai pelatihan militer itu. Kini dua orang itu dipenjara di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. (P8)

Dari orang dekatnya, Kurnia mendapat kabar Afif memang telah menyatakan baiat, menyatakan taat kepada Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS. Afif dikenalnya cenderung pendiam, tapi sekali berbicara suka membikin sakit hati. Selain itu, Afif cerewet untuk hal sepele. Suatu kali, Kurnia mendapat giliran merawat seorang narapidana terorisme yang sedang sakit. Hanya karena Kurnia tinggalkan sebentar narapidana yang sakit itu, Afif marah. “Omongannya ketus, menyakitkan.” (P10)

Soal Afif berbaiat ke ISIS juga diungkapkan Jibril. Menurut dia, ketika belum ada deklarasi ISIS dunia pada 2013, Afif telah menunjukkan sikap paham keras takfiri, kelompok yang suka mengkafirkan orang lain yang tidak satu ideologi dengannya. Jibril menyatakan Afif setia kepada gurunya, aman Abdurrahman, yang juga berpaham keras. (P11)

Menurut Jibril, Afif tidak mau melakukan salat Jumat bersama narapidana muslim lain di penjara Cipinang. Afif dan Aman Abdurrahman, kata dia, memilih menjalankan salat Jumat di dalam kamar bersama kelompoknya. Selain itu, mereka, yang waktu itu berjumlah belasan, membikin pengajian khusus untuk kalangannya. Jibril mengaku tidak satu pemahaman dengan Afif, yang berada di dalam kelompok Majelis Mujahidin Indonesia. (P12) Bahrun pernah ditangkap di Datasemen Khusus 88 Antiteror di Solo pada 2010. Polisi menyita ratusan butir peluru AK-47, laptop, enam unit central processing unit, sarung pistol, serta beberapa buku dan cakram digital yang ditemukan di dalam rumah kontrakannya di Pasar Kliwon. Anehnya, Bahrun saat itu hanya dikenai pasa Undang-Undang Darurat atas kepemilikan senjata api. Setahun berikutnya, Pengadilan Negeri Surakarta menghukumnya dua setengah tahun penjara. (P18)

Dia diduga berangkat ke wilayah ISIS pada Februari tahun lalu. Ketika itu, ada warga Demak yang mengeluh kehilangan anak perempuannya yang kuliah di Solo. Berdasarkan penelusuran keluarga, perempuan itu telah diperistri Bahrun dan mungkin juga diajak ke Suriah. Berdasarkan alamat di kartu tanda penduduk, Bahrun tinggal di Sangkrah, Solo. (P19)

Pada pertengahan November tahun lalu, video seruan jihad pemimpin Mujahidin Indonesia Timur, Santoso alias Abu Wardah, muncul di akun Facebook yang menggunakan nama Bahrun. Santoso menngancam akan membuat “konser” pada akhir 2015. Seorang aktivis gerakan Islam di Solo yang mengenal Santoso yakin suara itu memang suara Santoso. Tapi ia

menggangap ada yang aneh. “Kok, terkesan Santoso menjadi orator yang ulung,” katanya. (P20)

Bahrun memiliki keahlian di bidang teknologi informatika dan pernah memiliki warung internet di daerah Solo. Kepintaran Bahrun di bidang itu juga dimanfaatkannya untuk berjualan gadget, perangkat komputer, hingga baju muslim secara online. Keahlian Bahrun dalam bidang teknologi informatika ada penjelasannya. Ia merupakan alumnus Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Solo. “Dia dulu memang mahasiswa di sini,” kata Sugiarto, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. (P22)

Menurut Sugiarto, Bahrun masuk kuliah pada 2002 dan lulus pada 2005. Dia menempuh pendidikan diploma tiga dengan gelar ahli madya. “Selama dia kuliah, nilai yang diperoleh biasa-biasa saja,” ujar Sugiarto. Di kampus, Bahrun memiliki banyak kawan. Ia pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komputer. “Bahrun justru tidak aktif dalam kegiatan kerohanian Islam di kampus,” kata Sugiarto. (P23)

Bahrun terbang ke Suriah pada awal 2015. Ia juga membuat paspor dengan identitas asli. Bahrun masuk ke Suriah menggunakan penerbangan resmi melalui Turki. Namun, ketika masuk Turki dari Suriah, ia menempuh jalur ilegal. (P24)

Ihwal kepergian Bahrun ke Suriah, Pelaksa Harian Kepala Imigrasi Surakarta Agus Setiadi tak banyak berkomentar. “Belum kami cek,” ujar Agus. Seorang teman Bahrun di Solo mengatakan, selama di Suriah, Bahrun terus mengembangkan sayap dengan membangun jaringan baru melalui situs jejaring sosial. Menurut aktivis gerakan Islam itu, Bahrun aktif berkomunikasi melalui Facebook dan berulang berganti akun. (P25) Jejak Bahrun Naim sejatinya sudah terendus sejak November tahun lalu. Dari blog yang dikelolanya dari Suriah, dia mengatakan sangat terinspirasi oleh serangan terorisme di Paris pada akhir November 2015. Dalam koresponden dengan wartawan asing, Bahrun mengaku sudah menyiapkan aksi bersama para pendukung ISIS di Tanah Air. Dia menyebutkan serangan itu hanya menunggu pemicu. (P27)

Pernyataan ini sebenarnya sudah ditangkap pemerintah. Pada 21 Desember tahun lalu, Sekretaris Kabinet Pamono Anung kepada wartawan mengatakan polisi telah melaporkan Presiden Joko Widodo bahwa ancaman teror meningkat menjelang Natal dan tahun baru. “Di dokumen yang ditemukan ada istilah ‘pengantin baru’ dan ‘konser’,” ujar Pramono. “Pengantin” adalah istilah untuk pengebom bunuh diri. Sedangkan “konser” diyakini memiliki arti sebagai aksi teror. (P28)

(Sunudyantoro, dkk. “Jejak Lelaki Bertopi Nike”. Majalah Tempo. 24 Januari 2016: hlm 35-37)

Dalam contoh wacana berita (24), wacana berita tersebut mengandung latar tentang terorisme. Kasus terorisme ditelusuri dari latar wacana berita terkait serangan bom dan penembakan brutal di Jalan M. H. Tharin, Jakarta Pusat. Pada bagian awal latar diuraikan wacana para pelaku teroris yang terlibat dalam insiden teror tersebut, salah satunya ialah Afif. Hal itu dapat dibuktikan dalam contoh kutipan (P3), “Afif adalah satu dari lima pelaku peledakan bom dan granat di kafe Strabucks di Menara Cakrawala serta pos polisi di depan pusat belanja Sarinah. Tujuh orang, lima di antaranya pelaku, tewas dan 24 luka-luka dalam peristiwa tersebut. Aksi Afif bersama seorang pelaku lain ketika melakukan penembakan brutal terhadap tiga polisi di tengah kerumunan orang terekam jelas dalam kamera fotografer Tempo, Aditia Noviansyah.”

Kemudian latar penggambaran rekam jejak Afif (pelaku teror) dikisahkan melalui sejumlah kesaksian temannya yang ketika itu pernah manjalani proses hukum bersama di rumah tahanan; terkait kasus terorisme. Para teman pelaku teror tersebut di antaranya Kurnia dan Jibril. Kurnia pernah ditangkap oleh Densus 88 Kepolisian karena kedapatan merakit bom bersama kawannya – yang dikenal sebagai Kelompok Cibiru. Ia bebas dari penjara setelah mendapat remisi dan mengajukan pembebasan bersyarat. Sebagaimana ditunjukkan dalam contoh kutipan latar (P5 dan P6), bagan (P5) “Pada 2010, Kurnia ditangkap Detasemen Khusus 88 Kepolisian karena merakit bom bersama kawanannya yang dikenal sebagai Kelompok Cibiru. Polisi meyakini daya ledak bom rakitan Kurnia lebih dahsyat dibandingkan dengan bom Bali yang menewaskan 202 manusia pada 2002. Kurnia divonis enam tahun penjara.” Bagan (P6), “Dia bebas dari penjara setelah

mendapat remisi dan mengajukan permohonan pembebasan bersyarat. Sarjanan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung itu menjalani hukuman selama 3 tahun 8 bulan. Kurnia mengatakan, sejak di Cipinang, Afif telah menunjukkan ideologi keras. “Saya tidak sepaham dengan Afif, yang mudah mengkafirkan orang hanya karena beda pendapat,” ujar Kurnia.”

Sehubungan dengan pelaku teror, Afif diketahui pernah ditangkap oleh polisi saat menjalani pelatihan militer di Aceh. Dari operasi itu, polisi menangkap sebanyak 71 orang yang melakukan pelatihan militer di Aceh pada 2010 silam. Pelatihan militer itu juga menjadi perkara terorisme di Aceh, seperti yang diuraikan dalam kutipan latar (P7 dan P8). Bagan (P7), “Afif alias Sunakim alias Nakim bin Jenab adalah satu dari 71 orang yang ditangkap polisi karena melakukan pelatihan militer di Gunung Bun, Jalin Jantho, Aceh Besar, pada 2010. Menurut Kurnia, Sunakim berasal dari kelompok Pamulang dan baru bebas pada Agustus tahun lalu. Tokoh tersohor di kelompok Pamulang adalah Dulmatin, yang punya segudang nama alias, di antaranya Mansyur dan Joko Pitono. Ia berasal dari Pemalang, Jawa Tengah. Dulmatin ditembak mati di Jakarta pada Maret 2010.” Bagan (P8), “Perkara terorisme di Jalin Jantho ini juga yang menjadikan Amir Jamaah Ansharut Tauhid, Abu Bakar Ba’asyir, dihukum 15 tahun penjara karena terbukti mendanai kegiatan itu. Dalam kasus yang sama, dihukum pula Sulaiman Aman Abdurrahman alias Oman atau Aman selama Sembilan tahun penjara. Pengadilan membuktikan Aman ikut mendanai pelatihan militer itu. Kini dua orang itu dipenjara di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.”

Ihwal rekam jejak pelaku teror, menurut pengakuan sejumlah teman pelaku diketahui Afif telah berbaiat taat kepada ISIS. Ia juga dikenal sebagai orang yang memiliki sikap paham keras. Seperti yang dipaparkan dalam kutipan latar (P10, P11, dan P12), bagan (P10), “Dari orang dekatnya, Kurnia mendapat kabar Afif memang telah menyatakan baiat, menyatakan taat kepada Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS. Afif dikenalnya cenderung pendiam, tapi sekali berbicara suka membikin sakit hati. Selain itu, Afif cerewet untuk hal sepele. Suatu kali, Kurnia mendapat giliran merawat seorang narapidana terorisme yang sedang sakit. Hanya karena Kurnia tinggalkan sebentar narapidana yang sakit itu, Afif marah. “Omongannya ketus, menyakitkan.” Bagan (P11), “Soal Afif berbaiat ke ISIS juga diungkapkan Jibril. Menurut dia, ketika belum ada deklarasi ISIS dunia pada 2013, Afif telah menunjukkan sikap paham keras takfiri, kelompok yang suka mengkafirkan orang lain yang tidak satu ideologi dengannya. Jibril menyatakan Afif setia kepada gurunya, aman Abdurrahman, yang juga berpaham keras.” Bagan (P12), “Menurut Jibril, Afif tidak mau melakukan salat Jumat bersama narapidana